Seduce
Desclaimer : Naruto by Masashi Khisimoto
Pairing : Kiba/Ino
.
.
Well, menghadiri pesta malam minggu Sasuke memang bukan yang terburuk. Tapi Ino merasa waktunya yang berharga bersama Kiba bakal banyak tersita, paling tidak sampai tengah malam. Sementara di malam-malam yang lain mereke nyaris tidak bisa bersenang-senang karena Kiba bekerja dari pagi hingga pertengahan malam. Mereka hampir tak memiliki momen luar biasa apapun, sementara pasangan pengantin baru perlu waktu yang cukup untuk melakukan apapun--kau tahu maksudku kan.
Kantor Kiba benar-benar ketat. Dan meskipun suaminya mendapatkan gaji yang besar, itu belum cukup untuk membuatnya bersyukur. Ada sedikit penyesalan dalam dirinya ketika melihat suaminya lebih mementingkan pekerjaan ketimbang meluangkan waktu untuknya. Ah entahlah, Kiba terlalu disiplin. Dan itu mendadak jadi masalah buatnya.
Malam itu, sekitar pukul tujuh, Kiba yang baru datang dari kantor memaksanya untuk datang ke pesta Sasuke meski ia sudah menolak berkali-kali.
"Katakan saja ada urusan penting, Sasuke pasti percaya. Kau kan tidak pernah berbohong padanya." Sembari menuangkan jus jeruk instan ke gelas, Ino tampak bersemangat dengan rencananya.
"Tidak bisa begitu. Pasti sangat aneh kalau aku tidak datang." Kiba melingkarkan tangannya di perut istrinya, dan merasakan kekesalan wanita itu begitu pekat hingga seperti terserap oleh pori-pori kulitnya. "Lagipula, cuma malam ini saja kan?"
"Kau selalu saja begitu." Ino mendengus, dan meskipun ia luar biasa kesal, pelukan Kiba membuatnya nyaman. Alih-alih melepaskan diri, dia malah menyandarkan kepalanya pada bahu Kiba yang masih dilapisi kemeja kerjanya.
"Aku janji, malam minggu depan kita akan punya banyak waktu untuk bersenang-senang."
"Jangan berjanji, itu terdengar terlalu mustahil." Ia memutar bola mata. Karena Kiba selalu begitu, dia berjanji di malam-malam yang lain untuk meluangkan waktu dan ujung-ujungnya selalu saja tidak terealisasikan.
Pria itu tertawa pelan. "Yeah, sejujurnya aku juga ingin memiliki banyak waktu. Tapi kau tahu sendiri, aku harus bekerja, dan datang ke pesta Sasuke juga penting."
Sebagai jawabannya, Ino hanya mendengus. Bukannya tidak paham jika Kiba mungkin lelah bekerja seharian, tapi ia tidak ingin memisahkan diri lebih cepat dari posisi itu.
.
.
Ino mengerang pelan ketika arlojinya menunjuk pukul sebelas malam. Dan kekesalan mendadak melesak ke dalam dadanya ketika melihat Kiba dengan tangan kanan memegang gelas berisi tequila tengah asyik mengobrol dengan Naruto, Gaara, Sasuke dan Shikamaru. Bahkan suara Sakura yang tengah berbicara panjang lebar di sebelahnya lolos begitu saja.
"... apa sih yang kau perhatikan?" Sembari memutar bola mata, Hinata mengikuti arah pandangan Ino.
"Ada yang salah?" Temari menimpali setelah meneguk minuman di gelasnya.
Ino berusaha tersenyum sebiasa mungkin, dan berpura-pura bahwa tak terjadi apa-apa dengan pikirannya yang kusut. "Apa aku terlihat memperhatikan sesuatu?" Ia mengangkat alis, dan memasang ekspresi tak paham.
"Lupakan saja." Sakura melambaikan tangannya, dan kembali berbicara mengenai lipstik terbaru yang dibelinya dan tas-tas mahal pemberian Sasuke.
Ino tidak fokus, dan gejolak di dalam dadanya membuatnya tidak tenang. Lalu, ketika dia melihat Kiba mulai berdiri dan memisah dari kerumunan. Ia mulai memikirkan sesuatu yang tidak-tidak, oh mau kemana pria itu?
"Aku mau ke toilet sebentar." Dia tersenyum canggung ketika percakapan mereka mendadak terhenti karena aksi menyelanya. "Silahkan lanjutan percakapan kalian." Katanya sembari berajalan terburu-buru.
Mungkin ini tidak seperti yang dipikirkannya ketika melihat Kiba masuk ke dalam toilet rumah Sasuke. Suasana di sana sepi, orang-orang pasti sibuk dengan dengung musik dan hiruk-pikuk pesta di luar. Jadi, Ino tetap mematung di depan toilet sembari menyilangkan tangan, mendadak merasa kedinginan.
Kiba sedikit berjengit ketika membuka pintu dan mendapati Ino berdiri tidak jauh darinya. "Aku tidak tahu kau mau ke toilet, apa sudah lama menunggu?" Dia mendekati istrinya, dan mendapati wanita itu sedikit menggigil di balik gaun ungu tanpa lengannya.
"Well, aku cuma menunggumu."
Sambil melepaskan jas abu-abunya pria itu mengangkat alis. "Why?" Tangannya dengan terampil memakaikan jas itu ke tubuh mungil istrinya.
Ino memutar bola mata dan merasa kesal akan sikap tak peka Kiba. Kenapa dia tidak paham jika istrinya sudah tidak betah berada di keraimaian pesta itu. Oh sialan. Dengan gemas Ia menagkupkan tangannya ke dagu suaminya, mengelusnya sebentar sebelum menautkan bibirnya pada bibir lembut pria itu. Sepatu hak-nya benar-benar membantu, karena dia tidak perlu berjinjit agar bisa leluasa melumat bibir tipis itu.
Inuzuka melebarkan mata, tidak percaya jika dia mendapat serangan di tempat asing semacam ini. Kiba nyaris kehilangan kendali ketika dia mulai ikut melumat bibir wanitanya, menyesap bagian bawahnya dan merasakan manis tequila yang tersisa di ujung-ujung bibir. Namun logikanya masih terlalu dominan dan dia dengan lembut menyentuh pundak istrinya, berusaha melepaskan diri. Membiarkan tatapan biru jernih itu diliputi kekecewaan yang parah. "Jangan disini, terlalu umum."
Si pirang mendengus, mengeratkan jas kedodoran yang melapisi pundaknya. Meski tidak bisa menyembunyikan ekspresi kesalnya, toh ia tidak menolak ketika Kiba merangkul pundaknya dan membawanya keluar dari sana.
Saat mereka kembali, tatanan meja berubah. Tahu-tahu klub Sakura dan Sasuke sudah menyatu dalam satu meja. Membiarkan yang lainnya menikmati pesta dalam tarian-tarian acak yang sejujurnya sangat mengganggu.
"Wow, apa yang kalian lakukan di toilet? Lama sekali." Naruto berseru lantang di tengah-tengah alunan musik, menimbulkan gelak tawa yang lain.
"Apa sih, kami hanya tidak sengaja bertemu di depan toilet." Kiba berusaha santai menanggapinya, sementara Ino yang tersipu nyaris menyembunyikan wajahnya di balik jas kedodorannya. Meski kenyataannya dia berharap bisa melakukan sebuah aksi menegangkan di dalam toilet, tapi Kiba jelas menolak ide itu mentah-mentah.
Mereka bergabung, duduk di kursi yang tersedia dan mengikuti percakapan mengenai berita sepak bola terbaru. Oh, demi Tuhan ini adalah percakapan paling membosankan menurut Ino. Ia secara tiba-tiba menjatuhkan salah satu tangan ke paha Kiba. Membuat pria itu meliriknya sekilas, namun kembali memperhatikan Naruto yang menjadi pusat perhatian karena komentar tak bermutunya mengenai pemain-pemain sepak bola yang tak disukainya.
Didominasi rasa kecewanya, tangan Ino merayap menuju selangkangan Kiba. Dengan sigap pria itu memegang tangannya, menghentikan aksi istrinya. Namun Ino tak menyerah, dia berusaha melepaskan tangannya dan melanjutkan aktivitasnya.
"Well Kiba, ada yang membuatmu tidak nyaman?" Shikamaru yang menyadari gelagat aneh Kiba mulai menyuarakan pertanyaan.
"Tidak ada, mungkin aku hanya sedikit lelah." Dia tersenyum, berpura-pura baik-baik saja dan sepenuhnya berhenti mengurusi tangan Ino di bawah sana. Kalau dia tidak berteriak, kemungkinan tidak ada yang tahu karena rasanya percuma saja menghentikan istrinya yang keras kepala. Tangannya meraih gelas berisi tequila dan meneguknya perlahan.
Ino tersenyum, dan semakin berani munurunkan resleting celana suaminya tanpa melepas kaitannya, dia menyusupkan tangan ke dalam sana dan merasakan sesuatu terasa mengeras. Ino memegangnya membuat Kiba tersedak dan menyita atensi teman-temannya. "Kenapa sayang?"
Pria itu mengeraskan rahangnya. Sialan, bagaimana mungkin wanita itu bertanya begitu, sementara tangannya tetap bergerilya di bawah sana. Ironis sekali karena senyum perhatiannya terukir manis di wajah sempurnanya. Andai ini bukan tempat umum, ia pasti sudah melumat habis bibir merah muda itu dan melakukan serangan parah tanpa memberikan ampun.
"Kiba, kau kelihatan tidak sehat." Komentar Sasuke ketika melihat keringat yang meluncur dari pelipis Inuzuka.
"Aku tidak apa-apa. Sungguh." Dia mati-matian menahan erangannya, dan melirik istrinya yang tersenyum tipis--mengekspresikan kepuasan di atas tawa tertahannya. "Kau tahu kan, kerjaku padat."
Dan percakapan kembali terjadi.
Kiba mulai merasakan napasnya tak teratur, dia menggigit bibir bawahnya dan berusaha menghentikan tangan Ino yang rasanya percuma saja. Demi Tuhan, ia bisa hilang kendali kalau seperti ini. "Dengar." Dia berbisik di telinga wanitanya. "Begitu kita sampai rumah, kau akan menerima hukumanmu. Bersiaplah mengerang sampai pagi, aku akan melakukannya dengan keras dan membuatmu tidak bisa berjalan selama seminggu penuh."
Ino terkesiap, menarik tangannya dan merasa ketakutan. Jantungnya berdegup kencang. Sejujurnya ia menginginkan Kiba melakukan 'itu' dengan lembut, menghabiskan malam-malam mereka dengan sesuatu yang sangat romantis. Tapi kedengarannya dia serius. Oh tidak, ia harus bisa menyelamatkan diri karena rasanya bakal sulit menangani Kiba yang liar.
"Kenapa? Bukankah itu yang kau inginkan?" Dia menyeringai ketika mendapati ekspresi panik istrinya. "Kau tidak bisa lari dariku sayang."
Sementara percakapan sudah mulai merambah ke berita-berita politik akhir-akhir ini. Ino masih terpaku di tempatnya, merasa gelisah dan nyaris tak berani menatap wajah puas suaminya. Seharusnya ia tidak melakukan ini, karena bukan hubungan kasar yang dia inginkan.
"Kau tidak apa-apa Ino?" Sakura menepuk bahunya pelan, dan menyebabkan si pirang tersenyum canggung.
"Well, apa kau terlalu mabuk sayang? Mau pulang sekarang?" Kiba setengah tersenyum ketika mengatakannya, dan membuat jantung Ino makin menjerit.
15 manit lalu ia ingin pulang, tapi sekarang rasanya ingin kabur.
End
Ini rate M pertama yg berani ku tulis. Aghh... nggak tau mau ngomong apa. Rasanya kacau dan memalukan. Maaf kalau aneh dan nggak sesuai ekspektsi.
Well, tinggalkan kritik dan sarannya.
~Lin
10 Juli 2019
