Chapter #1

.

Disclaimer

Apapun yang tertulis disini hanya fiksi belaka. Penulis tidak bermaksud untuk mencemarkan nama EXO dan tokoh lainnya. Jika terdapat kesamaan dengan kejadian nyata, maka itu murni ketidaksengajaan penulis.

Terdapat adegan dewasa. Diharapkan pembaca bijak dan tidak dibawah usia 17 tahun.

Warning

Cerita ini hanya fiksi semata, segala yang tertulis hanya untuk tujuan semata.

Note

Cerita ini terinspirasi dari Sugar Daddy yang sempat trending di Twitter. Penulis tidak bermaksud apapun dan sekali lagi ini merupakan hiburan semata.

Perhatikan

Sugar daddy adalah istilah slang untuk menyebut pria yang menawarkan dukungan finansial maupun materiil kepada seseorang yang lebih muda.

Sugar daddy merupakan sebutan untuk pria dewasa kaya yang menghabiskan uangnya demi membelanjakan kekasih maupun simpanannya berbagai barang. Kekasih atau simpanan tersebut biasanya berusia jauh lebih muda.

Last

Segala tulisan dari cerita ini merupakan fiksi penulis berdasarkan tagar yang sempat trending di twitter. Penulis tidak bermaksud apapun. Maksud dari tulisan ini hanya untuk hiburan semata.

Selamat membaca.

.


.

Seorang remaja berusia 16 tahun bukan siapapun selain pelajar sekolah menengah dengan keseharian belajar tiap harinya.

Bangun awal setiap pagi bukan lawan bagi Baekhyun. Kegiatan padatnya dengan sibuk bersekolah demi mengejar prestasi untuk kemudian hari ia bisa menghasilkan uang.

Semua untuk keluarganya.

Lebih dari tiga belas tahun Baekhyun terkurung dalam pergaulan yang sangat tertutup. Ibunya tak pernah bersosialisasi dengan tetangga dan tidak mengizinkan Baekhyun untuk bicara pada orang-orang dilingkungan mereka.

Setelah Ayah yang kabur dengan meninggalkan hutang dan pergi dengan istri barunya, disanalah kehidupan baru Baekhyun yang biasa dimulai.

Kondisi Ibunya mendadak drop setelah kejadian tersebut. Rasa benci dan dendam secara tidak langsung tertanam pada diri Baekhyun. Kepergian Ayah yang selalu ia hormati dan sayangi kini tak sedikitpun ia menaruh perasaan apapun kecuali marah dan dendam.

Penyakit yang tidak biasa diderita Ibunya selama tiga tahun terakhir. Dokter menganjurkan perawatan dengan fasilitas rumah sakit namun biayanya tidaklah murah. Melihat Baekhyun tidak memiliki uang sebanyak itu.

Dan jika pelajar tekun lain pulang kerumahnya dengan sambutan dan sup hangat di meja makan, berbeda dengan Baekhyun yang harus menempuh perjalanan lima belas menit untuk mencari nafkah.

Semua ia lakukan seorang diri.

Bekerja sebagai pekerja biasa hingga paruh waktu ia tempuh. Pulang larut sudah jadi hal biasa. Ibunya selalu tertidur setiap Baekhyun pulang. Hanya kecupan di dahi dan doa yang selalu ia beri setiap pulangnya.

Semua kulakukan untukmu, hanya kau satu-satunya yang kumiliki. Kau tujuan hidupku yang terakhir. Bertahanlah untukku.

.


.

Hari ketiga musim semi.

Sebuah hari yang membuatnya ingin pulang awal. Membawa sebuah kotak berisi lembut kue tart. Berjalan bagai anak yang pulang dari taman kanak-kanak. Berlari cepat mencapai bus yang hampir meninggalkannya.

Semua uang yang ia kumpulkan dikira cukup untuk membeli kue tart dan sebuah lilin. Toko kue kesukaan Baekhyun yang buka selama dua puluh empat jam menyediakan kue tart dengan ukuran besar dan harga murah. Juga, enak.

Tapi sayangnya saat keluar dari toko, deras air turun dari langit. Satu kaki telah melangkah siap menyebrang dan duduk menunggu bus tapi tuhan berkehendak lain dan mengizinkan air membasahi bumi dulu.

Pukul sepuluh lewat empat belas menit, tersisa satu jam setengah jika Baekhyun ingin sampai tepat waktu dirumah. Bukan lingkungan yang dekat dari sekolah, juga tempat ia bekerja. Waktu merupakan penghubung erat yang selalu membawanya ke tiap tempat berbeda. Juga kadang menjadi pemutus yang selalu siap menunda satu dan lainnya.

Tidak ada bangku, toko sudah menutup pintu dan mematikan lampu yang artinya sudah tutup. Tak ada pencahayaan apapun kecuali lampu jalan dengan cahaya tanggung.

Suara deras hujan jadi simfoni. Matanya menutup, menikmati tiap detik dan tetes yang jatuh ke bumi.

Alunan yang kemudian membawanya tertidur, di depan toko kue yang selalu menjadi saksi bisu cerita tiap tahunnya.

Tahun ini mungkin berbeda.

Sebuah mobil hitam sport melaju cepat dan hampir menabrak Baekhyun yang terduduk dengan mata terkantuk.

Bahkan suara gesekan ban dan lantai yang berdecit keras tak kunjung menyadarkannya dari tidur.

Pemilik mobil turun terheran hingga turun dari mobilnya. Berjalan menunduk menuju seorang yang duduk.

Membuka jaket miliknya kemudian memindahkannya pada seorang didepannya.

Tak ada respon apapun sejauh ini. Hingga membuatnya berfikir ia telah mati kedinginan.

Kemudian ia membawa tubuhnya kedalam bangku belakang mobil. Mematikan pendingin dan membiarkan tubuhnya kepanasan hanya demi seorang yang ia bawa dengan tubuh kedinginan.

Saat itulah wajahnya terlihat begitu nyata. Kulit mulus dan putih, serta warna pucat di wajah juga bibirnya. Matanya tertuju pada kedua telapak tangan yang sudah pasti kedinginan. Lalu menggosok antara telapak miliknya dengan punya orang tersebut.

Hawa dingin bukan main menyapa kulit tangan besarnya. Perbandingan ukuran yang terlihat jelas. Tangannya begitu besar dan kekar. Sedang sosok didepannya memiliki tangan kecil dan lentik.

Namun sekali lagi ia perhatikan wajahnya. Sedikit ragu dengan pengelihatannya, sesekali ia mengusap kedua mata dan kembali menuju pada seorang yang tertidur pulas di hadapannya.

Parasnya begitu cantik, mencoba meyakinkan dirinya sendri. Apakah tuhan sedang dalam perasaan baik ketika menciptakannya?

.


.

Setelah menutup matanya, perasaan kantuk lenyap. Tadinya ia berniat memejamkan mata sambil menunggu reda hujan.

Tapi terbagun diatas sebuah kasur super empuk yang bahkan ia sudah lupa rasanya.

Dengan dominan putih sebagai alas, Baekhyun mengumpulkan kekuatan untuk membuka matanya dan bangkit.

Dan sadar bahwa ia tidak dirumah.

Tidak di depan toko kue.

Tidak dimanapun, suatu tempat yang tidak ia ketahui.

"Sudah bangun?" Suara berat tiba-tiba datang menyapa indera pendengaran Baekhyun.

Membawa pandangannya kedepan dan sosok tinggi nan tampan berada didepannya. Berjalan menuju padanya.

Membawa sebuah cangkir putih dengan kepulan asap diatasnya. Sebuah kaos hitam dan celana pendek selutut membuatnya begitu tampan.

Hingga Baekhyun lupa untuk mengedipkan matanya.

Pria itu mengernyit, "Teh?" Ucapnya lalu menyodorkan cangkir putihnya pada Baekhyun.

Spontan membuatnya mengangguk, dengan mata yang masih belum berkedip dari detik pertama.

Cangkir putih ia arahkan pada mulutnya dan saat resapan pertama Baekhyun sadar yang ia minum adalah teh dengan asap.

Baekhyun menelan pahit-pahit rasa panas dan mungkin mulutnya sudah terbakar kepanasan.

Lalu pria itu berlari menuju nakas putih, membawakannya cangkir lain dan sebuah tisu.

"Ini, minumlah." Tawanya lalu Baekhyun dengan sigap mengambil cangkir lain berisi air dan menelannya hingga habis.

Sedang pria itu mengambil selembar tisu lalu mengarahkannya pada bibir Bekhyun. Menyapunya perlahan, membersihkan sisa yang masih membekas hingga membuat kulitnya memerah.

Wajahnya begitu dekat, terpaan nafasnya begitu jelas. Baekhyun melotot kaget saat hazelnya bertemu kelam hitam lain.

Sebuah lunak lembut mendarat di lunak Baekhyun.

Ciuman yang seketika mengentikan rasa panas dan terbakar dari mulutnya.

Hanya pertemuan antara lunak miliknya dan tebal lunak orang lain di depannya.

Baekhyun tak merasakan apapun kecuali jantungnya yang sudah kehilangan detak.

"Sekarang sudah tidak panas, kan?"

Pria itu berucap setelah memisahkan bibirnya dari milikku. Aku mengangguk dengan mata yang terus menatapnya kagum.

"Maafkan aku sudah lancang padamu. Bisakah kita mulai dari awal? Perkenalkan, aku," dia berhenti sejenak.

"Park Chanyeol."

Sebuah tangan terulur dan meminta jabatan dariku yang mematung.

Benar-benar sudah hilang. Detak jantungku tidak lagi berdetak. Darahku tak mengalir, bibirku pucat.

"Bagaimana denganmu?"

Ia melanjutkan dengan wajah bingung, sedang tangan masih terulur menunggu balasan dariku.

"A-aku, Byun Baekhyun."

.


.

"Kau duduk didepan toko. Kupikir seseorang meninggalkan anaknya sendirian. Aku takut kau akan sakit, karena itu aku membawamu."

Pria bernama Park Chanyeol menjelaskan. Tidak bisa dipungkiri, dia memang sangat tampan. Bahkan, aroma tubuhnya begitu menyengat masuk dalam hidung dan terkumpul diotakku.

Aku menggeleng, "Tak apa," dengan kepala menunduk yang masih tak mampu memberanikan diri menatapnya.

"Sepertinya kau menunggu hujan berhenti hingga tertidur."

Benar... apa?

Bukan, datang kesini bukan tujuanku. Sudah berapa lama aku tertidur? Tidak, apakah kue tartku baik-baik saja? Bagaimana bisa aku tertidur sedang Ibu sendirian dirumah.

"Maaf, kurasa aku harus pergi. Terima kasih banyak."

Baekhyun bangkit dari tempat tidur namun langkahnya terhenti saat sebuah tangan meraih lengannya.

"Biar kuantar." Tawar Chanyeol dengan suara bass nya.

"Tidak, Chanyeol. Aku akan pulang naik bus. Sekali lagi terima kasih." Berusaha keras untuk melepaskan tanganku darinya namun bahkan aku tak mampu.

"Izinkan aku, Baekhyun."

Baiklah, sudah cukup. Park Chanyeol, kau benar-benar membuatku tak bisa egois.

Baekhyun lalu mengangguk mengiyakan. Chanyeol tersenyum girang dan mengatakan ia akan menyiapkan mobil untuk mengantar Baekhyun.

Setelah menunggu beberapa menit, Chanyeol datang dan mengajak Baekhyun untuk naik ke mobilnya.

Tentu ia tidak tahu kemana tujuannya dan bertanya pada Baekhyun alamat rumahnya.

Ini adalah kali pertama ia memberi tahu tempat tinggalnya pada orang lain. Seseorang yang baru ia kenal beberapa menit lalu.

Setelah menjelaskan letak rumahnya, Chanyeol memasangkan seat belt pada Baekhyun. Dan lagi, ia bisa merasakan nafas Chanyeol menerpa wajahnya.

Pria ini selalu sama, wanginya takkan bisa ia lupakan.

Chanyeol memegang stir dengan satu tangannya. Melihat itu, Baekhyun menahan jeritnya kala melihat bagaimana tampan aura Chanyeol saat memegang kemudi.

Baekhyun tak bisa munafik, jujur cara Chanyeol memperlakukannya beberapa saat lalu membuat hatinya lemah.

Baekhyun tak bisa mengalihkan tatapannya dari Chanyeol yang kini merasakan Baekhyun menatapnya.

Saat Chanyeol sadar ia sedang ditatap Baekhyun, pria bermarga Byun itu memutuskan kontak lebih dulu. Disusul dengan Chanyeol yang terkekeh kecil.

Jalanan tenang dengan sisa hujan kecil, membuat Baekhyun kembali diterpa rasa kantuk.

Matanya berkunang-kurang melihat lampu jalan.

Dan tak sadar jika matanya telah menutup. Sedang kepalanya berada di pundak Chanyeol.

Pria yang sedang menyetir itu kaget saat Baekhyun meletakkan kepalanya. Ia hanya terkekeh kecil.

Lalu mengusap rambut Baekhyun, dan mengecupnya kemudian.

.


.

"Baek, kita sudah sampai."

Lagi-lagi suara berat itu menyapa Baekhyun hingga membuatnya terbangun. Namun Baekhyun lupa, jika ia duduk didepan dan disampingnya adalah Chanyeol.

"Sebentar lagi, aku ingin memelukmu dulu,"

Chanyeol kaget bukan main saat Bekhyun melingkarkan tangannya pada Chanyeol. Memeluk tubuhnya erat dan rasa hangat menembus tulangnya.

Pelukan hangat Baekhyun kemudian Chanyeol balas lebih dalam.

Membawa Baekhyun jatuh dalam dekapannya, lebih jauh lagi.

Cumbuan mulai mendarat dileher Baekhyun. Tiap titik yang membuat bibir tipisnya mendesah dan Chanyeol terangsang seketika.

Desahan Baekhyun yang terlalu kecil menantangnya untuk lebih. Tangannya ia bawa kedalam baju Baekhyun. Mencoba meraih sesuatu didalamnya, kemudian memutarnya hingga desahan lebih keluar dari mulut Baekhyun.

"Eunghhh..."

Baekhyun mendesah keras dan Chanyeol puas.

Tapi itu tidak seberapa. Lalu Chanyeol membawa tangannya kebawah, menuju pinggang Baekhyun. Turun kebawah hingga sebuah gunungan dibawah sana mengeras.

Tidak menunggu lama, Chanyeol membuka resleting celana yang menjadi pengahalangnya antara dirinya dan Baekhyun.

Chanyeol menurunkan celana dan milik Baekhyun lalu melemparnya sembarang. Merasa ruang mereka terlalu sempit dan kurang leluasa, Chanyeol lalu menggendong Baekhyun menuju kursi Belakang.

Tubuh Baekhyun bagai cacing kepanasan dengan tiap desah yang terus mengalun. Namun Chanyeol dibawah sana memainkan kepunyaan Baekhyun yang sudah mengeras.

Chanyeol tidak bodoh. Baekhyun yang ia pikir adalah seorang anak laki-laki dengan rambut pendek ternyata adalah seorang laki-laku berparas cantik.

Diatas sana Baekhyun membusungkan dadanya, menekan kepala Chanyeol, sedang Chanyeol belum mengulumnya.

Ia terdiam, menggenggam penis Baekhyun dalam diam, sedang disana Baekhyun sudah mati penuh kepuasaan yang dinantinya.

Chanyeol ingin memiliki Baekhyun.

Merasakan Baekhyun lebih dekat padanya. Lalu Chanyeol menarik celananya sendiri dan melemparnya sembarang.

Baekhyun sadar ia sudah setengah telanjang sedang seorang pria didepannya sudah siap melahap penisnya.

"Tunggu," Tangan Baekhyun menutup penisnya sendiri. Chanyeol yang sudah siap membuka mulut mendadak kaget.

"Aku tidak bisa." Baekhyun kemudian menutup kemaluannya dengan merapatkan pahanya.

Namun Chanyeol tidak peduli, baginya Baekhyun hanya belum terbiasa.

.


.

"Biarkan aku memilikimu, akan kuberikan apapun yang kau mau."

Kalimat itu mendadak keluar dari mulutnya. Baekhyun kaget, sementara Chanyeol bersikap santai setelah apa yang ia katakan.

"Maksudmu?" Baekhyun mengernyit tak mengerti.

"Aku akan memberikan apapun yang kau mau, asalkan kau bersamaku, Baekhyun."

Apapun? Baekhyun akan dapat apapun jika ia bersama Chanyeol? Bagaimana bisa ia percaya itu?

"Aku sudah mengganti kue mu."

Chanyeol mengambil sebuah kotak dengan pita pink besar diatasnya. Mengisyaratkan Baekhyun untuk membukanya.

Dan benar, itu adalah sebuah kue dengan tulisan. Sangat bagus, tapi... itu bukan miliknya.

"Tapi ini bukan milikku." Baekhyun menunduk dan menggeleng menatap kue tart dengan penuh hiasan. Sebuah kue yang sangat ingin ia berikan.

"Itu milikmu, berikan itu pada seseorang yang sedang berulang tahun. Sampaikan ucapan salamku padanya."

Chanyeol kemudian menarik resleting celananya, dan memberikan Baekhyun celananya untuk ia kenakan.

"Aku akan menjemputmu disini, setiap jam delapan malam. Sampai jumpa besok, Baekhyun."

Chanyeol menarik lengan Baekhyun saat pria itu hampir berbalik lalu meninggalkan kecupan didahinya.

Namun Baekhyun menunduk dan berlari menuju rumahnya.

Waktu sudah menunjukkan jam setengah tiga pagi. Baekhyun menyesal pada dirinya yang tidak pulang tepat waktu dan meninggalkan Ibunya sendiri.

Namun saat ia berjalan menuju dapur, suara nyaring terdengar dari arah kamarnya.

Baekhyun berlari menuju kamarnya dan mendapati Ibunya terbaring di lantai.

"Ibu!!!"

Tubuh wanita itu Baekhyun guncang pelan sedang mulutnya terus memanggil sosok wanita yang jatuh didepannya.

Namun nihil, wanita itu tidak menunjukkan tanda-tanda ia mendengar panggilan Baekhyun. Sebuah cangkir Baekhyun ambil dan mengusap matanya dengan air perlahan-lahan.

Dan tetap sama, nihil.

Tidak ada pergerakan sama sekali yang menandakan apapun.

Ibu... kau satu-satunya orang yang menjadi alasanku berdiri disini, kumohon bangun Ibu...

Aku membawakanmu kue dengan hiasan yang indah, kau pasti suka. Bangun Ibu... dengarkan aku, ya?

Kita akan meniup lilin bersama-sama, aku akan menjadi orang pertama yang menerima kecupan di hari ulang tahunmu.

Bertahan untukku sesulit itukah? Ibu, apa salahku padamu hingga kau meninggalkanku.

Kenapa orang-orang pergi? Dosa sebesar apa yang pernah kuperbuat sebelumnya...

Sungguh, hanya kau seorang yang kumiliki.

.


.

Rumah duka sudah terlalu sepi, tidak ada seorangpun yang datang ke pemakaman Ibunya.

Seluruh semestanya seakan hancur. Hidup tanpa tujuan mungkin sedang menunggu didepannya.

Begitu pikir Baekhyun.

Baekhyun masih terduduk didepan bingkai foto besar yang menunjukkan senyum wanita kesayangannya itu.

Ingin menangis, namun seluruh air matanya telah terkuras habis.

Tidak ada yang bisa Baekhyun lakukan. Juga tidak ada gunanya ia kembali kerumah. Tidak siapapun menunggu kedatangannya.

"Aku akan menemanimu disini."

Suara itu...

"Chanyeol?"

To be continued...

.


.

Terima kasih sudah membaca Sugar Daddy!

Jangan lewatkan Chapter 2 ya!

Psst, review mempengaruhi kecepatan update loh, hihi.

Terima kasih!


SUGAR DADDY