TALES OF MAGICAL KINGDOM

Arc 1 : Kerajaan Asseylum Dan Akademi Sihir

Chapter 1

Genre : Action, Romance, Fantasy

Warning! : Overpover, Harem, Ecchi

Disclaimers : Masashi Kishimoto, Ichiei Ishibumi

.

.

.


"Fyuhh... Akhirnya selesai juga."

Seorang pemuda berambut pirang rancung mengusap bulir keringat yang hampir menetes dari dagunya. Menaruh keranjang bambu penuh ilalang serta rumput liar ke atas tanah. Naruto, nama pemuda berparas tampan tersebut, baru saja selesai menyiangi sawah seluas setengah hektar yang terpampang luas di hadapannya. Pemandangan yang begitu asri dengan sawah-sawah serta pepohonan rindang tersuguhkan sejauh mata memandang.

Ingin segera beristirahat akibat rasa letih yang cukup menguras tenaga, Naruto pun beranjak dari sana. Ia hendak berjalan ke arah sebuah gubuk tua sederhana di mana dua tahun terakhir ini menjadi tempat ia tinggal. Namun baru selangkah ia berjalan, indra pendengarannya menangkap sayup-sayup suara kereta berkuda yang mendekat. Gerak langkah kakinya terhenti.

"... Rombongan dari kerajaan?" Naruto menoleh untuk melirik dua pasang kereta berkuda dengan lambang Kerajaan Asseylum tatkala penasaran dengan siapa gerangan yang jauh-jauh dari ibu kota datang menemuinya.

Kereta-kereta tersebut berhenti tepat di akhir jalan setapak yang ada. Semua pintu terbuka. Turun lah beberapa pengawal berpakaian khas kerajaan. Jubah perang hitam berkerah merah yang begitu familiar dari sudut netranya. Bilah-bilah pedang tersimpan rapi pada sarungnya tepat di samping sabuk yang mereka kenakan.

"Sepertinya sudah sangat lama semenjak pertemuan kita yang terakhir kali kala itu ya kan, Letnan Uzumaki Naruto." Pria berambut perak menyapa dari kejauhan. Ditemani oleh lima pengawal yang setia berada di belakangnya.

"Mungkin sudah dua tahun berlalu sejak terakhir kali aku menyerahkan surat pemberhentianku pada saat itu. Jadi jangan memanggilku dengan sebutan letnan lagi, Kapten Hatake Kakashi." Pemuda bermanik sebiru safir tersebut berbalik, membalas sapa kawan lama yang datang mengunjunginya.

"Berhenti memanggilku dengan sebutan seperti itu, begitupun juga sebaliknya. Setuju?" ujar Kakashi dengan wajah ramah. Mungkin senyumnya akan terlihat bila saja masker hitam itu tidak menutupi setengah wajahnya. Sedangkan Naruto hanya melempar senyuman singkat sebagai jawaban.

"Tidak mungkin pihak kerajaan jauh-jauh datang kemari hanya untuk bertegur sapa dengan penduduk biasa sepertiku ini, benar bukan?" ucap Naruto kemudian.

"Tolong berhentilah berkata seolah dirimu bukan siapa-siapa. Seluruh elemen kerajaan yang terlibat dalam perang pada waktu itu, sepenuhnya mengetahui sehebat apa dirimu yang sesungguhnya, Naruto." sahutnya.

"Sepertinya kau sudah sangat paham sekali. Jika begitu pembicaraan kita bisa dipersingkat," lanjut Kakashi lagi, berterimakasih atas pemahaman yang Naruto beri.

Mengeluarkan sebuah gulungan dari dalam jubah kerajaannya, Kakashi memperlihatkan isi surat resmi tersebut kepada Naruto dari kejauhan. "Sebagai perwakilan dari pihak Kerajaan Asseylum, dan juga sebagai sahabat lama, aku datang kemari meminta kepadamu untuk kembali ke ibu kota."

Kedua alis Naruto mengernyit. Ia tidak tertarik membaca isi keseluruhan surat resmi itu, melainkan rasa heran tentang proposal untuk memintanya kembali bekerja untuk Ibu Kota Saterica.

"Maaf, tapi aku sudah berhenti dari pihak militer kerajaan dua tahun yang lalu. Aku sama sekali tidak tertarik untuk kembali ke dunia itu lagi." Naruto memberikan jawabannya secara singkat dan padat.

Ketika mengingat kembali ke jaman itu, waktu di mana ia harus dipaksa untuk melumuri kedua tangannya dengan darah-darah iblis. Serta membunuh begitu banyak nyawa manusia dalam medan perang demi melindungi teritori Kerajaan Asseylum dari tangan dingin Kerajaan Mithurna. Naruto tidak ingin lagi terlibat dengan ingatan penuh darah seperti itu.

"Bukan kembali ke dunia militer kerajaan. Tapi kembali ke ibu kota sebagai seorang pengajar," tukas Kakashi mengungkap hal mendasar yang ingin ia sampaikan. Membuat Naruto yang tadinya akan berbalik pergi, kini berhenti dan melirik dari sudut matanya.

"Sebagai ... pengajar?"

"Benar. Tidak ada satupun dari kami yang meragukan kehebatanmu di medan perang. Keterampilan sihirmu sangat jauh di atas rata-rata seluruh pasukan kerajaan yang ada. Bahkan mungkin, tidak ada yang mampu melampaui kekuatanmu saat ini, termasuk diriku sendiri. Kerajaan Asseylum mengakui kehebatanmu, Naruto."

". . . . . ." Pemuda berambut pirang rancung itu terdiam mendengar pernyataan dari seorang pria yang sudah sangat lama ia kenal tersebut.

"Sang ratu sangat berharap bahwa dirimu, sekali lagi mau kembali bekerja untuknya. Bukan sebagai pembunuh di balik bayangan. Melainkan sebagai seorang guru. Ratu berharap dirimu bisa membagi semua pengalaman serta keterampilanmu sebagai seorang pengguna sihir terhebat sepanjang masa, kepada bibit-bibit penerus yang akan melindungi kerajaan ini setelah kita."

"... Bagaimana jika aku menolak?" ujar Naruto sembari menutup kedua mata indahnya.

". . . . ."

Berganti Kakashi yang kini terdiam setelah mendengar ucapan pemuda di sana.

"Bila ada penolakan ... tanpa mengurangi rasa hormatku padamu, kami akan membawamu secara paksa." Kakashi memberi tanda pada semua pengawalnya untuk bergerak, sembari melempar raut wajah tak berdosa.

Menarik dan menghunuskan pedang mereka dari sarungnya, kelima pengawal Kakashi melesat cepat menuju ke arah di mana Naruto berdiri.

SLASH...

Dua prajurit paling depan mencoba menebas tubuh Naruto pada waktu yang bersamaan. Namun pemuda itu berhasil melompat ke belakang lebih dahulu untuk menghindar. Di tengah udara, dua pengawal yang lain melompat dengan tinggi yang sejajar dengan Naruto. Tanpa ragu mereka mengayunkan pedangnya.

GRAB...

Naruto berhasil menggenggam salah satu tangan lawannya yang sedang memegang pedang, lalu kaki kirinya menendang dagu prajurit lain sehingga prajurit tersebut terpental jatuh. Lingkaran sihir berwarna biru muncul pada dahi Naruto. Dengan cepat ia benturkan kepalanya sendiri beradu dengan kepala pengawal yang sedang ia tahan di udara.

"Pengaktifan sihir tanpa mantra?!" pekik pengawal yang berada tepat di hadapan Naruto.

DUAAGGHH!

Kedua dahi mereka beradu begitu keras. Membuat sang pengawal tadi terpelanting jatuh dengan dahi yang berdarah.

"Tanpa mengurangi rasa hormat apanya? Kau justru terlihat berniat membunuhku!" decih Naruto di kala kedua kakinya telah mendarat sempurna di tengah cimpungan sawah miliknya.

"Aku hanya melaksanakan tugas yang diberikan ratu padaku, Naruto. 'Tidak boleh ada penolakan' katanya." Kakashi menjawab dengan wajah ramah tamah.

"Cih ..."

WUUSSHH...

Hampir hilang kewaspadaan ketika matanya memperhatikan mimik muka Kakashi yang menyebalkan, Seseorang datang dengan sebilah pedang yang memancarkan sinar biru oleh sebab aliran Mana yang terkonsentrasi dari penggunanya.

'Sihir penguat material?!' pekik Naruto dalam hati, saat mendapati pengawal Kakashi benar-benar menyerangnya dengan serangan penuh.

TRRANKK!

Satu ayunan pedang beraliran mantra sihir yang terkonsentrasi beradu dengan sesuatu yang kerasnya setara. Benturan energi meledak. Air sawah di sekitar mereka berdua terangkat tinggi-tinggi ke udara. Gelombang energi sihir yang pecah menyeruak membentuk desibel rendah. Di saat bulir-bulir air sawah beserta tanaman padi muda kembali jatuh tertarik oleh gravitasi bumi, di situlah terlihat situasi yang sebenarnya tengah terjadi.

"Mu— mustahil!" pekik pengawal Kakashi, menatap ngeri pedang beraliran mantra sihir yang ia tebaskan ke arah Naruto telah patah. Pedang panjang tersebut kini hanya tersisa setengah, sementara patahannya melayang jauh di udara.

"Sepertinya kalian, memilih lawan salah ..." gumam Naruto yang menahan tebasan dahsyat tersebut hanya menggunakan pergelangan tangan kirinya saja.

Nampak gelang-gelang mantra sihir berwarna kuning melingkari hampir setengah tangan kiri tersebut. Entah sejak kapan dan secepat apa Naruto merapalkan mantra penguatan diri. Tidak ada yang tahu secara pasti.

Seakan masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, pengawal itu tidak menyadari bahwa Naruto telah meletakkan tangan kanannya tepat mengarah kepadanya. Rangkaian lingkaran sihir muncul di permukaan telapak tangan tersebut.

"Fire Release: Blazing Horse ..."

BUUSSHHHTTT!

Seketika semburan api yang berkobar ganas mendorong tubuh prajurit itu. Ia bagai terbawa arus api yang lama-kelamaan membentuk roh lima ekor kuda jantan, mereka berlari dengan seluruh anggota badan menyala dalam kobaran. Tubuh sang prajurit terhempas jauh sampai ke bagian sawah orang lain. Berguling-guling kepanasan terbakar oleh api membara sebelum akhirnya padam tertelan perairan sawah.

Lintasan yang dilewati oleh kelima roh kuda api tadi menimbulkan uap panas yang mengabar di udara. Banyak tanaman padi muda yang hangus terbakar olehnya. Menyisakan seorang prajurit kerajaan yang tak sadarkan diri tergeletak dengan luka bakar di sana.

Tercengang...?

Tentu saja ketiga pengawal Kakashi yang tersisa tercengang dengan apa yang baru saja Naruto perlihatkan. Cara bertarung pemuda berambut pirang tersebut bagai seperti pertunjukan teaterikal yang mampu menipu mata. Semuanya terjadi begitu saja dalam sekejap.

Kekuatan di antara mereka benar-benar tidak seimbang. Baru kali ini mereka melihat dengan mata kepala sendiri, kekuatan serta keterampilan seorang pengguna sihir terhebat sepanjang masa. Namun meski begitu, mereka tetap harus melaksanakan tugas mustahil mereka. Yakni mengalahkan Naruto dan membawanya paksa kembali ke Ibu Kota Saterica.

Bersama-sama ketiga pengawal tersebut mulai merapalkan mantra sihir seraya menggenggam erat pedang masing-masing. Sehingga perairan sawah terangkat ke atas dan menyelimuti bilah pedang mereka. Nampak sinar-sinar kebiruan terindikasi oleh bulatan mantra sihir yang tertanam.

"Wahai sang penguasa ombak, penerjang batu karang, dengar panggilan ini dan datanglah memberi kekuatan pada kami. Water Release: Sonic Slash!"

Mereka bertiga serentak mengayunkan pedang. Ayunan kosong yang seolah membelah angin. Saat itulah air yang menyelimuti pedang mereka terdorong kuat membentuk pisau-pisau air pemotong. Bergerak cepat menuju ke arah di mana Naruto berdiri saat ini.

"Null Release: Self-Strengthening. Perfect-Balance."

Naruto menggumamkan dua mantra pendek. Seketika dua lingkaran sihir muncul dari bawah kaki, serta atas kepalanya. Lingkarang-lingkaran mantra tersebut beradu. Lingkaran sihir penguat tubuh yang berada di atas kepala turun ke bawah, sedangkang lingkaran sihir penyeimbang tubuh yang berada di bawah naik ke atas. Setelahnya menghilang. Meninggalkan jejak-jejak serpihan Mana yang bertebaran di sekeliling tubuh Naruto.

WUUSSHHTT!

Satu per satu belati air datang. Naruto menampiknya dengan tangan kosong, bagai menampik seekor lalat yang terbang ke arahnya. Datang lagi belati air tajam dengan kecepatan luar biasa. Namun nampak begitu mudah Naruto berjalan menghindarinya. Bahkan ia hanya perlu sedikit memiringkan kepala untuk menghindari belati air yang terbang mengarah ke kepalanya. Jurus-jurus mereka yang berhasil dihindari, jatuh dan menabrak tanah persawahan. Menciptakan efek pemotong yang luar biasa. Membuat sawah-sawah di belakang Naruto hancur porak-poranda.

"I-Ini mustahil ... teknik sihir tertinggi kita yang mampu membelah tubuh iblis tidak mempan terhadapnya ..." ucap gemetar salah seorang prajurit yang ternganga menatap sosok Uzumaki Naruto.

Pemuda berambut pirang itu terus berjalan di antara kecipung perairan penuh berlumpur. Hingga ia menghentikan langkah tepat dalam radius yang sangat dekat dengan ketiga lawannya di sana. Naruto mengangkat tangan kanannya mengarah kepada mereka bertiga, sementara tangan kiri menstabilkan tangan kanan yang berat menopang lingkaran mantra sihir.

"Wind Release: Mini Hurricane ..."

Pusaran angin muncul dari bawah. Lama-kelamaan semakin meninggi dengan perputaran yang dahsyat. Dalam radius yang luas, siapapun yang berdiri di dalam sana langsung terangkat dan terhempas ke atas.

"AAAARRGGHH...!"

Di dalam pusaran angin yang menggelora, mereka bertiga menjerit kesakitan oleh sebab tubuh yang tersayat-sayat tajamnya udara. Sihir itu berlangsung singkat dan menghempaskan mereka bertiga terpencar ke sembarang tempat. Menyisakan Naruto yang masih berdiri dengan rambut rancungnya bergoyang termainkan oleh angin.

"Sepertinya semua sudah berakhi—" Kalimat Naruto terhenti di tengah jalan ketika ia tidak bisa menemukan siluet Kakashi di manapun juga. Seolah mengilang dari tempatnya berdiri.

"Wahai sang petir pembelah dunia, yang tak pernah kalah termakan oleh topan. Dengarkanlah panggilanku dan berikan kekuatanmu. Lighting Release: Raikiri!"

Kedua mata Naruto terbelalak ketika menoleh ke belakang. Kakashi sudah berada di sana tanpa jejak, bersama dengan kicauan listrik biru yang mengalir dari ujung jari-jemarinya.

'Serius?! Ingin membawaku kembali ke ibu kota dengan Raikiri?! Diriku atau mayatku?!' pekik Naruto dalam hati.

Kakashi yang berada di tengah udara bersiap untuk mengujam Naruto dengan teknik sihir kelas S yang ia keluarkan. Tak hentinya kicauan petir yang berada di tangan Kakashi berdenging merdu, tatkala menemani sang empu melepaskan seratus persen kekuatannya. Naruto hanya mampu terbelalak. Sudah tidak ada momentum untuk melompat.

BLAAARRRRR...

Dataran bumi seolah bergemuruh. Air-air sawah terangkat tinggi ke atas akibat ledakan energi yang dahsyat. Sebuah kawah kecil berdiameter empat langkah tercipta di sana. Hujan buatan seolah turun mengguyur. Tirisan air bercampur lumpur mengotori jubah hitam yang menjuntai. Kakashi menatap datar tangan petirnya yang membelah udara kosong.

TAP...

Sejauh 20 meter dari sana, sebuah belati tajam bermata tiga jatuh dan menancap di atas atap kereta kuda. Tidak lama kemudian, seorang pemuda berambut kuning muncul begitu saja tepat di atas belati tersebut.

"Tadi itu hampir saja ..." gumam Naruto seraya muncul menggengam belati sihir buatannya.

Ia merilekskan tubuhnya dan duduk di atas atap kereta kuda milik kerajaan. Belati tajam bermata tiga itu masih menancap di sana. Naruto memandang Kakashi dengan raut wajah sweatdrop.

"Jika kau sampai langsung mengeluarkan teknik sihir level tinggi seperti itu, berarti aku tidak punya pilihan lain selain menuruti perkataanmu. Hahh... sialan," dengus Naruto yang memijit batang hidungnya.

Sementara Kakashi menatap datar pemuda tersebut dari kejauhan. Peluhnya terbaur oleh tirisan air sawah yang turun bagai rintik hujan. Sihir yang membentuk petir di tangannya telah lenyap mereda. Kakashi termangu dengan keterampilan serta kekuatan dalam pertarungan yang dimiliki oleh pemuda tersebut.

'Justru bila aku tidak langsung menggunakan Raikiri, pertarungan ini akan semakin lama. Itu berarti staminaku dapat terkuras cepat hanya untuk meladenimu. Kau memiliki kelincahan, keseimbangan, kekuatan dan daya tahan yang luar biasa. Melebihi siapapun yang kukenal di muka bumi ini. Tentu aku sudah kalah melawanmu bahkan sebelum pertarungan dimulai,' ungkap Kakashi dalam hati.

Naruto menulis sesuatu pada secarik kertas, lalu melipatnya menjadi sebuah pesawat kertas sederhana. Dengan gerakan tangan yang lembut tapi pasti, ia menerbangkan pesawat kertas tersebut ke arah Kakashi. Pesawat buatannya melayang anggun di tengah udara. Hingga pada akhirnya Kakashi menggapai pesawat kertas tersebut dan membukanya.

"Itu tagihan ganti rugi oleh semua kekacauan dan kerusakan di sini. Kau bisa mencicilnya dua belas kali kalau mau." ucap Naruto.

Membaca apa yang pemuda bermanik indah sebiru batu safir itu dan mendengar perkataannya, selalu dapat membuat Kakashi terkikik geli. Kedua mata sayunya mengedar, memandang ke sekelilingnya. Sawah serta rumah gubuk milik Naruto menjadi porak-poranda akibat menjadi medan pertarungan sengit tadi.

"Semenjak aku datang kemari, bukankah rumah itu memang sudah peyot?" tanya Kakashi seraya menunjuk rumah gubuk yang berantakan menggunakan jempolnya.

"Anggap saja tagihan rumah itu sebagai bonusku." Naruto bangkit berdiri sembari membersihkan celananya.

"Aku mengerti. Jangan khawatir. Akan kusampaikan pada ratu," sahut Kakashi setengah tertawa seraya menyimpan secarik kertas tagihan itu ke dalam seragam kerajaannya.

'Aku tahu dirimu takkan mampu menolak bila sang ratu telah meminta. Karena bagaimanapun juga, jiwa patriot itu akan selalu terukir dalam hatimu. Aku dan dia sangat memahami. Kau tidak ingin merenggut lebih banyak nyawa lagi, tapi di sisi lain, kau masih ingin melindungi Saterica ... Asseylum yang sangat kau cintai ini.'


.

.

.

.

.

TALES OF MAGICAL KINGDOM

Arc 1 : Kerajaan Asseylum Dan Akademi Sihir

.

.

.

.

.


Hari telah berganti. Berjalan di antara hiruk pikuk Ibu Kota Saterica yang berada di tengah-tengah Kerajaan Asseylum, akhirnya Naruto dapat menghirup kembali aroma-aroma yang khas dari seluruh sudut kota ini. Sudah dua tahun berlalu pasca perang dingin dengan Kerajaan Mithurna, kota besar ini nampak telah terestorasi penuh dari dampak kerusakan yang sempat terjadi.

Netranya mengedar, melirik setiap stan pedagang yang ia lewati di sepanjang jalan. Anak-anak kecil berlarian riang. Ia tersenyum. Rasanya sudah begitu lama hatinya terpisah dari kota yang sangat dicintainya ini. Langkahnya terhenti kendati indra penciumannya menangkap aroma yang begitu harum nan manis. Menoleh ke kiri, Naruto menemukan sebuah stan penjual arum manis di pinggir jalan. Begitu banyak jajanan yang terpajang pada etalase kayu di sana. Namun arum manis selalu menjadi daya tarik di antara jajanan di ibu kota ini.

"Aku beli satu yang ini, Paman." Pemuda berambut pirang tersebut menunjuk sebuah arum manis berwarna merah jambu.

"Yosh," sahut sang penjual berumur setengah baya di depannya.

Setelah memberikan sekeping uang logam untuk membayar jajanan itu, Naruto ingin kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke sebuah akademi sihir yang sudah tidak jauh lagi di ujung sana.

BRUKKH...

Baru saja selangkah ia menapak, seorang anak kecil menabraknya. Kue madu yang gadis kecil bawa tersebut terlempar jatuh menggelinding di tanah yang penuh debu.

"M-Maafkan aku, Kakak ... aku tidak sengaja ..." ucapnya takut menatap Naruto yang lebih tinggi darinya.

Sempat melirik ke arah kue madu yang tergeletak di tengah jalan, Naruto berjongkok dan melempar senyum tipis.

"Tidak apa-apa kok. Ini untukmu. Cepat, kembalilah kepada ibumu ..." jawab Naruto seraya memberikan arum manis yang baru saja ia beli tadi pada gadis kecil menggemaskan itu.

"T-Terimakasih, Kakak kuning!" Gadis cilik tersebut kemudian kembali berlari dengan semu wajah memerah meninggalkan Naruto di sana.

'Ka— Kakak kuning...?' tanya kikuk Naruto dalam hati ketika mendengar bagaimana gadis kecil tadi memanggilnya.

Dari kejauhan, seseorang sedang mengamati pemuda berumur 24 tahun itu dari atas jembatan. Rambutnya yang pendek sebahu laksana menari terhembus angin. Mengenakan seragam khas sekolah akademi sihir paling terkenal di ibu kota ini.

.

.

.

DRAP... DRAP... DRAP...

Perjalanannya di pagi hari ini telah membawanya sampai pada sekolah sihir yang ia tuju. Derap langkah sepatu Naruto terdengar nyaring di kala beradu dengan ubin sebuah lorong koridor. Kemeja berwarna putih polos bekas habis disetrika masih rapi menutupi tubuh atletisnya. Sementara celana hitam panjang kasual selaras dengan warna sepatu yang ia kenakan.

Kuoh Academy, nama dari sekolah sihir di mana ia ditempatkan oleh sang Ratu Kerajaan Asseylum untuk menjadi seorang guru. Entah mengapa dirinya malah mendapatkan permintaan langsung dari sang ratu untuk menjadi pengajar murid-murid sekolah sihir ini. Bahkan terlepas fakta bahwa ia sama sekali belum pernah memiliki pengalaman mengajar seseorang sekalipun. Naruto hanya menurut dan mengiyakan permintaan tersebut.

Sekolah ini, sekolah sihir yang terletak hampir di tengah-tengah Ibu Kota Saterica, hanya menerima calon murid perempuan saja. Tidak ada clue sama sekali bagaimana hal itu bisa terjadi. Karena setahu Naruto, sekolah-sekolah sihir yang tersebar di beberapa kota pada Kerajaan Asseylum ini masih bebas menerima calon murid laki-laki maupun perempuan.

"Kelas dua. Mungkin itu ruang kelasnya," ujar Naruto yang sedang membaca papan nama petunjuk kelas di atas pintu dari kejauhan.

Langkah kaki santai semakin dekat mengantarkannya pada pintu kelas tersebut. Tidak ada suara bising khas ruang kelas sekolah normal pada umumnya. Suasana begitu sunyi dan senyap, menyisakan suara derap langkah sepatu yang ia kenakan. Sampai di depan, Naruto mendapati bahwa pintu tersebut tidak tertutup dengan sempurna. Masih nampak ada celah di antaranya.

Tidak menghiraukan perasaan yang berkata lain, Naruto memilih untuk tetap santai menyikapi keanehan suasana ini. Ketika jari-jemarinya menyentuh pintu geser ruang kelas itu, waktu melambat. Secara otomatis rangkaian sihir pendeteksinya aktif melalui ujung jari-jari tersebut.

'Sebuah jebakan, kah ...' gumamnya bertanya dalam hati.

Tanpa merasa terancam, Naruto lanjut membuka pintu geser itu secara normal meski ia mengetahui ada jebakan yang telah menantinya. Benar saja, sebuah penghapus papan tulis jatuh tertarik oleh gravitasi bumi. Dalam tempo waktu yang seolah melambat, menanti penghapus tersebut mengenai ujung kepalanya, Naruto dengan santai menatap murid seisi kelas ini.

'Nah ... kira-kira siapa pelakunya? Hingga berani menaruh jebakan seperti ini kepada guru baru mereka.'

Sepasang manik sebiru safir itu memandangi satu per satu siswi perempuan yang duduk manis melihat ke arahnya. Berusaha menemukan dalang penaruh penghapus papan tulis di atas pintu ini. Menelisik setiap mimik wajah para siswi barunya. Mencoba menjumpai gerak-gerik yang aneh dari mereka. Pada saat itulah, tatapan mereka berdua saling bertemu untuk yang pertama kali.

'... Jadi dia, siswi yang bernama Rias itu. Salah satu putri dari keluarga Gremory.'

Mata Naruto masih lekat menatap seorang gadis berparas manis di sana. Rambutnya panjang dengan warna merah yang indah menyejukkan netra. Lama memandanginya, tanpa sadar waktu telah kembali normal.

PLUK!

Penghapus papan tulis itu benar-benar terjun bebas, jatuh mengenai kepalanya. Tawa terbahak seketika pecah. Seisi kelas kompak beramai-ramai menertawai kejadian yang mereka anggap lucu itu. Asap putih bekas serbuk kapur pada penghapus tersebut bertebaran. Hampir seluruh rambut pirang rancung Naruto terwarnai oleh putihnya sisa-sisa serbuk kapur itu. Namun ia hanya diam tanpa kata dan lekas mengambil penghapus tadi dari lantai.

"Hahaha!"

"Lihatlah, dia lucu sekali!"

"Rambutnya kini beruban, hahaha!"

Ejekan demi ejekan bergema di seluruh sudut ruang kelas ini. Suasana yang tadinya hening, kini menjadi sangat meriah. Keanehan memang sudah terasa sejak awal. Namun Naruto membiarkan seluruh rangkaian kisah yang akan selalu ia kenang ini mengalir apa adanya. Pengalaman menjadi seorang guru di hari pertama yang takkan pernah ia lupakan.

"Perkenalkan ... namaku Uzumaki Naruto. Mulai hari ini dan seterusnya, aku yang akan mengajar kalian."

Pemuda itu menaruh penghapus papan tulis yang ia bawa ke atas meja. Sesaat membersihkan sisa-sisa serbuk kapur yang mengotori kemeja di bahunya, Naruto tersenyum sarkas memandang seluruh gadis di dalam kelas ini yang akan menjadi murid-muridnya.

Aura yang sangat berat nan mengerikan menguar dari depan kelas. Hening. Seluruh pasang mata tiba-tiba bergidik menyaksikan senyuman psikopat.

"... Jangan berekspektasi bahwa aku akan menjadi guru yang lemah lembut di sini. Karena akan kupastikan, tidak ada satupun dari kalian yang bisa pulang tanpa muntah dan air mata."