Until Dawn
(part 3)
By Itou kyuu-chan
3-shot
Semi canon, SasuIno
Naruto by Masashi Kishimoto
.
.
.
Saat jarum jam mengarah ke angka 12 lebih, Sasuke telah menghabiskan makanannya dan duduk manis di kursinya. Ino, yang duduk di kursinya sendiri, memandang Sasuke dengan gaya yang Ino kira tidak akan ia lakukan lagi. Wajahnya bertumpu di kedua tangannya dan sikunya menempel di meja. Ia melirik sekilas ke jendela kecil berjeruji di sebelah timur ruangan. Tanpa melihat jam, ia akan tahu jika fajar tiba nanti.
"Sasuke-kun…," panggil Ino.
"Hn?"
"Apa tujuan aslimu?" Tanya Ino terus terang.
Sasuke tidak menjawab.
"Kau bilang," ucap Ino perlahan. "… alasanmu sebagai pertimbangan adalah jutsu-ku. Kenapa?"
Sasuke memandang kosong ke arah Ino. Tenggelam dalam pikirannya yang tidak bisa Ino tebak. Ino kira pria itu tidak akan menjawab pertanyaannya, tapi kemudian terdengar sebuah bisikan yang keluar dari bibir manis pria itu. "Untuk kembali ke masa lalu."
"Kau ingin kembali ke masa lalu?" Ino tidak menyembunyikan nada tidak percayanya. Ia sendiri tidak tahu jika itu memungkinkan untuk membawa Sasuke ikut bersamanya ke masa lalu. Ia bahkan tidak begitu yakin dengan apa yang dilakukan sebelumnya. Ia hanya berpikir, juga merasakan, serta memegang kepala Sasuke dengan segenap perasaan, mengalirkan sedikit chakra dan tiba-tiba jutsunya berhasil begitu saja. Itu lebih pada ketidaksengajaan.
"Aku harus menanyakan sesuatu pada ibuku."
Ino paham pertanyaan yang dimaksud Sasuke bukan pertanyaan biasa. Ini seperti masalah hidup dan mati bagi Sasuke. Dan Ino yakin mengenai pertimbangan penghancuran Konoha, jawaban dari pertanyaan itu pasti akan sangat berpengaruh. Mungkin pria itu akan menceritakan tentang Itachi—meskipun Ino tidak setuju karena ini bisa saja mengubah sejarah—dan kemudian bertanya apa yang harus dilakukannya.
Ino menyentuh pipi Sasuke dengan tangan kanannya, mencoba mendapatkan perhatian pria itu, dan berhasil. Sasuke melihat ke arahnya sekarang.
"Aku akan mencobanya," kata Ino lembut dan mata Sasuke memancarkan sedikit kesenangan. "Kita masih punya sekitar 4 jam sebelum fajar. Setelah itu, kau sudah tidak berada di bawah pengawasanku, Sasuke-kun."
Sasuke mengangguk.
Mungkin setelah Ino, mereka akan mengirim Aoba untuk mengumpulkan informasi dari Sasuke, jika Ino tidak segera melaporkan apa yang didapatkan dari Sasuke.
Ino memejamkan kedua matanya, kemudian Sasuke mengikutinya. Tangan pria itu dengan sendirinya terangkat, membingkai wajah cantik Ino dengan kedua tangannya yang besar. Mereka saling mendukung, memberikan masing-masing kekuatan.
Jika bukan dirinya yang bisa menyelamatkan Sasuke, Ino berharap ibu Sasuke, Uchiha Mikoto, bisa melakukan hal itu.
Tolong.
Tolonglah…
Ino membuka matanya. Terkejut. Ia tidak berpikir ia benar-benar dapat melakukannya.
Ia sekarang berada di depan kediaman Uchiha. Tempat ini jauh berbeda dari yang diingatnya, tidak ada police line di sepanjang bangunan dan masih kelihatan begitu hidup. Ino membalikkan tubuhnya, melihat Sasuke yang berdiri dengan mata yang masih terpejam. Bahkan ia berhasil membawa pria Uchiha itu bersamanya. Ino berjalan mendekat, menyentuh tangan Sasuke dengan hati-hati. "Sasuke-kun."
Sasuke membuka matanya perlahan. Ia melirik ke sekeliling, kemudian menatap Ino. Ada sedikit keterkejutan, tapi Ino bisa melihat pria itu memiliki keyakinan bahwa Ino bisa melakukan hal ini. Sasuke percaya padanya. Pandangan Sasuke langsung tertuju ke arah dimana rumahnya berada. Ia kembali melihat Ino, memberikannya tatapan lembut sebelum menggandeng tangan feminin itu masuk ke dalam. Di halaman depan rumah, Ino bisa melihat orang-orangan dari kayu yang digunakan sebagai sasaran latihan melempar kunai. Dilihat dari kerusakannya, mereka pasti suka sekali berlatih.
"Di jam-jam ini, aku dan Itachi sedang berlatih. Dan otou-sama sedang berada di rumah utama klan Uchiha," kata Sasuke menjelaskan.
Ino diam mengikuti Sasuke masuk ke dalam rumahnya. Gerakan Sasuke sangat lambat dari yang biasanya namun Ino mengerti melakukan hal ini pasti sungguh berat bagi Sasuke. Tetap saja, Ino tidak mengatakan apapun, ia hanya mengeratkan genggamannya pada tangan Sasuke, memberitahu secara tidak langsung bahwa ia ada disini bersamanya. Mereka berjalan lebih jauh hingga akhirnya sampai di sebuah ruangan yang Ino sadari merupakan dapur, dimana seorang wanita berambut hitam tengah mempersiapkan makan malam untuk keluarganya. Uchiha Mikoto.
Ia menggumamkan sebuah lullaby dengan riang dan tanpa beban. Suaranya begitu lembut, enak didengar. Ino dapat merasakan tubuh Sasuke mulai gemetaran di sampingnya. Pria itu mendadak menariknya keluar dari ruangan itu untuk bersembunyi ketika Mikoto berkata, "Sasu-chan?"
Sasuke mengeraskan dagunya, berusaha mati-matian menahan tangis. Ia menatap Ino, dan Ino melepaskan genggaman tangan mereka dengan penuh pengertian. Sasuke berjalan masuk kembali ke ruangan itu, menghadapi ibunya yang kini memandang ke arahnya dengan tatapan terkejut. "Apa itu kau, Sasu-chan?" tanyanya tidak percaya.
Sasuke mengangguk. Tanpa ragu, ia menarik ibunya ke dalam sebuah pelukan, membiarkan dirinya menangis di pundak kecil milik ibunya. Mikoto tersenyum, menepuk pundak putra keduanya dengan sangat lembut. "Kau pasti telah melewati begitu banyak hal," bisiknya. Mendengar ucapan Mikoto dari ruangan samping, Ino menyadari bahwa apapun yang Sasuke katakan tidak akan membuat Mikoto mengubah sejarah. Orang semacam itulah Mikoto.
Sasuke mengangguk. Memeluk ibunya dengan lebih erat.
"Kau sangat merindukan aku pastinya?"
Sasuke mengangguk lagi.
Mikoto tertawa kecil. "Pasti sudah lama sekali semenjak aku tidak berada di sisimu."
Sasuke memejamkan matanya, menenggelamkan wajahnya di pundak Mikoto. Mikoto tersenyum. "Kau kuat, Sasu-chan. Kau kuat dan aku sangat bangga padamu."
"Aku…," Sasuke berkata lirih.
"Hm?"
"… sangat rindu."
Mikoto tertawa lagi. "Sst… aku mengerti, Sasu-chan. Tidak apa, aku di sini."
Sasuke mengangkat wajahnya, mengelap sisa air mata dengan lengan bajunya. Ia menatap Mikoto dengan pandangan sendu. "Aku telah melakukan kesalahan besar," katanya pelan. "Maukah okaa-sama memaafkan aku?"
Mikoto menepuk kepala Sasuke yang jauh lebih tinggi darinya. "Orang tua akan selalu memaafkan apapun kesalahan anaknya."
Sasuke tersenyum mendengarnya. "Apakah ini hanya berlaku untukku atau berlaku juga untuk aniki?"
"Tentu saja berlaku untuk kalian berdua!" Mikoto mengacak rambut putra keduanya itu.
"Aku percaya pada okaa-sama, berjanjilah untuk selalu memaafkan aniki," bisik Sasuke. Sasuke memejamkan mata, merasakan sentuhan lembut tangan Mikoto di kepalanya. Rasanya sangat aneh dan familier di saat yang bersamaan. Tapi ia sangat menyukainya.
"Sesuatu mengganggu pikiranmu, Sasu-chan?" Mikoto membuat Sasuke kembali membuka matanya. Ia tersenyum kepada ibunya yang terlihat sangat cantik. Rambut hitamnya diikat dalam sebuah kunciran, dan beberapa untaian rambutnya terjatuh membingkai wajah putihnya. Ada sedikit kerutan samar di bawah matanya, tapi Sasuke merasa kerutan itu justru semakin membuat Mikoto terlihat cantik. Sasuke menatap ibunya dalam waktu yang sangat lama sebelum berkata, "Aku ingin bertanya tentang sesuatu."
Ino merasa jantungnya berdegup kencang ketika Sasuke mengatakan itu. Akankah pertanyaannya mirip dengan apa yang dipikirkan Ino?
"Haruskah aku menghancurkan Konoha atau tidak?" Sasuke bertanya begitu saja, membuat Ino terkejut bukan main dan refleks memasukin ruangan, menampakkan diri di depan ibu-anak itu secara tidak sengaja. Mikoto melihat ke arah Ino, mengedipkan mata beberapa kali, kemudian menampilkan senyum. "Ino-chan, kan?"
Tidak tahu harus berbuat apa, Ino hanya tersenyum canggung dan mengangguk. Ia menatap Sasuke tajam, meminta penjelasan dari pria itu. Tapi Sasuke hanya memberinya tatapan sekilas, sebelum kemudian kembali terfokus pada ibunya.
Mikoto menarik napas dalam dan menghembuskannya secara perlahan. "Keputusan besar seperti itu… tahu atau tidak alasannya, okaa-sama tidak akan berani memberikan jawaban," katanya.
Sasuke mengerutkan kening. "Meskipun desa ini telah berbuat kejam pada kita?"
Mikoto menggeleng. "Jika memang pertanyaan itu ditujukan untuk okaa-sama. Okaa-sama akan menolak. Tapi pertanyaan itu ditujukan untukmu, Sasu-chan. Menghancurkan Konoha atau justru mengabdi padanya, adalah dirimu yang menjalankan, bukan okaa-sama."
Sasuke memegang kedua pundak ibunya yang kecil. "Apa okaa-sama benar-benar tidak berpikir Konoha akan melakukan sesuatu yang sangat kejam?"
Mikoto memegang tangan Sasuke dengan tangannya, menggenggam erat. "Jika itu okaa-sama, meskipun Konoha telah melakukan sesuatu yang kejam, Konoha juga telah melakukan banyak kebaikan untuk okaa-sama. Di sinilah tempat dimana okaa-sama tumbuh, bermain, bertemu teman-teman yang baik, bertemu ayahmu…" Mikoto menyentuhkan keningnya dengan kening Sasuke. "… tempat dimana kau dan Itachi lahir dan bertumbuh. Konoha sangat penting bagi okaa-sama."
"Tapi bagimu, Sasuke…" Mikoto memberi jeda. "Bagaimana Konoha bagimu? Itulah yang harus kau tanyakan pada dirimu sendiri. Jika kau sudah menemukan jawabannya, kau pasti tahu apakah Konoha layak untuk dihancurkan atau tidak."
Sasuke mengangguk.
"Jalan hidupmu, kau yang tentukan sendiri, Sasuke-chan. Kau masih anakku, tapi kau juga seorang pria sekarang."
"Aku mengerti." Sasuke memeluk Mikoto sekali lagi. Merasakan kehangan dan menyimpannya baik-baik. "Terima kasih, okaa-sama."
Mikoto memandang ke arah Ino. "Jaga Sasuke baik-baik ya, Ino-chan."
Ino tersenyum sebaik yang ia bisa, mengangguk.
Kemudian Sasuke melepaskan pelukannya, menatap Mikoto cukup lama sebelum membalikkan tubuh untuk menatap Ino. Sasuke memberinya sebuah anggukan kecil. Ino memejamkan matanya, membiarkan penglihatan indah di depannya perlahan memudar dalam kegelapan.
Ketika Ino membuka matanya kembali, ia melihat Sasuke yang tengah berdiri di dekat jendela kecil di ruangan itu, memandang keluar sana. Cahaya matahari perlahan mulai muncul, memberikan sedikit penerangan pada desa Konoha tercinta. Ino terpukau, tidak menyangka bahwa pemandangan di depannya benar-benar indah juga dapat membuat perasaannya nyaman. Warna yang terbentuk yang tidak dapat terdeskripsikan itu semakin nampak jelas di balik sosok Sasuke. Pria yang masih disukainya.
Ino berjalan mendekat ke arah Sasuke. Pria itu berbisik, "Fajar."
Tidak menengok ke arah Sasuke, Ino berkata, "Tujuanmu sebenarnya, bukan bertanya pada Mikoto-san karena kau bimbang."
Sasuke menatap ke arahnya namun Ino tidak bergeming, pandangannya masih tetap tertuju pada matahari terbit. "Dari awal, kau sudah memutuskan tentang keputusanmu."
Ino menghadap ke arahnya, melihat senyuman menawan Sasuke. "Kau berhasil menebaknya."
Ino tidak membalas senyuman itu. "Tujuanmu… adalah sepenuhnya untuk bertemu dengan Mikoto-san."
Sasuke mengangguk. "Tujuan yang kubuat begitu aku melihatmu 3 tahun yang lalu."
Sasuke menyelipkan helaian rambut pirang Ino ke belakang telinga wanita itu, membelai pipi lembut Ino dengan ibu jarinya. "Bisa melihatnya sekali lagi. Berbicara kepadanya… bahkan memeluknya. Itulah tujuan akhirku."
Ino merasa matanya memanas. "Apa kau puas sekarang?"
"Tidak sepenuhnya."
"Kenapa?" Tanya Ino panik. "Apa ada sesuatu yang belum tersampaikan pada Mikoto-san?"
Sasuke tertawa untuk yang pertama kalinya, tawa yang memancarkan kebahagiaan. "Aku sudah pernah mengatakannya, Ino."
Ino mengangkat alisnya.
"Antara ada tujuan baru atau tujuan asli yang belum tercapai."
Ino terlihat sedikit bingung. "Kau punya tujuan baru, Sasuke-kun?"
Sasuke menyentuhkan keningnya dengan kening Ino, menatap kedua iris aquamarine itu dalam-dalam. "Aku harus mengembalikan klanku."
Ino membuka mulutnya, terkejut. Sasuke melirik mulut Ino yang sedikit terbuka, tersenyum. "Menurutmu bagaimana? Bukankah seharusnya kau membantuku mencapainya?"
Ino membelalakkan kedua matanya. Pipinya perlahan berubah warna menjadi merah dan telinganya memanas. Ia berusaha menjauhkan wajahnya dari Sasuke namun pria itu menahan tubuhnya tetap di tempat. Jangtung Ino berdegup dengan sangat cepat, paling cepat seumur hidupnya. Sasuke tersenyum nakal.
"Jaga Sasuke baik-baik ya, Ino-chan," ucapnya meniru Mikoto.
Dan awal yang baru telah muncul.
…
THE END.
…
Author's Note:
I feel great. Cerita ini telah terselesaikan dan aku begitu bangga
Terima kasih untuk kalian yang telah membaca dan memberikan dukungan untuk cerita Until Dawn. And special thanks buat Lazyper yang udah memberikan dukungan di sana-sini, aku terharu pokoknya.
Aku seneng banget karena aku baru bener-bener sadar kalau aku akhirnya menulis fic SasuIno, fic dengan pasangan yang aku impiin dulu, dan bisa langsung selesai meskipun chapternya pendek. Tapi aku berharap perasaan dari cerita ini tersampaikan. Kedepannya, aku bakal berusaha lebih baik lagi. Thankyou very much!