Summary: Slytherin harry. Ternyata jauh lebih runyam. FemHarry/Draco Malfoy. Futuring: cinta segitiga, slow burn, but still sweet.

Background: no Voldemort. No boy who lived juga. Tapi ortu Harry tetap mati, Dan Harry tetap tinggal dengan paman Dan bibinya, sehingga yang memberinya Surat Hogwarts bukan hagrid tapi mcgonagall. Jadi yang mengantar ke diagon alley adalah mcgonagall.

Disclaimer: harry Potter bukan punya sayaaa tapi punya jkr. Judul di ambil dari lirik Kesha best friends boyfriend (ga nyambung lagu sama isi cerita ini ya guys, jadi ga perlu dengerin lagunya. Menurut aku juga lagunya ga layak denger hahaha). Yang bisa kalian dengerin: prelude, lirik lagu I wish you were mine by Anders. Gokil. Liriknya aku ubah dikit ya, jadi jangan kaget ntar kalo dengerin aslinya haha

An. Hahahaa sori cerita baru lagi. Yeah, no excuse selain, I love this idea of Slytherin harry. Kuharap kalian masih mau baca dan review. Aku sudah membuat plot untuk 6 chapter, tiap chapter adalah Satu tahun hogwarts. Wish me luck bisa menyelesaikan cerita ini.

Prelude

Why nobody knows the last I was sane?
Because I saw him and went crazy.
Now I know he's yours,
But I hope that you don't mind.

That I wish he was mine. oh.
Yeah, I wish he was mine. Oh.

As the winter blows, I feel the same.
This new lover calls me lazy,
but he knows we're running blind,
cause we pretend that you won't find.

That I wait for resolve. That maybe
he'll fall.
Fate don't let me down.
That I stay on the side, so maybe
he'll hide.
Still I hope that you don't mind.

But what would I do with him
Is it the chase I love?
I've only ideas of him
And no concept of us.
No we wouldn't last.
And even though I give up,
I still wish he was mine
Oh, oh.

(Anders, dengan banyak perubahan)

Year 1.

Harria Potter masih merasa tak percaya saat selesai berbelanja hampir seluruh peralatan hogwartsnya. Dia sendirian, di dunia sihir. Dunia tempat ayah Dan ibunya besar.

Dunia yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Diamenunduk, membaca Surat hogwartsnya, yang membawanya ke madam Malkin, tempat jubah segala acara.

Harry mendorong pintu Dan masuk ke butik itu. Sudah Ada orang di Sana, cowok pucat yang sedang cemberut. "Hei perhatikan jarumnya," ketusnya. Si penjahit (madam Malkin?) hanya bergumam. Cowok itu tampak Makin kesal, menoleh ke arah lain, lalu matanya membelalak saat menemukan Harry.

"Oh hei," Sapa cowok itu. Madam Malkin tersenyum pada Harry.

"Duduk dulu saja, aku sudah selesai dengan yang ini."

Harry mengangguk, duduk di salah Satu kursi. Si cowok pirang masih menatapnya.

"Hogwarts juga? Kelas Satu?"

Harry mengangguk.

Cowok itu nyengir, menghampirinya. "Aku Draco. Malfoy. Kau?"

"Harria. Potter."

"Hmm potter, Potter. Rasanya aku aku pernah mendengar namamu. Well, kau pasti tahu aku Kan?"

Harry hanya mengangkat bahu.

Draco tertegun, lalu menatap Harry dari atas kw bawah, lalu kembali menatapnya penuh perhitungan. "Kau... Kelahiran muggle?" Tanyanya dengan nada aneh.

"Muggle?"

"Kau tahu, bukan penyihir. Muggle."

Harry mengangkat bahu lagi. "Professor mcgonagall bilang kalau ayah Dan ibuku penyihir."

"Dimana mereka?"

"Meninggal."

"Oh," Draco berjengit. "Em. Sorry."

Harry tersenyum kecil. "It's okay."

"So," kata draco lagi. "Kau kesini sendiri?"

Harry mengangguk.

"Hmm, kau tahu, Kita bisa belanja bersama. Aku janjian dengan ayahku di Floris and blotts, toko buku Kita. Kau belum membeli buku-buku Kan?"

Harry tersenyum lebar. "Sungguh? Oke..."

Draco nyengir. Mereka saling tatap. Harry menyadari bahwa Mata Draco bukan kelabu, tapi... Perak? Matanya sangat indah...

"Nak, giliranmu," suara madam Malkin menyadarkan mereka. Harry turun dari kursinya untuk di ukur, sementara Draco duduk menunggunya. Matanya yang tajam tak berhenti menatap Harry, membuat Harry agak salah tingkah tapi senang.

Selesai mengukur, Draco Dan Harry berjalan ringan sambil mengobrol.

"Kau Akan masuk asrama Mana?"

"Asrama?"

"Ada empat asrama di hogwarts. Tapi Slytherin adalah yang Paling keren. Seluruh keluargaku berasal dari Slytherin. Aku tahu aku Akan masuk Slytherin. Maksudku, Ravenclaw memang Tak buruk. Tapi aku tahu ayahku Akan mengeluarkanku dari Hogwarts kalau sampai aku mendapat Hufflepuff. Gryffindor... Yah, no Komen. Bagaimana?"

"Hmm, entahlah. Memangnya bagaimana cara masuk ke asrama itu?"

"Semua tergantung bakatmu. Slytherin adalah untuk orang-orang cerdas dengan ambisi dan tujuan. Ravenclaw si kutu buku. Gryffindor menganggap diri mereka pemberani. Dan Hufflepuff sisanya. "

"Sisanya?"

"Tanpa bakat, otak, nyali."

"Astaga. Kurasa aku Akan masuk Hufflepuff," kata Harry meringis.

Draco mengernyit. "Tapi... Kau... Kau harus masuk slytherin oke? Kita bisa menjadi teman..."

Harry mengernyit mendengar itu. "Apa kau tak mau berteman kalau aku di asrama lain?"

Draco menatapnya lama. "Oh baiklah," dia tertawa. "Tapi aku berharap kau di Slytherin, jadi Kita bisa bareng terus."

Harry cekikikan. "Kau aneh. Kita kan baru bertemu Hari ini. Kau yakin tak akan bosan?"

Wajah Draco merona. "Apa kau Akan bosan?"

Harry tertawa, menggeleng.

"Aku tak Akan bosan, karena... Karena matamu cantik," kata Draco lagi, wajahnya masih merah.

Harry mengerjap. "What?"

"Matamu. Hijau. Emerald. Kau tahu, sangat cantik."

Harry tak bisa menahan tawanya, wajahnya ikut memerah. "Aku jugs suka matamu, Draco."

"Oh, oke," Draco agak salah tingkah.

"Yeah."

"Right."

Mereka saling tersenyum bodoh lagi.

Tapi Percakapan merrka harus terhenti karena mereka sampai di toko buku tujuan mereka. Harry menatap takjub tumpukan buku Dan rak. Dia mengambil Satu di rak. Menangkal Sihir Hitam. Wow.

Mereka berkeliling, mengambil asal buku Dan tertawa-tawa berdua. Berjalan ke belakang, Draco menjelaskan banyak Hal pada Harry, tapi ternyata juga masih banyak Hal yang cowok itu sendiri tak paham.

Sampai Harry menemukan buku ajaib Berteman dengan satwa gaib, yang gambar covernya adalah makhluk aneh dengan kepala burung, badan kuda, Dan sayap. "Oh my God. Draco! Lihat ini apaan..."

Draco mendekatinya, melihat buku di tangan Harry. "Hmm, ini hippogrif. Aku punya buku cerita bergambar tentang mereka. Ingin sekali melihat yang asli..."

"Jadi hewan ini nyata?" Harry menatap cowok itu syok.

Draco terkekeh, menoleh menatap Harry, tapi lalu tawanya terhenti. Wajah mereka sangat dekat, hidung mereka hampir bersentuhan. Harry merasakan jantungnya mencelat, wajahnya merona, siap mundur menjauh, tapi...

Cup.

Bibir Draco menyentuh bibirnya.

Sekilas.

Cowok itu iangsung mundur dengan wajah merah padam, membalik badannya, menghindari Mata Harry.

Harry mengerjap syok. "Oh."

Ciuman pertamanya.

Wajahnya Makin merah padam, Dan rasanya dia ingin mengubur dirinya hidup-hidup.

Ini pertama kalinya dia di cium...

Harry memegang bibirnya, masih terpaku, menatap punggung Draco yang menunduk berpura-pura membaca buku di tangannya. Mereka terdiam lama. Sampai Draco berbalik menatapnya lagi, wajahnya masih merah padam, tapi kepalanya terangkat tinggi.

"Aku tak Akan minta maaf, karena aku tidak menyesalinya," katanya tegas.

Harry membuka mulutnya, lalu menutupnya lagi. Membuka lagi, tapi tak Ada yang bisa dia katakan. Dia terlalu syok. Jadi dia hanya mengangguk, menunduk.

Draco bergerak gelisah. "Tapi... Tapi aku minta maaf kalau kau tidak menyukainya. Maksudku... Aku..."

Harry tertawa gugup. "Tidak. Tidak. Aku... Aku hanya kaget. Maksduku... Er... Kau tahu... Itu ciuman pertamaku."

Draco tersenyum lega. "Yeah? Itu juga ciuman pertamaku."

Mereka saling tatap, tersenyum seperti orang bodoh.

Draco membuka mulutnya, mau mengatakan sesuatu, tapi terdengar seseorang memanggilnya.

"Oh, itu ayahku. Kau mau bertemu dengannya?" Tanya Draco, penuh semangat.

Harry tertawa, tapi menggeleng. "Nah, mungkin lain Kali?" Dia tak ingin bertemu orang tua Draco sekarang. Prospek bertemu orangtua siapapun selalu membuatnya gugup, karena para ortu cenderung tak menyukainya.

Draco tampak kecewa. "Oh."

Harry tersenyum lebar. "Tapi Kita Akan bertemu di Hogwarts yeah?"

Draco mendesah, membalas senyum Harry. "Tentu saja."

"Bye Draco."

"Bye Harria." Draco bolak balik menoleh, melambai pada Harry, sampai akhirnya pergi.

Harry memegang pipinya yang masih panas, tak bisa berhenti tersenyum.

-dhdhdhdh-

Hogwarts Express sudah mulai berjalan saat Harry sampai di salah Satu kompartemen yang untungnya tampak berisi anak-anak kelas Satu. Dua cewek, Satu berambut hitam, Satu berambut pirang

"Er? Boleh aku gabung?" Tanyanya ragu.

Cewek berambut hitam mengangkat bahu. "Sure," katanya santai, mengedik kursi di sebelahnya. Harry mendesah lega.

"Trims," katanya riang. "Aku Harria Potter."

"Pansy Parkinson," kata cewek berambut gelap.

"Daphne Greengrass," kata si rambut pirang. Harry menyadari kalau si Daphne ini sangat cantik.

Pansy menatapnya tajam. "Kau kelahiran muggle?"

Harry menggelwng. "Ayah ibuku penyihir, tapi aku dibesarkan oleh muggle. Jadi..." Dia mengangkat bahu.

"Hmm. Dan kau ingin masuk asrama apa?"

"Slytherin," jawab Harry meringis. "Walaupun mungkin tak Akan menerimaku."

"Why?" Tanya Daphne. "Kami berdua juga ingin masuk slytetherin."

"Sungguh? Well, aku tak merasa cerdas Dan ambisius..."

Pansy menepuk pundaknya. "Kau tetap harus berusaha, oke. Karena yang terbaik selalu dari Slytherin."

"Well, sekarang kau membuatku Makin tak yakin diterima."

Pansy Dan Daphne terkikik.

Mereka mengobrol soal asrama sampai kompartemen membuka lagi.

"Oh! Cewek-cewek! Syukurlah!" Erang cewek berambut coklat, langsung mendudukan dirinya di samping Daphne. "Aku benci cowok."

Pansy mendengus. "Tidak. Tak ada cewek yang benci cowok."

Si rambut coklat mengernyit. "Tapi aku benci cowok!"

"Apa itu artinya kau bukan cewek?" Tanya harry Tak bisa menahan diri. Pansy dan Daphne cekikikan.

Cewek itu menatap Harry sebal. "Oh baiklah aku tidak benci cowok. Tapi seriusan, duduk di kompartemen itu semenit lagi, Dan aku bisa gila. Quidditch, quidditch, quidditch..."

Pansy dan Daphne menatap cewek itu simpati, tapi harry mengernyit. "Apa itu quidditch?" Harry tak ingat membaca itu di semua buku-bukunya. Dia setengahnya agak malu sudah hatam membaca semua buku pelajarannya, dalam niat kuatnya untuk tidak tampak bodoh di depan Draco Malfoy. Cowok itu tidak kelihatan dimana-mana tadi saat Harry mencari kompartemen kosong.

"Olahraga dengan sapu," jawab Pansy.

"Sapu?"

"Iya sapu. Terbang."

"Oh. Wow." Harry benar-benar tak habis pikir. Apakah ini semua nyata?

Si cewek rambut coklat menatapnya bertanya-tanya. "Kau darah... Kelahiran muggle?" Tanyanya.

Harry menjelaskan lagi status darahnya, yang tampaknya sangat penting di dunia ini. Harry mulai merasa bahwa dia sangat ketinggalan dibanding yang lain. Tapi tak mungkin hanya dia yang dibesarkan di dunia muggle Kan? Dia menanyakan hal ini pada teman-teman barunya itu, yang bertukar pandang.

"Well..." Pansy tampak bingung harus menjawab apa.

"Banyak kelahiran muggle," kata Daphne. "Tapi kau tak Akan menemukannya di Slythein kurasa."

"Oh?"

"Yeah, slytherin lebih memilih darah murni."

Harry terdiam mendengar ini. Ketiga cewek di depannya tampak salah tingkah, tapi lalu Pansy menepuk punggungnya keras. "Jangan cemas, Potter! Kalau perlu kami semua Akan meyakinkan seleksi bahwa kau layak di Slytherin. Kau... Kau... Cool!"

Harry menatapnya ragu. "Kau yakin?"

"Seratus persen. Kau harus masuk slytherin bersama aku Dan Daphne. Dan kau? Siapa namamu?"

"Tracey Davies," kata cewek berambut coklat. "Orangtuaku Ravenclaw, tapi Slytherin oke juga."

"Lihat? Kita Akan menjadi geng cewek kece Hogwarts!" Kata Daphne penuh semangat. "Cowok-cowok Akan ngiler melihat Kita!"

Harry tertawa, tapi Pansy menggeleng. "Nope. Hanya Satu cowok yang ingin kubuat ngiler melihatku," katanya dengan nada mendesah.

"Kau sudah punya pacar?" Tanya Tracey skeptis.

Pansy menatap menerawang. "Bukan pacar, bukan. Kami lebih dari itu. Dia calon suamiku..."

"Calon suami? Kau 11 tahun!" Kata Harry syok.

Daphne cekikikan. "Jangan di ambil hati. Itu hanya hayalannya saja."

Pansy cemberut, sadar dari trans nya. "Bukan hayalan tahu. Draco adalah cinta dalam hidupku!"

Jdarrr!

Harry serasa tersambar petir, senyumnya membeku. "Siapa?"

"Draco Malfoy. Nama cinta dalam hidupku..."

Harry tidak mendengarkan lagi setelah itu, tubuhnya Kaku. Draco... Tapi...bagaimana bisa... Masa Draco Dan Pansy...

Tapi Draco mencium Harry! Dia bilang Mata Harry yang Paling cantik yang pernah dia lihat! Dia...

Apa dia hanya mempermainkan Harry?

Harry merasakan matanya sedikit berair, dia mengerjap, berusaha menahan diri. Untungnya semua Mata sedang menatap Pansy, mendengarkan ceritanya tentang betapa menakjubkannya Draco Malfoy...

Untungnya lagi, pintu kompartemen mendadak terbuka, ternyata yang datang Adalah nyonya penjual troli. Lega luar biasa karena teralihkan dari pikiran Tak karuannya, Harry melompat dari kursinya Dan membeli banyak sekali makanan. Para cewek melongo menatapnya. Harry nyengir.

"Let's get party, girls!"

-dhdhdh-

Setelah topik menjauh dari Draco, Harry bisa menikmati perjalanan itu. Mereka mengobrol, tertawa, saling mengenal, Dan Harry merasa bahwa dia tak pernah merasa sebahagia ini ini dalam hidupnya.

Dia punya teman.

Akhirnya dia punya teman.

Dulu Harry punya teman di sekolah lamanya, tapi bukan jenis teman seperti Pansy, Daphne, Dan Tracey. Helena Robinson Dan dia hanya saling bertanya soal pr, Dan Tak pernah sekalipun hang out.

Tapi Kali ini berbeda. Harry punya teman yang mau mendengarnya bicara, yang tertawa mendengar leluconnya, yang tertarik mendengar selanjutnya ceritanya... Dan dia baru 8 jam berjumpul dengan mereka.

Dia tak ingin kehilangan teman-teman barunya ini.

Yang Harry tahu Akan terjadi jika dia sedikit saja menunjukan ketertarikan pada Draco Malfoy. Harry memang bukan anak gaul, tapi dia tahu bahwa mengambil 'gebetan' temanmu adalah cara tercepat untuk menjadikannya musuh. Tahu bahwa tak Akan Ada artinya walaupun Draco menyukainya dan dia menyukai Draco, karena Pansy lebih dulu mengenal cowok itu. Karena Pansy lebih dulu memberi cowok itu cap-nya.

Lagipula, mungkin saja Draco Tak sungguh-sungguh menyukainya? Mungkin saja Draco hanya main-main, hanya bohong padanya saat dia bilang Harry adalah ciuman pertamanya...

Mereka baru bertemu! Bagaimana mungkin Draco sudah bisa menyukainya lebih dari dia menyukai Pansy Kan?

Harry merasa dirinya sangat bodoh. Dan malu. Dia tak ingin bertemu cowok itu lagi, tapi tentu saja tak mungkin. Kalau dia diterima di Slytherin...

Pikiran Harry terhenti saat mereka akhirnya berhasil turun dari kereta. Tracey melingkarkan tangannya di lengan Harry, Dan mereka berjalan di belakang Pansy Dan Daphne sambil cekikikan penuh semangat. Terdengar suara keras.

"Kelas Satu di sini! Kelas Satu!"

Harry melongo melihat pria Paling besar yang pernah dia lihat, membimbing mereka ke arah danau, dimana mereka akan Naik perahu kecil berisi 4 anak.

"Harry! Hei!" Seseorang terengah di sebelahnya, menepuk pundaknya. Harry menoleh, Dan tentu saja menatap Mata kelabu terang Draco Malfoy. Cowok itu nyengir luar biasa lebar. Jantung Harry bagai berhenti. "Aku mencarimu tadi."

"Oh," Harry Tak tahu harus berkata apa. Tracey di sebelahnya menatap mereka penasaran.

"Yeah, jadi, Slytherin?" Tanya cowok itu lagi, tampak tak bisa mengalihkan matanya dari Harry..Harry berusaha tak berjengit.

"Em, oh, sori, harus cepat-cepat. Bye!" Katanya, langsung menarik Tracey menuju Pansy dan Daphne, meninggalkan Draco yang mematung kebingungan.

"Apaan tadi?" Tanya Tracey penasaran.

"Oh, tidak, bertemu dia di diagon alley sebentar beberapa minggu lalu," kata Harry, lalu mengalihkan pembicaraan dengan memanggil Pansy Dan Daphne. Untungnya Tracey tidak memperpanjang lagi.

Mereka berempat tertawa-tawa di perahu, Dan ber aaawww kompak saat melihat hogwarts.

-dhdhdh-

Mereka berbaris menunggu professor mcgonagall datang untuk memanggil mereka lagi. Harry sedang bicara dengan Daphne saat melihat Draco menatapnya. Cowok itu mengernyit, dan berjalan menghampirinya. Harry panik. Panik. Dia tak mau Draco mengajaknya bicara. Tidak di depan Pansy. Astaga..

Tapi dia diselamatkan oleh Pansy sendiri.

"Draco!" Seru Pansy riang, memeluk cowok itu. Harry merasakan perutnya bergejolak melihat adegan ini. Draco tertawa, menepuk pundak Pansy, lalu melepaskan pelukan cewek itu. Jelas mereka sudah biasa melakukan hal ini. Berpelukan di depan umum. Semua anak menatap mereka. Harry mengalihkan pandangannya.

Jangan lihat. Jangan lihat.

Tapi dia masih bisa mendengar mereka mengobrol santai, tangan Pansy melingkari lengan Draco. Harry merasakan Mata Draco sesekali menatapnya.

Jangan lihat. Jangan lihat.

Untungnya, Mcgonagall memanggil mereka, Dan masuklah mereka ke aula besar, di Mana Ada 4 meja berjejer dengan panji-panji, Dan Satu meja panjang di depan, tempat para guru. Harry menatap langit-langit, melihat bintang-bintang luar biasa banyaknya. Lalu topi seleksi.

Mereka mendengarkan lagi topi seleksi, tapi Harry tak bisa berkonsentrasi. Dia gugup luar biasa, Dan tak tahu apa yang Akan terjadi padanya jika dia bukan Slytherin...

Tracey maju duluan di grup mereka. Dia mendapat Slytherin. Lalu Daphne juga Slytherin. Lalu Draco.

Saat melewatinya, cowok itu meremas tangan Harry, membuatnya nyaris terlonjak kaget. Untungnya tak Ada yang melihat mereka. Dan herannya, Harry merasakan ketakutannya sedikit berkurang. Sedikit.

Draco duduk di bangku, matanya menemukan Harry. Harry buru-buru bersembunyi di belakang cowok tinggi berambut merah di depannya, tak ingin orang beranggapan Draco menatapnya. Cowok itu mengernyit, lalu memakai topi seleksinya, Dan hanya dalam sedetik si topi langsung berseru, "Slytherin!"

Harry mendesah lega entah kenapa. Bukannya Akan lebih baik kalau dia Dan Draco berbeda asrama?

Lalu giliran Pansy, Slytherin, Dan akhirnya Harry.

"Ah, ya, Potter. Gryffindor pastinya? Tidak? Kau ingin di slytherin? Sungguh? Hmm, kau juga Akan bisa mendapat teman yang luar viasa di Gryffindor. Mereka sama denganmu, kau Akan lebih mudah menyesuaikan diri. Kau Akan hebat disana. Masih tidak? Baiklah kalau begitu, SLYTHERIN!"

Harry nyaris melompat dari kursinya menuju meja Slytherin, dimana teman-temannya duduk. Mereka berpegangan tangan, tertawa cekikikan. Dan sekali lagi, Harry merasa diterima.

-dhhdh-

Sebulan pertama berlalu dengan cepat. Dan Harry tahu pilihannya di Slytherin tepat. Dia Dan teman-teman barunya Makin dekat tiap harinya. Dan tiap kelas sungguh menakjubkan.

Sihir beneran nyata.

Favorit Harry sejauh ini adalah Ramuan. Snape memanggil namanya di awal pelajaran mereka, memberinya beberapa pertanyaan yang bisa Harry jawab. Sejak itu, Harry Makin semangat untuk belajar Ramuan. Yang Paling sulit adalah trnsfigurasi, tapi Harry berusaha. Dan dia punya teman-teman yang bisa membantunya.

Harry tidak berinteraksi lagi dengan Draco, utamanya adalah karena Harry menghindari cowok itu jelas. Mereka makan di meja yang sama, Dan Draco duduk bersama dia Dan teman-temannya, tapi jelas cowok itu menyadari bahwa Harry tak ingin berinteraksi dengannya dalam bentuk apapun.

Harry hanya tak bisa kehilangan teman-teman barunya sekarang. Dan dia tahu jika dia bicara dengan Draco, semua Akan tahu kalau perasaanya pada cowok itu bukan hanya sekedar teman...

Sampai pelajaran terbang. Harry merasa sangat bersemangat.

"Aku tak tahu kenapa kau begitu semangat. Kelas ini dengan gryffindor loh," kata Pansy, menguap.

Harry mengangkat bahu. "Kau tahu aku tidak pernah terbang, Parkinson," katanya riang. "Ini pengalaman pertamaku. Terbang!"

Daphne mendengus. "Tak seasyik itu kok," katanya.

"Jangan dengarkan mereka, terbang adalah Hal Paling seru sedunia," kata Draco, mendadak muncul bersama geng nya yang biasa. Dia menatap Harry, yang tidak balas menatapnya.

"Pengalaman tak terlupakan," sahut Blaise, mendukung Draco.

Harry meringis. "Well, aku hanya harus membuktikan sendiri kan," katanya.

Dan rupanya sangat menyenangkan. Walaupun bersama gryffindor, Dan Neville longbottom yang malang harus di bawa ke bangsal. Harry merasakan terbang adalah Hal natural untuknya. Dia bisa terbang lebih baik dibanding teman-temannya. Malah, sepertinya dialah yang Paling jago, selain Draco Dan Blaise yang punya pengalaman lebih banyak dari dia.

"Kau yakin ini pertama kalinya kau terbang?"

Suara itu membuat Harry sedikit terlonjak. Draco menjajari terbangnya, nyengir. Harry menatap sekeliling. Anak-anak lain masih heboh dengan sapu mereka masing-masing. Dia berpura-pura fokus pada sapunya.

"Yeah. Dibesarkan oleh muggle, ingat?"

Draco mengangkat bahu. "Aku ingat. Ingat semuanya. Yang sepertinya sudah kau lupakan," katanya, berusaha terdengar santai, tapi tetap saja Harry merasakan rasa kesalnya. Harry tidak bisa menjawab itu, jadi dia hanya diam. Draco mendesah. "Harria..."

"Harry! Bantu aku please!" Seruan Daphne membuat Harry nyaris menangis lega. Harry buru-buru menukik tanpa berpikir panjang, membuat Draco kaget setengah mati pastinya.

"Hei! Hari-hati!" Cowok itu menukik menyusulnya, jadi Harry menukik Makin kencang, membuat semua anak yang melihatnya menjerit, mengira Harry kehilangan kendali. Tapi tidak, cewek itu mengerem cepat, Dan melompat turun dari sapunya dengan elegan.

"Potter!" Bentak madam hook. "Jangan ngawur! Untung saja kau tidak terpelanting seperti longbottom!"

Harry hanya tertawa, menghampiri Daphne untuk membantunya, tapi langsung berhenti saat melihat Snape berjalan cepat menghampiri mereka.

"Potter, ikut aku," tandasnya.

Harry Dan semua anak lain terpaku horor.

"Potter!"

"Oh iya, sori professor..." Harry mengikuti Snape sambil menunduk, merasakan semua Mata menatapnya. Masa menukik seperti itu saja bisa membuatnya kena masalah?

Tapi rupanya, dia kini adalah seeker Paling muda selama seratus tahun terakhir. Dan anggota cewek pertama Slytherin setelah entah kapan.

Hahaha!

-hdhdh-

Harry menatap 6 sosok besar di depannya.

Marcus flint yang Paling besar, adalah kapten Tim quidditch Slytherin. Cowok itu mengernyit menatap Harry.

"Seeker baru Kita cewek?" Tanya cowok tampan anak kelas 3 bernama Graham Montague, nadanya skeptis. Montague sangat populer bahkan di kalangan anak kelas 1. Sahabatnya, Cassius Warrington, adalah Pangeran idaman Daphne. Sisa Tim yang lain adalah anak kelas 5, 6, Dan 7, yang tidak Harry kenal.

"Sepertinya," kata flint, mengernyit, Harry menciut di bawah tatapannya. "Snape bersikeras dia punya bakat."

Mereka latihan, dan selesai latihan, semua menatap Harry dengan kagum.

"Amazing Potter!" Raung flint, matanya berkilat antusias. "Luar biasa! Bravo! Kita gilas Gryffindor di pertandingan pertama nanti!"

Yang menjadi kenyataan, karena Harry memang menangkap snitch dengan mudah. Dia di gotong ke bawah tanah, di elu-elukan oleh rekan-rekan Slytherin.

Dan bukan untuk pertama kalinya Harry merasa Slytherin adalah rumahnya.

-dhdhdhdh-

Bulan demi bulan berlalu, Harry berusaha sebisa mungkin menghindari Draco, Dan Draco juga akhirnya mengerti dan tidak berusaha menyudutkan cewek itu lagi. Harry berusaha merelakan hatinya, dia tahu dia masih muda, dia tak Akan hanya naksir pada Satu orang. Masih banyak cowok yang lebih keren di hogwarts. Dan dia masih 11 tahun! Tahu apa dia soal cinta.

Pansy yang Paling tahu sepertinya. Dia memuja Draco setengah mati, beranggapan bahwa Draco adalah manusia yang Tak punya kesalahan.

"Merlin, Pans," Harry menggeleng. "Bisakah kau tidak membicarakan Draco sekali saja?"

Daphne menggeram. "Satu suara untuk Harry."

"Dua suara," tukas Tracey.

"Tiga suara," tandas Theo Nott. "Empat suara!" sahut Blaise dan Millicent bersamaan.

Draco sendiri hanya nyengir kecil, melanjutkan memakan lasagnanya tanpa Komen.

Tapi jauh dalam lubuk hatinya, Harry tidak menyalahkan Pansy. Draco Malfoy, adalah contoh cowok keren yang Ada di novel-novel. Cowok keren antagonis mungkin, tapi tetap saja keren. Dia tidak setampan senior-senior seperti Montague dan Warrington, tapi jelas enak dilihat. Dia cerdas, punya selera humor yang oke, yang bisa membuat mereka semua meraung tertawa dengan Satu d dua komentarnya. Dia sangat pintar, bukan jenis kutu buku seperti Granger si Gryffindor, tapi tipe yang menangkap setiap pelajaran dengan cepat.

Secara fisikal, dia luar biasa.

Tapi banyak hal-hal kecil, hal-hal yang orang lain anggap simpel, tapi istimewa menurut Harry.

Seperti senyum kecilnya yang seolah berkata bahwa dia tahu rahasiamu, dan geli karenanya. Atau tangannya yang mengetuk-ketuk meja, atau pahanya, jika dia sedang merasa bosan setengah mati. Atau kesabarannya saat menjelaskan konsep transfigurasi pada mereka semua, tak merasa kesal walaupun harus mengulang lagi Dan lagi Dan lagi, sampai akhirnya mereka menyerah dan melihat PR nya. Draco adalah tempat mereka bertanya soal apapun (Harry tidak termasuk, karena well yeah), Dan tentu saja, dalam bulan pertama, semua seolah sepakat tanpa kata bahwa Draco adalah ketua geng mereka.

Dia yang maju saat Gryffindor mengajak berantem. Dia yang maju saat anak kelas 2 ravenclaw menggoda Daphne. Dia yang maju saat anak kelas 5 Hufflepuff mengejek ibu Blaise. Dia yang maju saat Tim quidditch lain menjelek-jelekan harry...

Intinya, Harry Tak menyalahkan Pansy karena naksir Draco.

Dan Harry mengutuk Draco karena membuatnya kesulitan melupakan cowok itu...

-dhdhdhd-

Mereka sedang berjalan ke aula besar untuk makan setelah herbologi saat Daphne tiba-tiba mendesah panjang.

"Akhirnya besok datang juga..."

"Besok?" Tanya harry, mengecek jam tangannya. Masih Ada waktu sejam sebelum dia harus ke lapangan Quidditch untuk latihan.

"Valentine," kata Tracey dengan nada hambar. "Masa kau lupa Har?"

Harry mengangguk serius. "Aneh kan aku bisa lupa, pasti karena Daphne tidak pernah mengingatkanku. Oh tidak, aku ingat dia mengatakan itu sekali..."

"Atau Dua Kali," sambung Tracey, tersenyum.

"Atau Dua puluh Kali..."

"Atau Dua ratus Kali..."

"Oh shut up kalian berdua," tandas Daphne, Pansy tertawa.

"Biarkan mereka Daphne, jomblo-jomblo emang suka sirik," katanya.

Tracey mendengus. "Kau juga jomblo, pansy."

Pansy mengangkat bahu. "Tapi aku tetap Akan memberi cokelat untuk Draco. Tidak seperti kalian yang kesepian tanpa cowok..."

Harry menggeleng. "Kita 11 tahun Pans, aku sama sekali Tak merasa kesepian walaupun nggak Akan memberi coklat ke siapapun."

Daphne mendesah. "Aku ingin mendapat coklat dari Cassius..." Katanya dengan nada memuja saat mereka masuk ke aula besar, matanya menemukan langsung cowok itu, sudah duduk di meja slytherin, mengobrol dengan Graham.

Harry nyengir padanya, berjalan ke arah Dua cowok itu tanpa kata. Mata Daphne melebar, mengikuti cewek itu dengan tidak percaya. Harry duduk di depan Graham, menepuk kursi di sebelahnya, memberi isyarat pada daphne. Wajah DAphne merah luar biasa, duduk di sebelah Harry sekaligus di depan Cassius Warrington. Pansy Dan Tracey cekikikan, duduk di sebelah Harry.

"Oh hei Potter," Sapa Graham. "Quidditch setelah ini?"

"Sure," jawab Harry santai. "Graham, kau tidak mengenalkan kami ke temanmu?"

Graham menatapnya seolah dia sudah Gila. "Hah?"

"What is it Potter. Kenalan denganku sekali tak cukup untukmu?" Goda warrington, nyengir.

Harry tertawa. "Oke, karena Graham sepertinya tak ingin menjadi mediator, aku Akan melakukannya. Girls, ini Graham Montague dan sahabat sok nya Cassius Warrington. Graham, kau juga sok, jadi tak perlu bangga. Kalian berdua, ini teman-temanku, Daphne Greengrass, Pansy Parkinson, Tracey davies. Oke, semua sudah saling kenal? Good, let's eat!"

Wajah DAphne merah padam, menggumam hai pelan. Cassius nyengir pada mereka semua.

"Dalam rangka apa nih? Kita semeja selama berbulan-bulan, dan kau mengajak kenalan sekarang?" Tanya cowok itu pada Harry, yang mengangkat bahu.

"Hanya untuk menambah koneksi. Siapa tahu kau jadi orang penting nanti," jawabnya asal.

Graham mendengus. "Orang penting dimana? Kebun binatang?"

Harry tertawa, memberi high five pada cowok itu. Cassius menatap mereka berdua sebal.

Lalu para cowok angkatan mereka datang, duduk di kursi kosong sebelah Graham dan tracey. Obrolan mulai berjalan lancar. Harry menyikut Daphne, berbisik pelan, "what? Kenapa kau hanya diam? Ini kesempatan!"

Daphne tampak seperti habis kena petrificus totalus. Harry menatapnya cemas, lalu menoleh pada Pansy. "Pans, Daphne kayaknya kena serangan jantung deh."

Pansy menatap Daphne, lalu mendesah panjang. "Dia syok karena impiannya jadi nyata. Bagaimana ini? Apa Kita kembali ke ruang rekreasi saja?"

Harry menatap memelas piringnya, masih setengah penuh. "Kalau memang harus," gumamnya.

Dia Dan Pansy berdiri. Harry harus menarik Daphne agar cewek itu bisa bergerak. Tracey memberi Pansy tatapan bertanya, tapi ikut berdiri juga.

"Tapi piring kalian masih penuh," protes Blaise. Harry bertatapan sekilas dengan Draco, tapi tidak menjawab. Pansy meremas tangan cowok itu.

"Diet," katanya riang. Draco Dan Blaise bertukar pandang tak mengerti.

"Bye guys," kata Harry.

"Bye Potter. Jangan lupa sejam lagi latihan," kata Graham.

Mereka buru-buru ke kamar mereka di asrama Slytherin, dimana Daphne akhirnya sadar dari syoknya.

"Astaga!" Pekiknya, memegang pipinya. "Aku bicara dengan Cassius warrington!"

Harry mendengus. "Kau tidak bicara dengannya Daphne, kau cuma diam mematung sementara Pansy main Mata dengannya..."

"What? Aku tidak main Mata dengannya!" Protes Pansy membela diri. Harry mengangkat sebelah alisnya. "Well, oke, aku memang memberinya senyum terbaikku..." Aku nya lemah.

"Kau pengkhianat!" Pekik Daphne, memelototi Pansy, yang nyengir bersalah.

"Sori, sori, aku hanya tak bisa menahan diri! Dia ganteng banget..."

"Merlin, aku tak percaya kau melakukan ini padaku!"

"Kau cuma diam saja begitu! Padahal Harry sudah Susah payah mengenalkanmu padanya!"

"Yang membuatku ingat!" Kata Tracey, menatap Harry. "Bagaimana bisa kau kenal dengannya?"

Harry mengangkat bahu, masih memikirkan makan malamnya yang sia-sia di piringnya. "Quidditch. Dia Kan sahabat Graham. Kadanv saat kami sedang membicarakan taktik, dia ikut duduk bareng."

Ketiga temannya menatapnya tak percaya.

"Dan kau Baru mengenalkan kami sekarang?" Tuduh Daphne.

Harry nyengir licik. "Yeah, aku menyimpan cowok-cowok ganteng untuk diriku sendiri," katanya.

Ketiga temannya menyorakinya. Pansy melempar bantal padanya. Harry membalasnya. Dan perang lempar bantal pun Tak terelakkan lagi. Mereka tertawa terbahak-bahak sampai sakit perut.

Besok harinya, valentine, keempat gadis tak Ada yang mendapat coklat dari cowok. Daphne tampak sangat kecewa.

"Kau tahu, aku selalu berharap, saat masuk hogwarts akan langsung punya pacar," desahnya, bertopang dagu, memainkan sarapannya dengan lesu. Harry, yang kelaparan luar biasa, tidak menanggapi. Tapi Pansy menepuk punggungnya.

"Poor dear, Hari masih panjang. Siapa tahu kau Akan dapat coklat nanti."

"Coklat apa?" Tanya Draco di depannya.

"Valentine, Draco, Masa kau lupa," Tanya Pansy menatapnya penuh ekspektasi. Draco hanya mengangkat bahu, tapi Harry tahu cowok itu meliriknya. Harry merasakan perutnya mulas. Please, please Draco, jangan melakukan apapun...

Tapi tentu saja Draco tidak bisa mendengar pikirannya. Malam itu, saat Akan mengerjakan pr di ruang rekreasi, Harry merasakan jantungnya berdegup kencang saat tangannya menyentuh sesuatu di tas nya. Harry menggigit bibirnya, berpura-pura tak Ada apa-apa. Dia tak berani melihat Draco, walaupun belum pasti apakah kotak kkecildi dalam tasnya ini adalah coklat atau bukan... Pemberian cowok itu atau bukan...

Harry tak bisa berkonsentrasi mengerjakan pr nya. Draco duduk tak jauh darinya, sedang menjelaskan soal Ramuan mereka pada Theo dan Tracey. Daphne sedang melamun sambil menatap warrington, bahkan tidak berpura-pura membuka bukunya. Pansy sedang cemberut memelototi bukunya. Harry mengangkat sebelah alisnya.

"Kenapa pans?" Tanyanya pelan, agar tak Ada yang mendengarnya.

Pansy berjengit. "Nothing."

"Ah hah?"

"Hanya..." Dia mendesah panjang, mengerling Draco, lalu berbisik, "aku berharap setelah kuberitahu Hari ini adalah valentine, Draco Akan setidaknya memberiku coklat. Dia mendapat sekardus coklat dari ibunya siang tadi..."

"Oh." Harry sungguh tidak tahu harus berkata apa. Rasa bersalah menyerangnya. "Er, mungkin dia bukan tipe cowok romantis begitu," katanya lemah.

Pansy mengernyit. "Mungkin. Tapi tetap saja..."

Harry mengutuk Draco dalam hati. Kenapa cowok itu harus membuatnya begini sulit...

Malam itu Harry menunggu sampai semua tidur, baru berani membuka tas nya, di dalam kelambu tempat tidurnya. Coklat, tentu saja. Harry membuka bungkusannya pelan-pelan, berharap tidak mengeluarkan suara. Ada kartu yang menempel di dalamnya. Harry menggumamkan lumos, Dan membaca:

Aku akan selalu menjadi pengagum Mata hijaumu

Terbangmu luar biasa, kau tahu?

Aku tahu kau tak mau menjadi valentinku, tapi

Aku tahu kau suka coklat, jadi please terima coklat ini?

Tidak Ada nama pengirimnya, tapi tentu saja Harry tahu siapa Kan? Dia tahu bahkan jika coklat ini tanpa kartu. Harry memeluk lututnya, membaca kartu itu lagi Dan lagi Dan lagi..

-dhdhdhd-

End chapter 1

Review?