DISCLAIMER : MASASHI KISIMOTO
Pairing : Narusaku
Rated : M for language
Genre : Family , angs/comfort
Warning : OOC, OC, AU, TYPO, MAINSTREAM THEME etc.
Story by me seriello
DONT LIKE DONT READ MINNA BUT I HOPE U READ THIS :V
.
.
.
.
.
"Ck." Decakan itu muncul dari bibir ranum seorang wanita bersurai merah muda.
Didepan nya sudah ada secangkir kopi yang nampak sudah mendingin dimakan waktu.
Kaki nya yang dibalut sepatu sorel danica booties hitamnya itu bergoyang cepat dibawah meja-tanda ia sedang gelisah.
Iris emerald nya bergulir kesana kemari, melihat keadaan jalan raya dan melihat suasana dalam cafe secara bergantian.
Tangannya ia remas-remas sendiri mencoba mengurangi rasa gugup yang berkepanjangan.
Ia sudah duduk di bangku paling pojok ruangan sejak 1 jam yang lalu, sengaja datang lebih awal dari perjanjian berharap dengan begitu gugup nya akan berkurang atau setidaknya bisa memberikan kepercayaan diri pada nya, namun ternyata nihil. Jantung nya tetap berdegup kencang tak karuan bahkan ia rasa jika memungkinkan, jantungnya itu akan loncat dari rongga nya.
TRING!
Dering bunyi pintu cafe yang menabrak lonceng-pertanda ada yang membukanya. Membuat sakura sukses mengarahkan iris nya kearah pintu masuk. Dilihatnya kini pria tinggi tegap dengan kulit tan nya itu tengah berjalan kearahnya-tidak sulit mencari seorang wanita merah muda.
Surai pirang jabrik nya itu bergoyang ketika langkah kaki nya terlihat tidak santai- langkah-langkah besar yang disengaja untuk memangkas jarak.
"Kenapa lama sekali." Sakura, gadis dengan surai merah muda itu mengutarakan pertanyaan. Sedangkan yang ditanya hanya menautkan alis nya bingung.
"Aku tidak terlambatkan? Sesuai janji, jam 12.00." Ucapnya sambil menunjuk patek phillipie 1518 stainless steel miliknya. Memang tak ada yang salah dari Naruto-pria pirang tadi. Dia datang sesuai janji awal, yang salah adalah Sakura yang tidak sabaran menunggu nya.
Menanggapi itu Sakura hanya memutar bola mata nya bosan.
"Ada apa?" Kini pria itu kembali bersuara. Ya memang jika diingat-ingat kepentingannya dikantor tidak lah remeh dan dia masih punya banyak pekerjaan yang menumpuk disana, lantas untuk apa sakura meminta nya bertemu dijam makan siang begini secara mendadak jika tidak ada urusan penting, bukan?.
"A-aku.." Sakura menjeda kalimatnya. Suara nya seperti tercekat ditenggorokan, seakan-akan menolak untuk bersuara. Pria di hadapannya ini hanya menautkan alis menunggu dengan sabar pernyataan Sakura.
"Aku hamil." Kalimat yang diucapkan dengan 1 tarikan nafas itu sukses membuat keduanya terkejut. Sakura yang terkejut dengan keberaniannya dan Naruto yang terkejut dengan pernyataannya.
"Apa?" Tanya nya memastikan, Naruto merasa sekarang telinga nya bermasalah. Berdengung keras bahkan menenggelamkan suara hiruk pikuk disekitarnya. Yang terdengar ditelinga nya kini hanya dengungan hebat. Membuat nya meringis.
"Aku tau kau mendengarnya." Sakura enggan mengulangi kalimat yang sama. Ahh rasa nya berat sekali mengutarakan itu.
"Kau yakin?" Naruto mencoba bertahan di kesadarannya. Jika saja dia tidak di tempat ramai seperti ini ada kemungkinan bahwa dia ingin pingsan saja.
Pertanyaan itu sudah Sakura duga sejak awal maka dari itu ia sudah mempersiapkan bukti. Disodorkannya sebuah amplop putih dari rumah sakit yg beberapa waktu lalu ia terima. Tanpa pikir panjang lantas Naruto menerima nya- membukanya secara brutal tak sabaran.
Iris shappire nya membesar ketika ia membaca sederat demi deret kalimat yg tercetak di sana.
Sakura memang benar hamil.
Kepala nya mendongak menatap iris emerald Sakura yang tengah menatap nya balik. Naruto membisu dengan waktu yang cukup lama. Membuat sakura akhirnya tak sabar juga.
"Aku tidak tau kalau akhirnya akan begini, lalu apa yang harus kita lakukan?" Seru Sakura gelisah, keringat membasahi pelipisnya padahal ruangan ini cukup dingin jika harus membuat nya berkeringat.
"Kita?" Ulang Naruto ragu. Kata itu sukses membuat Sakura mengalihkan perhatiannya dari kesibukan jalan raya kembali ke iris biru langit itu, menatap nya tak percaya.
"Apa maksudnya dengan 'kita'?" Pertanyaan itu sukses membuat Sakura tercekat, bibirnya terbuka membentuk hurup o kecil.
"Tentu saja 'kita'! Kau dan aku melakukan nya berdua. Sudah jelas menjadi 'kita' bukan?" Emosi Sakura meluap kini, meski masih bisa ia tahan karna tak mau menyita perhatian banyak orang.
Naruto tampak mengurut Pelipis kanan nya dengan telunjuk.
Bingung harus bereaksi seperti apa, yang jelas keraguan itu ada.
"Aku tak yakin kalau 'hanya' aku ayah dari bayi itu."
Pernyataan menyakitkan dari Naruto itu membuat pelupuk mata emeraldnya terhalangi oleh air mata.
Tanpa aba-aba air bening itu meluncur begitu saja. Jelas ia sakit hati, secara tidak langsung Naruto merendahkan harga dirinya.
Bukannya dengan kalimat itu menunjukan Naruto mengira ia adalah gadis murahan yang bisa tidur dengan siapa saja bukan?
Menyakitkan sekali.
Sakura bangkit dari duduknya. Menggebrak meja dengan sisa tenaga yang ada.
"Ku peringatkan kau Tuan Namikaze yang terhormat, aku tidak serendah itu untuk mau diajak tidur dengan siapa saja! Aku tau hubungan kita tak lebih dari friends with benefits atau bahkan kita melakukannya hanya sekedar untuk melepas frustasi! Tapi bisa ku pastikan bahwa hanya kau yang berani menyentuhku bahkan berkali-kali. Jika kau memang tidak mau mengakui nya, tak masalah! tapi jangan rendahkan harga diri ku! Memangnya hanya kau yang punya harga diri tinggi? Hah?! Akan ku pastikan kau akan menyesal karna ucapan mu!" Setelah berkata begitu Sakura segera menyambar boy chanel handbag hitamnya serta kertas yang masih ada di genggaman naruto dan menghampiri barista, memberinya beberapa lembar uang untuk membayar kopi yang bahkan tidak disentuhnya.
"Nona, uang nya lebih!" Teriak si barista tadi setelah melihat lembaran kertas itu tersisa banyak dari yang seharusnya dibayar Sakura.
"Untuk mu saja." Jawabnya sambil menundukan wajah, tak ingin wajah kusutnya itu dilihat banyak orang.
Sedangkan Naruto masih diam ditempatnya tak bergeming sama sekali. Pikirannya masih terfokus pada pernyataan Sakura tadi.
'hanya kau yang berani menyentuhku bahkan berkali-kali'
'akan ku pastikan kau akan menyesal karna ucapanmu!'
Mungkin kali ini ia sudah melebihi dari kata keterlaluan, lidahnya telah melontarkan kata-kata yang menyakiti seorang perempuan.
Tidak ada sedikit pun niatan dalam diri Naruto untuk menyakiti wanita manapun. Ia ingat, ibunya pun seorang wanita. Lantas ia tak punya keberanian untuk menyakiti.
Kepala pirangnya itu ia jatuhkan diatas meja. Entah sejak kapan kepala nya jadi lebih berat dari pada ton baja. Mendadak pening itu melanda.
Naruto lantas bangkit dari duduk nya dan bergegas untuk kembali ke kantornya. Ia perlu menyisihkan dulu urusan pribadi mengingat urusan pekerjaan saat ini sedang menunggu nya.
.
.
.
.
Sakura tengah menangis tersedu-sedu dipangkuan seorang wanita paruh baya bersurai pirang di sebuah sofa panjang. Setelah sebelumnya ia sujud minta maaf dikaki sang ibunda.
Berkali-kali melontarkan kata maaf dengan perlakuan mendadak tak biasanya membuat Mebuki-wanita tadi, bingung luar biasa.
Dengan keberanian yang hanya tinggal separuh akhirnya sakura menjelaskan disela-sela isak tangis nya yang menggema.
Seperti disambar petir disiang bolong, mendapati kabar bahwa putri semata wayangnya hamil diluar nikah dengan pria yang bahkan meragukannya jelas membuat hati wanita itu mencelos, kemampuan berdirinya pun hilang sehingga ia harus berpegangan pada tepi tangga untuk mencegah dirinya jatuh.
Kabar itu membuat nya shock dan hampir kehilangan kesadaran. Tak sadar bahwa sekarang pun ia tengah menangis tersedu-sedu menyusul tangisan sang putri tercintanya.
Menyakitkan.
Siapapun yang mendengar tangis pilu dua wanita sedarah itu pasti akan merasakan hal yang sama, iba dan miris.
Sakura menyesal kini, menyesal atas tindakan nya yang lalu, yang akhirnya membuah kan hasil.
Tak seharusnya dia melampiaskan lelah dengan melakukan sex dengan pria. Bagaimana pun juga bahaya itu ada. Dan dia terlalu terlambat untuk menyadari bahaya tersebut.
Sekarang tidak ada jalan lain selain menggugurkan atau mempertahan kan.
Menggugurkan terlalu beresiko besar dan Sakura tak mau mengambil resiko itu, jelas ia takut.
Mebuki pernah keguguran, dan ia tau bagaimana rasa nya kehilangan anak, jelas itu bukan hal yang menyenangkan. Dan memisahkan secara paksa anak dan ibu seperti aborsi itu jelas bukan hal yang terpuji.
Ia terlalu takut dengan murka nya Kami-sama.
kami-sama telah memberinya suatu amanah untuk dijaga, kehadiran seorang janin di Perut putri tercintanya untuk di besarkan dan di jaga dengan kasih sayang bukan dengan dihilangkan dengan paksaan, bagaimana pun juga janin itu berhak untuk hidup.
Ketika Mebuki menerima dengan lapang dada kabar itu, Sakura tak yakin hal serupa akan diterimanya dari sang ayah. Kini ketakutannya yang sempat hilang, muncul kembali begitu mendengar suara pintu depan terbuka.
.
.
.
.
Sakura telah berhasil mengundurkan diri dari kuliahnya, ia tengah berada di semester ke 4 kuliah kedokteran, namun atas saran ayahnya maka ia melakukannya.
Tepat setelah insiden Kizashi menyambangi kediaman Naruto dan menghajar pria itu habis-habisan.
Kalau saja kizashi tidak punya belas kasihan maka pria Namikaze itu akan ia habisi malam itu juga, tak perduli jikalau pun ia harus mendekam di penjara.
Dia punya alasan atas amarah membabi buta nya.
Kejadian itu sudah 7 bulan yang lalu.
Kini Sakura memilih menjadi wanita karir, membuka butik dan juga toko bunga dengan sahabat kecilnya, Ino Yamanaka.
Putri semata wayang keluarga Yamanaka itu selalu membantu nya disaat susah senang.
Berita itupun telah sampai ketelinga Ino dan membuatnya turut prihatin pada keadaan Sakura sekarang. Meskipun wanita merah muda itu tampak tidak perlu dikasihani karna nyata nya Sakura selalu senyum sumringah dengan kehamilannya.
Namun tetap saja ia khawatir. Ia bukan gadis lagi sekarang, Ino sudah menyandang status sebagai seorang istri dari pria bermarga Nara dan juga tengah berbadan dua.
Atas pengalaman nya pribadi, tidak mudah melawati masa kehamilan. Berulang kali Ino selalu mengeluh pada shikamaru-suaminya, tentang banyak hal seperti sakit pinggang, mual-mual, pusing, dan perihal nyidam nya. Dan itu semua ia lalui berdua dengan shikamaru, ia tidak bisa membayangkan betapa sulit nya melalui itu tanpa suami dan itu yang Ino pikir tentang Sakura.
Bagaimana bisa Sakura melaluinya sendiri saja? Rasa nya membayangkannya saja Ino tak mampu. Tapi begitu melihat senyum bahagia Sakura ketika menata bunga-bunga cukup membuat Ino yakin bahwa wanita itu baik-baik saja.
"Oiya Ino, kemarin aku dapat kabar, ada desainer yang mau mensuplay karya nya ke butik kita loh." Seru Sakura menyadarkan Ino dari lamunan nya, wanita dengan kandungan 7 bulan itu tengah menuju kearah nya dengan sebuket bunga segar ditangannya.
"Benarkah? Siapa dia?" Tanya Ino sambil terus-terusan memperhatikan Sakura yang tengah menata buket cantik tadi di depan toko mereka, tepat disamping kanan Ino berdiri.
Beberapa karyawan terlihat sedang hilir mudik mengangkut bunga-bunga segar dari sebuah box mobil langganan nya.
"Itu, Nama nya uzumaki karin. Desainer yang baru-baru ini karyanya di pamerkan di paris. Aku tidak tau kenapa dia dengan entengnya menawari kerjasama ini dengan kita padahal butik kita kan biasa saja." Ujar Sakura panjang lebar sedangkan Ino masih mencoba mencerna kata-katanya.
Apa tadi? Uzumaki? Ino tidak cukup bodoh untuk tau bahwa Sakura juga mengenal nama itu. Uzumaki adalah marga ibu nya Naruto, bagaimana bisa Sakura dengan santainya menyebut nama itu sedangkan ia sakit hati oleh anak dari keluarga Uzumaki?.
"K-kau menerimanya?" Ino bertanya sambil masih memperhatikan wanita itu yang kini tengah memegang gunting untuk memangkas daun-daun bunga mawar putih.
"Menurut mu bagaimana? Aku rasa ini kesempatan bagus untuk mendomplang nama butik kita. Karin juga tidak segan-segan jika kita mau membawa nama dia di butik sebagai sponsor atau sebagainya." Sakura nampak serius sekali menata bunga-bunga itu tanpa menolah pada Ino sedikitpun dan Ino benar-benar tak menyangka Sakura bisa sesantai ini seperti tidak ada apa-apa.
"T-tapi kan Sakura, dia it-"
"Saudara Naruto, aku tau." Sakura tak memberi kesempatan Ino menyelesaikan kalimatnya sama sekali, tapi bukan itu masalah nya, masalahnya adalah Sakura tau Karin saudara Naruto kata nya? Lalu kenapa dia terlihat tidak keberatan sama sekali? Ino terdiam di posisi nya masih tidak percaya.
"Jangan menghubungkan masalah pribadi dengan pekerjaan,Ino. Kita harus bisa membedakan itu. Lagi pula ini kesalahan ku dengan Naruto, tak ada hubungannya dengan mereka. Mereka tidak punya salah. Tidak pantas jika aku harus menghukum keluarga nya dengan cara seperti ini." Sakura tersenyum menoleh ke direksi Ino berdiri.
Langsung saja dua wanita dengan perut sama-sama buncit itu menghambur saling berpelukan mencoba memberi kekuatan. Ino tau Sakura butuh pegangan. Meskipun wanita itu terlihat kuat dari luar tapi Ino cukup tau Sakura juga sangat rapuh didalam.
"Bantu aku jika mereka mendesak ku meminta hak nya,Ino." Tangis Sakura pecah dipelukan sahabat terbaiknya. Ino mengangguk antusias mengiyakan. Air mata kini membasahi kedua pipi mereka.
TBC
aku ga berharap banyak sama fic ini:") aku rasa feel nya ga ada sama sekali. harusnya ini 2 chapter tapi malah aku gabungin aja soalnya klo dipisah jdi pendek:"v aku minim deskripsi:") aku ga terlalu berharap kalian bakal tunggu fic ini:" karna fic ini gagal menurut ku jadi ga bisa berharap banyak. alur nya juga kecepetan. sengaja aku skip ampe 7 bulan soalnya moment pengenalan masalah itu emang cuman segitu trs aku skip jga pas bagian kizashi ngehajar Naruto soalnya bakal panjang bgt:") chap moment saku hamil baru akan di mulai chap depan
semoga kalian suka:")
11 mei 2019 - seriello