~The Seven Cursed Eyes~

Disclaimer : Bukan milik saya...!

Warning : Gaje!, Typo! Dimana-mana, OOC!, Bahasa gak baku!, Newbie!, Imajinasi Author!, Gak Suka Jangan Baca!

Pairing : Naruto X ...

Summary : Para manusia yang memiliki kekuatan mata terkutuk berusaha menyembunyikan eksistensinya di dunia... Namun, takdir berkata lain. Waktu yang terus berputar membuat mereka harus terlibat di dunia yang kacau dan penuh dengan perseteruan... Akankah mereka berhasil bersatu dan hidup bahagia di dunia tanpa adanya Tuhan!

Chapter 6

Sebuah barier ungu besar berbentuk setengah lingkaran mengelilingi seluruh wilayah Kuoh Academy. Tidak jauh dari sana, nampak tiga pria berdiri tegak yang menatap datar barier itu.

Setelah beberapa saat diam, salah satu dari mereka akhirnya buka suara. "Bagaimana keadaan di dalam sana, Tiir?"

"Sepertinya gagak busuk itu sedang bermain-main dengan para mahkluk kotor lainnya."

Mendengar jawaban Tiir, pria itu menyeringai tipis sembari memasang topeng anehnya. "Kita akan masuk ke dalam!"

"Apa kau punya rencana, Zero-san?"

Pria bertopeng itu menoleh ke samping kiri menatap remaja berambut cokelat kehitaman yang menunjukkan raut wajah polos. "Tentu saja."

"Sebaiknya kau tidak bertanya kepada ku, Yuu. Karena rencanaku hanya satu, bunuh semuanya khukhu."

Yuu menelan ludahnya susah payah setelah mendengar pernyataan Tiir. Di sisi lain, Zero nampak mempersiapkan diri dengan mengecek perlengkapannya. Tatapannya masih tertuju pada Yuu yang masih memikirkan sesuatu.

"Kau bisa memindahkan kami ke dalam barrier itu,'kan, Yuu?"

"Ehh? Aku tidak bisa." Yuu tertawa hambar sembari menggaruk tengkuknya.

"Hmm? Bukankah kau seorang penyihir?"

"Tentu saja bukan."

Tiir yang melihat percakapan keduanya hanya dapat menghela napas pelan. "Biar aku saja."

Tiir berjalan mendekati barrier tersebut, iris hitamnya seketika berubah menjadi merah dengan salib di tengahnya. Langkahnya lalu berhenti saat tinggal satu meter dari barrier itu.

Zero menyeringai kecil melihat perubahan warna pada mata Tiir yang telah mengaktifkan Cursed Eyenya. "Saatnya melihat kekuatan dari [Lino Doue]."

Tiir menatap datar barrier itu, mata merahnya menyala terang yang mengakibatkan barrier itu perlahan-lahan terserap ke dalam matanya hingga menciptakan sebuah lubang yang cukup besar untuk seukuran manusia normal.

Melihat kejadian barusan membuat Zero makin melebarkan seringainya. "Sugoii! Dia benar-benar dapat menyerap mana."

Tiir lalu berbalik sembari menyeringai tipis. "Apa yang kalian tunggu, ayo masuk!"

Ketiganya kemudian berjalan masuk ke dalam barrier. Sedangkan keadaan di dalam barrier saat ini terjadi pertarungan sepihak, dimana Kokabiel sedang mempercundangi para Iblis keluarga Gremory.

"Huahaha! Apa hanya ini yang kalian bisa, huh?!" Tawa keras dari Kokabiel yang sedang melayang di udara sembari menatap remeh Issei dan lainnya yang tengah terkapar.

Kokabiel pikir pertarungan ini akan menyenangkan dengan adanya [Boosted Gear] salah satu dari [Longiunus], senjata yang dapat membunuh penciptanya sendiri. Namun, apa yang ia lihat sekarang tidak seperti ekspetasinya.

Baginya melawan para Iblis ini sangatlah mudah. Walaupun mereka telah mendapat bantuan dari Gereja yang mengirim dua Exorcist pengguna [Holy Sword] andalan mereka. Tetap saja itu tidak merubah fakta bahwa mereka bukan tandingannya.

Prok! Prok! Prok!

"Akhirnya aku menemukanmu, gagak sialan."

Kokabiel mengarahkan pandangannya ke arah bayangan gedung sekolah dimana asal suara tepukan itu. Keningnya mengerut saat mendapati bayangan yang melangkah mendekat dengan sepasang mata merah menyala.

"Siapa kau?"

Saat bayangan itu melewati batas bayangan gedung itu, muncullah seorang pria berambut hitam, mata merah dengan salib bagian tengahnya dan tidak lupa sebuah seringai lebar.

"Karena kau akan mati, maka kuberitahu namaku. Tiir Rumibul."

"Ck, matilah brengsek!"

Puluhan Light Spears tercipta di sekitar Kokabiel yang melesat dengan cepat ke arah Tiir yang hanya diam saja. Ledakan cukup besar terjadi, kepulan asap bertebaran di sana.

Kokabiel tersenyum remeh menatap kepulan asap itu. Senyumannya kemudian luntur saat merasakan mana dari dalam kepulan asap itu.

"Kau pikir tusuk gigi itu dapat membunuhku? Kheh, yang benar saja." Kepulan asap itu menipis yang menunjukkan Tiir dengan posisi yang tidak bergerak sesenti pun, walaupun pakaiannya tertutup debu dibeberapa bagian.

Tiir menatap tanah tempatnya berpijak yang telah hancur akibat serangan Kokabiel, dari sana ia berkesimpulan bahwa gagak busuk itu memiliki kekuatan cahaya jauh lebih kuat daripada Da-tenshin yang pernah ia lawan sebelum-sebelumnya.

"Kheh, ternyata gagak busuk ini cukup kuat juga."

Tiir menyeringai tipis, lalu mendongak menatap Kokabiel yang melayang dengan raut wajah keheranan. "Hanya itu,'kah?"

Perkataan Tiir sontak menyulut emosi Kokabiel. Dalam satu detik, tercipta puluhan Light Spears berukuran dua kali besar dari sebelumnya.

"Rasakan ini!"

Tiir hanya diam saja sambil menyeringai tipis menanti kedatangan puluhan Light Spears itu. Matanya lalu bercahaya tipis dan dalam keadaan singkat seluruh Light Spears itu terserap habis.

Kokabiel terkejut melihat kejadian barusan. Untuk pertama kalinya ia melihat seseorang yang dapat menyerap serangannya dalam waktu singkat, apalagi orang itu hanyalah seorang manusia.

"Dia bukan manusia biasa." Kokabiel menatap tajam Tiir yang hanya menunjukkan seringai tipis andalannya. Tatapannya kemudian terfokus pada mata Tiir yang memancarkan aura kelam.

"Mata itu ..." Kokabiel melebarkan matanya saat menyadari sesuatu hal yang membuatnya terkejut. Sedangkan Tiir hanya diam menunggu lanjutannya.

"Tidak salah lagi, kau pengguna [Cursed Eyes]!" Lanjutnya dengan tatapan datar dan gestur tubuh siaga.

"Darimana kau tahu tentang [Cursed Eyes]?" Tanya Tiir sambil menatap tajam Kokabiel.

Kokabiel menyeringai tipis sembari menciptakan sebuah Light Spear yang sangat besar, mungkin seukuran tiga kali mobil truk. "Entahlah, kau tidak perlu tahu."

Tiir semakin menajamkan tatapannya saat Light Spear yang sangat besar itu Kokabiel angkat ke atas kemudian dilemparkan ke arahnya. Ia tidak bergeming, baginya itu bukanlah sesuatu yang berbahaya.

Untuk ketiga kalinya ia menyerap serangan Kokabiel. Namun kali ini berbeda, rentan waktu yang ia gunakan terasa lama.

"Sial, dia sengaja melakukannya." Dan benar saja, tepat sebelum ia serap habis tiba-tiba muncul Kokabiel dari belakangnya dengan Light Sword yang siap ditebaskannya.

"Matilah kau!"

Tank!

Kokabiel mendecih kesal saat serangan cepatnya berhasil diblok oleh Tiir yang menggenggam Light Swordnya. Secara bersamaan Tiir telah menyerap habis serangan pertama Kokabiel, dan dalam sekali remasan Light Sword itu hancur lebur.

Lirikan tajam dan sebuah senyuman remeh dari Tiir membuat Kokabiel geram. Saat merasakan bahaya mendekat, Kokabiel segera mundur dan terbang menjauh dari Tiir.

Tatapannya ia fokuskan pada Tiir yang tidak bergerak sama sekali. Matanya menyipit saat melihat sebuah lengan yang ia kenali di tangan Tiir, dengan gerakan lambat ia menatap tubuh bagian kanannya. Betapa terkejutnya ia saat melihat lengan bagian atas bercucuran darah.

"ARKHH!" Kokabiel berteriak kesakitan sambil menatap tajam Tiir yang tengah melahap habis lengan kanannya.

"Aku tidak akan mengampunimu!"

Kokabiel menciptakan Light Sword di tangan kirinya dan melesat dengan cepat ke arah Tiir. Satu-persatu tebasan pedang dari Kokabiel berhasil Tiir hindari dengan gerakan sederhana.

"Seranganmu rasanya membosankan," ucap Tiir disela-sela menghindari serangan Kokabiel.

"Grrr, kisama!"

Kokabiel melakukan tebasan horizontal yang dihindari Tiir dengan mundur selangkah. Tidak berhenti di situ, setelah itu puluhan Light Spears menyerang Tiir dari atas. Namun sekali lagi berhasil dihindari oleh Tiir yang bergerak cepat ke arah kanan.

Saat sebelum kaki Tiir menyentuh permukaan, sebuah Light Spear seukuran truk telah berada di sebelah kirinya yang siap menusuknya. Sama seperti sebelumnya serangan barusan malah diserap oleh Tiir.

Kokabiel tidak menyerah, ia kembali menciptakan Light Spear dalam jumlah besar. Bahkan saking banyaknya, halaman sekolah yang gelap itu sekarang menjadi sangat terang.

"Akan ku hancurkan tempat ini!"

Perlahan-lahan ukuran Light Spears Itu bertambah besar dan terus membesar hingga langit sekolah hanya dihiasi oleh cahaya. Kokabiel tertawa terbahak-bahak lalu menatap Tiir yang menunjukkan raut wajah datar.

"Ada apa? Kau ketakutan, huh?!"

"Takut? Untuk apa aku takut pada tusuk gigi itu?" Tiir tersenyum remeh menatap Kokabiel yang semakin geram.

"Kheh, akan ku hilangkan wajah sombong mu itu dengan benda yang kau sebut tusuk gigi ini."

Kokabiel mengangkat ke atas tangan kirinya dan secara bersamaan ratusan Light Spears menyala terang yang menyilaukan mata.

"Terimalah cahaya penghakiman dariku!"

Tidak jauh dari tempat pertarungan Tiir dengan Kokabiel. Dari balik pohon dekat gedung sekolah, Zero dan Yuu bersembunyi di sana sembari memperhatikan pertarungan Tiir.

Saat cahaya terang muncul di atas mereka, keduanya mendongak menatap ratusan Light Spears yang mengarah pada permukaan. Yuu sekejap langsung ketakutan melihat cahaya menyilaukan mata itu.

"Z-zero-san apa yang akan kita lakukan sekarang?"

Zero yang tengah memperhatikan cahaya itu mengalihkan pandangannya pada Yuu yang terlihat ketakutan. "Serahkan semuanya pada Tiir, dia pasti memiliki rencana untuk situasi seperti ini."

Ia lalu mengarahkan pandangannya ke arah Tiir yang hanya berdiri tegak di sana. Lalu kembali menatap Kokabiel yang tertawa terbahak-bahak.

"Aku tidak yakin Kokabiel tahu atau tidak. Tapi, sepertinya ia menduga bahwa Tiir tidak akan bisa menyerap seluruh serangannya."

"CK, malaikat kotor itu ternyata berotak juga," gumamnya pelan.

"Yuu!"

"Ha'i!"

"Siapkan [Cursed Eyes] mu! Aku punya rencana!"

"Ha'i!"

Tatapannya kemudian beralih pada Tiir, tatapan menajam melihat Tiir yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan melakukan sesuatu.

"Lalu sekarang, apa yang akan kau lakukan Tiir?"

Tiir hanya diam sambil memperhatikan Kokabiel yang tengah bersiap-siap menghantamkan serangannya. Tiir bukannya diam saja, ia sedang memikirkan cara menyelamatkan Yuu dan Zero.

Ia sama sekali tidak takut dengan itu, malahan ia malas untuk menghindari serangan gila Kokabiel yang bisa meratakan seluruh daerah sekolah ini. Tapi, mengingat adanya orang lain bersamanya. Ia akan mencoba untuk menggagalkan serangan itu

Tiir kemudian menyeringai tipis menatap Kokabiel yang tengah mengangkat tangan kirinya dan ratusan Light Spears yang memancarkan cahaya menyilaukan mata.

"Apa jadinya gagak busuk tanpa sayap, hmm?"

"Huh?" Pertanyaan ambigu dari Tiir membuat Kokabiel heran.

"Kau tuli ya?"

"CK, sudah cukup basa-basinya! Rasakan ini!"

"Kau mengatakan sesuatu?"

Kokabiel melebarkan matanya saat mendengar suara bisikan tepat di belakangnya. Dari sudut matanya ia melihat Tiir dengan mata merah menyala dan tidak lupa dengan seringai khasnya.

Crass!

"ARRGHK!"

Tiir melebarkan seringainya ketika mendengar teriakan kesakitan Kokabiel yang kedengaran pilu. Merasa bahwa dirinya akan jatuh, ia segera melompat menjauh dari Kokabiel yang terjatuh.

Saat menapaki permukaan, Tiir segera mendongak ke atas dimana ratusan Light Spears itu perlahan-lahan menghilang. Lalu menatap sepasang sayap gagak di kedua tangannya, ia dengan cepat menyerap sayap itu.

"Cih, kuso!, Gerakan barusan membutuhkan banyak mana. Mana pada sayapnya terlalu sedikit."

Walaupun Tiir tidak bisa menggunakan sihir, bukan berarti ia tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan mana dalam dirinya. Oleh karena itu, Tiir bisa melakukan serangan super cepat, namun itu semua membutuhkan mana yang sangat banyak.

Walau harus kehilangan mana yang sangat banyak, ia tetap akan melakukan apapun untuk menghentikan serangan Kokabiel yang bisa saja membunuh Yuu dan Zero.

Tiir lalu berjalan menuju sebuah kawah kecil yang di sana terdapat tubuh Kokabiel yang menahan rasa sakit.

"KISAMA! BERANINYA KAU MENCABUT SAYAPKU!" Kokabiel bangkit dan menatap penuh amarah Tiir karena telah mencabut paksa sepasang sayapnya.

Tiir hanya menyeringai tipis menanggapi Kokabiel. "Bagaimana rasanya saat sayapmu berkurang?"

Kokabiel menggeram pelan, ia sendiri tahu bahwa serangan apapun yang ia lakukan tidak akan berpengaruh pada Tiir. Melihat gerakan cepat Tiir barusan membuatnya berpikir kembali bahwa saat ini dirinya berada di situasi yang tidak menguntungkan.

Jarak antara dirinya dengan Tiir tinggal beberapa meter lagi. Dan saat ini ia tidak mempunyai rencana agar bisa terlepas dari situasi ini. Ia harus meredam amarahnya, jika tidak maka itu akan membuatnya makin mudah untuk dikalahkan.

Di tangan kirinya tercipta Light Sword, matanya menajam memperhatikan gerak-gerik Tiir yang semakin dekat. Tiba-tiba sosok itu hilang dari pandangannya, matanya melebar seketika.

"Kemana dia?" Matanya dengan cepat menatap sekitarnya dengan penuh kewaspadaan. Saat merasakan sesuatu dari belakangnya ia segera melirik ke belakang, namun ketika ia akan melirik tiba-tiba dalam sekejap muncul Tiir pas di depannya yang melakukan sebuah tendangan.

"Cih, terlambat!"

Matanya melebar saat merasakan sebuah tendangan keras di perutnya yang membuatnya terlempar jauh ke belakang. Hingga berhenti saat tubuhnya berkenaan dengan gedung sekolah. Darah segar ia muntahkan dengan mata melotot.

"Ugh, kuat sekali!" Baru saja ia ingin mengeluarkan tubuhnya, tiba-tiba Tiir kembali muncul di sampingnya.

Untuk kedua kalinya ia menerima tendangan, namun kali ini tepat pada kepalanya. Ia terhempas lagi ke arah gedung olahraga dan menimbulkan suara keras.

"Ohhok ohhok!"

Kokabiel terbatuk darah segar saat bangkit. Ia segera menatap tajam Tiir yang menyeringai tipis di sana, dengan kasar ia membersihkan darah pada mulutnya.

Saat dirinya ingin melangkah tiba-tiba puing-puing bangunan gedung di belakangnya bergerak dan menyerangnya. Namun ia berhasil menghindarinya dengan cepat.

Puluhan Light Spears kemudian melaju kencang ke arahnya. Ia berhasil menangkisnya dengan menebas seluruhnya.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Kokabiel bertanya-tanya dalam hati.

Dari atas tercipta sebuah Light Spear seukuran truk yang mengarah padanya. Dengan cepat Kokabiel melompat menjauh dari serangan itu.

Terjadi ledakan besar saat Light Spear itu menyentuh permukaan dan banyak debu berhamburan. Kokabiel menatap ngeri kawah yang dihasilkan oleh serangan barusan.

"Kekuatannya setara denganku. Ada apa ini?"

"Melamun tidak akan menyelesaikan masalah."

Sial, Kokabiel hampir saja melupakan keberadaan Tiir. Sama seperti sebelumnya, Tiir muncul dibelakangnya dan mencabut paksa sayapnya.

"ARRGH!"

Namun kali ini ia tidak bisa kabur, karena dua buah Light Spear tiba-tiba menyerang kedua kakinya yang membuatnya tidak dapat bergerak.

Sementara itu Tiir tidak berhenti di situ saja. Ia masih memegang sayap yang lainnya dan kemudian dicabutnya lagi. Kokabiel hanya mampu berteriak kesakitan, dan Tiir terus mencabuti sayapnya hingga habis tak bersisa.

Rasa sakit yang amat mendalam dari punggungnya membuat Kokabiel tidak dapat lagi mengeluarkan suara. Pupil matanya mengecil dengan mata melebar dan mulut terbuka. Sedangkan Tiir terlihat jelas di wajahnya, seringai lebar dan raut wajah kepuasan, ia benar-benar menikmati apa yang barusan ia lakukan.

Dengan keras Tiir mendorong punggung kepala Kokabiel ke tanah yang menimbulkan suara keras. Andai Kokabiel seorang manusia dapat dipastikan kepalanya telah hancur.

"Khukhu, bagaimana rasanya sekarang tanpa sayap?"

Merasa tidak mendapati tanggapan, Tiir makin melebarkan seringainya dan tatapan penuh rasa puas. Tangannya terkepal erat dan bersiap melakukan serangan penghabisan, namun saat pukulannya tinggal beberapa centi dari kepala Kokabiel tiba-tiba sebuah suara menghentikannya.

"Apa yang kau lakukan, Tiir?"

Tiir mengalihkan pandangannya pada suara berasal, tatapannya berubah menjadi datar saat melihat pria yang menghentikannya saat ia telah mencapai klimaksnya.

"Kau sudah lupa tujuan kita? Kau bisa membunuhnya saat aku telah mendapatkan yang aku mau, itu kesepakatan kita."

Tiir mendecih pelan, lalu bangkit sembari menatap Zero yang berjalan mendekat. "Terserah kau."

Dengan kasar ia menendang tubuh Kokabiel yang tidak berdaya hingga berguling dan berhenti tepat di depan kaki Zero.

"Lakukan apa yang kau mau."

Zero mengangguk kecil, tatapannya kemudian tertuju pada pria yang tergelak di bawahnya. Ia berjongkok sembari mengangkat kepala Kokabiel menghadap ke arahnya.

Dari balik topengnya Zero tersenyum kecil melihat raut wajah Kokabiel yang terlihat sangat buruk. Sejauh yang diketahuinya, Kokabiel adalah salah-satu jenderal perang Da-tenshin dan selama Great War terjadi Kokabiel belum pernah mendapatkan luka separah sekarang.

Dan apa yang dilihatnya sekarang merupakan sesuatu yang sangat besar. Bagaimana nantinya apabila mahkluk supranatural lainnya tahu bahwa Kokabiel dibuat sekarat oleh seorang manusia biasa. Membayangkannya saja sudah membuatnya melebarkan senyumannya, ia tidak sabar untuk menunjukkan eksistensi mereka pada dunia busuk ini.

"Aku tidak boleh buang-buang waktu." Kaca bagian kiri topengnya seketika terbuka dan menampilkan mata kirinya yang awalnya berwarna purple langsung berubah merah mirip tanda sigil burung.

Tatapannya tertuju pada kedua mata Kokabiel yang terlihat kosong. "Jawab seluruh pertanyaanku!"

"Ha'i, Zero-sama."

"Berhasil!" Zero melebarkan senyumannya melihat Kokabiel telah terpengaruh oleh [Cursed Eye] miliknya. "Saatnya mencari seluruh informasi yang ku butuhkan, khukhu!"

Sementara Zero bermain-main dengan Kokabiel, Tiir yang tidak jauh darinya tengah mengamati keadaan sekitarnya. Tatapan tertuju pada tempat di mana para Akuma yang dikalahkan Kokabiel telah kosong.

Satu hal yang ia sadari semenjak bertarung dengan Kokabiel, para Akuma kotor itu telah menyaksikannya sedari awal, dan setelah berhasil melumpuhkan Kokabiel, mereka pun bergegas bersembunyi. Namun, di mana pun mereka berada ia mampu mengendus bau mereka, tetapi untuk saat ini ia biarkan saja.

Ada yang lebih penting daripada itu, ia butuh mana besar saat ini. Dan orang yang tepat untuk kendala ini adalah orang yang bisa menggunakan sihir, siapa lagi kalau bukan Yuu.

Tiir menelusuri tempat persembunyian Zero sebelumnya dan berhenti saat mendapati sosok yang dicarinya tengah bersandar pada pohon dalam keadaan terpendam.

"Yuu! Bangun!"

"Uhh, capek."

"Kheh!" Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah seringai tipis.

Yuu yang keliatannya menikmati tidurnya tiba-tiba terbangun dengan mata melebar saat sebuah tendangan keras bersarang di perutnya.

"Bangunlah, kusoyaro!"

Yuu memegangi perutnya yang masih sakit dan mendongak menatap pelakunya. Ia langsung berkeringat dingin saat melihat Tiir berdiri tegak di hadapannya.

"Tamatlah riwayatku." Ia menelan ludahnya saat tangan Tiir mencengkram kuat kepalanya.

"Beraninya kau tidur disaat-saat seperti ini, apa kau lupa pelajaran yang kuberikan, huh?" Cengkraman tangannya makin lama makin kuat dan itu membuat Yuu merasa kesakitan. Saat melihat Yuu tidak dapat lagi menahan rasa sakitnya, ia akhirnya melepaskan cengkeramannya.

Tatapannya masih tertuju pada Yuu yang meringis kesakitan. "Dengar bocah, tingkatkan kewaspadaan mu! Karena mahkluk kotor lainnya sedang bersembunyi."

"Ha'i!"

"Sekarang serang aku dengan sihir terkuatmu!"

"Manaku habis, ahaha," ucap Yuu terus terang sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Cih, dasar lemah!"

Untuk kedua kalinya Yuu harus merasakan rasa sakit pada perutnya. Yuu jatuh bersimpuh di hadapan Tiir sembari memegangi perutnya, sedangkan Tiir menatapnya seolah-olah tidak peduli apa yang terjadi dengan bocah ini.

Tiir lalu berbalik menuju dimana Zero berada. "Cepatlah, Yuu!"

"Ha'i," balas Yuu dengan suara memelas.

"Katakan di mana dia?!" Zero mencengkram erat kerah baju Kokabiel. Dari balik topengnya, Zero benar-benar marah dengan mata yang menajam.

"Aku tidak tahu," balas Kokabiel dengan tampang polos.

Rahangnya mengeras, begitu pula dengan cengkeraman tangannya yang makin erat. Walaupun ia telah menggunakan kekuatan [Cursed Eye] miliknya pada Kokabiel. Tapi nampaknya Kokabiel benar-benar tidak tahu dimana keberadaan orang yang sangat berharga baginya.

Padahal waktu itu, Kokabiel sendirilah yang telah membunuhnya dan ia menyaksikan itu dengan matanya sendiri. Lalu kenapa sekarang Kokabiel tidak tahu, apa terdapat kelemahan pada kemampuannya? Tidak! Itu tidak mungkin! Lalu apa yang terjadi?

Zero benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya dapat menundukkan kepalanya sambil terus memutar pikirannya untuk menyelesaikan masalahnya.

Tiir dan Yuu yang melihat Zero seperti itu menunjukkan raut wajah yang berbeda. Yuu yang terlihat takut dan Tiir yang menatapnya datar. Tiir lalu mendekati Zero yang berdiri tegak sambil mengangkat tubuh Kokabiel.

"Kau kenapa?"

Ini diluar dugaan Tiir, ia pikir Zero seorang pemuda yang memiliki pengendalian emosi yang sangat kuat di luar dari otak jenius dan keterampilannya. Namun, apa yang dilihatnya sekarang menunjukkan bahwa Zero masihlah memiliki celah dalam hatinya yang bisa saja menjadi kelemahannya suatu saat nanti.

"Apa kau telah mendapatkan apa yang kau mau?" Tiir kembali bertanya.

Zero melepaskan cengkeramannya membuat tubuh Kokabiel terjatuh, Ia kemudian berbalik dan menatap Tiir. "Sudah."

"Baguslah, sekarang giliran ku."

Tiir berjalan melewati Zero, namun saat ia ingin mendekati Kokabiel, ia merasakan sesuatu yang sangat cepat menuju ke arahnya dan itu dari atas. Ia dan Zero yang juga merasakan hal yang sama segera mendongak ke atas, dapat mereka lihat sebuah cahaya putih yang menuju ke arah mereka.

Zero mengerutkan keningnya melihat cahaya itu, sedangkan Tiir menyeringai seolah-olah ia tahu apa itu. "Bersiaplah, kita kedatangan tamu spesial."

Cahaya putih itu terus melesat ke bawah dan menghancurkan barier ungu itu. Dan akhirnya berhenti saat menyentuh permukaan tanah, cahaya putih itupun perlahan-lahan meredup dan terlihatlah seseorang yang dibalut dengan armor putih dan sepasang sayap mekanik berwarna biru.

Tiir makin melebarkan seringainya melihat sosok itu. "Hakuryuukou."

Zero sontak terkejut mendengar gumaman Tiir. Hakuryuukou? Kalau ia tidak salah, nama itu adalah panggilan untuk seseorang yang mempunyai [Sacred Gear], [Vanishing Dragon]. Salah-satu dari [Longiunus], perangkat suci yang dapat membunuh penciptanya sendiri.

Dan sekarang orang itu ada di hadapan mereka. Sejauh yang ia ketahui bahwa Hakuryuukou jaman ini merupakan Hakuryuukou terkuat dari pendahulunya, itulah yang dikatakan oleh para Da-tenshin yang berada dalam pengaruhnya.

"Cih, ini sangat berbahaya."

Zero memasang posisi siaga. Tatapannya kemudian tertuju pada Tiir yang terlihat tenang-tenang saja. Lalu tatapannya kembali pada sosok Hakuryuukou yang berjalan mendekat ke arah mereka.

"Tidak ku sangka kalian bisa menghajar Kokabiel separah itu," ucapnya sambil memperhatikan kondisi Kokabiel yang kurang baik untuk seorang jenderal perang.

"Apa yang kau lakukan di sini, bocah kaleng?"

"Menghentikan Kokabiel. Namun, sayang sekali misi ku gagal karena kalian telah melakukannya ...," ucapannya berhenti di sana.

Namun, entah kenapa Zero merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan saat mendengar ucapan orang itu. Tiir sepertinya tahu kemana arah perbincangan ini.

"... sebagai gantinya, kalian harus bertarung dengan ku!" Bersamaan dengan itu, ia melepaskan sejumlah energi yang membuat ketiga lawannya tersentak pelan.

"Orang ini ... benar-benar berbahaya!" Zero melebarkan matanya saat merasakan energi yang sangat besar keluar dari orang itu.

Sedangkan Tiir hanya menunjukkan seringai tipisnya. "Kalau begitu majulah!"

Suara langkah kaki di tengah hutan yang gelap menghiasi sunyinya malam. Langkah kaki itu pun berhenti saat melihat sosok pemuda yang bersandar pada pohon dalam keadaan terluka parah.

Sosok itu kemudian berjongkok lalu mengusap wajah pemuda itu dengan lembut. "Siapa yang telah membuatmu seperti ini, Naruto-kun?"

Cahaya rembulan perlahan-lahan mulai terlihat saat awan yang menutupinya bergeser. Cahayanya mulai menyinari hutan tersebut dan membuat sosok itu terlihat jelas. Seorang gadis cantik berambut hitam panjang dengan poni yang menutupi sebelah kiri matanya, pakaian gothic hitam membuat terlihat manis.

Iris rubynya menatap sendu Naruto yang tidak sadarkan diri. Tatapannya kemudian terfokus pada kondisi tubuh yang penuh dengan luka bakar dan bekas luka yang telah kering.

Gadis itu kemudian berdiri dan dari ketiadaan muncul sebuah pistol di tangan kanannya. Pistol berjenis single-shot pistol yang merupakan pistol yang pertama kali dibuat. Pistol tersebut kemudian ia arahkan tepat pada kening Naruto.

"Dalet!" gumamnya pelan.

Dor!

Suara tembakan terdengar keras di tengah-tengah hutan yang mengakibatkan burung-burung yang beristirahat di atas dahan pohon terbangun dan terbang menjauh. Tembakan itu tepat mengenai Naruto, namun proyektil peluru itu tidaklah menembus kepalanya. Melainkan menyembuhkan luka-luka pada tubuhnya.

Dalam waktu singkat seluruh luka pada tubuh Naruto sembuh seketika. Seolah-olah tidak pernah ada luka tubuhnya yang sebelumnya terdapat luka yang sangat parah.

Gadis itu tersenyum tipis melihat luka-luka itu sembuh. Senyuman itu perlahan-lahan berubah menjadi seringai tipis dengan semburat merah menghiasi wajah cantiknya.

"Fufu~, akhirnya aku bisa melihat tubuh Naruto-kun."

Gadis itu kemudian mendekati Naruto dan duduk di atas pahanya. Tatapannya terfokus pada bentuk tubuh Naruto yang sangat sexy, ia menjilati bibirnya sendiri.

"Naruto-kun ... akhirnya aku bisa tidur denganmu sepuasnya, fufu~."

Zero melebarkan matanya melihat sosok berarmor putih itu terhempas akibat pukulan Tiir. Kekuatan Tiir memang sangat kuat, tapi lawannya memiliki kemampuan unik yang sangat tidak menguntungkan bagi Tiir.

Divide!

Itu dia! Kemampuan untuk membagi dua kekuatan seseorang dan menjadikannya sebagai kekuatannya sendiri. Sejauh ini, Zero terus memperhatikan pertarungan Tiir dengan Hakuryuukou yang sangat jelas perbedaannya.

Dari segi kekuatan fisik mungkin mereka setara atau bisa saja Hakuryuukou lebih kuat dilihat ia belum pernah mendapatkan luka yang serius dan tidak menunjukkan tanda-tanda rasa sakit. Sedangkan Tiir, ia sudah ngos-ngosan akibat energinya yang tiap sepuluh detik terakhir terbagi dua dan beberapa luka memar pada wajahnya.

Sedangkan untuk kecepatan, Tiir sepertinya sedikit unggul untuk pertarungan adu tinju. Zero sedikit heran, karena Hakuryuukou yang memiliki kekuatan naga itu tidak pernah mengeluarkan kekuatannya malahan ia hanya menggunakan pukulan dan tendangan saja.

Zero agak ragu menyimpulkan bahwa Hakuryuukou tahu kemampuan Tiir yang dapat menyerap mana. Oleh karena itu, ia tidak menghukan kekuatannya yang sangat besar itu.

Setelah kekuatan dibagi untuk kesekian kalinya, Tiir hanya mampu menatap kesal lawannya yang telah kembali muncul. Sungguh kali ini ia tidak bisa berbuat apa-apa, mananya tinggal sedikit dan ia belum pernah menyerap mana setelah pertarungannya dengan Kokabiel.

"Kheh, lawan yang sangat buruk."

Walaupun dalam keadaan kurang menguntungkan, seringai tipis andalannya tidak pernah lepas dari Tiir.

"Masih terlalu cepat untuk lelah. Aku masih bisa bertarung semalaman jika kau mampu bertahan."

Tiir tahu, itu adalah sebuah provokasi dan ia bukan orang yang mampu di panas-panasi hanya dengan kata-kata. Dia sudah terlalu tua untuk hal seperti itu.

"Kau pikir ak-"

"Jangan kalah, Tiir!"

Zero langsung menatap orang yang seenaknya berteriak dalam situasi seperti ini. "Yuu, diamlah!"

"Bagaimana jika Naruto tahu bahwa kau dikalahkan oleh orang lain?!"

Yuu yang terus berteriak dengan cepat dibungkam oleh Zero yang menyumbat mulut Yuu dengan mendekapnya. "Diamlah, bodoh!"

Sedangkan di sisi lain, Tiir tersentak pelan mendengar teriakkan Yuu. Ia hampir lupa dengan Naruto, bagaimana keadaannya? Apakah dia berhasil menemukan Naruto? Beberapa pertanyaan dipikirannya membuatnya menjadi bersemangat kembali.

"Kheh, tidak kusangka bocah sepertimu membuatku kembali bersemangat."

Tiir tersenyum tipis sambil memandang Yuu yang dibungkam oleh Zero. Tatapannya kemudian kembali pada lawannya yang tidak menunjukkan kelelahan sama sekali. Dengan pelan ia mengambil napas panjang lalu menghembuskannya.

Matanya terpejam dan membukanya pelan sambil berkata, "Aku akan membunuhmu!"

Mata merah menyala dengan lambang salib di tengahnya memancarkan aura kelam. Dan Hakuryuukou merasakan hal itu, ia cukup terkejut saat merasakannya.

"Kekuatan unik, menarik."

"Vali berhati-hatilah, aku merasakan sesuatu yang buruk dari aura yang dikeluarkannya. Apalagi matanya itu, berbahaya!"

Vali menyeringai tipis ketika mendengar perkataan naga yang nendiami [Sacred Gear] nya. Jika naga dalam dirinya saja memperingatinya, itu artinya lawannya ini sangat kuat dan itu pasti menyenangkan. Karena baginya melawan orang-orang kuat adalah hobi yang cocok baginya untuk memuaskan hasrat bertarungnya.

"Apa kau takut, Albion?"

"Hahaha, tentu saja tidak. Mana mungkin naga surgawi sepertiku takut pada manusia. Aku hanya mengingatkan mu saja untuk berhati-hati."

Vali nampak siaga dengan memasang posisi menyerang. Dengan cepat, Vali melesat dengan kecepatan tinggi menuju Tiir. Pukulan kerasnya dapat diblok oleh Tiir dengan menyilangkan kedua tangannya.

Matanya sedikit menyipit saat merasakan sesuatu yang aneh. Namun, sebelum ia sempat berpikir menganai itu, sebuah tendangan bebas sukses mendarat pada dadanya yang membuatnya terdorong ke belakang.

Vali merasakannya lagi, ia merasakan energinya seolah-olah terserap. Tapi ia tidak tahu apa yang terjadi. Dapat ia lihat serangan Tiir tidak memberikan kerusakan pada armornya.

Saat ia melihat ke depan, Tiir sudah tidak ada. Vali segera meningkatkan kewaspadaannya. "Dimana dia akan muncul?"

Sekelebat bayangan tiba-tiba muncul dari arah belakang, dengan gerakan cepat Vali berbalik dan benar saja di belakangnya telah ada Tiir yang siap melakukan serangan.

Bugh!

Pukulan keras daru Tiir berhasil Vali blok dengan lengan kanannya. Di saat bersamaan, untuk ketiga kalinya ia merasakan energinya terserap oleh sesuatu. Tendangan lurus Vali berikan pada Tiir yang dapat dihindarinya dengan melompat ke belakang.

Vali menatap tajam Tiir yang keliatan sehat sekarang, seolah-seolah ia tidak pernah kelelahan padahal sebelumnya ia sempat ngos-ngosan.

"Seperti itu ya."

Vali akhirnya menyadari sesuatu yang membuat Tiir kembali pulih yang berhubungan dengan terserapnya energi secara misterius.

"Tidak kusangka kau juga dapat menyerap energi saat melakukan kontak fisik."

Tiir tersenyum tipis. "Baru sadar,'kah."

"Ahaha, sepertinya ini akan makin menarik."

Divide!

Tiir tersenyum kecut saat merasakan energinya terbagi lagi. Ini bakal merepotkan baginya, seberapa banyak ia energi yang ia serap dari Vali akhirnya pun akan dibagi lagi oleh Vali.

Kemampuan yang sangat merepotkan, andai saja ia bisa menembus armor putih itu. Persentase kemenangannya pasti akan bertambah besar, tapi jangan kan menembus menggoresnya saja ia tidak bisa. Semenjak ia bertemu dengan Naruto untuk pertama kalinya ia dipecundangi seperti ini.

"Cih, bocah kaleng ini sangat waspada. Tidak ada celah untuk menyerangnya."

Serangan yang paling disukainya adalah serangan kejutan dan serangan cepat. Namun untuk melakukan itu ia butuh celah pada lawannya, namun lawannya kali ini benar-benar sangat berhati-hati. Berbeda dengan sebelumnya, saat itu Kokabiel meremehkannya hingga menimbulkan banyak celah untuk diserang. Kali ini sungguh berbeda, lawannya tidak hanya kuat tapi juga cerdas.

Baru saja Tiir ingin menyerang, tiba-tiba lingkaran sihir muncul di telinganya. Seringai lebar seketika tercipta di wajahnya saat mendengar suara yang keluar dari lingkaran sihir itu.

"Kau lama sekali, Naruto," gumamnya sambil mengembalikan gestur tubuhnya seperti semula.

"..."

Tiir diam mendengarkan suara tersebut. Sekali-kali ia mengangguk pelan menanggapi lawan bicaranya. Vali yang melihat lawannya yang tidak jadi menyerang dan malah mengacuhkannya, ada sedikit rasa tidak suka di benaknya. Ia pun dengan cepat melesat ke arah Tiir yang keliatan santai-santai saja.

Namun saat pukulannya akan menyentuh wajah Tiir, tiba-tiba muncul lingkaran sihir tepat di bawahnya dan secara bersamaan muncul seseorang yang siap melakukan serangan kepadanya.

Pukulan dari tamu tak diundang itu sukses mendarat dengan keras tepat pada bagian dada armornya yang mengakibatkan keretakan di sana. Akibat pukulan itu, Vali terseret beberapa meter ke belakang.

"Cukup sampai di sini, Vali!" ucap pria yang tiba-tiba muncul itu.

Semua yang berada di sana terkejut melihat sosok yang muncul tiba-tiba itu, kecuali Tiir. Yuu yang melihat sosok itu segera melepaskan diri dari Zero dan berteriak memanggil orang itu.

"Naruto!"

Sosok itu adalah Naruto. Ia sempat melirik Yuu sebentar lalu menatap datar Vali yang tidak jauh darinya. Saat ini ia tengah bertelanjang dada dan hanya memakai celana jeans hitam.

Vali cukup terkejut saat menerima serangan tiba-tiba tadi. Tidak disangkanya pukulan tersebut dapat menciptakan retakan pada armornya. Pandangannya lalu tertuju pada Naruto yang berdiri tegak di depannya.

"Ku anggap itu sebagai ucapan salam darimu."

"Lama tidak berjumpa, Vali," sapa Naruto sembari tersenyum tipis. Mendengar sapaan tersebut Vali tertawa kecil sembari menghilangkan posisi siaganya.

"Tidak kusangka kau akan sekuat ini, Naruto."

Melihat interaksi keduanya timbul pertanyaan di benak Zero dan Yuu, Tatapan keduanya langsung tertuju pada Tiir yang biasa-biasa saja seolah-olah ia sudah tahu hal ini.

Tiir kemudian melangkah mendekati Naruto dan menepuk pundak pemuda pirang itu. "Kita pulang sekarang."

Naruto mengangguk pelan, ia kemudian menatap Vali sembari menciptakan lingkaran sihir teleportasi yang muncul di bawah kakinya dan di bawah kaki Zero dan Yuu.

"Kau sudah mau pergi?"

Naruto tersenyum kecil mendengar pertanyaan Vali. "Ya, lagipula tidak lama lagi kita pasti akan bertemu lagi. Aku yakin itu."

"Padahal aku ingin sekali menghajar pria di samping mu itu."

Tiir mendecih pelan sambil menatap tajam Vali. "Kau harusnya bersyukur karena aku tidak jadi membunuhmu."

Mendengar ucapan Tiir membuat Vali tertawa keras. Sedangkan Tiir mendecih pelan dan Naruto hanya tersenyum tipis melihat interaksi keduanya.

"Jaa na, Vali."

"Ya."

Dalam sekejap Naruto dan lainnya menghilang meninggalkan Vali sendirian. Dengusan kasar keluar dari mulutnya tepat setelah kepergian Naruto.

"Ada apa, Vali?"

Vali diam saja sambil melangkah menuju tempat Kokabiel terkapar. Ia menatap tajam tubuh Kokabiel yang sangat mengenaskan.

"Albion ... dia semakin kuat."

Naga yang mendiami [Sacred Gear] nya terdiam sesaat setelah mendengar gumaman partnernya yang menurutnya jarang sekali atau bahkan tidak pernah mengeluarkan nada lirih seperti barusan.

Albion tahu raut wajah Vali saat ini menunjukkan marah yang tidak dimengertinya. Kemarahan itu bukan ditujukan pada Naruto melainkan pada dirinya sendiri.

"Vali, amarahmu akan memicu kekuatan seekor naga," batin Albion.

At Hotel

Ruang tamu yang awalnya diisi tiga orang kini telah bertambah menjadi lima orang yang salah satunya seorang gadis. Suasana di ruangan itu agak sedikit canggung, salah satu laki-laki diantara keempatnya yang memiliki rambut paling mencolok diantara mereka semua menjadi pusat perhatian ketiga laki-laki lainnya.

Pemuda pirang itu hanya tersenyum kikuk melihat ekspresi beragam dari teman-temannya. Mulai dari Tiir, yang biasanya ia akan menunjukkan raut wajah datar atau tidak peduli dengan apa yang terjadi tapi, sekarang ini ia tengah menatapnya dengan penuh tanda tanya.

"Sadarlah Tiir, kau telah Out of Character." Dalam hati ia merasa kasihan pada Tiir yang telah berubah arah.

Tiir memicingkan matanya saat merasakan sesuatu yang tidak enak dalam benaknya ketika Naruto meliriknya sekilas, tatapannya seketika menajam menatap Naruto.

"Jika kau berpikir yang aneh-aneh, ku bunuh kau."

"Ehh?"

Hanya itu yang keluar dari mulut Naruto saat mendengar ancaman Tiir. Naruto yang tidak ingin berusan dengan Tiir segera mengarahkan tatapannya pada Zero yang duduk di sebelah kanan Tiir.

Namun yang di dapatnya adalah tatapan Zero yang menatapnya dengan penuh tertarik. Sebulir keringat dingin mengucur di belakang kepalanya sambil menatap malas Zero.

"Hentikan tatapan mu itu, kusoyaro. Aku masih normal."

Tatapannya kemudian tertuju pada Yuu yang tengah menatapnya dengan tatapan penuh iri dan kesal. Sebelah alisnya terangkat saat mendapati Yuu yang seperti itu. Ia heran apa gerangan yang membuat bocah labil itu seperti sekarang.

"Naruto-san."

"Nani?"

Naruto menatap heran Yuu yang sekarang menundukkan kepalanya dalam-dalam. Yuu bangkit dari duduknya membuat Naruto sedikit mendongak.

"NARUTO! SAAT KAMI SADAR KAU HILANG BEGITU SAJA LALU KAU MUNCUL TIBA-TIBA SEPERTI TADI DAN SEKARANG ... KAU MEMBAWA PULANG GADIS CANTIK! KUSO!"

Yuu melampiaskan seluruh emosinya pada Naruto sambil menunjuk-nunjuk wajah Naruto yang berekspresi watados. Napasnya naik turun setelah melampiaskan semuanya, sedangkan Naruto menatap bosan Yuu.

"Huh?"

"Huh? Katamu!" Alis Yuu berkedut kedut kesal akibat reaksi Naruto yang benar-benar mengesalkan.

"Diamlah bocah, kau berisik sekali." Yuu tidak memperdulikan ucapan Naruto.

Naruto tersenyum kecil melihat ekspresi wajah Yuu saat ini. Ia tahu kenapa Yuu bisa sekesal itu padanya, saat ini dirinya tengah duduk di sofa dengan seorang gadis cantik yang duduk di pangkuannya sembari memeluknya dengan erat. Siapa juga yang tidak iri saat melihat temanmu sedang bermesraan di depan matamu.

"Yuu!"

Suara datar dari Tiir seketika membuat Yuu memegang dan dengan pelan menatap Tiir yang meliriknya dengan lirikan tajam.

"Diamlah atau ku bunuh kau."

"Ha'i!"

Setelah semuanya kembali tenang, Naruto kemudian mengehela napas pelan. "Kurumi-chan, bisakah kau melepaskan pelukanmu sekarang?"

"Kau telah berjanji bahwa aku bisa memelukmu sepuasnya setelah menjemput Tiir." Gadis berambut hitam itu malah semakin mengeratkan pelukannya dan itu membuat Naruto agak kesakitan.

Pandangannya kemudian tertuju pada ketiga laki-laki di depannya. "Maaf apabila ini mengganggu."

"Tidak apa-apa." Zero menggeleng pelan. Sedangkan Tiir dengan ekspresi datarnya dan Yuu yang mengalihkan pandangannya karena tidak tahan dengan pemandangan yang bisa merusak kedua bola matanya.

"Jadi, apakah sesuai dengan rencana?" Zero tersenyum tipis ketika mendengar pertanyaan Naruto. "Tentu saja."

"Baguslah, ku harap rencananya berjalan dengan lancar."

"Tenang saja, aku masih punya beberapa rencana cadangan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan."

Yuu menatap Naruto dan Zero secara bergantian dengan kebingungan. "Sebenarnya apa yang kalian katakan, aku tidak mengerti."

Iris purple Zero bergerak ke sudut kanan matanya, kedua sudut bibirnya terangkat pelan. Tangan kanannya bergerak menyentuh kepala Yuu dan menepuk-nepuknya dengan pelan.

"Bocah sepertimu lebih baik diam!" Yuu meneguk ludahnya susah payah. "Salahku apa?"

Tiir yang sedari tadi menyimak sekarang buka suara. "Jadi, apa yang kau dapat dari Vatikan?"

Pertanyaan tersebut sontak mengundang seringai tipis di wajah Naruto. Hal itu membuat Zero tertarik akan informasi yang didapatkan oleh Naruto, sedangkan Tiir hanya diam menunggunya berbicara.

"Ada beberapa hal menarik yang ku ketahui dari Vatikan. Pertama, ada beberapa Exorcists yang mempunyai [Sacred Gear] dan juga satu pemilik [Longiunus]."

Ucapannya barusan membuat Zero dan Tiir tersentak. "Kau yakin?" Tanya Zero dengan cepat yang dibalas dengan anggukan kepala.

"Ya, [Longiunus] itu adalah [Zenith Tempest] yang berada pada posisi kedua," jawab Naruto.

Tiir mendecih pelan. "Sepertinya para Tenshin diam-diam memperkuat fraksi mereka."

Naruto mengangguk setuju, "Aku sependapat, apalagi saat ini mereka sedang mengembangkan sesuatu."

"Sesuatu?" Zero penasaran dengan kalimat Naruto barusan. Naruto menatap Zero yang mengerutkan keningnya.

"Sesuatu yang melibatkan seluruh Exorcist terpilih dari berbagai Gereja di dunia berkumpul di Vatikan dan turun tangannya tiga dari empat Seraph."

Zero mengernyitkan keningnya memikirkan apa yang barusan dikatakan oleh Naruto. Dalan pikirannya, ia terus mencari jawaban dari kepingan puzzle yang disampaikan oleh Naruto.

"Hmm ...," Zero terus bergumam sendiri sambil terus berpikir. Naruto yang melihat Zero seserius itu kemudian bertanya, "Kau tahu sesuatu?"

Helaan napas berat dari Zero menjadi jawaban dari pertanyaan Naruto. "Kita lanjutkan masalah ini besok, ini sudah larut malam. Besok pagi aku punya pertemuan penting dengan perdana menteri."

Setelah mengatakan itu Zero dengan perlahan-lahan bangkit dari duduknya dan berjalan pergi. Naruto dan Tiir yang melihat Zero melenggang pergi mengerutkan keningnya.

Keduanya kemudian saling pandang, baik Naruto dan Tiir hanya menunjukkan raut wajah kebingungan. "Aku tidak tahu bahwa Zero itu orang yang sangat penting."

Ucapan Naruto kemudian dilanjutkan Tiir yang juga ikut bangkit dari tempat duduknya, "Pengusaha sukses adalah berlian di mata politikus."

"Kau mau kemana, Tiir?"

Tiir yang telah berjalan beberapa langkah lalu berhenti dan melirik ke belakang. "Tentu saja tidur, lagipula ini sudah jam setengah dua malam."

Naruto menatap kepergian Tiir yang telah memasuki salah satu kamar yang ada. Ia kemudian menghela napas panjang, tatapannya kemudian tertuju pada Yuu yang sedari tadi tidak mengeluarkan sepatah katapun.

Tatapannya seketika berubah malas ketika melihat sosok Yuu yang tertidur pulas di sofa dengan posisi duduk bersandar dan kepala yang menunduk. Saking pulasnya Yuu tertidur, ia bahkan mendengar suara dengkuran yang agak keras untuk seukuran remaja sepertinya.

"Bocah ini ... adada saja."

Naruto tersenyum tipis melihat tingkah Yuu yang menurutnya agak lucu. Perhatiannya kembali tertuju pada sosok gadis cantik yang sedari tadi terus memeluknya erat. Tangannya bergerak pelan mengelus rambut hitam panjang milik Kurumi.

"Kau belum tidur,'kan?"

Gadis itu diam, matanya terbuka perlahan-lahan menunjukkan iris ruby yang indah. Pelukannya perlahan mulai mengendur dan agak menjauhkan badannya dari Naruto.

Keduanya saling bertatapan mata. Kurumi tersenyum lembut dengan semburat merah di pipi putihnya yang membuatnya terlihat manis di mata Naruto.

Sedangkan Naruto sendiri hanya dapat tersenyum kecil sembari memandang wajah gadis di hadapannya yang hanya terpisah beberapa centi dari wajahnya.

"Naruto-kun, kumohon jangan tinggalkan aku lagi." Mata gadis itu mulai berkaca-kaca dengan genangan air mata di sudut matanya.

Naruto terhenyak mendengar suara lembut itu kemudian kembali tersenyum dan mengangguk pelan. Air mata gadis itu sukses mengalir di kedua pipinya. Gadis itu kemudian kembali ke dalam pelukannya, namun kali ini Naruto mulai membalas pelukannya dengan lembut.

"Tidurlah, Kurumi-chan," bisiknya pelan.

Naruto yang tengah memeluk Kurumi kini menunjukkan raut wajah serius. "Tinggal satu lagi ... dan setelah itu kami akan berkumpul bersama. Dan rencana Tiir dapat dilaksanakan. Bersabarlah Kurumi-chan, tidak lama lagi kita akan terbebas dari kutukan ini. Yah, itu pasti akan terjadi."

~End Out~

Yoo Minna-san ... yare-yare, berapa bulan aku nggak update? Setengah tahun,'kah? 7 bulan,'kah? 8 bulan? Atau 9 bulan? Entahlah yang penting dah lama, ahaha~ (°~°)

Yosh, seperti yang kukatakan sebelumnya bahwa tokoh utama kita akan muncul di chapter depan dan tadaaa ... Naruto dah muncul sekarang. Nah, bagaimana menurut kalian chapter ini, hmm?

Mengenai pertarungan Tiir dan Kokabiel yang kemudian dilanjutkan pertarungan singkat Tiir dan Vali, bagaimana menurut reader's-san?

Akhirnya terbongkar juga siapa orang yang dihubungi oleh Tiir di chapter sebelumnya. Dia adalah Tokisaki Kurumi (Date A Live) yang juga seorang pengguna Cursed Eye. Untuk senjatanya ada dua, pertama sebuah pistol berjenis Single-shot pistol dan yang kedua kalian pasti tahu.

Four Bullet : Dalet = Kemampuannya dapat memutar ulang waktu pada objek target atau subjek. Tapi, ini tidak berpengaruh pada objek yang telah mati.

Dan jangan lupa review! Bantulah aku yang pemula ini dengan saran atau masukan yang membangun agar aku bisa semangat dan mengembangkan cara penulisanku.

Sepertinya itu saja, sampai jumpa di chapter depan ... Jaa na ...

~Rain714 Out~