Eren melirik.

Kamar pribadi senpai tidak lebih menarik dari buku harian yang tergeletak terbuka di meja belajar.

Lutut diremas. Dahi mengkerut dalam. Melirik pintu masuk, akhirnya ia beranjak membaca buku si Senpai incaran.

02 September 20XX

Musim semi, tahun ajaran baru.

Kupikir akan membosankan seperti dua tahun belakangan. Belajar, belajar, kenakalan remaja, diskors, belajar lagi.

Tapi ternyata, berbeda.

Anak itu pengganggu.

Mata hijaunya saat pertama kali bertemu sangat unik. Alisnya sering menukik. Menukikkan alis. Dalam situasi apapun.

Kesan pertama aku melihatnya eum ... polos? Aku yakin dia masih polos.

Saat itu juga, aku merasa bahwa tahun terakhirku di SMU akan terasa berbeda. Niatku hanya mengawasi dari jauh. Tapi aku merasa malah dia yang mendekat. Semakin lama, semakin tak bisa dipendam juga.

Aku sudah curhat ini pada Kacamata, dan dia, menertawaiku. Akan kutendang kacamatanya lainkali.

Singkatnya, aku menyukai juniorku di sekolah. Dan dia, lelaki. Punya pisang yang menggantung sama sepertiku. Kemungkinan besar milikku lebih besar—

Rencananya akan kutembak ia kedepannya. Tetapi memikirkan orientasi menyimpangku ini kemungkinan sangat kecil dan berisiko.

Tapi tak apa.

Yang jelas aku akan menembaknya. Kalau diterima ya syukurlah, kalau ditolak, ya jangan nangis.

Keringat jatuh.

Eren tak sangka Senpai sudah punya gebetan. Di situ ditulis Senpai menyukai juniornya pada musim semi. Tahun ajaran ini. Artinya seangkatan dengannya.

Eren lemas.

Rencana yang telah disusun jadi berantakan. Nyaris pecah seperti hatinya. Di buku hariannya, Senpai bilang akan menembak seseorang. Dan dia bermata hijau.

Rasanya sesak sampai mati rasa.

Hijau meredup. Berbalik menuju tempat semula, ia terkejut setengah mampus.

"Senpai?!"

Senpai masih datar. Namun matanya menangkap sesuatu yang salah. Eren gelagapan.

"Apa yang kau baca barusan?"

Eren megap-megap. "B-buku IPS yang tak sengaja tergeletak!"

Matanya memincing curiga. "Lalu kenapa kau gelagapan? Apa di sini pasokan oksigen rendah?"

Hijaunya bergulir. "Tidak! A-aku hanya kepanasan. Itu saja. Haha ..."

Senpai mendekat. Eren menegang.

Eren salah kira. Dikira Senpai akan mengecek buku yang tadi, nyatanya malah mendekat kearahnya. Wajah dicondongkan. Kedua tangan memerangkap tubuh Eren diantara meja belajar dan tubuh Senpai sendiri.

Kabedon!

K. A. B. E. D. O. N.

Senpai sangat dekat...

"Seingatku aku tak menulis diary di buku IPS."

Eren salah lagi. Ternyata Senpai sedang membaca buku di belakangnya. Tapi tetap saja, posisi ini sangat ambigu, tahu!

Nafasnya berhembus panas di tengkuk. "U-ummh Senpai ..." Buru-buru ia bekap mulutnya sendiri.

"Apa tadi? Kau mengerang?" tanyanya. "Bukankah itu tindakan tak sopan pada Senpai-mu, hm?" Senpai berhembus lagi. Kali ini meniup telinga, dan Eren bersumpah, dia sengaja!

"A—Senpai. B-bisakah anda merubah posisi? Ini sedikit m-mengganggu."

"Apa?"

Senpai, jangan tekan anuku dengan lututmu!

"M-maksudku bukankah i-ini tak normal? A-anda bilang menyukai seseorang. Aku tak mau menjadi penghalang hubungan diantara kalian." Eren menunduk. Rasa itu datang lagi. Kenyataannya Senpai punya gebetan. Dan Eren menyukai Senpai. Sementara sekarang Senpai menggodanya dengan posisi ambigu ini.

Senpai terdiam.

"Levi-san?"

Levi kembali mendekat. Terlalu dekat untuk disebut sekadar membaca buku di meja belajar. Lututnya membelai. Eren lemas dengan kepala berasap.

"S-senpai."

"Diam. Kau pikir sudah berapa lama aku menantikan ini, hm?" Suaranya berat dan dalam. Ketika Levi mengatakannya, bulu kuduk Eren meremang. "Aku punya seseorang yang kusukai, tentu saja. Mau tahu siapa namanya?"

Levi berbisik. Eren kembali menegang. Sesaat setelah Levi membisikan sesuatu, Eren membelalak.

"Jadi, sudah puas? Boleh kulanjutkan? Asal kau tahu aku bukanlah orang yang melakukan sesuatu setengah-setengah."

Eren tahu. Sangat tahu. Senpai adalah orang yang sangat menggilai kebersihan. Eren sangat menghormati Senpai. Eren ... menyukai Senpai.

Senpai mendominasi. Harum tubuhnya sangat wangi. Dipeluk sengan posisi ambigu seperti ini saja, Eren sudah terbang. Maka ketika Levi menambah tekanan pada selangkangan, dan mulai menjilat leher, Eren hanya bisa mengerang dengan wajah merah padam. "S-Senpai ... Ahhn."

Senpai bersemangat. "Suara yang bagus. Mendesahlah lebih keras."

Levi mengecupi tengkuk dan leher. Merambat kebawah, dan menggigit selangka. Eren mendesah terkejut.

"Akhh!"

Levi membekap mulut Eren. "Sstt ... jangan keras-keras. Tetangga akan curiga ada yang mendesah di kamar bocah SMU."

Eren mengangguk.

Levi melanjutkan menjilat basah leher dengan sesekali menggigit. Tekanan di Eren 'junior' tak berhenti. Kini Eren 'junior' telah mengeras, dengan sangkarnya yang basah cairan sendiri.

"A-ah uhh."

"Eren," Senpai menyebut namanya dalam. Eren tak peduli lagi dengan dunia. Tubuhnya panas. Sentuhan Senpai membuat terbang ke awang. Kemudian tangannya menelusup masuk ke dalam baju. Memburu tonjolan kecil pink yang menegang, Levi mencubit gemas.

"Ahhn—!"

Levi bersemangat. Desahan Eren memang yang terbaik! Maka ia menambah sentuhan dengan melepas sabuk adik kelasnya dengan perlahan. Celana jatuh menggantung dipaha. Levi menjauh. Sekadar melihat ekspresi manis si Junior Kelas. Menjauh, kemudian berdecak,

"Hoo, tidak buruk."

Kelereng hijaunya bergulir malu. "T-tolong jangan tatap aku seperti itu ..."

Levi melucuti Eren gemas. Celana dalam dilucut paksa. Eren mendesah terkejut. Malu-malu mau. Levi kemudian melumuri jarinya dengan liur Eren, yang dengan senang hati dijilatinya dengan erotis.

"Cukup. Kau benar-benar bocah keparat!"

Levi membalikkan Eren. Kini ia menungging dengan penis kecil menegang, dan anus menggoda minta disodok. Eren ingin melihat Senpai. Makanya ia berinisatif menengok kebelakang, dan malah berbelok menatap sayu dengan wajah menggoda.

Levi berdecih.

"Kau tak akan bisa berjalan esok, Eren. Aku janji."

Jari pertama masuk setengah. Eren mendesah sakit. Levi mendadak tuli. Keringat meluncur deras. Suhu tubuh panas. Seolah oksigen berlari malu melihat aksi dua pemuda SMU yang tengah melakukan tindak asusila.

Levi bersiap.

"Eren, aku akan masuk."

Braakk!

Laptop dibanting.

Sedetik kemudian memeluk laptop setengah pecah. Kepala dijedukkan kepada meja. Frustasi.

Ia mendesah lelah, "Apa yang kutulis ini ..."

Annie Leonhardt, 16 tahun, tengah mencoba menulis fanfiksi panas. OTP 3D. Bukan karakter anime. 3D in real life. Sebab fanfiksi 2D dan fanfiksi idol sudah terlalu mainstream. Menggunakan tokoh: Eren Jeager si teman sekelas, dan Levi Ackerman abang kasir kafe Maji Burger.