nusantaraadip : kalo mantap kita lanjut aja yah?
666-username : ya maap kalo lama banget. Udah bosen banget yak? Makasih udh mau nungguin..
Raynoval : stay tune ya^^
ksatriabima38 grab4251 : udah dilanjut nih, selamat membaca!^^
makasih buat yang udah pada baca, likes, follows, review lagi. Beribu maaf pun tiada guna. sekarang Mayo udah lanjutin. Semoga kamu para reader terhibur!^^
Happy Reading!
.
.
.
Disclaimer : Karakter hanya milik
Masashi Kishimoto
dan Mayo hanya meminjamnya
Warning : OOC, Plotless, dan banyak kekurangan lainnya.
.
.
3 tahun setelahnya...
Aaaaa~
"Time over!"
Wooooohhhh!
Riuh suara tepuk tangan para penonton menutup acara perlombaan karate tingkat nasional tersebut.
"Selamat, jagoan! Kau benar-benar bekerja keras!" teriak semangat dari wanita yang rambutnya mirip gula kapas.
"Ah terima kasih, Sakura. Jangan berlebihan." Naruto sigap menangkap handuk dan menyapu wajahnya yang sudah banjir keringat.
Sakura memeluk Naruto tanpa ragu. Sakura adalah teman wanita satu-satunya yang Naruto punya sejak ia menimba ilmunya di dojo Terumi.
"Sakura, kau membunuhku." protes Naruto yang makin sulit mengatur nafas.
"Oh iya, maaf. Hahaha." Sakura tertawa tanpa kontrol karena suaranya yang membahana.
"Selamat ya, adik kecilku.." Iruka muncul bersama Mei dengan senyum khasnya. Mei juga tak kalah semeringahnya dengan Iruka.
Naruto membungkuk hormat pada Iruka lalu menubruk tubuh pria itu setelah membalas hormatnya dengan tubuh yang berisi otot dan tingginya nyaris melampaui Iruka, Iruka limbung.
"Kau sudah sangat besar." Iruka mengacak rambut pirang adik kesayangannya.
"Terima kasih banyak, kak." ucap Naruto memecah harunya. Melepaskan pandangannya pada Iruka dan beralih pada Mei. "Terima kasih banyak, Nona." Naruto melepas pelukannya untuk memberikan salam penghormatan.
Hidupnya benar-benar menjadi lebih baik setelah bertemu mereka.
Mei tersenyum bangga. "Hadiahmu sudah menunggu, jagoan! Jangan biarkan dirimu terlalu lama disini." Mei berlalu setelah mengajak Sakura untuk segera menyiapkan pesta.
"Berdandanlah yang tampan..." titah Sakura mencubit gemas pipi Naruto sambil berlalu.
.
"Berhentilah mencubit tanganku, Naruto! Sakit!" Sakura memekik dengan suaranya yang dahsyat sambil mengelus sayang tangannya yang menjadi korban. Namun Naruto seakan tuli.
"Kenapa pestanya harus di hotel mewah? Aku kan tidak biasa." jawab Naruto kikuk. Ia tampak tak nyaman dengan pakaian formal yang dikenakannya.
Iruka hanya tertawa lepas mendengar ketengangan yang Naruto alami. Naruto sangatlah polos.
Mei sudah memberitahu Iruka bahwa pesta akan diadakan di hotel miliknya pada pukul 8 malam dan sekarang mereka dalam perjalanan.
Berbeda dengan suasana di hotel yang sudah siap dengan konsep dan dekorasinya. Para panitia ada yang masih berlalu-lalang menyelesaikan pekerjaannya sebagai sentuhan akhir. Tamu-tamu yang didominasi oleh kerabat dan kolega Mei mulai berdatangan. Ada yang protes karena undangan mendadak, ada pula yang haru sebab baru bertemu setelah bertahun-tahun lamanya. Sejak kematian ayahnya, Mei tak pernah mengadakan pesta atau semacamnya. Ia agak canggung namun tetap menyapa dan melayani tamu-tamunya dengan baik.
"Lama tidak bertemu.." sapa seorang pria berbalut tuksedo yang sewarna dengan netranya. "Selamat atas prestasi 'anak didikmu'." ucap pria itu tersenyum.
"Terima kasih. Selamat menikmati pesta dan hidangannya." Mei membuat senyumannya semanis mungkin untuk menutup ketegangan. Ia melihat rombongan grup dojo dewasa sudah tiba dan berlalu dari depan pria itu.
Matanya mengekori punggung Mei yang sedikit terbuka disebabkan mode gaunnya.
Naruto tertegun atas kemewahan yang tersaji di depan matanya. Mei yang baru menghampiri hanya tersenyum maklum. Ia senang jika membuat satu anak didiknya ini bahagia.
"Ini berlebihan." gumam Naruto yang terdengar sangat jelas oleh Mei.
Mei mencari keberadaan Sakura yang ternyata sedang digoda oleh seorang tamu dari luar negeri.
"Iruka, aku butuh bantuanmu." Mei berusaha tetap tenang walaupun adrenalinnya nyaris meluap.
"Saya siap apapun itu." Iruka mengikuti langkah Mei yang menjauh dari rombongan setelah memberitahu mereka untuk duduk di kursi paling depan.
"Sasuke disini." Iruka membulatkan matanya. Terasing dari para tamu yang mungkin akan mendengarkan percakapan mereka. "Lindungi rombongan. Dia mungkin tak sendiri." Mei mulai merutuki kebodohannya membuat pesta tanpa kartu undangan sehingga orang yang tak diundang seperti Sasuke pun dapat masuk dengan mudahnya.
Tapi sekalipun ia mambuatkan kartu undangan, orang seperti Sasuke tetaplah licik. Ia tidak segan untuk menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya. Jika Mei lupa siapa Sasuke.
Iruka masih menunggu Mei menyelesaikan percakapannya.
"Aku bisa sendiri."
"Saya akan menyiapkan keamanan untuk berjaga-jaga."
"Baiklah."
Mereka mengambil jalan yang berlawanan arah setelahnya.
Mei sendiri langsung bergerak mencari toilet dan memastikan tak ada orang yang mencurigakan. Namun setelah memasuki toilet ia menemukan beberapa orang tamu wanita sedang merapikan polesan wajah mereka di depan cermin. Mengharuskannya untuk masuk ke salah satu pintu toilet yang ia kira paling aman tanpa membuat kecurigaan.
Ia menyingkap ke atas gaun bagian bawahnya yang agak mengembang. Sebuah senjata api berukuran mungil bertengger di paha kanannya yang terbalut stocking hitam bersama holder yang terikat kencang disana. Sudah lama tak digunakannya untuk keadaan darurat seperti ini. Sekarang ia merasa perlu untuk mengecek isinya. Tidak lupa ia menekan flush toilet agar suara kokangan senjatanya tak kentara.
Seseorang sudah terasa seperti pengganggu, membuat kewaspadaannya meningkat berkali-kali lipat. Setelah merapikan diri, ia keluar dengan tenang. Ia harus menyampaikan kata sambutan untuk membuka pestanya.
.
Iruka mencari lagi keberadaan Sakura yang terpisah dari rombongannya setelah menginstruksikan petugas keamanan profesional untuk berjaga di dalam maupun luar hotel.
Lain Mei, lain Iruka. Ia mematung menyaksikan pasangan yang diduganya adalah Sakura dan Sasuke sedang bermesraan di balkon yang terpisah oleh sekatan kaca raksasa.
"Sialan itu.."
Iruka terkaget mendengar suara Mei ada di belakangnya, ikut juga menyaksikan pemandangan yang mengejutkan.
Sasuke tersenyum menang melihat dua orang yang nyaris kehabisan akal itu dari kejauhan.
"Sepetinya pesta akan segera dimulai. Akan sangat membosankan jika aku tak memiliki seorang untuk diajak mengobrol." Sasuke benar-benar menunjukkan pesonanya.
"Jika kau ingin aku menemanimu. Boleh saja, Taka." Sakura tersenyum tulus.
"Baiklah, nona cantik. Kalau kau tak ada saat aku mencarimu, aku akan memanggilmu melalui pengeras suara." kilatan nakalnya membuat tubuh Sakura meremang.
Sakura tertawa karena lelucon yang lebih terasa seperti keseriusan. Sebab pria rupawan kurang ekspresi ini yang mengatakannya.
"Sampai jumpa." ucap Sakura yang hanya dibalas dengan lambaian tangan oleh Sasuke.
Iruka masih menunggu Sakura yang terlihat berjalan menjauh dari Sasuke. Mungkin akan segera melihatnya.
"Sensei.. Acaranya sudah dimulai bukan?" Sakura terkejut, Iruka mungkin melihatnya dengan seorang pria asing yang baru dikenalnya tadi.
"Aku menunggumu, Sakura. Ayo." ucap Iruka datar.
Sakura mengikuti langkah Iruka yang mendahuluinya.
"Sakura."
"Ya, Sensei."
"Jika salah seorang tamu disini menculikmu, apa kau akan ketakutan?" Iruka menghentikan langkahnya.
"Tentu saja tidak."
"Jika ia memakai senjata tajam atau semacamnya?"
Sakura tampak berpikir sebentar. "Aku belum tau lagi soal itu. Namun ucapannya tanpa keraguan.
Iruka merasa dirinya tak berhak melarang Sakura untuk mendekati pria manapun. Asal bukan Sasuke. Namun seakan keraguannya meluntur perlahan ketika Sakura mengatakan "Sensei bisa mengandalkanku." sambil mengibaskan rambutnya yang sewarna gulali kapas dan melangkah berlalu mendahului Iruka.
Dasar murid durhaka.
Namun Sakura sadari Iruka sedang mengkhawatirkannya saat ini.
"Ayo, Sensei! Pestanya sudah dimulai." teriak Sakura membuyarkan lamunan Sensei-nya. Iruka pun segera menyusul.
.
Disana Mei sedang memberikan kata sambutannya mengenai kemenangan yang baru saja diraih oleh seorang anak didik favorit-nya. Mei juga mengatakan bagaimana dengan gigihnya Naruto dan anak didiknya yang lain menempuh ilmu bela diri hingga sampai pada titik kemenangan kini. Ia tetap tersenyum dengan anggunnya saat menyampaikan ucapan selamat hingga memanggil Naruto yang sudah gemetaran karena gugup ke atas podium. Namun Naruto tetap melakukannya, tak ingin mengecewakan siapapun.
Ia membuka teks yang diberikan Iruka saat di mobil tadi, mematung sesaat. Matanya terasa memanas. Bukan karena lampu yang menyorotinya di atas sana.
'Ayah.. Ibu.. Seharusnya mereka ada disini sekarang.'
Tak pernah terbayang di sepanjang hidupnya diperlakukan sebaik ini oleh orang-orang yang bahkan tak ada hubungan darah. Tak pernah ia bermimpi apalagi berkhayal tentang semua ini. Naruto meremas ujung tuksedonya saat mendengar tepuk tangan dari Iruka lalu diikuti oleh semua tamu yang hadir disana memberinya semangat. Naruto menggeleng kuat, tak ingin air matanya mengalir sekarang. Ia harus membuka suara.
"Aa.. Pertama, aku ingin mengucapkan terima kasih pada Tuhan." ia membuka matanya. Melihat keramaian yang menatapnya kagum. Bukan tatapan jijik atau merendahkan seperti dulu. "Seharusnya orangtuaku ada disini sekarang. Aku juga ingin berterima kasih." Naruto menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Beberapa tamu terlihat bingung dan bertanya tanya. Ada yang terlihat tersentuh haru termasuk Iruka dan beberapa orang rombongan yang mengenal baik Naruto.
"Aku tak akan pernah bisa membalas kebaikan kalian semua. Keluarga besar nona Terumi yang memberi penghargaan ini kepadaku. Kemenangan ini akan kupersembahkan untuk guru besarku, Umino Iruka." Naruto membungkuk beberapa detik sebagai tanda penghormatan.
Iruka yang disebut namanya pun spontan berdiri dari tempat duduknya membalas salam hormat dari Naruto sambil menahan genangan air yang siap tertumpah namun cepat-cepat ia mengusap wajahnya. Ia mengacungkan tinggi dua ibu jari tangannya ke udara ke arah Naruto sebab apa yang diucapkan Naruto tak sama dengan teks yang diberinya tadi.
Naruto bicara dari hatinya sendiri.
"Mereka semua keluargaku. Terima kasih semuanya. Mari kita lakukan dengan lebih baik lagi." tak lupa Naruto membungkuk hormat pada Mei.
Selanjutnya Mei menutup kata sambutannya dengan mempersilakan para tamu untuk menikmati pesta dengan hidangan yang tersedia.
Naruto seakan kehilangan tulang-tulang di badannya. Ia terduduk lemas dan menggeletakkan wajahnya di atas meja. Tak menyangka ia bisa berbicara seperti tadi.
"Hei, Naruto. Kau melakukannya!" ucap salah seorang dari rombongannya.
"Hmm." Naruto tak sanggup merespon lebih dari itu.
"Aku tak memberi izin pada kalian yang masih di bawah 21 tahun untuk minum." Mei baru turun dari podium dan menepuk lembut pundak Iruka.
Sakura yang mendengar langsung bereaksi. "Bukankah Sensei sudah lebih dari 31?" sontak mengundang tawa dari rombongan.
"Aku masih 31, Sakura. Belum lebih." Iruka kini lebih banyak berekspresi.
"Bawa rombongan untuk mencari makanan, Iruka. Kumohon jangan berpencar dulu." titah Mei yang langsung dilaksanakan oleh Iruka dan diikuti oleh rombongan.
Menyisakan Naruto yang masih shock.
"Hei, jagoan! Tidakkah kau lapar?" Mei menghampiri Naruto sambil sesekali memantau kondisi.
Namun Naruto hanya menggelengkan kepalanya tanpa membuat pergerakan lain. Lalu menegakkan tubuhnya secara tiba-tiba membuat Mei sedikit terkejut.
"Nona, Terumi! Terima kasih banyak!" Naruto membungkuk hormat meski dalam posisi duduk.
Menggemaskan sekali, batin Mei.
"Kau tau Naruto? Bahkan dalam satu dekade sebelum kematian ayahku, belum ada yang membuat dojo itu berkembang pesat." Mei menarik ingatannya jauh ke belakang. Naruto setia mendengarkan. "Tapi sejak kau datang, bukan hanya aku ataupun dojo. Tapi semua orang disana bisa bangkit dari keterpurukan."
Pipi Naruto memanas mendengar penuturan yang baru di dengarnya. Naruto tak pernah merasa sebahagia ini. Ia tak pernah tau dirinya bisa seberharga ini untuk orang lain.
"Kuharap aku bisa membantumu untuk mencapai apa yang kau inginkan." Mei menampilkan senyum setulus hatinya. "Besok temui aku disana. Kita akan bicarakan selanjutnya untuk pendidikanmu." Mei berlalu meninggalkan Naruto seorang diri saja.
Naruto mematung. Benar, sejak ia bergabung dalam dojo Terumi ia bukan hanya dapat menyambung hidup, tapi pendidikan formalnya juga bisa ia kejar sesuai dengan kemampuannya.
Bagaimana caranya ia berterima kasih?
.
Sasuke tak melepaskan genggamannya pada tangan Sakura sampai membawanya ke rooftop yang menjanjikan pemandangan indah pada malam hari.
"Aku ingin memilikimu." Sasuke menatap jauh ke dalam netra hijau cerah milik Sakura.
"Taka? Kau minum tadi?" tanya Sakura serius.
"Kau boleh mencium bibirku."
"Kau mabuk?"
"Itu semua karena kau, nona cantik."
Sial.
Bukannya merasa tersipu atau apa. Sakura malah bergidik ngeri sekarang. Sebab pria rupawan yang banyak bicara ini tak dapat menunjukkan beberapa ekspresi yang bisa diidentifikasi.
"Bagaimana dengan tawaranku?"
"Tawaran apa?" Sakura tidak merasa jika ada pecakapan tentang tawar-menawar.
"Jadi kekasihku," Sasuke membuat kedua tangan Sakura mengalungi lehernya. "Partner seks," lalu tangannya meraih pinggang ramping Sakura. "Atau..cium bibirku sekarang." sekarang menarik tubuh Sakura hingga menubruk tubuhnya sendiri.
"Jika aku tak memilih ketiganya?" Sakura menatap berani obsidian pekat milik pria aneh di depannya itu. Nyaris tak berjarak.
"Aku akan membuatmu memilih." napas hangatnya menyapu daun telinga Sakura yang lagi-lagi membuatnya merinding.
Ini bukan pertama kali untuknya, namun ia merasa Sasuke agak aneh. Itu membuatnya kurang nyaman.
Sepertinya Sasuke juga harus mengulur waktu sejenak untuk mencapai kesuksesan misinya kali ini.
.
to be continue..
.
pasti udah nungguin kelanjutannya yang katanya 200 tahun lagi kan?
mind to review?
kasih Mayo masukan sebanyak banyaknya.
Terima kasih untuk 5K+ viewers!
salam cinta dari Mayo 3