"Hahahaha, aku muak! Aku pergi! Aku bukan budakmu yang harus selalu diperintah olehmu! Aku juga ingin mencari keberadaan kekasihku!"

"Pansy.."

Pansy mendengus, matanya memerah, ia berbalik membuat ujung gaunnya berkibar angkuh. Meninggalkan sahabat-sahabatnya yang ditahan oleh sahabat pirangnya.

Dirinya kecewa terhadap sahabat pirangnya. Draco boleh saja terpukul dan marah terhadap kepergian Harry atau karena duelnya dengan Arlo, tapi apa sepantasnya Draco membuat sahabat-sahabatnya bekerja seperti budak?! Menyuruh mereka kesana kemari mencari petunjuk, mengamuk jika mereka gagal, memangnya dia pikir siapa dia? Raja? Menggelikan.

Sementara itu, Daphne memijat kepalanya lelah disofa. Sakit kepala antara tingkah kekanakan Draco ataupun sifat tempramen Pansy.

Theo sudah ikut berlari pergi, ber-apparatte diikuti oleh Blaise yang khawatir. Meninggalkan Draco dan Daphne yang duduk bersebrangan.

"Kau kerasukan apa, Dray? Semua masalah ini membuatku merasa cepat tua." Ucap Daphne kesal, mata birunya mendelik menatap pemuda blonde didepannya.

Draco menundukkan kepala, menolak menjawab.

"Sekarang apa maumu? Aku akan meninggalkanmu sendiri, pikirkan baik-baik Dray. Jangan buat aku ikut pergi." Daphne berdiri, menatap sosok Draco yang tertunduk lemah sekali lagi sebelum menghembuskan nafas, ia menggelengkan kepala lalu melangkah anggun. Meninggalkan Draco sendiri.

Blam..

Suara pintu ganda yang tertutup bagai lonceng kesadaran Draco. Ia mengepalkan tangannya, hatinya berdenyut saat mengingat kelompok mereka yang terpecah. Karena keegoisannya.

Sejak ia kalah dari Arlo malam itu, ia menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mencari Harry atau Arlo secara menggila. Sedangkan ia sibuk menghancurkan hutan belakang Riddle Manor berulang kali. Tom bahkan harus menyegel kekuatannya dengan artefak kuno karena ia hampir lepas kendali.

Sebenarnya apa yang ia lakukan?

Bagaimana ia bisa menjadi segila itu?

Draco meremas rambutnya frustasi, merenungkan perlakuannya yang melenceng jauh dari sifatnya.

Sendiri.

Sepasang mata emas berpupil garis lurus bercahaya redup, lidah bercabang membaui udara. Nagini yang sedang bersantai diatas salah satu pilar tangga memutar tubuhnya, masuk kedalam lubang kecil disudut.

Berencana memberitahu Tom hal ini.

Tom mengerutkan kening, mendengarkan penjelasan nagini lalu nerenung. Severus, Ragel, dan kembar Archilles saling pandang lalu menatap Tom. Mereka berlima tengah berkumpul di ruangan tersembunyi dalam Riddle Manor untuk membahas rencana lebih lanjut.

"Ada apa?" Tanya Severus datar, mengalihkan perhatian Dark Lord tersebut.

"Draco sedang berulah." Jawab Tom malas, mata merahnya menyipit jengkel.

"Kembalikan saja dulu ke Malfoy Manor, ada Narcissa yang bisa menjaganya." Saran Ragel tiba-tiba.

Tom berpikir sejenak, telunjuknya mengetuk ujung meja dengan ringan.

"Kau akan mengantarnya Severus, katakan pada Lucius untuk menjaga Draco." Severus mengangguk dan berdiri, langkahnya yang pelan namun cepat membuat ujung jubahnya berkibar, menyatu dengan lingkungan gelap manor.

"Aku dan Ivory akan pergi untuk sementara. Uncle Ragel dan uncle Evan akan bergantian mengawasi Harry, kami akan kembali saat waktu melahirkan Harry semakin dekat." Arlo berucap santai saat sosok Severus menghilang dibalik bayangan. Menarik perhatian Tom.

Mengangkat sebelah alisnya, Tom mengerutkan bibir, "Apa yang mau kalian lakukan?"

"Apa yang terjadi itu tidak akan menghalangi rencana ini. Aku perlu menemukan sesuatu." Balas Arlo serius.

Melihat keseriusan yang jarang terjadi diwajah Archilles sulung itu membuat Tom sedikit banyak mempercayainya. Ia melewatkan adegan gadis Archilles menginjak kejam kaki kembarannya dengan ujung hak sepatu tinggi.

Ragel menganggukkan kepalanya, Ivory sudah memberitahu kalau akan pergi sementara. Melihat anggukan Ragel, Tom melambaikan tangan, nemberi ijin kepada kembar Archilles untuk pergi.

Hap..

Ivory menangkap tangan Arlo yang terangkat. Arlo mendelik kearah kembarannya, kemudian mengirim transmisi suara atau biasa disebut telepati. (?) /apa hubungannya? :v

Biarkan aku memukulnya. Arlo tersenyum manis kepada Ivory.

Sabar, biarkan saja. Ivory meminum teh dengan anggun.

Dia berani melambaikan tangan seperti itu. Tangannya kembali terangkat.

Biarkan saja. Ivory menangkap tangan Arlo dengan kalem.

Kita bukan pengikutnya! Arlo kembali melotot.

Biarkan! Saja! Dengan kesal Ivory memaksa Arlo meminum tehnya.

Ragel yang melihat gelagat aneh dari kembar didepannya hanya meminum teh dicangkirnya lembut, ia berguman pelan lalu kembali minum. Sama sekali tak terusik dengan perilaku kejam Ivory yang memaksakan seteko teh untuk diminum Arlo. Bahkan Tom yang berada dikursi kepala sedikit memundurkan kursinya, menghindari masalah yang tak perlu.

--

Malfoy Manor, France

"Oh, Dray.." Narcissa buru-buru bangun dari duduknya dan menghambur kearah Draco senang.

"Apa yang terjadi, hm? Kamu tidak nyaman? Dimana tidak nyaman? Kenapa kamu semakin kurus?"

Sudut mata Draco sedikit panas, mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari ibunya membuat hatinya menghangat dan frustasinya sedikit berkurang. Ia dengan hati-hati memeluk pinggang ibunya lalu meletakkan kepada dibahu kurus itu.

"Aku tidak apa-apa, i miss you mom. Karena itu aku disini." Hibur Draco menyembunyikan mata merahnya.

Narcissa tersenyum lembut, menepuk punggung putranya yang terlihat kuat namun rapuh saat ini.

"Dimana Lucius, Cissy?" Narcissa mengalihkan pandangan, bertemu tatap dengan sahabatnya.

"Diatas Sev, kau bisa langsung naik." Jawab Narcissa yang diangguki Severus. Pria berambut klimis itu langsung pergi dari sana, tidak ingin mengganggu reuni ibu dan anak itu.

Tok.. Tok..

Ceklek..

"Luce, kau didalam?"

Lucius mendongakkan kepalanya dari peta usang yang tersebar dimeja panjang ruang kerjanya.

"Masuklah Severus.."

Severus berjalan mendekat dan melihat kearah peta.

Acrania.

Hm, namanya tidak asing. Severus menolehkan kepala, "Apa ini?"

"Peta Acrania, Iana, Ainia, atau apapun namanya. Peta bangsa peri, tidak kusangka aku harus membukanya kembali sejak keluarga kami meninggalkan wilayah dragon." Jawab Lucius sambil mendesah.

Severus, "..."

"Bangsaku dan bangsa peri hidup berdampingan berbeda gunung, itu dipisahkan dengan air terjun besar dan array dimasing-masing suku."

"Kuduga Harry ada didalamnya beserta Dumbledore. Karena dari yang kulihat, sosok Harry seperti.. Nymph? Kurasa aku harus menghubungi kembali cabang keluarga Malfoy yang tersebar didekat perbatasan."

"Kau mendengarku, Sev?"

"Severus? Mau kemana? Bukankah kau baru tiba? Sev?"

Severus menutup pintu ruang kerja Lucius lalu menghela nafas, diam-diam menatap pintu kerja Lucius dengan tatapan rumit.

"Semoga berhasil, Luce." Desahnya sebelum berjalan pergi.

Draco mendongakkan kepala, menatap sosok ayah baptisnya yang baru turun dari lantai dua.

"Severus.." Sapa Draco lemah, ia tersenyum pahit melihat tatapan dingin Severus.

Severus berjalan mendekat, ia berdiri dihadapan Draco dan menatapnya sedikit lama.

"Tenangkan pikiranmu dulu disini, aku akan sering mengunjungimu." Ucap Severus datar, membuat Draco menundukkan kepalanya.

Severus diam cukup lama sebelum dengan kaku meletakkan tangannya dipundak Draco.

"Tetap tenang dan... Semoga berhasil."

"Hah?"

Mereka berdua saling memandang. Severus dengan tatapan rumit sedangkan Draco dengan tatapan bingung. Dengan kaku Severus melepaskan tangannya dan melangkah pergi. Ia diam-diam menggelengkan kepala, sedikit prihatin kepada anak baptisnya yang sedang dimainkan oleh kembar Archilles.

Yah, anggap saja sebagai latihan suami siaga. Batin Severus eror.

--

Ding~ dong~ ding~ dong~

Hamparan putih yang luas, bangunan coklat pendek yang berjajar.

"A-apa... Dimana ini.."

Hahahaha... Tunggu..

Suara tawa anak kecil menyadarkannya, menatap dua anak yang sedang berlarian mengejar serigala putih.

"He-hei, tunggu. Bisa kalian beritahu aku dimana ini?"

Kedua anak dan serigala berhenti, menatapnya dengan senyum.

Ini? Ini dinamakan Acrania, menara tinggi itu dipanggil Pandore. Masuk saja kemenara dan kau akan temukan jawabanmu~

"Masuk... Menara?"

Mata coklat memandang bangunan hitam tinggi tak terlihat ujungnya, menelan ludah gugup, ia berjalan melewati tumpukan salju putih yang sama sekali tidak dingin.

Ragu, tangan berisi mengetuk pintu ganda menara hitam.

Dong.. Dong..

Suaranya bergema, seolah-olah ada ruangan besar yang sunyi dan kosong dibalik pintu, membuatnya tanpa sadar melangkah mundur.

Tak ada jawaban, ia menelan ludah.

Masuk saja, tidak perlu mengetuk..

Terlonjak, ia dengan cepat berputar. Bertatapan langsung dengan sepasang mata kuning cerah yang tersenyum.

"Uh, baiklah. Aku akan masuk. Terima kasih.."

Sama-sama~

Melihat gadis kecil yang melangkah pergi dengan riang, ia kembali menatap pintu ganda hitam.

"Permisi.."

Klak, krieett...

Pintu terbuka, sebuah ruang luas dengan sebuah jendela besar menghadap pintu menyambutnya. Ia melangkah masuk, hingga lima langkahnya pintu tiba-tiba tertutup dengan suara blam keras membuatnya terlonjak.

"Merlin, sebenarnya ada apa ini? Apa aku bermimpi lagi?" Keluhnya takut.

Matanya berkeliaran, ruangan itu tidak ada jalur naik, tapi memiliki tangga setelah lantai tiga hingga keatas. Jendela besar yang menempati seperempat menara menarik perhatiannya, berpola seorang gadis yang menyembunyikan wajahnya dilutut duduk diatas batu es melayang. Rantai terlihat melilit gadis itu.

Sebenarnya pola itu tipis dan transparant, sulit dilihat jika tidak diamati dengan seksama. Tapi entah kenapa ia bisa melihatnya dengan baik.

Tanpa sadar, ia berjalan hingga ketengah ruangan. Mengabaikan sensari dingin dikakinya, ia semakin melangkah maju..

Byurr

Matanya terbelalak, tangannya menggapai-gapai.

Bagaimana bisa ditengah ruangan ada kolam? Dan airnya sangat dingin!

Tolong...

Ia mengayuh, menggerakkan kedua tangan dan kakinya untuk naik. Tapi yang ada semakin dalam ia tenggelam.

Tolong...

Berbagai kenangan melintas dibenaknya, ketakutannya membuncah. Melihat permukaan yang semakin jauh, semakin lemah ia.

Tolong..

Tolong aku..

Arlo!!

"Hm?"

"Ng? Kenapa?"

Arlo menggaruk kepalanya, mengedikkan bahu lalu merangkul kembarannya.

"Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong ayo ke Brazil, aku mau beli buku Candómble dipasar sihirnya."

Ivory menatap Arlo aneh sambil makan dendeng. Mereka langsung berjalan-jalan di pasar sihir Italia setelah keluar dari Riddle Manor.

Memasuki sebuah toko penyewaan pembatas, mereka menyewa portkey menuju Brazil.

--

"Uhuk.. Uhuk.. Sial. Apa maksudnya perubahan mendadak dari kasur empukku menjadi gumpalan asap ini?!"

Panas..

Berdenyut..

Kabut tebal..

Tik.. Tok.. Tik.. Tok..

Hamparan mawar merah berduri dan sebuah rumah hitam megah nan mewah berdiri kokoh. Halimun tebal menyelimuti mereka, membayangi gerakan mawar yang menari-nari.

Tuan.. Anda tidak boleh kesana, nona muda akan marah..

Ia menoleh ditengah batuk, seorang gadis pelayan berjalan terburu-buru dan berhati-hati saat melintasi kebun mawar.

"Apa? Nona muda siapa?" Tanyanya bingung, matanya memerah karena batuk terus-terusan.

Sebagai seorang tamu, Anda harus menjaga perilaku Anda. Darimana Anda memasuki kebun mawar nona?

Ia memiringkan kepalanya, matanya terfokus pada ekor hitam mengkilat yang melambai dibalik tubuh gadis pelayan.

Saya seorang gadis pelayan kucing, Anda tidak pernah melihat iblis?

Ia tersadar saat gadis itu menatapnya curiga, ekornya bahkan dalam posisi siaga dan siap menusuk. Dengan canggung ia menggaruk hidung dan tersenyum bersalah.

"Maaf, aku tidak tau. Sepertinya aku tersesat, bisa antarkan aku kembali? Dan apakah kamu melihat kembaranku?"

Hanya ada tuan disini, saya tidak melihat siapapun. Mari saya antarkan kembali kedalam..

"Terima kasih." Balasnya tulus, ia mengikuti langkah kaki gadis pelayan didepannya. Merasa terkejut saat mereka harus melewati pembatas sihir kuno yang menjaga kebun mawar. Bagaimana ia bisa masuk kalau begitu?

Lain kali, mintalah seorang pelayan bersamamu. Halimun tebal saat ini, bahkan hingga memasuki kastil. Sebaiknya Anda berhati-hati agar tidak tersesat dan hilang ditengah halimun. Untuk sementara dilarang melinggalkan kamar kecuali saat makan, beberapa penjaga akan ditempatkan didepan pintu dan gadis pelayan bisa dipanggil dengan bel didalam kamar.

Gadis itu menjelaskan dengan cermat, yang ia dengarkan dengan cermat juga. Sangat jarang ia menjadi seperti ini, karena ia tengah terdampar disebuah tempat asing, sebaiknya berhati-hati. Ditambah ia tidak membawa tongkat!

Nona dan tuan muda terlambat pulang karena halimun. Mohon pengertian Anda, adapun..

"Tunggu, apa yang terjadi disini?"

Ia mengernyitkan dahi, memandang ruang aula yang setengah terbakar dan rusak. Dinding, langit-langit, dan lantai berwarna hitam. Jendela, tirai, dan sofa rusak parah. Sebuah lukisan besar terbakar, menyisakan sebagian gambar gaun dan wajah bagian mulut yang tersenyum.

Gadis pelayan itu mendesah sedih.

Ini cerita lama dan puncaknya dua hari yang lalu. Kemarin saat Anda datang, Anda diantar lewat belakang, tentu saja tidak melihat ini. Dahulu, leluhur keluarga ini tidak tinggal disini, tapi dibagian Selatan tepatnya Acrania. Keluarga ini adalah keluarga paling jaya, tersohor di Acrania, bahkan wilayah lain mencoba mendapat kerjasama. Kemudian nona dan tuan muda lahir, mereka disebut jenius dan mengambil alih menjaga 'Second Hand of Time'. Wedge of Time memberkati mereka, namun kejadian mengerikan terjadi. Nona muda terluka dalam kutukan dan tuan muda mengamuk, ia mengutuk Wedge of Time dalam kesendirian dan meninggalkan Second Hand of Time dalam kutukan panjang. Kota lama Acrania diselimuti salju sepanjang tahun. Wedge of Time memohon keringanan, dan salju Acrania tidak pernah berakhir namun saljunya tidak terasa dingin. Tapi disetiap langkah di Acrania harus berhati-hati, karena tidak ada yang tau dimana letaknya, pijakan mereka akan berubah menjadi es tipis yang siap hancur. Siapapun yang menginjaknya akan masuk kedalam kolam es. Penduduk Acrania pecah menjadi beberapa bagian. Kemudian nona dan tuan muda pindah disini, dibukit Eddith. Nona dan tuan muda kemudian mendapat julukan 'ice and dark'.

"Lalu bagaimana aula menjadi seperti ini?"

Gadis pelayan itu mendesah lebih sedih, tangannya membelai halimun tebal didekatnya.

Beberapa saat yang lalu nona muda kembali mendapat penglihatan. Penglihatan itu membuat nona jatuh sakit dan tuan muda marah. Seseorang dari Acrania datang membawa lebih dari lima kotak hitam. Tanpa mendengar apapun tuan muda membakarnya, menyebabkan aula terbakar hebat. Jika bukan karena nona muda turun tepat waktu, tuan akan membakar kastil. Tuan muda membawa nona ke Acrania dan belum kembali hingga sekarang.

Ia mengangguk, menggigit sosis bakar dan minum seteguk air. Entah darimana ia dapatkan itu.

Gadis pelayan menggelengkan kepala, ia kembali melanjutkan langkahnya.

Kamar Anda disini. Ingatlah baik-baik, vas bunga kedua disebelah kiri. Untuk kenyamanan, penjaga berada ditempat tersembunyi. Jika ingin apapun, silahkan bunyikan bel dikamar. Seorang gadis pelayan akan datang. Selamat malam.

Ia menatap gadis pelayan hingga gadis itu menghilang dalam bayangan gelap. Lampu cerah dan terang seolah bukan apa-apa bagi halimun itu. Karena halimun, cahaya terlihat temaram dan terhalang.

Jika halimun biasa sudah pasti dihapus, sepertinya ini halimun sihir. Bahkan iblis sedikit terhalang penglihatannya.

Seolah-olah halimun itu hidup. Pikirnya geli.

Mengangkat bahu, ia memasuki kamar. Warna coklat terang dan krem lembut menyapa. Tirai merah tebal dan berat menutup jendela, sofa kecil dan meja berada disudut, tempat tidur queen size krem berada disebelah jendela. Karpet coklat lembut berbulu tersebar dilantai. Halimun tipis berenang diatasnya.

Seperti memasuki dunia dongeng. Semuanya tertutup kabut.

Karena rasa lelah yang sebelumnya masih tertinggal, setelah melihat kasur ia langsung melompat keatasnya dan tertidur lelap.

.

.

.

.

.

.

End of Ilusión 4

Haha, ada sedikit familiar dengan beberapa kata diatas? :D

Disini Harry sama sekali tidak muncul ya.. Wkwk.. Happy Hallowen

Daaannnnn maaf bangett baru up, webe saia makin akut setiap hari TT

Sampai jumpa di Ilusión 5 ;)

Racquel,

Finished : 30 Oktober 2019

Published : 1 November 2019

Published : 2 Maret 2020