Jenderal Park

keanijun

2019

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Perang Korea

.

.

Kegentingan saat itu begitu nyata. Tujuh puluh lima ribu tentara dari Korea Utara menduduki wilayah di batas antara wilayah pendudukan Uni Soviet Soviet yang mendukung Republik Demokratik Korea di utara dan Barat yang mendukung Republik Korea di Selatan. Angkatan bersenjata komunis Korea Utara berusaha menduduki Korea Selatan untuk mempersatukan Semenanjung Korea.

Baekhyun tidak memahami apapun saat itu. Ia ada di ruang tengah rumahnya, sedang melukis, ketika ibunya datang dari arah luar dengan tergopoh. Wanita itu langsung masuk ke kamar dan keluar setelahnya bersamaan dengan ayahnya yang masuk dengan membanting pintu.

"Cepat pergi dari sini. Selagi mereka masih ada di perbatasan desa."

Baekhyun bangkit ketika ibunya mendekatinya. "Baekhyun, kita harus pergi."

"Kita mau kemana, bu?"

Ibunya tidak menggubris dan menariknya ke luar lewat pintu belakang. Mereka berlari menerjang kebun belakang hingga sampai ke perbatasan hutan di pinggir desa. Ibunya menangis sepanjang jalan dan Baekhyun tidak masih tidak mengerti situasinya.

Mereka tiba di tepi jurang ketika suara langkah kaki seperti berkejaran di belakang mereka. Dan benar saja, segerombol pria berseragam tentara lengkap dengan senjata api datang dan mengepung mereka.

"Mau pergi kemana kalian?"

Baekhyun semakin merapatkan diri ke tubuh ibunya, ia takut melihat banyak pria dengan tubuh kekar dan seram mengitari mereka. Bisa ia rasakan tubuh ibunya yang gemetaran.

"Tolong biarkan kami pergi. Hiks.."

"Huh, Kau pikir semudah itu untuk pergi?"

"Kasihanilah aku dan anak ku."

Salah satu dari mereka menatap Baekhyun, beserta seringai yang sulit dijelaskan. "Kau tau aturannya, kan."

"Tidak! aku tidak akan menyerahkan anak ku sebagai budak!"

Seorang pria lain datang dari tengah hutan dengan pedang pajang di tangannya. "Apa yang sebenarnya kalian kerjakan disini?! cepat, jangan buang-buang waktu!"

"Baik, tuan!"

Tepat saat salah satu dari mereka menarik Ibunya, Baekhyun terpelanting ke tepi jurang, nyaris jatuh. Dia bergantung pada akar tanaman sebab jika tidak ia bisa saja jatuh ke bawah sana.

"Lepaskan akar itu!" Ibunya berteriak histeris di bawah kukungan para tentara. Baekhyun ikut menangis melihat itu. Tidak tau lagi apa yang harus ia lakukan. Bahkan untuk melihat kebawah ia tidak punya keberanian.

"Lepas Baekhyun! Kau harus pergi! Cepat!"

Ibunya meraung, disusul suara tembakan keras. Baekhyun kehilangan genggamannya dan terjun bebas ke bawah sana. Semua berjalan cepat seperti kedipan mata, dan ia hanya ingat bagaimana mereka menembak kepala sang ibu tepat didepannya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Baekhyun dengan cekatan memindahkan peralatan makan dari ruang cuci ke tempat penyimpanan. Tangannya yang terampil memisahkan sumpit dengan jenis yang berbeda ke beberapa wadah. Ia menyelesaikannya dengan cepat, seolah memang telah terbiasa dengan ini.

Selesai dengan itu, ia beralih pada tumpukan baskom di dekat jendela. Tangannya sibuk membersihkan benda itu sedangkan matanya asik menilik ke luar.

Disana, di lapangan, para tentara tengah melakukan latihan fisik. Mereka berjejer dengan keadaan bertelanjang dada. Lapangan itu seolah-olah menjadi tempat pajangan tubuh kekar para serdadu perang.

Baekhyun menatap takjub. Pria-pria diluar sana adalah orang pilihan. Mereka memiliki kekuatan untuk dipercaya terjun ke medan perang. Baekhyun juga ingin seperti mereka. Dengan begitu, ia bisa bergabung untuk membela negaranya sekaligus balas dendam atas kematian orang tuanya.

Hari itu, Baekhyun ditemukan oleh sekelompok tentara korea selatan yang sedang menyintas hutan. Melihat Baekhyun, mereka langsung membawanya ke barak tentara untuk dirawat. Setelah keadaan Baekhyun pulih, mereka mengirimnya ke markas pusat untuk mengikuti seleksi tentara.

Namun akibat cidera permanen yang dialaminya, Baekhyun tidak bisa menjadi tentara. Sebaliknya, ia ditempatkan di bagian kebersihan dan dapur.

"Baek." Luhan masuk ketika Baekhyun selesai membersihkan baskom-baskomnya. Luhan juga salah satu pria yang tidak beruntung untuk masuk sebagai tentara.

"Bisakah kau menolong Kyungsoo untuk mengantar minuman ke ruang pertemuan? Aku harus menggosok tempat mandi sebelum mereka selesai latihan."

"Tentu. Aku akan mengantarkannya."

"Terima kasih banyak, Baek."

Baekhyun pergi ke dapur dan menemukan Kyungsoo disana. Ia adalah salah satu koki terbaik di sini. Apapun yang diolah dengan tangannya pasti akan terasa enak.

"Apa yang kau siapkan?"

"Aku membuat beberapa teh dan menyiapkan soju."

"Siapa orang aneh yang mau minum soju di tengah hari yang panas."

Kyungsoo memilih diam dan menyusun minuman itu dalam nampan.

"Ku dengar jenderal baru itu telah tiba." kata Baekhyun.

"Ya. Dan sekarang kau antarkan minuman ini untuk menyambut Jenderal baru kita."

Baekhyun membawa nampan itu melewati beberapa lorong sebelum berhenti di depan ruangan dengan pintu berwarna cokelat terang. Beberapa penjaga yang ada di depan pintu memberikan jalan pada Baekhyun untuk masuk.

Di dalam beberapa atasan sedang duduk di meja besar. Baekhyun memang sudah terbiasa melayani para atasan di sini. Itu kenapa ia sudah tidak canggung ataupun takut. Baekhyun sudah mengenal mereka, kecuali seorang pria tinggi yang duduk di ujung. Baekhyun yakin pria itu adalah jenderal baru yang ditugaskan untuk memimpin tentara disini.

Mata mereka tidak sengaja bertatap. Seketika Baekhyun merasa limbung. Tatapan tajam pria itu sukses membuat tubuhnya gemetaran. Baekhyun jadi orang pertama yang memutuskan tatapan mereka dan segera pergi dari sana.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jenderal Park Chanyeol menjadi idola baru di sini. Banyak orang yang kagum dengan caranya memimpin pasukan. Kharismanya yang kuat membuat ia semakin bersinar diantara para pasukan lainnya. Kemampuannya dalam menggunakan senjata juga tidak bisa diremehkan. Ia bahkan dapat merakit beberapa jenis senjata api hingga mengasah pedang. Sebagai pemimpin tertinggi, ia selalu menyusun strategi dan langkah saat di pertempuran dengan apik.

Yang selalu membuat Baekhyun iri adalah bagaimana pria itu bisa mencuri atensi setiap wanita yang melihatnya. Wajahnya yang tampan dan tubuh yang bagus, tentu membuat semua wanita bisa bertekuk lutut dihadapannya. Tidak jarang para wanita di desa datang ke barak hanya untuk menemui Jenderal Chanyeol. Namun sepertinya Jenderal muda tersebut tak tertarik dengan salah satu dari mereka. Ada gosip yang beredar bahwa Jenderal itu sudah di jodohkan dengan putri tunggal menteri korea.

Baekhyun baru saja akan pergi dari dapur ketika seseorang menepuk bahunya. Ia berbalik dan mendapati salah satu kepala pengurus, Pak Kim, berdiri di belakang nya.

"Ikut aku ke ruanganku." Titahnya.

"Apa aku melakukan kesalahan?" Baekhyun menjawab dengan ragu sebab hanya petugas bermasalah yang berurusan dengan pria ini.

"Nanti aku jelaskan."

Baekhyun dengan patuh mengikuti pria itu ke dalam ruangannya. Sejenak dahinya mengernyit heran, ketika atasannya itu mengunci pintu sesaat setelah mereka masuk ke dalam ruangan itu. Baekhyun tidak bisa menyembunyikan ketakutannya.

"Aku punya sebuah tugas untukmu." Ujar Kepala Kim.

Baekhyun sedikit bernafas lega ketika itu bukanlah hukuman. "Apa yang harus aku lakukan?" Tanyanya.

"Jenderal Chanyeol meminta mu untuk menjadi asistennya."

Baekhyun tentu saja terkejut. Dia bisa saja salah dengar, namun melihat wajah serius Kepala Kim membuat ia tersadar bahwa itu adalah kenyataan. Dia tidak pernah membayangkan akan menjadi asisten seorang jenderal. Apalagi ia tidak punya pengalaman dalam bidang militer dan perang.

"Ta..tapi.. kenapa aku? Ku pikir aku tidak kompeten dalam hal ini." Tanya Baekhyun bingung.

Kepala Kim menghembuskan napas berat. "Aku tau kau bodoh dalam perang, tapi Jenderal Chanyeol meminta secara pribadi untuk mengangkatmu sebagai asistennya."

Baekhyun berdebat dalam hati tentang kenapa Jenderal itu malah memilihnya sebagai asisten? Baekhyun semakin tidak memahami bagaimana ia bisa terjebak dalam situasi ini.

Semua perdebatan itu terinterupsi ketika Kepala Kim mendekat kepada Baekhyun untuk mengatakan sesuatu.

"Tapi aku punya perintah lain untukmu." Ujarnya setengah berbisik.

Baekhyun mengernyit heran, "Perintah apa yang harus aku lakukan?" Tanya Baekhyun.

Kepala Kim mendekatkan wajahnya pada Baekhyun dan berbisik, "Aku ingin kau memata-matai Jenderal Chanyeol." Setelah itu ia kembali duduk di kursinya, membiarkan Baekhyun yang terpaku tanpa melakukan apapun.

"Tu..tunggu, apa maksud memata-matai?" Baekhyun terang saja terkejut. Ia tidak pernah melakukan hal-hal seperti ini sebelumnya. Pekerjaan sehari-harinya hanya berkutat dengan dapur serta alat kebersihan.

"Laporkan padaku semua hal yang dilakukan jenderal muda itu. Tanpa terkecuali." Kalimat itu meluncur begitu saja seperti sebuah keharusan yang dijalani Baekhyun. Tidak ada hal lain yang dilakukannya selain mengangguk patuh. Walau nyatanya ia maaih tidak memahami kenapa ia harus melakukan ini.

"Dan ingat," Kepala Kim melanjutkan, "ini hanya diantara kita berdua." Kedua mata itu menatap Baekhyun tajam hingga nyalinya ciut.

"Baiklah, kau boleh keluar."

Baekhyun membungkuk dalam sebelum berbalik menuju pintu keluar. Namun panggilan dari Kepala Kim membuat Baekhyun enggan melanjutkan niatnya dan kembali menatap atasannya itu.

"Aku sudah menyelamatkan mu dari perang itu. Kau harus ingat baik-baik pada siapa kau harus patuh."

Baekhyun memang tidak mengetahui apapun tentang perang dan politik, namun ia memahami tentang bagaimana sistem perebutan jabatan itu bekerja. Dan Baekhyun tidak terlalu bodoh untuk menyadari bahwa ia terlibat konspirasi dengan Kepala Kim untuk menjatuhkan Jenderal Park Chanyeol.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Haii semuaa

Maaf baru bisa update Jenderal Park sekarang karena sempat stuck buat ngelanjutin story ini

Mungkin ff ini gak akan panjang, jadi tungguin aja kelanjutannya

Makasih banyak buat semua review nya readers yg tercinta