WORKAHOLIC

.

.

.

.

.

TAEKOOK

.

.

.

.

.

(1/2)

.

.

.

.

.

Sorry for typos, Enjoy!

.

.

.

.

.

Taehyung tak tahu berapa lama lagi dia bisa bertahan dengan pekerjaannya saat ini. Jangan salah paham, Taehyung mencintai pekerjaannya, sangat. Menjadi fotografer adalah mimpi terbesarnya sejak sekolah menengah dulu. Memotret berbagai keindahan dunia dan isinya memiliki tempat tersendiri dalam hati Taehyung, apalagi saat dia menemukan hal menarik baru yang bisa diabadikannya dengan kamera. Sebuah kehormatan, dan kepuasan batin tersendiri bagi Taehyung, bisa memotret dan menyimpan kenangan berharga yang kelak akan memiliki cerita tersendiri bagi tiap orang yang melihatnya.

Masalahnya hanya satu, tubuhnya terlalu cepat lelah.

Dalam satu bulan, bisa empat kali dia berpindah negara. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk bepergian mengelilingi dunia. Minggu ini dia berada di barisan pertama London Fashion Week, minggu berikutnya bisa saja dia berpindah ke Afrika, menjadi delegasi jurnalis resmi PBB. Dan sering kali tubuhnya tak sekuat keinginannya. Hampir tujuh tahun Taehyung melakukannya, dan dia mulai lelah.

" That's a wrap! Good job, everyone!" Taehyung menyeru, menyelesaikan sesi pemotretan eksklusif-nya, suara tepuk tangan menyelimuti studio

Taehyung meletakkan kameranya, kini beranjak menuju meja monitor, melihat hasil jepretan kamerannya beberapa menit lalu. Sesekali ia tersenyum pada para model dan staff yang berlalu lalang.

Ia menghabiskan tiga jam lebih lama didalam studio, memilah foto mana yang akan dikirimkannya ke editor. Menjadikannya orang terakhir yang ada didalam studio.

Taehyung meregangkan seluruh tubuhnya, melihat sekali lalu delapan foto terbaik yang akan dikirimnya ke editor, sebelum benar-benar mengirimnya lewat email. Ia mematikan monitor, mengambil mantel dan tas kameranya, lalu memastikan semua lampu dan instalasi listrik tercabut, sebelum keluar dan mengunci studio.

"Just finish your work, Mr. Kim?" Juan, satpam studio yang dikenalnya selama satu minggu terakhir, tersenyum kearahnya

Taehyung balas tersenyum, ia memberikan kunci studio pada Juan,"Yes. It's the last one, so I want to make it perfect."

"Don't overwork yourself, sir." Juan mengingatkan

Taehyung mengangguk, ia menepuk bahu Juan, lalu keluar dari studio.

Angin musim gugur Barcelona menerpa wajahnya, ia mengeratkan mantel ditubuhnya, lalu berjalan menyusuri lorong gelap didepan studio, menuju jalan raya. Bus sudah berhenti beroperasi sejak satu jam yang lalu, Taehyung tak punya pilihan selain berjalan kaki menuju hotel tempatnya menginap, yang untungnya tak terlalu jauh dari studio foto.

Senyum singkat ia berikan pada resepsionis hotel, sebelum melompat masuk kedalam lift yang kebetulan terbuka. Ia menekan tombol lantai kamarnya berada, lalu menyenderkan tubuh ke dinding lift. Dalam hati, Taehyung membuat urutan kegiatan yang akan dilakukannya setelah sampai dikamar.

BRUKK!

Yang, tentu saja tak akan dilakukannya karena terlalu lelah.

Setelah membuka mantel dan sepatunya, Taehyung terlelap menuju alam mimpi. Tak mau membuang waktu untuk sekedar mengganti pakaian atau mencuci wajah. Lihat saja nanti, bagaimana pusingnya Taehyung saat jerawat mulai muncul di wajahnya karena kebiasaan buruknya itu.

.

.

.

Taehyung bangun saat matahari mulai meninggi, diliriknya jam di dinding, pukul sembilan lewat dua puluh sembilan. Waktu sarapan di restoran hotel telah habis setengah jam yang lalu. Taehyung berpikir apa yang harus dimakannya nanti, dengan mata masih terpejam.

Erangan kecil terdengar saat Taehyung mencoba bangun. Persendiannya terasa kaku, apalagi di bagian leher dan pergelangan tangan, akibat terlalu lama menopang kamera. Dia butuh pijat.

Diraihnya ponsel didalam saku mantel, lalu merutuk saat menyadari jika daya baterainya habis. Ia menyalakan ponselnya setelah beberapa saat tersambung ke stop kontak. Bunyi notifikasi berlomba masuk tak lama setelahnya. Sebagian besar berasal dari kolega kerjanya kemarin, mengucapkan terima kasih dan selamat atas selesainya proyek mereka, satu email dari editor Vogue, Taehyung harus membacanya nanti, dan beberapa dari orangtuanya, menanyakan kapan Taehyung akan kembali ke Korea.

Ia meletakkan ponselnya ke meja nakas, kemudian membawa diri masuk kedalam kamar mandi. Hampir satu jam dia habiskan untuk berendam dan membersihkan diri, kemudian berganti pakaian. Setelah puas mematut diri didepan cermin, Taehyung mengenakan Beret andalannya, kemudian mengambil mantel di lantai dan ponsel yang sudah terisi penuh, lalu keluar menuju jalanan ramai Barcelona, sangat kontras dengan malam tadi, jalanan pagi menjelang siang ini terlihat hidup.

Taehyung melihat pertunjukkan jalanan di seberang jalan, dia baru akan menghampirinya saat ingat tak membawa kamera. Kebiasaannya selalu mengabadikan momen yang menurutnya penting dalam sebuah foto sepertinya sudah mendarah daging. Karena itu, dia mengurungkan niat, dan memilih berbelok menuju kafe Brunch yang direkomendasikan teman kerjanya beberapa hari lalu.

Tempat duduk di pinggir jalan menjadi pilihan Taehyung, dia memesan makanan, lalu menikmati pemandangan Barcelona dipagi hari. Diraihnya ponsel dalam saku, lalu diambilnya beberapa foto sebagai kenang-kenangan. Tak sebagus kamera profesional miliknya, tapi cukup untuk sekedar membuatnya teringat akan pagi terakhirnya di Barcelona, sebelum kembali ke Korea.

TING!

Satu pesan masuk dari ibunya

"Kau sudah makan malam?"

Taehyung tertawa pelan, kemudian membalas pesan ibunya

"Eomma, saat ini tengah hari di Barcelona."

Dirinya teringat belum membalas beberapa pesan dari kolega kerjanya, lalu menggeser jari dan mengetikkan kalimat balasan untuk beberapa orang.

Dahinya mengerut saat tak sengaja melihat satu nama kontak di deretan bawah pesan. Sebuah nama diikuti simbol hati, yang selama empat hari terakhir ini tidak mengiriminya pesan apapun. Apalagi telepon.

Jungkook sesibuk itu? , batinnya.

Taehyung menimbang-nimbang, haruskah dia menelepon Jungkook sekarang? Dia harusnya sudah berada dalam perjalanan pulang sekarang. Ah, tapi mengingat bagaimana fanatiknya orang itu bekerja, Taehyung yakin Jungkook masih menenggelamkan diri dalam berkas kantor sekarang.

"Here's your food, sir."

Taehyung terlalu lama berpikir hingga tak menyadari makanannya telah datang. Dia tersenyum kearah pelayan, lalu meletakkan ponselnya didalam saku. Bicara empat mata dengan Jungkook adalah cara berkomunikasi yang paling efektif. Taehyung tidak mau sibuk mengecek ponselnya tiap beberapa menit hanya untuk melihat apakah balasan dari Jungkook sudah tiba atau belum, yang biasanya memakan waktu berjam-jam.

Tengah hari telah berlalu saat Taehyung keluar dari kafe. Awalnya dia berniat kembali ke hotel dan mulai membereskan pakaian. Tapi setelah berpikir lagi, tak ada salahnya mengunjungi kantor Vogue sebelum pergi. Dia perlu mengucapkan selamat tinggal pada orang-orang disana.

SRK!

Pintu bercat putih didepannya sedikit berbunyi saat Taehyung mendorongnya masuk. Beberapa orang didalam menoleh, kemudian tersenyum melihat yang datang adalah Kim Taehyung.

"Sigñor Kim!" seru Yolanda, editor Vogue Spanyol, dia meletakkan pena yang sedang dipegangnya lalu menghampiri Taehyung,"bukankah penerbanganmu malam ini. Ada yang bisa kubantu?" tanyanya, dalam bahasa inggris yang kental dengan aksen spanyol

Taehyung menggeleng,"Hanya ingin mengucapkan selamat tinggal. Dan terima kasih, atas kerja keras kalian selama satu minggu ini."

Yolanda menarik Taehyung mendekat, lalu memberinya pelukan. Kebiasaan khas sang editor saat merasa senang.

"Kami yang merasa terhormat bisa bekerjasama dengan fotografer kelas dunia sepertimu, Sigñor Kim."

Taehyung menyalami beberapa orang didalam ruangan, menikmati segelas teh dan obrolan ringan bersama Yolanda, sebelum akhirnya pamit untuk mulai membereskan barang barangnya.

"Aku akan mengirimkan satu jilid padamu, Sigñor Kim!" Yolanda berseru, beberapa saat setelah Taehyung keluar dari kantor Vogue Spanyol.

Taehyung kembali ke hotel dan langsung membereskan pakaiannya kedalam koper. Kemudian mengambil koper yang lebih besar, dan menyusun kamera serta beberapa lensa dan peralatan lain yang dibawanya. Setelah memastikan semua barang-barangnya aman didalam koper, Taehyung menelepon bagian resepsionis dan meminta mereka untuk memesankannya taksi menuju bandara, sementara dia buang air.

Setelah menyelesaikan proses administrasi hotel, dan memasukkan koper kedalam bagasi, Taehyung melaju menuju bandara. Ia mengecek paspor dan tiket penerbangannya, yang kebetulan masih tersisa 4 jam sebelum keberangkatan.

Taehyung mengambil ponselnya, kali ini telah duduk manis di ruang tunggu bandara, lalu menghubungi ibunya.

"Halo, eomma? Ya, maaf membangunkanmu. Aku hanya ingin bilang kalau aku lepas landas 2 jam lagi."

"Oh, baiklah. Kapan kau sampai di Incehon?" suara serak ibunya terdengar di seberang sambungan

Taehyung melihat jam di monitor bandara, lalu menghitung perbedaan waktu Seoul-Barcelona

"Hm, sekitar jam 7 pagi?" Taehyung berujar, agak tidak yakin dengan kemampuan mengira-ngira yang dimilikinya

"Baiklah, akan kusuruh seseorang untuk menjemputmu. Hati-hati."

"Tidak perlu. Aku bisa menelepon Jungkook."

"Seperti dia mau saja keluar dari gedung mengerikan itu."

Taehyung hanya tertawa, kemudian memutus sambungan. Ia baru akan memasukkan ponselnya kedalam saku, saat keinginan untuk memberitahu Jungkook mendadak muncul. Digantinya aplikasi dalam ponsel, dan diketikkannya pesan singkat pada sang calon pendamping hidup, meski tak berharap banyak akan dibalas.

"Aku terbang 2 jam lagi. Sampai jumpa di Incheon pukul 7 pagi, xoxo."

Kali ini ponselnya tersimpan rapi di saku, Taehyung mengeluarkan buku yang sengaja dibelinya beberapa hari lalu untuk waktu menunggu bandara dan selama perjalanan di pesawat nanti. Salah satu rekomendasi Yolanda, novel karya Gabriel Garcia Marquez berjudul One Hundred Years of Solitude.

.

.

.


.


.

.

.

Incheon Airport, Korea Selatan

Taehyung menarik kopernya keluar dari lounge kelas satu maskapai penerbangan. Dikenakannya kacamata hitam dan masker miliknya, sebelum benar benar keluar. Netranya menyisir puluhan orang dengan papan nama, mencari wajah familiar yang harusnya menjemput dirinya pagi ini. Nihil, tak ada orang yang dikenalnya.

Taehyung menghela napas, diraihnya ponsel dari dalam saku, lalu menghubungi Jungkook.

Tuut...tuut...tuut...

Saat dering keempat berbunyi, Taehyung harusnya tahu jika orang itu tidak akan mengangkat panggilannya. Sepertinya dia akan naik taksi pagi ini.

"Tuan Kim Taehyung?"

Taehyung menoleh, menatap seorang laki-laki berpakaian jas rapi yang berjalan menghampirinya.

"Tuan Kim Taehyung?" orang itu bertanya lagi

"Ya," jawab Taehyung,"siapa anda?"

Laki-laki itu tersenyum, kemudian membungkuk hormat,"Namaku Min Yoongi. Nyonya Jeon mengutusku untuk menjemput anda."

Taehyung mengangguk mengerti, ia memberikan kopernya pada Yoongi, dan mengikuti laki-laki itu menuju mobil sedan hitam yang terparkir tak jauh dari pintu kedatangan bandara.

"Bagaimana perjalanan anda, tuan?" Yoongi mencoba membuat percakapan

Taehyung menghela napas, ia menyenderkan tubuh ke kursi belakang, lalu memejamkan mata,

"Melelahkan." Jawabnya singkat,

"Tapi menyenangkan." sambungnya

"Anda perlu sesuatu, tuan?" Yoongi kembali bertanya, matanya melirik Taehyung di kursi belakang melalui kaca spion

Taehyung membuka mata, kini saling bertatapan dengan Yoongi,

"Kau sudah lama bekerja dengan eommoni, Yoongi-ssi?" Taehyung tak menjawab, alih-alih melontarkan pertanyaan lain

"Ini bulan pertama saya bekerja, tuan."

"Ck,"Taehyung berdecak,"jangan panggil aku seformal itu. Berapa usiamu?"

"29, tuan."

"Kau lebih tua dariku," Taehyung meretoris,"boleh kupanggil hyung?"

"T-tentu saja, tuan."

"Ah, hyung!" Taehyung menyeru,"jangan seformal itu!"

"A-ah, ya."

Taehyung tersenyum puas, rasa lelahnya sedikit berkurang. Ia memajukan tubuh, kini bersandar pada sisi kursi depan,

"Kita kemana sekarang, hyung?"

"Nyonya memerintahkan untuk mengantarmu ke rumah besar untuk sarapan bersama." Yoongi menjawab, matanya terfokus pada jalanan didepan.

Taehyung mengangguk mengerti.

Keduanya saling melempar pertanyaan, mencoba mengakrabkan diri selama perjalanan. Hingga tak terasa sedan hitam itu mulai memasuki pekarang rumah besar keluarga Jeon.

Yoongi menghentikan mobil tepat didepan pintu utama, kemudian beranjak dan mengeluarkan koper Taehyung dari bagasi yang kemudian diserahkannya pada salah satu pelayan yang telah menunggu kedatangan penghuni rumah.

"Terima kasih sudah mengantarku, hyung." Taehyung tersenyum

Yoongi balas tersenyum, sebelum kembali melajukan mobil menuju bagian belakang rumah.

Taehyung berjalan masuk, menyusuri lorong panjang kediaman Jeon. Ia berbelok menuju meja makan, dan mendapati seluruh penghuni rumah sudah mulai menyantap sarapan mereka.

"Taehyung-ie!" Nyonya Jeon menyeru, membuat dua orang lain di meja makan menoleh

Taehyung tersenyum, lalu menghampiri meja makan. Ia memeluk tuan dan nyonya Jeon bergantian, lalu duduk disebelah Jungkook. Mengabaikan eksistensi sang tunangan, dirinya masih kesal karena Jungkook tak menjemputnya tadi.

"Bagaimana pekerjaanmu, Taehyung-ah?" Tuan Jeon bertanya

"Selesai dengan baik, aboji." Jawabnya, tangannya meraih sendok dan sumpit diatas meja, kemudian mengambil sepotong daging dari piring saji,"mereka akan mengirimkan satu jilid untukku satu minggu sebelum perilisan." Lanjutnya

"Aku boleh melihatnya, kan? Tae." Nyonya Jeon berujar

Taehyung tersenyum,"Tentu saja, eommoni."

"Lalu, apa yang akan kau lakukan setelah ini?" Aboji kembali bertanya

"Mungkin mengunjungi eomma dan appa di Geochang. Sudah hampir satu bulan aku tidak bertemu mereka." Taehyung menyendokkan nasi kedalam mulut

"Bagus, kunjungi mereka." Nyonya Jeon berujar, setuju,"Kim menelepon tengah malam kemarin, kau tahu dia tidak bisa tidur tiap kali kau akan naik ke pesawat, jadi aku harus menemaninya mengobrol sepanjang malam."

"Ah, maafkan eomma karena mengganggu tidurmu, eommoni." Taehyung berujar, tak enak

"Aih, biarkan saja. Toh, aku juga sama dengannya." Nyonya Jeon berujar, santai, matanya beralih pada sang anak disebelah Taehyung,

"Jungkook-a, kau antar Taehyung ke Geochang, ya." Ia memerintahkan

Taehyung melirik Jungkook yang masih sibuk dengan ponselnya, mengabaikan sarapan dan ibunya yang baru saja bicara padanya. Ia menghela napas pelan, orang ini kadang menyebalkan.

"Hm." Gumam Jungkook singkat, jelas sekali tak memperhatikan apa yang ibunya katakan

"Ya, Jeon Jungkook!" Nyonya Jeon meninggikan suara, akhirnya mendapat perhatian anak semata wayangnya

"Kosongkan jadwalmu besok, dan antar Taehyung ke Geochang." lanjutnya, lengkap dengan tatapan tajam terarah pada Jungkook

Jungkook mengerutkan kening,"Besok?" ulangnya,"besok aku ada rapat dengan investor."

"Kau bisa menyuruh Kim Namjoon dari bagian finansial untuk menggantikanmu." Aboji kini ikut bicara

"Kau tahu aku tidak bisa menyerahkan pekerjaanku begitu saja pada orang lain, aboji." Jungkook mencoba memberi alasan,"meski aku tahu kinerja Namjoon hyung itu bagus."

"Tidak perlu, eommoni." Taehyung mengalah,"aku bisa naik kereta kesana."

"Taehyung saja tidak keberatan, eomoni, aboji." Jungkook berujar santai, kembali fokus pada ponselnya

SREKK!

Jungkook mendorong mundur kursi yang ditempatinya, kemudian berdiri dan meraih jas maroon yang tersampir di kepala kursi,

"Waktunya aku pergi. Selamat pagi, semuanya." Ia berujar cepat, sebelum menghilang di balik tembok, meninggalkan tiga orang di meja makan, dan sarapannya yang hanya separuh habis.

"Hahh," Nyonya Jeon menghela napas berat, ia memijit keningnya,"anak itu benar-benar keterlaluan." ujarnya kesal.

Taehyung tersenyum,"Tidak apa-apa, eommoni. Aku tahu resiko bertunangan dengannya seperti ini. Biar aku bicara padanya. Permisi." Taehyung undur diri dari meja makan, kemudian setengah berlari menuju pintu depan.

Beruntung supir Jungkook belum sampai, jadi Taehyung tak perlu repot mengejar mobil seperti di drama yang sering dilihatnya.

"Jungkook-ah!" Panggil Taehyung,

Jungkook menoleh, menatap Taehyung,"Ya?"

"Kosongkan jadwal makan siangmu hari ini. Ada yang ingin kubicarakan." Taehyung berujar, dia tahu Jungkook tak suka basa-basi, jadi dirinya tak perlu repot bertanya apakah Jungkook punya waktu untuknya siang ini.

"Oke." Jungkook berujar singkat, ia menarik Taehyung dalam pelukan, mengistirahatkan lengannya di pinggang Taehyung.

Jungkook menghela napas,"Aku senang kau kembali." Gumamnya pelan

Taehyung tersenyum, mengeratkan pelukannya ditubuh Jungkook,"Kau tahu pekerjaanku."

Keduanya tetap dalam posisi hingga suara deru mobil terdengar, dan Taehyung menjadi yang pertama melepaskan pelukan.

"Hati-hati." Ujarnya

Jungkook tersenyum, ia mengecup pipi kanan Taehyung sebelum masuk kedalam mobil.

Taehyung menunggu hingga mobil hitam itu tak terlihat dari balik gerbang sebelum kembali kedalam rumah. Dia berpapasan dengan nyonya Jeon di ruang santai, yang kemudian memanggilnya untuk bicara.

"Aku berpikir untuk mengadakan pesta pernikahanmu saat musim semi. Cuacanya pas untuk pesta luar ruangan. Bagaimana menurutmu?" Nyonya Jeon tersenyum kearah Taehyung

Taehyung tersenyum tipis, tak tahu harus merespon apa.

Sudah dua bulan ini topik pembahasan tentang pernikahan selalu diangkat oleh nyonya Jeon.

Bukannya Taehyung tidak siap untuk menikah. Dirinya dan Jungkook sudah menjalin hubungan selama bertahun-tahun, dan sejujurnya Taehyung sudah menunggu waktu Jungkook melamarnya. Tapi, setiap kali dirinya mencoba bicara mengenai hal ini dengan Jungkook, jawaban yang selalu diterimanya selalu sama.

Perusahaan masih membutuhkan fokusku secara penuh, Taehyung.

Lalu kenapa jika Taehyung ingin menikah? Dia tahu seberapa besar tanggung jawab Jungkook pada perusahaan. Dia mengerti dan paham sifat Jungkook yang terlalu perfeksionis hingga tak membiarkan apapun lolos dari pengamatannya. Apa Jungkook menganggapnya sebagai penghalang, hingga dirinya bisa kehilangan fokus seperti yang dikatakannya?

Astaga, memikirkannya saja sudah membuat darah Taehyung mendidih.

"Uh, eommoni." Taehyung berujar,"menurutku saat ini bukan waktu yang tepat untuk pernikahan." Dia memberi alasan

"Kau selalu bicara hal yang sama setiap kali aku membicarakan pernikahan." Nyonya Jeon mendengus kesal,"memangnya kau tidak ingin menikah dengan Jungkook, Taehyung-ah?"

"B-bukan begitu!" Taehyung mendadak panik, keringat dingin mulai muncul di pelipisnya,"Aku sangat ingin menikah. Hanya saj-"

"Ini pasti karena Jungkook lebih memilih pekerjaannya, iya kan?" Nyonya Jeon memotong kalimat Taehyung.

Taehyung diam, tak bisa menjawab pertanyaan itu.

Nyonya Jeon yang melihat keterdiaman Taehyung menghela napas berat, kenapa dia bisa memiliki anak setidak peduli dengan orang-orang disekitarnya seperti ini?

"Ini salahku karena terlalu keras padanya." Nyonya Jeon berujar pelan,"jika saja aku tidak menuntutnya untuk menjadi sempurna, dia tidak akan jadi seperti ini."

"Eommoni!" Taehyung tak bermaksud meninggikan suara hingga membuat nyonya Jeon terkejut, tapi dirinya benar-benar tidak suka saat wanita yang sudah dianggapnya ibu sendiri itu menyalahkan diri sendiri karena sikap Jungkook,"berapa kali kubilang untuk tidak menyalahkan diri sendiri seperti itu?" ia menormalkan kembali suaranya.

"Aku akan makan siang dengannya nanti, dan akan membicarakan semuanya. Oke?"

Nyonya Jeon tersenyum lemah,"Aku hanya bisa mendoakan dia berubah."

.

.

.


.

.

.

Taehyung melihat jam di ponselnya untuk yang kesejuta kalinya. Saat jam menunjukkan pukul duabelas lebih sepuluh, Taehyung pikir Jungkook hanya akan sedikit terlambat karena jarak restoran dan kantornya sedikit jauh. Tapi saat hampir satu jam berlalu dan Jungkook tak juga muncul, dirinya yakin Jungkook tak akan datang.

Dia sudah mencoba menghubungi Jungkook, tapi ponselnya mati dan langsung menyambungkannya ke pesan suara. Taehyung juga sudah mencoba menghubungi sekretaris pribadi Jungkook, hanya untuk mengetahui tunangannya itu pergi makan siang dengan beberapa anggota direksi. Akhirnya Taehyung menyerah dan memutuskan untuk makan siang sendiri.

"Kim Taehyung-ssi?"

Taehyung menghentikan kegiatannya memotong daging saat mendengar namanya dipanggil. Dia menoleh, dahinya mengerut melihat seorang laki-laki, yang sepertinya pernah dilihatnya, tersenyum kearahnya.

"Ya?" Taehyung membalas

"Ah, namaku Namjoon. Kim Namjoon." Laki-laki itu memperkenalkan diri,"aku kepala bagian finansial di perusahaan tuan Jeon."

"Ah, ya. Aku ingat." Taehyung tersenyum, "silakan duduk."

"Maafkan aku, Taehyung-ssi. Tapi aku ada janji dengan seseorang." Tolak Namjoon halus,"senang bisa bertemu denganmu."

Taehyung tersenyum, kemudian teringat sesuatu,"Namjoon-ssi!" Panggilnya

Namjoon memutar badan, kini menatap Taehyung,"Ya?"

Taehyung meraih serbet diatas meja dan pena dari saku jasnya, untuk beberapa alasan dia selalu membawanya, kemudian menulis pesan diatasnya.

"Bisa tolong berikan ini pada Jungkook?" Taehyung menyerahkan serbet itu,

"Uh, tentu." Namjoon menerimanya ragu-ragu,"kenapa tidak meneleponnya saja?" dia tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya

"Orang itu hanya akan menjawab panggilan jika berhubungan dengan perusahaan." Sarkasnya

"Baiklah. Selamat menikmati makan siangmu, Taehyung-ssi."

Taehyung kembali melanjutkan makan siangnya setelah Namjoon pergi. Dia membayar pesanannya, kemudian pergi dari restoran dan langsung menuju Gangnam. Mobilnya berhenti didepan sebuah gedung perkantoran, dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Hai, tteok." Sapanya

"Panggil aku kue beras sekali lagi, kumatikan teleponmu." Orang diseberang berujar kesal

Taehyung tertawa,"Oke, oke. Maaf. Dimana kau sekarang?"

"Dimana menurutmu? Aku punya dua gaun pernikahan yang harus kuselesaikan sebelum bulan depan. Kurasa aku sudah menceritakannya padamu saat terakhir kita bicara."

"Oh, maksudmu saat kau meneleponku pukul dua pagi hanya untuk berteriak frustasi karena kau tidak memiliki inspirasi untuk mendesain? Ya, tentu."

"Hey, saat itu jam makan siang, oke. Aku tidak tahu kalau kau sedang berada di Berlin saat itu."

"Ya, ya." Taehyung berujar,"aku ada didepan gedung. Password kantormu masih sama, kan?"

"Kau sudah kembali ke Korea? Ya, masuk saja."

"Tunggu aku lima menit lagi, manggaetteok."

Taehyung menutup sambungan sebelum sahabatnya, Park Jimin, bisa meneriakinya. Dia memarkirkan mobil, lalu naik ke lantai sebelas, menuju kantor pribadi sang sahabat.

BUGH!

Sebuah bantal mendarat diwajahnya saat dia membuka pintu.

"Itu balasan karena memanggilku kue beras, Kim Taehyung." Jimin berujar

Taehyung balas melempar bantal, namun bisa dengan mudah dihindari oleh Jimin. Dia merebahkan diri di sofa, sementara Jimin masih fokus dengan pensil dan kertas desain di meja kerjanya.

"Kapan kau kembali?" Jimin memulai percakapan

"Pagi ini."

"Dan kau memilih untuk datang kesini dibanding beristirahat?" Jimin bertanya, setengah tak percaya

"Aku tidur setelah sarapan. Dan kebetulan aku memiliki janji makan siang dengan Jungkook, jadi kenapa tidak sekalian mengunjungimu."

"Biar kutebak, Jungkook melupakan janji lagi, kan?" Jimin meletakkan pensilnya, kini duduk berseberangan dengan Taehyung.

Taehyung menghela napas,"Beberapa direksi mengajaknya makan siang. Bukan masalah besar."

Jimin mendengus,"Jelas itu masalah besar, dasar idiot." Umpatnya,"ini pertama kalinya kau pulang setelah satu bulan, dan dia melupakan janji makan siang denganmu hanya karena ajakan beberapa orang tua yang sebentar lagi dikremasi? Kau bercanda."

Taehyung tersenyum tipis. Jika diingat lagi, dirinya memang selalu mengalah saat Jungkook membatalkan janji secara sepihak.

"Aku penasaran sebenarnya apa yang kau lihat dari manusia itu. Sudah berapa tahun kau bersamanya?"

"Hampir tujuh tahun. Bulan depan hari jadi kami yang ke tujuh."

"Hampir tujuh tahun, dan kau masih kuat menghadapi sikapnya yang seenaknya seperti itu? Wah, Kim Taehyung." Jimin berujar, dengan nada mengejek

"Aku sudah mengancamnya akan pergi jika dia tidak datang saat makan malam nanti dirumah." Taehyung mencoba membela diri, sambil mengingat memo yang diberikannya pada Namjoon di restoran tadi.

"Dan kau benar-benar akan meninggalkannya jika itu benar terjadi?" Mata Jimin mendadak bersinar. Sahabatnya satu ini akhirnya mendapat pencerahan!

"Yah, aku memang berencana pergi ke Geochang besok."

Jawaban Taehyung sukses membuat bahu Jimin turun. Lupakan apa yang dikatakannya tentang Taehyung barusan. Idiot ini masih terjebak dalam kegelapan.

"Kadang aku penasaran sebenarnya apa yang ada dipikiranmu saat menerima manusia seperti itu." Jimin berujar lelah,"kau menoleh Park Bogum sunbaenim, demi junior yang bahkan tak kau kenal sebelumnya."

"Hey!" Taehyung mengubah posisinya, kini duduk menatap Jimin,"aku tidak tahu jika Park Bogum sunbaenim menyukaiku, oke. Dan aku juga tidak tahu jika dia akan menyatakan perasaannya disaat yang sama dengan Jungkook." Ia mencoba membela diri

Jimin memutar bola matanya malas,"Seluruh universitas tahu dia menyukaimu, bodoh. Kau saja yang terlalu buta pada obsesimu mendekati Jungkook sampai tidak bisa melihatnya."

"Ah, berhenti membicarakan masa lalu." Taehyung berujar kesal,"kau sendiri? Kita selalu membicarakan masalahku dengan Jungkook, tapi aku tak pernah tahu kau sedang dekat dengan siapa."

"Aku?" Jimin menunjuk diri sendiri,"menurutmu aku punya waktu untuk berkencan saat gunungan kain dan mutiara itu berteriak meminta untuk segera diselesaikan?" Jarinya menunjuk ke sudut ruangan, tempat gulungan besar kain tersusun.

Yah, resiko menjadi desainer penganti paling diminati seisi Korea memang seperti ini. Sulit menemukan waktu untuk bersantai, apalagi menjalin hubungan.

Tapi dirinya juga sama sibuknya dengan Jimin, dan masih bisa menjalin hubungan dengan Jungkook, kurang lebih, lalu apa masalahnya?

"Kau ingin ikut denganku ke Geochang besok? Kau butuh istirahat." Taehyung menawarkan.

"Bagian mana dari kalimatku sebelumnya yang tidak kau mengerti, Kim Taehyung?" Jimin mengerang kesal, apa temannya ini dihantam banteng saat berada di Spanyol? Kenapa mendadak kepalanya kosong seperti ini.

"Ah, benar juga." Taehyung mengangguk mengerti.

Keduanya berbicara selama berjam-jam, dan baru berhenti saat asisten Jimin masuk dan mengatakan jika kliennya menunggu di butik lantai dasar, siap untuk fitting pakaian.

Taehyung merutuki dirinya sendiri, dia terlalu asik berbicara dengan Jimin sampai tak menyadari jika matahari telah tenggelam. Semoga lalu lintas Gangnam tidak menyebalkan, dia hanya punya waktu satu jam sampai waktu pertemuannya dengan Jungkook di perusahaan. Dan jarak antara kantor Jimin dengan Jungkook lumayan jauh.

TAP!

Taehyung menahan pintu lift yang akan tertutup, kemudian masuk kedalam. Napasnya terengah karena berlari dari pelataran parkir.

"Oh, Taehyung-ssi. Kita bertemu lagi."

Taehyung mengangkat kepalanya, baru menyadari jika dirinya tak sendirian didalam lift.

"Halo, Namjoon-ssi." Taehyung balas menyapa

Keduanya tak bicara setelahnya. Namun saat lift mencapai lantai lima, Namjoon menoleh, seperti ingin menanyakan sesuatu.

"Taehyung-ssi, boleh aku bertanya?" Namjoon memulai

"Ya?"

"Dimana tempat paling bagus untuk pemotretan di Korea?"

Taehyung mengerutkan kening,"Aku...tidak mengerti."

"Ah, ya. Tentu saja, maaf." Namjoon berujar cepat,"begini, aku ingin melakukan foto pra-pernikahan. Hanya saja aku dan pasanganku sama-sama buta tentang hal seperti itu. Dan karena kebetulan kau fotografer handal, kupikir kau bisa memberiku saran."

Mendengar kata pra-pernikahan, Taehyung mendadak sedih. Kapan dirinya dan Jungkook bisa berada di posisi itu?

"Taehyung-ssi?" Suara Namjoon menyadarkannya dari lamunan

"Ah, ya." Ujarnya,"maaf. Tadi kau bilang foto pra-pernikahan?"

Namjoon mengangguk.

"Hm, aku perlu tahu selera dan kesukaan kalian."

"Ah, kalau begitu kita tidak bisa membicarakannya sekarang, ya." Namjoon terlihat sedih, Taehyung mendadak merasa tidak enak

"Kita bisa bicara setelah aku selesai bertemu dengan Jungkook." Taehyung mencoba memberi solusi

Namjoon mengerutkan dahi,"Kau kesini ingin bertemu Direktur? Kupikir kau ingin menemui Presdir."

"Memangnya ada apa?" Taehyung ikut mengerutkan kening

"Taehyung-ssi, Direktur Jeon pergi ke Busan beberapa jam lalu. Dia pergi setelah makan siang dengan direksi. Apa kau tidak diberitahu?" Namjoon bernada khawatir saat mengatakannya

"Oh." Hanya itu yang bisa Taehyung katakan.

Taehyung menghela napas, mencoba menahan tangisannya. Dia menatap Namjoon dengan senyuman.

"Karena alasanku untuk tinggal sudah tidak ada, kita bisa membahas pemotretanmu saat ini juga." Ujarnya

Namjoon tersenyum lebar, jelas sekali tidak bisa menahan rasa senangnya,"Kalau begitu biar aku telepon Seokjin, lalu kita bisa membahasnya sambil makan malam. Bagaimana?"

"Tentu."

Keduanya naik hingga ke lantai paling atas, tempat restoran berada dan menunggu hingga calon pengantin Namjoon datang. Kim Seokjin yang terpaut usia 3 tahun dengan Namjoon bekerja sebagai pemilik kafe di Itaewon, keduanya bertemu saat Namjoon pertama kali datang ke kafenya untuk mengerjakan skripsi, dan berakhir jatuh cinta pada pandangan pertama dengan pelayanan ramah Seokjin.

"Jadi kalian sama sama menyukai binatang, ya." Taehyung menyesap anggur dalam gelas, menyelesaikan makan malamnya.

"Kalau kau menganggap memancing sebagai kegiatan menyukai binatang, tentu." Jawab Seokjin.

"Hm, bagaimana dengan pemotretan di laut atau pantai?" Taehyung memberi saran, ia membuka galeri ponselnya, mencari foto saat dirinya mengunjungi Jeju beberapa waktu lalu, dan menunjukkannya pada Namjoon dan Seokjin.

"Aku suka tempat ini!" Seokjin menyeru, matanya terlihat penuh bintang saat mengatakannya

"Dimana ini?" Tanya Namjoon

"Jeju." Taehyung menjawab singkat,"kalian sudah menemukan fotografer untuk pemotretan?"

"Kami berencana menghubungi Studio HELIUM besok." Jawab Namjoon

"HELIUM? Jangan kesana. Harga dan kualitas mereka tidak sebanding." Taehyung memberitahu

"Benarkah? Beberapa temanku merekomendasikan studio itu."

"Mereka memang memiliki reputasi foto studio yang bagus. Tapi kualitasnya sedikit menurun di luar ruangan." Taehyung menghabiskan gelas anggurnya, sebelum terpikirkan sebuah ide.

"Bagaimana jika aku yang memotret kalian?" Ia menawarkan

Wajah Namjoon dan Seokjin kompak berubah terkejut saat Taehyung menawarkan mereka jasa fotografinya. Apa mereka bermimpi? Seorang Kim Taehyung, fotografer kelas dunia yang jika ingin menyewanya butuh waktu paling sedikit tiga bulan, dengan harga yang tidak main-main, menawarkan diri untuk menjadi fotografer pernikahan mereka?

"Tidak perlu, kau pasti sibuk." Seokjin menolak halus

"Hey, tidak perlu memikirkan jadwalku, Seokjin-ssi. Aku tidak akan bekerja sampai bulan depan, jadi aku bisa membantu kalian." Taehyung berujar,"dan tidak usah khawatir dengan biayanya, aku akan membantu jika Namjoon-ssi mau membantuku juga."

"Apa yang bisa kulakukan?" Namjoon bertanya

"Pertengahan bulan depan nanti adalah hari jadiku dan Jungkook. Aku berniat membawanya berlibur selama beberapa hari. Bisa kau bantu aku mengurus pekerjaannya selama kami pergi?" Taehyung menjelaskan rencananya

"Aku lebih dari mau untuk itu," Namjoon memulai,"tapi apa kau yakin direktur Jeon akan mau meninggalkan pekerjaannya, Taehyung-ssi?"

"Biar itu aku yang urus. Jadi, apa kita sepakat?" Taehyung mengulurkan tangan

"Deal!"

.

.

.


.

.

.

CKLEK!

"Terima kasih karena mau membantu kami mengurus pernikahan, Taehyung-ssi." Namjoon berujar sopan

"Ah, hyung! Kapan kau akan berhenti bersikap formal padaku?" Ujar Taehyung tak suka.

Keduanya baru saja menyelesaikan pekerjaan memilah foto yang akan dipakai untuk dipajang di acara pernikahan Namjoon dan Seokjin setelah tahun baru nanti di studio Taehyung.

"Maaf, kebiasaan lama sulit hilang." Ujar Namjoon

"Kau akan ke butik Jimin setelah ini?" Taehyung bertanya, dia mengantar Namjoon hingga pintu depan studio

"Mungkin setelah makan siang." Jawab Namjoon,"Jinnie tidak bisa meninggalkan kafe sampai jam makan siang selesai."

"Ah, benar juga."

"Lalu bagaimana dengan rencanamu? Kau yakin masih ingin membuatnya sebagai kejutan untuk direktur Jeon?" Ada sedikit kekhawatiran dalam pertanyaannya

Taehyung tersenyum,"Aku bilang padanya kita berdua akan pergi dengan pesawat. Tapi dia tidak tahu jika aku memesan tiket ke London."

"Kau benar-benar yakin bisa membawanya?"

"Eommoni dan Aboji tahu rencanaku, dan bersedia membantu. Tidak perlu khawatir, hyung."

Namjoon tersenyum,"Baiklah kalau begitu. Aku berharap semuanya berjalan sesuai rencana." Dia melambaikan tangan sebelum benar-benar pergi dari studio.

Taehyung kembali masuk kedalam studio, dan memberi instruksi pada timnya untuk mencetak dan mengurus keperluan untuk memajang foto Namjoon dan Seokjin selama dia pergi. Penerbangannya akan berangkat malam ini, jadi dia tidak punya banyak waktu.

.

.

.

.

.

"Ah, Taehyung-ie! Kau sedikit terlambat." Nyonya Jeon menyambutnya di pintu depan saat mobil Taehyung memasuki gerbang. Disebelahnya telah siap koper dan sebuah ransel kecil.

Taehyung tersenyum,"Terima kasih karena sudah menyiapkan barang-barangku, eommoni." Taehyung memeluk nyonya Jeon erat

"Sudah, cepat pergi sebelum kau ketinggalan pesawat." Nyonya Jeon memberi perintah, dia melirik Yoongi yang telah siap disebelahnya, memberinya perintah untuk masuk ke kursi pengemudi.

"Aboji sudah kukirim untuk menyeret Jungkook ke bandara apapun yang terjadi, kau tidak perlu khawatir."

"Aku berangkat." Taehyung melambaikan tangan dari dalam mobil.

Perjalanan menuju bandara diisi dengan percakapan tentang musik, karena Yoongi dan Taehyung sama-sama memiliki kegemaran mengoleksi piringan hitam. Mobil berhenti didepan pintu keberangkatan internasional, Yoongi membantu Taehyung mengeluarkan kopernya dari bagasi sebelum mengucapkan selamat tinggal dan melaju pergi.

Taehyung menarik kopernya menuju ruang tunggu, setelah memasukkan koper kedalam bagasi pesawat. Dia melihat arlojinya, masih ada waktu sampai keberangkatan.

.

.

.

.

.

Panggilan terakhir untuk penerbangan Korean Airlines nomor penerbangan KS-365 menuju London, untuk segera masuk kedalam pesawat.

Taehyung harusnya tahu ini akan terjadi.

.

.

.

.

.


.

.

.

Jungkook baru saja selesai dengan rapat pemegang sahamnya, dan terkejut saat melihat kedua orangtuanya dan orangtua Taehyung berkumpul didalam ruang kerjanya.

"Ada apa ini?" Ujarnya bingung

BUGH!

Nyonya Jeon melempar bantal sofa dan tepat mengenai wajah sang anak

"Pikir dengan otak jeniusmu itu, Jeon Jungkook." Suaranya terdengar tenang, tapi Jungkook tahu jika ibunya sedang marah

"Aku pikir aku sudah memintamu untuk memberikan tanggung jawab rapat pada Namjoon. Apa kau baru saja mengabaikan perintah Presdir, Jeon Jungkook?" Ayahnya ikut bicara

"Aku tahu. Tapi Namjoon hyung sedang sibuk dengan persiapan pernikahannya, dan aku tidak mau pikirannya bercabang selama rapat dan berpotensi merugikan kita." Jungkook mencoba memberi alasan.

Nyonya Jeon berdecak,"Kau memikirkan itu seolah olah kau sedang membantu Namjoon."

Jungkook makin kehilangan kesabarannya,"Sebenarnya apa yang kalian semua lakukan disini?"

"Kau ingat saat aku memberikan ijin padamu untuk bertunangan dengan anakku, Jeon Jungkook? Saat itu kau berjanji akan menjaganya dan membuatnya bahagia." Kini giliran tuan Kim yang bicara

Jungkook mengangguk, masih tidak mengerti dengan arah pembicaraan ini.

"Lalu kenapa Taehyung meneleponku satu jam yang lalu sambil menangis diatas pesawat dan mengatakan jika kau tidak peduli dengannya?" Nyonya Kim bertanya

Demi dewa Jotun! Jungkook lupa jika malam ini dia harus pergi dengan Taehyung.

"Oke, maafkan aku. Aku akan menelepon Taehyung dan meminta maaf, dia pasti mengerti." Jungkook mencoba mencari jalan keluar.

"Tidak perlu repot." Nyonya Kim berujar,"aku sudah meminta Taehyung untuk memblokir nomormu."

"Aku juga akan memikirkan kembali keputusanku merestui hubungan kalian." Tuan Kim ikut bicara

"Hey, kenapa perlu dipikirkan?" Nyonya Jeon menyela,"batalkan saja pertunangan mereka. Taehyung pantas mendapatkan seseorang yang lebih menghargai dirinya dibanding anak kurang ajar ini." Ujarnya, lengkap dengan tatapan tajam menusuk kearah Jungkook.

Wajah Jungkook mendadak kehilangan warnanya. Pemikiran dirinya berpisah dengan Taehyung selalu menjadi mimpi terburuknya. Dan jangan buat dia mengingat kembali bagaimana sulitnya dia meminta restu dari orangtua Taehyung saat itu hanya karena dirinya lebih muda dari Taehyung.

Jungkook selalu berpikir jika Taehyung tidak memiliki masalah dengan semua kesibukannya. Dan dia selalu menganggap semua yang dilakukannya adalah untuk Taehyung, agar dia bisa membuktikan diri jika dirinya pantas bersanding bersama sang pujaan hati. Dirinya tak pernah tahu jika sebenarnya Taehyung hanya memendam rasa sendirinya selama ini.

Taehyung kesepian, dan Jungkook harusnya ada disampingnya.

"Aku kecewa padamu, Jeon Jungkook. Apa kau tahu jika Taehyung merencanakan liburan ke London ditengah kesibukannya untuk merayakan hari jadi kalian yang ketujuh lusa nanti?" Nyonya Jeon kembali berkata

Mata Jungkook melebar. Dia benar-benar lupa semua itu.

"Oh, lihat." Semprot nyonya Kim,"kau bahkan lupa hari jadimu dengan Taehyung."

Jungkook tak bisa berpikir untuk beberapa saat. Dan setelah kepalanya bisa berfungsi lagi, dia berlari keluar dan meminta sekretarisnya untuk memesan tiket penerbangan pertama ke London malam itu, dan melesat pergi ke bandara tanpa membawa apapun.

Dirinya akan kehilangan Taehyung jika tidak segera bertindak.

.

.

.

.

.


To Be Continue


.

.

.

.

.

Halo semua, Min kembali dengan twoshoot Taekook! Sejujurnya aku mau buat ini jadi Yoonmin, tapi setelah tahu Qiesha punya project lain yang main castnya yoonmin, jadilah kuganti menjadi Taekook. Aku harap kalian suka dengan ceritaku yang satu ini.

.

.

Regards, Min