"LIFE JOURNEY"


Sequel Love Scenario

Present by Ranflame


Main Cast

Park Chanyeol & Byun Baekhyun

Kim Taehyung a.k.a Park Taehyung (as their son)

Support Cast

EXO. iKON. GOT7. BTS. SEVENTEEN.

NCT. StrayKids. TheBoyz.

The supporting cast will increase with the story

Genre

Crime, Drama, Family, Angst

Leght

Chaptered

Diclaimer

Fanfiction ini murni dari pikiran saya, jika ada kesamaan alur cerita bukanlah kesengajaan. Cerita milik saya (Seluruh Hak Cipta Dilindungi Undang – Undang), untuk kepentingan cerita karakter pemeran akan berubah sesuai alur.

Warning!

Boyslove! Typo bertebaran dimana – mana :"


ENJOY \^0^/


365 hari sebelumnya...

"Semakin hari kau tampak semakin renta, pak tua!"

Pagi itu, pagi dimana kabut kekuningan yang bergulung – gulung di jalanan tak kunjung menipis hingga membuat suasana muram yang tak berkesudahan. Di sisi jalanan tersebut, berdiri kokoh sebuah kedai kopi yang sepi pengunjung –hanya beberapa pelayan yang sibuk menunjukkan eksistensi mereka- , dan Chanyeol salah satu diantaranya, pria itu mencoba menikmati secangkir caffe latte yang telah dipesannya sedari tadi, namun entah karena apa pada akhirnya ia lebih memilih tenggelam dalam lamunan panjangnya, hingga seseorang menepuk pundak tangguhnya.

"Tsk, kau membuatku terkejut Namjoon-sshi!"

Chanyeol berdecak sebal, sembari berbicara formal sehingga teman sejawatnya hanya terkekeh halus lalu mendudukkan diri tepat dihadapan Chanyeol.

"Lihatlah dirimu hyung, aku hampir tidak mengenalmu jika kau tidak menggunakan jubah andalanmu itu." Ucapnya kelewat santai, mengabaikan Chanyeol yang mendelik tajam setelahnya.

"Aku terlihat semakin gagah, bukan begitu?"

Sekali lagi, Namjoon tergelak, namun kali ini tawanya terdengar heboh dan begitu lepas hingga Chanyeol hanya mencibir pelan sesudahnya.

"Aduh, hyung, yang benar saja." Komentarnya, menyisihkan setitik air mata yang keluar akibat tawanya yang meledak – ledak, "Kau terlihat ringih dan jujur saja itu menggangguku."

"Kau benar adanya Namjoon-ah," Chanyeol menyetujui Namjoon dengan mudahnya, lalu mengatup bibirnya rapat – rapat, tampak sedang menimbang suatu pertanyaan yang ingin ia lontarkan, "Tetapi perihal apa yang membuatmu mengundangku untuk sarapan pagi bersama? Bukankah kau sangat senang menghabiskan waktumu untuk bergelut dengan percobaan – percobaan tak masuk akalmu di laboratorium?"

"Ah. Aku hanya ingin berbincang – bincang denganmu hyung, sudah lama –sejak kepergian mereka- kau seolah menyibukkan diri dengan keterlaluan."

"Aku tidak-"

"Ah. Yang benar saja, kau bahkan melewatkan saat dimana B.I berceloteh layaknya bocah berusia 7 tahun ketika tahu bahwa ke dua puluh satu putramu memberikannya wilayah rampasan mereka. Belum lagi kau juga tidak menyadari perubahan dari si bungsu –V-, kau tahu? Kedua putraku begitu menyenangi putramu itu –asal kau tahu saja."

"Wilayah rampasan?"

"Tsk. Untuk itulah aku repot – repot memintamu bertemu. Kau bahkan tidak tahu menahu tentang hal yang begitu di besar – besarkan oleh adik kecil –B.I- kita itu."

"Mereka merampas?"

"Hng."

"Dari siapa?"

"Serius? Kau bertanya padaku?"

Chanyeol membeku ketika Namjoon menatapnya tajam, sepasang manik kelamnya menyorot Chanyeol begitu dalam hingga ia terdiam cukup lama. Mencoba mengingat – ingat apa saja yang telah ia lewatkan tanpa sadar.

"Mereka tidak pernah pulang bukan?"

Kali ini Namjoon kembali bersuara, ia terlihat begitu tidak sabar akan sikap Chanyeol yang kebingungan –walau pria itu mampu menutupinya dengan ekspresi yang sangat tenang.

"Jackson –putra JB- bertemu dengan mereka beberapa hari yang lalu, lalu kabar ini menyebar luas di penjuru wilayah –naungan Black Angel- hingga ku pikir seharusnya kau adalah pihak pertama yang berhak mengetahui kabar tentang putra – putramu."

"Mereka-"

"YA TUHAN! JACKSON BISAKAH KAU MEMBUAT ABOEJI TIDAK BERTERIAK DALAM SEHARI?!

Namjoon tampak menghela napasnya, begitu pula dengan Chanyeol yang kalimatnya terpotong. Seolah mereka telah –sangat- terbiasa dengan tingkah ayah dan anak tersebut. Berbeda dengan Mark –si sulung-, Jackson benar – benar luar biasa, ia bahkan pernah memimpin pemberontak di sisi utara negeri ini –yang mengakibatkan dirinya tertangkap oleh pihak berwenang –sehingga Jaebum harus merelakan separuh harga dirinya terinjak untuk membawa kembali putra nakalnya tersebut.

"Ya Tuhan, argh!"

Jaebum mendudukan dirinya secara sembarangan di samping Chanyeol, dengan beberapa umpatan yang setia tercelus dari perpaduan bibir tipisnya. Sorot penghakimannya pun tak lepas dari putra bungsunya –Jackson.

"JACKSON!"

Namjoon berdehem sesekali guna menarik atensi Jaebum yang terpaku pada Jackson, sekiranya pria dewasa itu menginginkan sebuah perhatian sama besarnya dari teman seperjuangannya tersebut.

"Jaebum hyung, kau terlalu banyak marah – marah, biarkan saja dia –lagi pula kau sudah memiliki Mark –putra sulungmu itu sangat – sangat membanggakan, aku pernah dengar ia menakhlukkan seorang intelektual negara dan membuat perhitungan setelahnya –yang membuatmu semakin kaya." Komentarnya, Namjoon tampak kelewat santai ketika untaian kalimat tersebut terlontar dari belah bibir penuhnya, "Kau tidak boleh egois, dunia ini butuh keseimbangan!"

Jaebum mendesah frustasi sembari memijit pelipisnya yang kian berdenyut, kepalanya pusing akibat ulah putra bungsunya namun apa yang dikatakan Namjoon benar adanya, si sulung –Mark- benar – benar batu permata yang berharga, yang selalu membuatnya berbangga diri tiap detiknya.

"Namjoon-ah, bagaimanapun Jackson adalah putranya, aku yakin istrimu lebih menyayangi putra nakalmu itu, bukan begitu?" Sahut Chanyeol, walau niatannya tidak terlibat kedalam percakapan kedua sahabatnya itu, namun apa daya, instingnya sebagai orang tua mulai bergerak maju, "Itu hukum alam Jaebum-ah, kau tidak bisa memiliki dua hal bagus sekaligus, tetapi tenanglah, istrimu –ibu dari anak – anakmu- tahu apa yang terbaik, sehingga ia memberikan tiga perempat kasih sayangnya kepada si bungsu dengan harapan bahwa suatu hari si bungsu akan memahami betapa ia sangat di cintai dikeluarganya lalu membantu sang kakak setulus mungkin."

"Yang benar saja! Namjoon memiliki dua putra yang sangat membanggakan!" Sergah Jaebum, ke dua pipinya terlihat memerah juga kerutan dahi yang dalam –mengindikasikan ke tidak sepahamannya terhadap Chanyeol.

"Jimin itu baik. Jungkook itu berharga." Sahut Namjoon setengah berbisik, "Aku tahu bahwa Jungkook adalah berlianku, tetapi Jimin juga tidak dapat disalahkan jika ia tidak memiliki apa yang seharusnya ia miliki. Walau ia tidak memberontak, aku tahu, bahwa di sudut hatinya ia kerapkali ingin terlihat lebih hebat dari sang adik. Aku tahu itu." lalu ia menghela napas, terkesan gusar. "Aku lebih baik memiliki putra pembangkang sepertimu, daripada harus mengorek informasi identitas kepribadian putraku sendiri."

Jaebum terhenyak, dengan bibir yang terkatup rapat ia menarik napas secara perlahan lalu membuangnya dengan kasar –seolah ia mampu menghempas udara dengan helaannya.

"Kau benar, seharusnya aku bersyukur –ah, dimana anak nakal itu?"

"Aboeji mencariku?"

"Tidak, aku tidak mencari anak pembangkang sepertimu!"

"Yang benar saja, aku hanya duduk membelakangi aboeji selama beberapa menit, kau langsung curhat pada teman – temanmu ini."

Chanyeol tersenyum kecil kemudian, tidak bisa ia bayangkan bagaimana jika ke dua puluh satu putranya masih di antara mereka, pasti akan sangat – sangat ramai.

"Dasar anak nakal!"

"Abeoji, jangan permalukan dirimu dihadapan teman – temanmu. Kau harus tampil berkelas –bukannya seperti orang tua yang cerewet."

Jaebum menghela napasnya kembali, sedang Namjoon terkekeh halus bersama Chanyeol. Tak habis pikir dengan si bungsu –Jackson, pemuda itu bahkan tidak segan – segan bercanda dengan sang ayah di hadapan mereka.

"Ah. Jaebum-ah, tak biasanya kau bermurah hati untuk meninggalkan kasino mu hanya agar dapat duduk bersama dengan kami disini." Ucap Chanyeol, mencoba mengalihkan fokus pembicaraan pagi itu.

Jaebum mengerling tajam kepada Chanyeol, kemudian melirik putra bungsunya yang kini tampak acuh tak acuh sembari menyuapkan makanan –yang sudah ia pesan sejak awal kedatangannya- ke mulutnya secara teratur.

"Kau benar," Sahut Jaebum, lantas ia tampak berpikir keras kemudian, "Kau tahu tidak jika kemarin Jackson kabur dari rumah? Lalu dia tersesat di wilayah antah berantah? Dan aku harus merelakan Mark pergi untuk mencarinya?"

Namjoon terlihat jengkel pada penuturan Jaebum, daripada menjelaskan pria bermata sipit itu malah terkesan menanyakan –sambil mengeluhkan perihal putranya- hal yang sudah dapat di pastikan-

"Eungh, maafkan Jaebum-ah."

-jawabannya.

"Tak apa, aku dapat memahamimu."

"Kalau begitu, apakah itu ada kaitannya dengan kehadiranmu disini?"

"Tentu! Jackson telah bertemu dengan putramu!"

Jaebum menyahut, dengan kobaran semangat yang menyala – nyala di kedua iris kecokelatannya, ia bahkan berdiri dengan pukulan kuat di meja makan mereka –yang menghasilkan bunyi tak menyenangkan- lalu menatap Chanyeol dengan cukup intens.

Sedangkan Chanyeol?

"Benarkah?"

Sorot elangnya tampak meredup, binar cemerlangnya menghilang –di gantikan kelamnya badai- seiring tatapannya tertuju pada Jackson yang kini juga sedang menatapnya.

"Jackson jelaskan nak!" Pinta Jaebum, setelah ia paham betul apa yang terjadi akibat ucapan sembrononya.

"Kenapa aku harus?" Sahut Jackson, mencoba menantang sang ayah.

"Karena jika tidak maka aku akan membunuhmu dan aku akan menjamin ayahmu pun tidak akan keberatan jika itu terjadi." Sahut Namjoon, mengerling tajam pada Jackson sebelum ia memberi kode pada Jaebum agar pria itu diam saja atas hal tersebut –karena siapapun tahu bahwa mustahil bagi Namjoon untuk membunuh putra sahabatnya itu, sekeras apapun Jaebum bersikap pada putranya, bukan berarti pria penguasa kota judi itu akan mengizinkan siapa saja boleh menyakiti putra bungsunya tersebut, termasuk sahabatnya sendiri.

"Jadi, Jackson. Tolong jelaskan selagi aku memintamu secara baik – baik." Ulangnya,

"Begitukah? Apa aboeji benar – benar tidak peduli jika aku dibunuh oleh Namjoon samchon?"

"Jackson-"

"Nak, jika kau tidak keberatan ingin memberitahukannya padaku maka aku akan sangat berterimakasih atas kesediaanmu tersebut. Tetapi, jika tidak, aku tidak pula keberatan jika kau ingin pergi dan memberontak, percayalah nak, aku paham kedudukan dan ambisimu. Kau yang tergila – gila pada kebebasan bukanlah hal yang baru bagiku. Jadi, mari kita persingkat waktu karena aku tahu kau pun benar – benar muak berada disini."

Chanyeol menyela Jaebum yang hendak memberi pengertian pada Jackson, gurat lelahnya tercetak jelas ketika pria itu tampak berpikir keras untuk menyikapi permainan kata yang dilakukan oleh Jackson.

"Untuk apa?"

"Aku tidak tahu apakah kita akan sama – sama di untungkan setelah ini atau tidak. Tetapi aku berani menjamin, jika kau mau melakukan apa yang di perintahkan oleh ayah mu, maka aku akan memberimu kebebasan –yang sangat kau idam – idamkan."

"Benarkah?"

Chanyeol berdehem sesekali, sembari memastikan jika Jaebum masih berada di tempatnya –pria itu bahkan tidak mampu menahan dirinya untuk tidak mengerang penuh kemurkaan- karena Chanyeol sedikit khawatir jika Jaebum bertindak di luar akal sehatnya.

"Benar sekali. Tetapi kau tahu, syarat dan ketentuan berlaku." Chanyeol berucap penuh antusias, "Nah, sekarang bolehkah kau membelikan kami roti di toko seberang jalan sana?"

Jackson mengangguk patuh, binar cemerlangnya menyala – nyala, dengan senyum sumringah yang tak pernah luntur dari paras tampannya ia berjalan, menuju tempat tujuannya, guna memenuhi permintaan Chanyeol.

"Nah. Kau berhutang penjelasan padaku hyung!"

"Hei. Tenang kawan!" Sarkas Namjoon, ia terlihat begitu tidak peduli pada Jaebum.

"Jaebum-ah, aku tahu bahwa Mark benar – benar berharga –aku tahu pula bagaimana ia membuatmu terus membusungkan dada saking bangganya. Oleh karena itu, berhentilah membandingkan kedua putramu, dia –Jackson- sangatlah berbeda."

"Aku tahu hyung, lantas apa yang harus ku lakukan –menurutmu?"

"Aku mampu melihat sepercik api membara dari sepasang iris kelamnya, disana ku dapati bahwa putra bungsumu merupakan pemuda yang luar biasa pemberani –hal itu pula yang menyebabkan ia sering memberontak. Ia bukannya senang menuntut kebebasan darimu –dia hanya ingin membuktikan suatu hal padamu, tentang betapa ia tidak perlu kau ragukan –dengan caranya sendiri- dan untuk mendapatkan kepercayaanmu itu, ia malah terlihat semakin 'liar'"

"Hyung."

"Berikan dia kepercayaan Jaebum-ah –walau kau harus tetap memantaunya dari jarak tertentu- maka ia akan menunjukkannya secara pasti padamu kelak. Aku lihat ia bukanlah tipe pengkhianat –yang akan dengan mudah menghancurkan kepercayaan yang telah diberikan padanya. Jackson –putramu- pasti akan menjaga kepercayaan yang kau beri dengan baik dan membuatmu berbangga diri setelahnya."

"Bagaimana dengan Mark?"

"Mark? Ah, aku tahu, sesungguhnya kau sadar betul jika Mark itu baik dan Jackson itu berharga. bukan begitu? Oleh karena itu, kerap kali kau ingin Jackson tidak menyadari hal tersebut dan terus menerus melindungi sang kakak, karena Mark adalah anak yang sangat berbakti –kau tidak ingin ia berkecil hati."

Jaebum terhenyak, penuturan Chanyeol yang tepat membuatnya bungkam. Walau ia tahu bahwa sang penguasa kegelapan itu adalah sosok yang cerdas, tetapi bukan berarti ia tidak terkejut mendengar pernyataan tentang dirinya yang sedemikian detailnya, tepat pula.

"Aku tidak memaksamu Jaebum-ah, pikirkanlah ini dan tanyakan pada istrimu. Seorang ibu tahu apa yang terbaik untuk putra – putranya."

"HEI CHANYEOL SAMCHON, AKU TIDAK MENEMUKAN SATUPUN TOKO ROTI DI SEBERANG JALAN!"

"Dia kembali, sekarang aku akan undur diri Jaebum-ah, Namjoon-ah."

"Bagaimana dengan 'mereka'?" Sergah Namjoon, ketika Chanyeol hendak berdiri dan meninggalkan tempat mereka.

"Aku dapat bersabar –sampai Jaebum menentukan pilihannya."

"Hei samchon? Ingin pergi kemana?" –Jackson menghampiri Chanyeol, dengan perasaan tidak terima, karena Chanyeol telah menipunya mentah – mentah.

"Kenapa hyung? Kenapa kau senang sekali memikirkan orang lain, sedangkan kau sendiri-"

"Baekhyun lah alasannya. Ia tidak akan senang jika aku mengutamakan persoalanku dengan alasan anak – anak kami, lalu mengabaikan polemik antara ayah dan anak dari sahabatku."

Chanyeol tidak mengizinkan Jaebum untuk melanjutkan kalimatnya. Setelah cukup puas menyela, ia berpaling untuk memamerkan senyuman separuh idiotnya yang khas lalu menepuk pundak Jackson secara perlahan, "Kau berhak bebas jika kau mau." Bisiknya kemudian.

.

..

..

.

"Hi, putra tampan appa sudah pulang?"

Chanyeol mengusak kasar surai hitam pekat putra manisnya –yang tengah duduk bersantai di sudut ruang keluarga, hingga putranya berdecak sebal seraya menyugar rambutnya yang berantakan.

"Dimana eomma mu nak?"

"Ugh, appa, tidakkah hidungmu bermasalah? Ya Tuhan, bau sedap nan lezat ini tidak bisa memberi kabar pada appa ku ternyata." Sarkas Taehyung

"Ah, sedang berada di dapur rupanya." Lantas ia dengan senang hati hendak menghampiri sang belahan jiwa, namun terhenti dan, "Kenapa jagoan appa jadi kejam seperti ini? Hm? Ayo beritahu appa, siapakah yang menodai otak-"

"Eomma! Appa mengganggu TaeTae lagi!"

"PARK! JANGAN GANGGU ANAKMU!"

Chanyeol menghela napasnya, berpura – pura tidak terima akan apa yang baru saja terjadi, "Dasar tukang mengadu." Ledeknya kemudian, mengabaikan Taehyung yang kini mengikutinya dari belakang.

Jangan terkejut, mereka memang seperti itu, dimana ayah dan anak itu lebih terlihat seperti anjing dan kucing –menurut Baekhyun- ketimbang ayah dan anak pada normalnya. Tetapi, akan ada masa dimana Chanyeol begitu berwibawa dan Taehyung begitu menghormati sang ayah.

"Sunshine? Sedang apa?"

Chanyeol dengan tidak tahu diri, segera menyandarkan dagunya pada bahu sempit sang istri, hingga pemuda berparas indah tersebut terlonjak –tekerjut, akibat kehadiran sang suami yang tiba – tiba.

"Apa? Aku sedang memasak!"

Seketika Chanyeol mencebik bibirnya kesal –dengan kesan kekanakan. Ia merasa jengkel setengah mati, bukan, bukan karena sang istri yang mengusirnya dengan cara mengendikkan bahu sempitnya hingga dagunya tersentak. Tetapi tawa sang putra –Taehyung- yang menggelegarlah yang mengundang perasaan tak enak hati itu dalam dirinya, putranya itu benar – benar suka sekali melihatnya ditolak oleh sang ibu –Baekhyun.

"Aigoo~"

"TaeTae, berhenti menggoda appa mu!"

"Baekhyuniee~/Eomma~"

"YAK!"

Baiklah. Kedua pria itu memilih bungkam ketika Baekhyun berteriak kesal terhadap mereka, agaknya mereka enggan membuat Baekhyun semakin murka.

"Hei, mau dengar hal menarik?"

"Tidak-"

"Oh, appa bertemu dengan Namjoon samchon dan dia memujimu sepanjang obrolan."

"Benarkah?"

"Hng!"

Taehyung memandang sang ayah, iris kembar berwarna hazelnya berkilat – kilat. Lantas Chanyeol mengusak surainya sekali lagi, "Kau menyukai Kookie?"

"EH-"

"Appa hanya menyimpulkannya begitu. Ternyata benar! Bukankah appa hebat?"

"Yak! Appa~"

Chanyeol tertawa pelan, reaksi Taehyung –yang merengek- penuh tuntutan membuat hati kecilnya tergelitik.

"Nah, bukankah ini waktunya kau pergi?"

"Aku tidak ingin pergi kemanapun-"

"Begitukah? Bukankah ini jadwalmu mengunjungi laboratorium Namjoon Samchon?"

"Benarkah?"

"Tentu saja! Khaa~"

Walau hati kecilnya enggan mempercayai hal tersebut, tetapi Taehyung tetaplah Taehyung, ia begitu patuh pada sang ayah, bukankah Baekhyun sudah mengatakannya? Dengan menyeret kedua tungkai kakinya yang jenjang, ia memilih untuk pergi dan memastikan sebuah tujuan –dimana ia mematuhi sang ayah- yaitu laboratirium sang pimpinan wilayah bagian timur di bawah kekuasaan Black Angel.

"Dan, dimana putraku?"

Chanyeol menoleh, cukup terkejut dengan mendapati sang istri yang telah bertolak pinggang sembari melayangkan tatapan menghunus kepadanya –nyaris terlihat bak psikopat yang ingin mengulitinya hidup – hidup.

"Hi babe."

"Katakan!"

"Dia pergi-"

"Yeollo~"

"Yes sunshine?"

"Aku sudah mengenalmu bertahun – tahun lamanya, pikirmu aku sebodoh apa?"

"Baek-"

"Saat kau mengusir orang – orang tertentu, itu artinya kau ingin berbicara kepada orang – orang tertentu pula. Secara pribadi."

"Wow. Kau seperti peramal sun-"

"Kau sampai mengusir putra kesayanganmu, Park. Bukankah itu berarti kau ingin membicarakan hal yang benar – benar serius, hanya padaku?"

Ia tampak menghela napas –begitu berat- hingga terdengar menyedihkan, walau sang istri mengenalnya, bukan berarti sosok yang telah melengkapinya setiap bagian dari dirinya itu mampu membaca pikirannya yang rumit bukan main. Sesekali ia menatap Baekhyun dari sudut matanya, lalu menghembuskan napasnya kembali, seolah – olah ia telah sangat lelah dipermainkan dunia.

Sedang Baekhyun, pria berparas rupawan itu masih berupaya untuk bersabar menghadapi sang suami yang tampak begitu bingung kala itu. Ia juga tak menampik bahwa separuh dari dirinya merasa jengkel oleh sikap tak biasa tersebut, tetapi sekali lagi, Baekhyun enggan memberi Chanyeol lebih banyak tekanan.

"Jadi?" Ulangnya, mulai kehabisan stok rasa sabar –ternyata.

"Baek~"

"Baik. Aku pergi."

"Jackson bertemu dengan 'mereka'!"

Baekhyun membeku, seiring iris hazelnya menyorot sendu pada sang suami. "Jadi," ucapnya, menutupi perasaan resah dalam dirinya dengan mengukir senyum tipis untuk dinikmati oleh sang suami. "mereka baik – baik saja?"

Chanyeol mengangguk dengan tempo yang cepat kemudian, sembari berusaha menggapai jemari – jemari lentik sang istri –ia ingin menggenggam erat jemari - jemari itu, sebagaimana janjinya untuk setia berada di sisi sang belahan jiwa hingga akhir hayat- ia menjelaskan betapa ia pun turut tersiksa dengan hilangnya ke dua puluh satu putra mereka, walau ia tahu penderitaan istrinya selaku seorang ibu jauh lebih berat daripada ia sendiri.

"Mereka," Chanyeol menahan napasnya, lalu,

"Mereka sangat – sangat luar biasa!"

Chanyeol terhenti, lalu berbalik dengan seringaian tipis di wajah eloknya. Merasa menang setelah bertaruh dengan dirinya sendiri -dimana ia harus berpura – pura merelakan informasi sepenting ini demi kehormatan sang sahabat –lantas ia masih memainkan perannya dengan baik.

"Apa maksudmu, Jackson?"

"Putra – putramu luar biasa Chanyeol Samchon!"

"Benarkah? Dimanakah kalian bertemu?"

"Entahlah, saat itu benar – benar tersesat dan berpikir untuk menulis surat wasiat untuk ayahku sebelum aku mati."

Jaebum tidak bisa untuk tidak menjitak kepala putranya saat itu, wajahnya kembali memerah setelah mendengar penuturan si bungsu.

"Enak saja kalau bicara!" Teriaknya, menggebu – gebu tepat di hadapan Jackson yang kini hanya tersenyum tipis –sebagai tanggapan atau murkanya sang ayah.

"Aboeji tidak tahu saja apa – apa yang telah ku lewati waktu itu-" Dengan kepala yang tergeleng perlahan, ia kembali bertutur, "Berat sekali rasanya, sampai – sampai aku rela bergadai nyawa demi selamat dari tempat mengerikan itu."

"Mengerikan?"

Chanyeol sudah tidak tahan, dengan segera ia menarik diri agar duduk tepat di hadapan pemuda yang haus akan kebebasan tersebut. Iris sekelam jelaganya menyorot penuh tanya –jelas sekali ia ingin menyerang si bungsu keluarga Im tersebut dengan ribuan pertanyaan yang tiba – tiba saja membelit hati kecilnya.

"Iyap! Mengerikan sekali."

"Jackson, bisakah?"

"Tentu saja! Akan ku ceritakan apa saja yang ingin kau ketahui." Sahutnya, "Tanpa syarat apapun!"

Chanyeol terhenyak, begitu pula Jaebum. Ayah dari pemuda tersebut larut dalam heningnya –berpikir jika saja Chanyeol tak mengingatkannya, mungkin ia semakin lupa bahwa si bungsu adalah putranya yang jujur dengan hati mulia.

"Aku tidak ingat secara pasti," Ucapnya, mulai meragu, akan tetapi hal itu tidak bertahan lama, "Singkatnya begini, saat itu aku sedang pergi untuk melakukan ekspedisi karena aku pernah mendengar jika Hanbin Samchon baru saja dihadiahi wilayah tak bertuan oleh anak – anaknya seorang penguasa Black Angel, 'mereka tidak memakai mahkota, tetapi siapapun yang bertemu dengan mereka akan berlutut dengan sendirinya.' Begitulah kabar yang tersiar hingga aku merasa ingin seperti mereka. Setidaknya, itu akan membuat ayahku berbangga diri, walau aku tidak perlu dilihat secara nyata olehnya."

"Jackson," Jaebum menyela, hampir tak percaya atas apa yang ia dengar, "Abeoji-"

"Tak apa aboeji, aku baik – baik saja." – "Lalu, aku pergi ke suatu tempat dimana desas – desus itu semakin terdengar, tetapi kepercayaanku semakin terkikis setelah berminggu – minggu tidak menemukan apapun, hingga aku memutuskan untuk memasuki wilayah terlarang agar menemukan beberapa bukti, tetapi aku malah tersesat –saat itu aku tidak menandai apa – apa yang telah ku lalui- terdengar sangat ceroboh memang." – "Lalu, setelah berhari – hari berkeliling di tempat yang sama –hutan belantara yang di penuhi hal – hal yang tidak ku kenali- aku hampir gila dan berniat bunuh diri saja."

"Mereka menghampiriku ketika kesadaranku hampir hilang, lalu seseorang diantara mereka berteriak 'Hei! Mark! Ada yang terluka!', dengan tenaga yang tersisa aku mencoba membuka mataku, berharap jika Mark yang di teriakkan namanya itu adalah saudaraku, tetapi bukan, ia seorang pemuda yang terlihat kekar walau lebih pendek dari orang lebih dulu menghampiriku, 'Lucas! Apa yang kau lakukan?! Bisa saja dia orang pemerintahan yang akan menjebak kita!', ia terlihat sangat murka, walau setelah pertengkaran itu ia malah terlihat sangat sopan, mereka bertiga, aku ingat itu, salah satu diantara mereka terlihat acuh tak acuh dengan keadaanku."

"'Hendery! Bantu Lucas membawa pria ini! Kita tidak bisa membiarkannya mati sekalipun ia adalah kaki tangan politik negeri ini.', aku pikir aku benar – benar kehilangan kesadaranku hingga saat mentari mulai menyinsing di sisi timur, aku kembali terbangun, lalu mendapati seorang lainnya, -demi tuhan! Mereka itu banyak!- 'namaku Johnny, dan kau?' katanya padaku, lalu tanpa sadar aku membawa serta Black Angel untuk mempertahankan kehormatanku, 'aku Jackson, putra bungsu dari pimpinan tertinggi wilayah selatan kekuasaan Black Angel, JB.' Lantas ku lihat dia terkejut bukan main hingga wajahnya terlihat memucat, setelahnya ia beranjak dan memintaku untuk menunggu sebentar disana."

"Dia kembali bersama banyak orang, dengan salah seorang yang berlagak bak pemimpin disana, ia menghampiriku dengan tangan yang terkepal kuat, 'katakan padaku, siapa kau sebenarnya!' bisiknya padaku, aku tahu mungkin telah salah bicara dengan membangga – banggakan ayahku di hadapan orang – orang yang tidak ku kenali, tetapi aku mulai bertindak di luar akal sehatku, aku berteriak, 'aku JACKSON PUTRA JB!' setelah itu ku dengar ia meminta semua orang untuk berkumpul."

"Disana –setelah semuanya berkumpul- aku merasa ingin ditelan bumi saja saat itu, mereka menatapku begitu tajam hingga aku tersudutkan begitu saja. 'buktikan.', hanya sepatah kata tetapi mampu menghipnotisku hingga aku bercerita panjang lebar tentang sebab – sebab apa yang membuatku berkelana dan berakhir menyedihkan."

"'pantas jika kau tersesat, ini adalah wilayah tak tersentuh sebelumnya, kami juga baru saja menemukan tempat ini setelah berkelana juga, tetapi menurutmu kenapa kami harus mempercayaimu?' tanya seorang pria –ku akui ia memiliki wajah setenang air di lautan- yang merupakan tertua diantara mereka 'kalian tidak tahu Black Angel? Yang di pimpin oleh Richard Park? Yang sebentar lagi akan di pimpin oleh V? –ah bocah itu sudah besar saja, padahal dulu aku ingin sekali menculiknya karena ia terlihat sangat menggemaskan, tetapi aboeji ku selalu melarangnya, ia bilang bahwa bocah itu punya banyak hyung yang bisa saja melenyapkan ku kapan saja jika menyentuh adik mungil mereka.'"

"Tanpa ku sadari aku berceloteh panjang, 'kini ku ketahui jika mungkin aboeji ku berbohong tentang itu, karena ketahuilah, aku tidak pernah menemukan salah satu dari hyung – hyung di sebutkan oleh aboeji, Taehyung hanyalah putra tunggal, ku pikir semua orang tahu jika Taehyung hanyalah putra mahkota yang sebentar lagi akan menggantikan kedudukan appa nya, ah, Chanyeol Samchon, dia itu benar – benar memiliki karisma yang luar biasa, tetapi akhir – akhir ini ia tidak terlihat baik. Aku pernah menanyakan ini pada Mark hyung, dia memarahiku, dia bilang itu karena Chanyeol Samchon kehilangan separuh keluarganya dan harus melindungi sisanya –mendidik Taehyung itu juga sangat berat.'Setelahnya aku merasa menyesal, karena menyadari bahwa aku telah lepas kendali, tetapi pemuda yang tadinya berlagak bak pemimpin diantara mereka kini menatapku dingin, 'kenapa mendidik Taehyung sangat berat?' begitu tanyanya, sebelum bahunya di pegang erat oleh yang lain,"

"'entahlah, mungkin karena Chanyeol Samchon bersikeras ingin mendidiknya seorang diri, lagi pula Taehyung itu tidak di latih juga akan tetap menjaga senjata mematikan, tetapi, entahlah, Baekhyun imo juga menolak bantuan dari pihak kami saat aboeji menawarkan untuk menjadikan Mark hyung sebagai pelatihnya –di luar zona aman- dengan alasan bahwa Taehyung memiliki banyak hyung yang nantinya akan mengajarinya tentang banyak hal tentang dunia luar.' Saat itu aku merasa jika ocehanku sudah terlalu jauh dan sensitif hingga ku hentikan saja, 'aku tidak tahu apa kalian juga mengenal keluarga mereka, tetapi jika ini membuatku semakin tersudutkan, maka bunuh saja aku, mungkin dengan ini masalahku akan terselesaikan.' Ucapku kemudian, tetapi mereka malah tergelak bersama, lalu, 'biar ku tebak, kau adalah anak nakal yang selalu membuat Jaebum Samchon kerepotan, berbeda sekali dengan Mark.', celetuknya, 'perkenalkan aku adalah Lee Taeyong, dan aku adalah pemimpin disini, lagi pula kita pernah bertemu sebelumnya, di rumah sakit –tempat dimana Taehyung di lahirkan, dan, kami semua adalah hyung – hyungnya.', begitu akunya,"

"Aku tidak tahu harus mempercayainya atau tidak, begitu mengejutkan bagiku saat itu, tetapi kemudian ia kembali berkata, 'jika kau pulang nanti, coba saja ceritakan ini pada Jaebum Samchon, dan jika beruntung, kau akan bertemu dengan Daddy –Chanyeol- kami secepatnya, jangan terkejut, jelaskan saja apa yang terjadi.', hal itu membuatku semakin bingung, lalu seolah ia menyadarinya, ia kembali menarik atensiku dengan berjanji akan mengeluarkan ku dari wilayah antah berantah tersebut dengan syarat 'jika berita ini sampai ke telinganya, ia akan menghampirimu dengan menjanjikan apa – apa yang kau inginkan, begitulah ia, baiklah, begini cara mainnya, kami akan mengantarkanmu ke persimpangan kota lalu disana pasti Mark –hyungmu- telah menantimu, percayalah padaku. Lalu setelah kau sampai nantinya, dan Jaebum Samchon mengetahui kebenarannya, maka ia akan dengan cepat menemui Daddy kami, dan tugasmu adalah menyampaikan salamku padanya.'"

"Dia terdengar seperti seseorang yang suka memerintah, dengan seluruh perasaan ragu yang bersarang dalam diriku –aku hanya mengangguk- mengiyakan apa yang ia katakan, 'sampaikan padanya, 'Dad, maaf jika kami tidak dapat menepati janji kami dengan mengunjungi kalian, maaf karena kami memilih untuk tidak lagi terlihat diantara kalian, maafkan kami yang nakal ini –kami membuat terlalu banyak kekacauan yang akan membuatmu terseret masalah, kami tidak ingin membuatmu kembali terbelit masalah, dad. Kami sangat merindukan kalian, tetapi kami yakin sekali jika banyak orang yang ingin membalaskan dendam pada kami untuk apa – apa yang terjadi pada mereka karena ulah kami dan kami tidak ingin TaeTae yang malang harus menanggung akibat yang bukan seharusnya. Jadi, kami pastikan suatu hari kami akan pulang, tetapi tidak sekarang.' Begitu!' lalu ia menyeretku –aku bersumpah tubuh kurusnya mampu menarik tubuh bongsorku dengan mudahnya- hingga aku berhadapan dengan seorang pemuda mungil dengan senyuman seindah mentari, ia menamai dirinya nana, 'bisakah kau katakan pada mommy ku juga? Jika nana-nya sudah besar dan kuat? Dia pasti selalu bersedih karena memikirkan kami semua, ah namaku Na Jaemin,' setelahnya ia mempersilahkanku pergi, dengan bantuan ketiga pemuda yang pertama kali ku temui, -Mark, Lucas dan Hendery-"

"Dalam perjalanan pulangku, semua kejadian yang terasa singkat itu terus berputar dipikiranku hingga rasanya hampir gila, lalu Lucas –pemuda bertubuh paling gagah diantara mereka- yang menyadari kegelisahanku, berkomentar jenaka, 'tidak perlu khawatir, kami tidak berusaha menipumu, karena kami menandai tato kebanggaan wilayah selatan mu yang khas –yang terdapat dileher- hingga kami percaya atas ceritamu mengenai TaeTae. Jika tidak, mungkin kami sudah mengirimu ke rumah jagal karena telah sangat merepotkan kami.', yang disambut dengusan keras oleh Mark, 'yang benar saja, Daddy akan sangat kecewa jika kita membunuh anak dari sahabatnya!'"

"Mereka bertengkar kembali setelah itu, tetapi tidak lama setelah Hendery menegur sikap kekanakan mereka dihadapanku, dan saat kami telah tiba di sebuah persimpangan kota yang sepi, aku tidak tahu itu dimana dan aku sungguh tidak mengerti bagaimana caranya mereka menemukan jalan keluar dari hutan belantara sampai pada sebuah jalan setapak dengan persimpangan kota setelahnya, -disana aku melihat Mark Hyung tengah kesulitan mencariku, aku tahu itu. lalu Hendery yang juga melihatnya, menepuk pundakku, 'sampaikan apa yang tadi di perintahkan oleh Taeyong hyung, jangan kecewakan kami, karena kami mempercayaimu.',"

"Dan, semuanya selesai sampai disana. –apa ceritaku terlalu panjang?"

Ketika Jackson memilih untuk mengakhiri kisahnya dengan sebuah pertanyaan, Chanyeol yang tampak begitu hanyut harus merasa terkejut pada tanya yang dilontarkan Jackson.

"Kau tahu mereka hebat?"

"Oh tentu saja! Orang bodoh mana yang tidak mampu merasakannya? Tatapan yang setajam pisau yang mampu mengulitiku itu –juga cengkraman bak elang itu- telah memberitahukan ku tentang banyak hal, termasuk jika mereka adalah orang – orang terlatih yang juga bengis."

Chanyeol sekali lagi dipaksa bungkam oleh sebuah fakta –dimana ia begitu iri pada seorang pemuda yang hanya memilih secara asal pilihan hidupnya, yang pada akhirnya mengantarkannya pada ke dua puluh satu putranya- hingga sorot elangnya kembali terpaku pada Jackson.

"Kau tampak begitu mengenal mereka-"

"Tidak lebih baik daripada dirimu, Chanyeol Samchon!"

Chanyeol mengangguk perlahan, membenarkan ucapan Jackson, ia adalah ayah dari mereka hingga tidak ada seorang pun yang mengenal mereka lebih baik daripada dirinya, kecuali ibu mereka sendiri yaitu Baekhyun.

"Ah, Jackson, terima kasih atas segalanya. Kini, aku akan menyerahkan segala hadiahmu –sebuah kebebasan- pada ayahmu –apakah ia akan mengizinkannya atau tidak."

"Tak apa Samchon, aku tidak terlalu mengharapkannya lagi-"

"Kau mendapatkannya Jackson!" Jaebum bangkit dari duduknya, setelah merasa bangga atas tindakan putranya –walau lebih kepada ia merasa tersentuh akan ketulusan sang putra- ia mengusak surai kecokelatan putra bungsunya tersebut, "Kau mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan pada aboeji, sampai mana kehebatanmu."

Namjoon hampir saja tergelak jika Chanyeol tak segera menyiku lengannya dengan keras. Agaknya, ia merasa menang karena Jaebum pada akhirnya mendengar sedikit saran darinya –sebagai sesama orang tua- dan ia mungkin akan membanggakan hal tersebut pada rapat tertutup anggota inti yang akan di selenggarakan akhir tahun ini.

"Baiklah. Izinkan aku pulang, aku ingin membawa kabar bahagia ini pada keluarga kecilku."

Chanyeol pamit, meninggalkan ketiganya tanpa peduli apakah nantinya Namjoon akan menggoda Jaebum di hadapan Jackson yang barangkali akan berakhir konyol atau Jackson yang kembali menjahili sang ayah –Jaebum- setelah ia pergi dari sana.

Dengan menggenggam kebahagiaannya, Chanyeol melangkah pasti, menantikan raut haru dari sang istri, alangkah berbunga hatinya hanya dengan membayangkan hal tersebut.

",sangat – sangat luar biasa!" Komentar Baekhyun, setelah mendengar sepenggal kisah tentang ke dua puluh satu putranya yang telah lama tak ia temui, "Mereka anak – anak kita yang hebat!"

Chanyeol tersenyum teduh, mengusak surai sang istri dengan lembut –seolah takut jika surai itu rapuh dan akan gugur jika ia mengusaknya lebih keras- lalu membawa kepala Baekhyun menuju bahu lebarnya, untuk bersandar sejenak, saling berbagi perasaan bahagia.

"I'm the luckiest man on the face of the earth, and I have a wonderful wife and amazing children." Bisiknya, "Jika aku boleh memamerkan segalanya, maka akan ku katakan pada dunia, para pengacau itu adalah putra – putraku, tetapi ku pikir mereka tidak akan suka jika itu terjadi."

Baekhyun terkekeh halus, "Jangan membuat mereka jengkel, Yoda~" lalu mengusap hidung mungilnya pada dada bidang sang suami, "Bersabarlah, mereka berjanji untuk pulang, maka itu tidak akan lama lagi."

"Kau benar sunshine. Kau benar."

.

..

..

.

To Be Continued(?)

.

..

..

.

Or Unpublish (?)

.

..

..

.

Tinggalkan jejak membaca, jika berkenan *blue heart*

Aku membutuhkan apresiasi kalian yang membaca, untuk perbaikan kedepannya.

a/n "aku tahu jika Life Journey sangat – sangat mengecewakan, maafkan aku, tetapi mungkin aku akan tetap berjuang untuk melanjutkan cerita ini, karena seseorang pernah bilang ke aku kalau review reader itu bonus, dan kita sebagai penulis punya kewajiban untuk memuaskan pembaca terlepas dari mereka kasih respon positif atau negatif atau bahkan abai. Tapi, aku bakalan berhenti kalau kalian minta untuk berhenti dan akan fokus ke no good for you."

.

..

..

.

Thank you so much [ChanBaek09] & [ ]

.

..

..

.

LOVE YEAH

.

..

..

.