Hetalia Axis Powers milik Hidekaz Himaruya. Penulis hanya meminjam karakter dan tidak mengambil keuntungan materi dari fanfik ini.
.
1. The Golden Coffee
.
Day 1 - Prompt: Effervescent (n.) bubbles in a liquid
Alternate Universe
.
.
Elizaveta dan Roderich bekerja paruh waktu di kafe yang sama.
Eliza adalah barista. Kepada pengunjung, ia menyajikan kopi berkualitas terbaik. Sementara Roderich menghibur dengan musiknya.
Setiap sore menjelang malam, ketika tugas mereka selesai setelah kafe ditutup, Roderich selalu menyempatkan diri menikmati sajian kopi Eliza. Hingga secara mengejutkan, mereka terpaksa kehilangan satu sama lain.
#
"Bagaimana dengan rencanamu ke depan?" Eliza bertanya setelah menaruh cangkir kopi hangat untuk Roderich.
Lelaki itu terdiam sejenak, seraya mengamati latte art yang menghias permukaan kopi. Pola gambarnya unik, berupa not balok. Kemudian, ia mengalihkan topik dengan bertanya balik, "Sekarang, latte lagi?"
Gadis itu mengangguk singkat. Sedikit heran karena Roderich menyimpangkan topik obrolan tidak seperti biasa.
"Ini favoritmu kan?" Eliza membela diri. Membiarkan Roderich menyeruput kopi, lalu menikmati sensasi rasanya terlebih dahulu.
Lelaki itu menjawab, "Aku kira akan ada cappuccino atau macchiato. Untuk selingan biar nggak bosan."
Roderich pernah minta rekomendasi mengenai kopi yang cocok diminum setelah tiga jam penuh bermain piano, dan Eliza selalu menyajikan, antara cappuccino atau coffee latte, secara bergantian untuknya.
Menurut Eliza, cappuccino sebagai kopi dengan komposisi busa paling banyak, memiliki manfaat untuk menjernihkan pikiran dan relaksasi. Sementara latte adalah cermin bagi kepribadian Roderich yang halus dan melankolis.
Eliza terkekeh menanggapi candaan itu. Setelah turut menyesap kopi dari cangkirnya sendiri, ia menumpukan cangkir tersebut di pahanya. Dalam balutan seragam barista dan dasi kupu-kupu seperti itu, Eliza tampak menonjol, sedikit tomboy, namun tetap memancarkan aura feminim yang menawan.
Nada suara Eliza terdengar sedih ketika berkata,"Sekarang, mungkin, ini kopi latte-mu yang terakhir."
Roderich tertegun, menahan diri supaya tidak terbawa perasaan. Akan tetapi, memikirkan bahwa sekarang memang hari magangnya yang terakhir. Besok, piano itu akan disingkirkan, dan kafe ini tidak mempekerjakan pianis lagi. Cukup rekaman musik dari stereo. Biasa. Hal-hal semacam pemangkasan keuangan. Lahan bisnis sudah seperti momok yang kejam dan menakutkan bagi kebanyakan orang.
Lelaki itu berusaha menepis kecemasan gadisnya dengan jawaban, "Siapa bilang ini yang terakhir? Kau tidak suka aku mampir minum kopi ke sini?"
Mata Eliza mengerjap antusias. Ia menaruh harapan besar atas janjinya, "Oh, benarkah? Kau akan mampir? Rutin setiap hari?"
"Ya. Sesekali, mungkin?"
"Harus, donk. Kau harus mampir ke sini, minum kopiku, rutin setiap hari."
"Tentu saja, aku akan menyempatkan diri, setelah menetapkan posisi di pekerjaan baruku nanti."
"Ah, ya. Omong-omong, kau sudah dapat lowongan? Di mana?"
"Mungkin, aku akan menghubungi agensiku yang dulu, kembali ke panggung, mengejar kompetisi."
Keputusan Roderich itu membuat Eliza tertegun. "Wah, kabar baik. Aku senang melihatmu kembali berjaya."
"Aku harap segalanya lancar. Jujur saja, rasanya seperti bangkit dari kematian. Aku belum benar-benar siap kembali ke panggung."
"Roddy, kau pasti bisa. Ingat itu, agar keberuntungan selalu menyertaimu." Eliza mencoba menguatkan dan memberi dorongan. "Dan maaf ya, bantuanku tidak banyak. Aku memang payah kalau urusan negosiasi. Membuatmu terpaksa kehilangan tempat di sini."
"Kau sudah lakukan yang terbaik. Liz. Ini bukan salahmu. Kurasa, tidak buruk, aku keluar dari sini, untuk mengejar impianku lagi."
"Melihatmu dapat ganti yang lebih baik, itu membuatku senang. Aku menantikannya. Jangan lupa kunjunganmu, ya."
Roderich mengangguk. Kemudian, menandaskan kopi dalam tegukan terakhir. Pandangannya menyapu sekeliling, merekam seluruh sudut ruangan di mana melodi dalam gubahannya pernah bergaung seiring kehangatan kopi yang menyelubungi seisi kafe. Rasanya, tidak ada yang lebih menyenangkan selain bermain piano seraya menemani kekasihnya bekerja, tetapi sekarang, ia harus mengucap perpisahan pada momen ini dengan segenap ketulusannya.
[]
.
a/n: Akhirnya, Happy AusHun Week 2019! Selamat anniversary yang ke-152!
Event ini terbuka loh! Selama seminggu penuh dari tanggal 2-8 Juni 2019. Sebagai penyelenggara, saya mengundang siapapun yang ingin berpartisipasi, untuk AusHun Week 2019. Silakan lihat ketentuannya di link: bit. ly / aushunweek19 (hilangkan spasi).