Disclaimer

Naruto milik MK

.

.

.

Aku memang pemalas! Kerjaku hanya makan minum tidur mandi memainkan gadget dan menonton tv, aku adalah manusia normal! Manusia yang mendambakan ketenangan untuk dirinya sendiri! Aku tahu aku salah, saat orang lain bekerja aku hanya tidur, saat orang lain membantu orang tuanya, aku selalu mencari-cari alasan supaya tidak harus melakukan hal yang merepotkan. Tapi mau bagaimanapun aku sayang orang tuaku, walau kadang aku ingin mereka tak ada, tapi itu normal sifatku sebagai manusia yang egois. Aku tahu meski aku di banding-bandingkan dengan anak yang lebih nakal berandalan, aku masih tetap salah sebagai anak pemalas yang tidak berguna.

Tapi apakah kau tak lihat ibu? Nilai UN-ku paling besar nomer 2 sekonoha, tapi kenapa kau tak bangga akan hal itu Bu. Meski aku bukan nomer satu tapi hadiah yang kudapatkan sebagai nomer 2 lebih berguna dari dia yang mendapatkan posisi pertama! Ok meski bukan itu masalahnya. Aku hanya ingin kau bangga padaku meskipun aku seorang pemalas.

"Kau tak pernah mengerti apa yang ayah katakan. Kau masih menanamkan sifat buruk itu di hatimu. Meski ayah tak suka mengatakan ini, tapi... Lihatlah anak tetangga kita Sasuke. Kau mengerti anakku?"

Ayah ku memang sering menasihati ku, berbeda dengan ibu dia tak pernah membanding-bandingkan aku dengan yang lain, Dulu. Tapi sekarang saatku dengar dia membanding-bandingkan aku dengan orang lain aku merasakan sakit hati yang lebih dari saat di nasihati Ibu ku.

"Ayah seperti yang kau bilang aku tidak pernah mengerti, dan tidak akan. Aku tidak mau sekolah lagi dan aku sudah memutuskannya." Aku berjalan pergi meninggalkan Ayah ku yang mendesah kecewa mendengar pernyataan ku. Entah kenapa aku merasa sok pintar dengan menjawab nasihat dari ayah ku, aku tau itu salah tapi aku tak bisa melawan sifat egoisku.

Saat kecil dulu Ibu dan Ayah masih memanjakanku. Aku yang saat itu masih berumur 5 tahun. Maksudku dimanja bukan seperti hal yang kalian pikirkan. Aku di manja seperti anak 5 tahun pada umumnya. Tapi setelah aku Smp aku jadi agak pemalas. Berbanding terbalik dengan kakak ku dia sejak kelas 6 SD sampai sekarang SMA seorang yang rajin di mataku dan orang tu- ah di mata semua orang. Wajar dia seorang wanita, meski pun seorang laki-laki rajin sama wajarnya.

Sejak itu aku tak pernah di perhatikan, bukan tidak lagi di manja aku sama sekali tidak suka di manja. Tapi mereka tidak peduli hal apa pun yang ku lakukan. Dan tentu saja kakakku mendapat perhatian yang lebih. Kenapa orang malas didiskriminasi bukan di beri motivasi? Itu pikiran ku setelah tidak di perhatikan lagi oleh kedua orang tua ku. Meskipun jauh dari diskriminasi aku tetap sakit hati, apalagi mereka melakukannya secara terang-terangan. Dan juga mereka sering menceritakan kelakuanku pada tetangga yang lain, aku makin sakit hati. Tentu ini wajar aku sakit hati saat orang tuaku berbicara buruk tentangku. Aku ini masih remaja aku belum atau tidak mau menyikapinya secara dewasa, alasanya? Ya karena aku malas!.

Memang dari semua yang ku katakan aku seakan bilang kalau yang salah itu kakakku, dia itu gadis yang imut dan dia pasti mendapat perhatian yang lebih. Tapi aku tak benci kakakku, aku mengganggap dia adalah rival yang harus kusaingi agar aku jadi sedikit di perhatikan. Tentunya sedikit aku tak mau kakakku yang cantik, manis, dan imut itu tidak dapat perhatian.

Saat kelas 3 SMP aku berubah rajin, tapi hanya rajin soal pelajaran yang lainnya aku tetap jadi pemalas. Aku belajar meski tidak terlalu serius tapi karena otakku memang lumayan bisa tanggap hanya dengan mendengar kata-kata penjelasan saja jadi aku bisa mendapat nilai ulangan sempurna dengan mudah. Kata Guru SD ku saat aku kelas 6 meski aku sering bolos, bahkan sampai 3 Minggu nilaiku saat ulangan dan bahkan saat ujian bagus semua. Aku tahu ini kemampuan dari Tuhan dan aku mensyukurinya.

Setelah aku mencoba belajar dengan sedikit lebih rajin. Bahkan mengatakan rajin pun aku ragu, aku memang pemalas sejati. aku berhasil dapat nilai UN Terbesar kedua di kota ku. Aku pun tak menyangka. Tapi saat aku pulang aku malas mengatakannya pada orang tuaku, takut dibilang sombong atau sok pintar atau apa pun dilema orang malas sepertiku. Tapi saat kelulusan mereka datang dan pasti tahu lewat pengumuman. Saat itu pun aku antusias melihat ekspresi mereka. Mereka tersenyum sedikit, ya hanya sedikit.

Setelah pulang pun aku sangat menunggu berbagai pujian dari orang tuaku. Tapi setelah aku sampai di rumah. Apa yang ku harapkan tidak pernah terjadi mereka hanya diam dan tidak berniat untuk mengatakan apa pun. Memang, pada dasarnya hubungan ku dengan mereka sudah agak jauh. Aku jarang berkomunikasi lagi dengan mereka. Meski aku tahu alasannya aku tetap kecewa dan memendam perasaan sakit di hatiku. Aku hanya ingin kata selamat dari mereka, bukan hadiah atau sesuatu yang harus di persiapkan dengan mahal. Aku memang ingin mereka mengatakannya tapi aku malas bilang kalau aku sudah juara 2 dan aku ingin kalian memerhatikan aku. Itu kedengaran manja dan aku tidak akan melakukannya. Sejak hari itu pun aku memutuskan tidak akan melanjutkan sekolah lagi, meskipun baru beberapa hari aku memutuskannya. Keputusanku memang kedengaran manja, tapi mau bagaimana lagi aku adalah remaja yang malas dan egois adalah sifat normalnya.

Mereka membujukku, meski aku senang aku tetap teguh karena aku rasa masa depanku tidak penting lagi. Kakak perempuan ku yang manis pun ikut membujuk, dan aku tetap tidak mau dan dia mengatakan aku pecundang bodoh. Dan itu sama sekali tidak penting aku tidak peduli jadi pecundang dan aku tidak mau memikirkan hal merepotkan tentang harga diri. Yang ku inginkan adalah tenang tanpa ada suara-suara yang membisikan ku dari belakang, tanpa mereka yang menatap remeh padaku.

Itulah pikiranku kemarin, dan hari ini pikiranku di ambil alih oleh seorang gadis manis dan imut yang baru kutemui tadi pagi. Dia adalah tetangga baruku.

Awal pertemuan ku, tadi pagi aku baru pulang setelah beli pulsa untuk mengisi data kartu handphone tersayang ku ini. Tapi aku lihat ada satu keluarga dan ayahku yang sedang menurunkan barang barang tepat di depan jalan rumahku. Aku yang melihatnya pun ragu, jika aku melewatinya maka bukan tidak mungkin ayahku memanggilku dan menyuruhku membantunya aku ini pemalas kau tahu kan?.

"Naruto!"

tepat seperti yang aku pikirkan.

"Cepat ke sini dan bantu memasukan barang barang ini ke rumah mereka."

aku menghela nafas. Aku pun mendekat menghampiri mereka dan berniat membantu. Aku memang pemalas di suruh orang tua pun aku tidak mau, tapi jika mereka menyuruhku di depan orang aku jadi agak malu, meski tidak perduli harga diri tapi aku benci bila orang yang membicarakan kemalasanku bertambah.

"Apa yang harus ku bantu Ayah?" aku melihat banyak barang barang yang biasanya di temui di dalam rumah. Aku pun tahu aku harus memindahkan barang barang itu tapi entah kenapa aku malah berbasa basi menanyakannya lagi seperti orang di negara kepulauan.

"Pindahkan semua barang ini, Ayah akan membantu membawa kasur dan beberapa lemari."

Ok ini tidak terlalu sulit. Aku pun mengambil satu barang yang lumayan besar. Aku tak langsung membawanya, setelah kupikir-pikir mungkin lebih baik bawa yang kecil dulu. Aku kemudian memutuskan membawa beberapa barang kecil lebih dulu. Ku letakan barang besar itu dan kupilih pilih barang yang bisa dibawa sekaligus tanpa ada resiko rusak. Setelah itu aku pun mengangkat barang barangnya masuk ke rumah mereka. Rumah ini adalah rumah tetangga lamaku dia pindah seminggu yang lalu. Aku tidak tahu alasan mereka pindah dan aku tidak peduli.

Saat aku masuk aku lihat dia, gadis bertubuh lebih kecil dariku dan memiliki wajah imut yang manis. Aku meletakan barang-barang yang ku bawa sesuai tempat seharusnya barang itu berada.

"Terima kasih sudah membantu." gadis itu membungkuk dan memperlihatkan senyuman manis yang membuatku ingin mencubit pipinya. Manis seperti iklan di tv, dan juga dia gadis yang sopan, pikirku.

"Sama - sama, Oh ya namaku Naruto."

"Baik, salam kenal Naruto." alisku mengernyit mendengarnya. Memang kedengarannya normal, tapi ada gadis kecil yang memanggilku tidak menggunakan awalan kak membuatku kaget.

Dia tidak menyebutkan namanya, tapi aku tidak peduli namanya. Aku hanya ingin tahu satu hal.

"Boleh ku tahu umurmu berapa?"

"Umurku 16 tahun." dia berkata seperti itu sambil tetap tersenyum ramah yang menurutku manis. Dan aku kaget mendengarnya, 16 tahun? Aku saja meski ini tahun ke 16 aku hidup, tapi ulang tahun ku masih 10 oktober nanti. Aku tak percaya ini.

"Jangan hanya bengong di sana Naruto, dan ini bukan saatnya menggoda Hanabi tetangga baru kita. Kau tahu kan, aku sudah menjadikannya target lebih dulu darimu, dan kau tak akan menang melawan ku haha." 'Oh jadi namanya Hanabi?' Ayahku mengatakan itu sambil melengos pergi bersama ayahnya Hanabi yang nampak ikut tertawa mendengar lawakan Ayahku yang tak bisa ku anggap lawakan, sifat Ayahku yang mudah akrab dengan orang lain sangat berbahaya. Aku takut Hanabi benar benar jadi target ayahku. Tentu saja yang ku khawatirkan memang Hanabi bukan mengkhawatirkan dia tidak di dapatkan oleh ku tentunya.

"Maaf Naruto kurasa kita harus membantu mereka, aku duluan."

ah sial! Bagaimana aku melamun dan memasang muka berpikir bodoh sedangkan di depan ada seorang gadis kecil imut yang ternyata lebih tua sedikit dariku. Aku benar benar gila, tak biasanya aku memikirkan keadaanku di depan gadis.

"Naruto! Kenapa masih bengong di sana ayo cepat bantu!" Ayahku kembali masuk dengan mengangkat lemari bersama ayah Hanabi.

ah sial aku melamun lagi.

"Baik Ayah, akan kuselesaikan dengan cara Uzumaki!" kenapa tiba - tiba aku bersemangat? Mungkin kemalasan ku bisa di sembuhkan asal ada motivasi. Ya kurasa begitu. aku pun kembali membantu mereka.

Pekerjaan kami masih belum selesai saat sore tiba, ada beberapa sofa dan juga kasur yang masih belum dipindahkan, mereka memutuskan besok saja di lanjutkan. Aku pun kecewa karena tidak bisa melihat Hanabi lagi. Ah tidak apa yang kupikirkan?!

Aku pun kembali ke rumah, hal pertama yang kucari adalah hp ku. Tadi pagi aku membeli pulsa dan aku ingin segera berselancar di internet dan tenggelam di dunia malasku.

"Tidak! Data seluler belum di matikan!" aku buru buru mengecek pulsaku, harap harap cemas meski ku tahu pulsanya pasti.

"Habis?!!!!" setelah itu aku pun meneriakan tidak dengan panjang.

..

..

Terima kasih.