Title : The Proposal (REMAKE)
Cast : Park Chanyeol, Byun Baekhyun
Rated : M (GS)
.
.
Chanyeol mencoba menenangkan jantungnya yang berdetak kencang saat dia berlari ke jalan depan rumah. Tersandung undakan teras, dia tersungkur ke arah pintu depan. Dia menggedor kayu sekeras yang dia bisa dengan kedua tinjunya.
"Tolong! Aku mohon buka pintunya! Aku harus bicara padamu!" dia berteriak.
Tangannya meluncur turun dari pegangan ke bel pintu. Jarinya memencet bel tanpa henti.
Akhirnya, usaha putus asanya membuahkan hasil dengan pintu depan terayun membuka. Melihat wajahnya yang bernoda air mata, jiwa Chanyeol terpilin menyakitkan.
"Tolong, ijinkan aku bicara padamu!"
Dia menggelengkan kepalanya. "Tak ada lagi yang harus dikatakan, Chanyeol. Kita sudah melewati jalan ini terlalu sering. Aku telah sampai pada kesimpulan bahwa tindakanmu akan selalu berbicara lebih keras dari pada kata-katamu."
"Tidak, tadi malam bukanapa yang aku inginkan. Hanya saja aku takut dengan kehadiran bayi itu dan semua yang terjadi di antara kita beberapa minggu terakhir."
Ketika dia mencoba melewatinya keluar pintu, Chanyeol memajukan diri ke depannya seperti sebuah perisai.
"Chanyeol, minggir. Aku harus pergi bekerja. Tak ada satupun yang kau katakan akan merubah apa yang aku rasakan saat ini."
"Tak bisakah kau ijin meninggalkan kantor? Aku mencintaimu, dan aku ingin memperbaiki semua ini." Chanyeol menjalankan tangannya yang gemetaran melewati rambutnya yang sudah acak-acakan.
Dia masih menggunakan baju kusut yang dia kenakan sehari sebelumnya. Dia tidak tidur, tidak makan, dia menghabiskan malam dengan berpikir bagaimana cara mendapatkan dia kembali.
"Tidak masalah apa yang kau pikirkan, aku memang mencintaimu dan aku memang menginginkan bayi itu."
Dia mengangkat kepalanya untuk melotot pada Chanyeol. Chanyeol mundur selangkah melihat kemarahan yang terbakar di matanya.
"Jangan berani-beraninya kau mengatakan itu! Aku tahu bagaimana sebenarnya perasaanmu tentang aku dan kehamilanku beban itu di kehidupanmu. Jika ada, itu adalah alasanmu menyetubuhi gadis itu! Karena saat kau takut, kau selalu berhasil untuk mengacau segalanya!"
Mendorongnya agar menyingkir dari hadapannya, dia mengentakkan kaki menuruni undakan teras. Chanyeol menempel di belakangnya.
"Okay, kau benar. Itu memang sebuah beban mungkin sampai sekarang. Tapi aku menyadari sekarang bahwa aku sudah bertindak bodoh. Aku mencintaimu, dan aku ingin menikahimu dan membesarkan anak kita." Dia berhenti tiba-tiba. Bahunya merosot sebelum dia berputar
perlahan.
"Saat ini kau berpikir itulah yang kau inginkan. Tapi aku mengenalmu terlalu baik. Sebelum kita menikah atau sebelum bayi ini lahir, kau akan ketakutan dan selingkuh lagi." Dia menggelengkan kepalanya sedih.
"Aku bodoh karena berpikir aku yang hamil akan mengubahmu. Bahwa entah bagaimana itu akan membuatmu mau berkomitmen. Tapi kau bahkan tak bisa setia demi bayimu."
Chanyeol mencoba meraihnya, tapi dia berputar pergi dan berlari ke trotoar. Ketika Chanyeol akhirnya berhasil mengejarnya, dia telah mengunci diri di dalam mobil.
Dia menggedor jendela dengan kepalan tangannya. "Tolong. Tolong jangan lakukan ini!"
Dia menekan mundur gas mobilnya dan mendecit keluar ke jalan raya. Mesinnya meraung saat ia melaju di jalan raya. Chanyeol menutup matanya menyerah. Dia terhuyung mundur, berusaha mati-matian untuk menahan diri dari kehabisan nafas.
Lalu suara ban berdecit dan kaca pecah menyebabkan jantung Chanyeol terasa berhenti. Dia berlari ke ujung jalan raya. Seluruh dunia seakan bergerak merangkak perlahan saat melihat tumpukan logam terkoyak di kejauhan.
"ROSE!" Chanyeol berteriak.
.
.
Chanyeol terkejut bangun dari mimpi buruknya dan menemukan dirinya menelungkup di meja dapur. Keringat membasahi wajahnya. Ia mengangkat tangannya yang gemetaran untuk menghapusnya.
Saat itulah ia menyadari bahwa itu adalah air mata, bukan keringat, membasahi pipinya. Chanyeol telah berhenti bermimpi buruk tentang kecelakaan Rose selama bertahun-tahun. Tak butuh waktu lama untuk Chanyeol mengingat apa yang telah membawa mimpi buruk itu kembali.
Baekhyun.
Semua yang Chanyeol kira pernah ia rasakan pada Rose ternyata jutaan kali lebih besar yang ia rasakan pada Baekhyun saat ini. Ia hanya mengira ia tahu apa itu cinta.
Bahkan tanpa mencoba, Baekhyun telah menimbulkan perasaan aneh pada dirinya yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dan sekarang Baekhyun telah pergi.
Sebuah tangisan kekalahan yang penuh penderitaan keluar dari bibirnya.
"Sepertinya kita kembali mengalami mimpi buruk?"
Chanyeol terlunjak sebelum melempar pandangannya ke balik bahunya. "Ayah. Bagaimana kau bisa masuk?"
Ayahnya memberinya senyum masam. "Aku punya kunci, nak."
Ketika Chanyeol berputar di kursinya, pandangannya ikut berputar, dan ia harus berpegangan pada sisi meja untuk menyeimbangkan dirinya.
"Apa yang terjadi dengan mengetuk pintu?"
"Aku sudah lakukan, tapi kau tak juga membukakan pintu. Sekarang aku bisa melihat penyebabnya."
Chanyeol menatap penampakan buram dan ganda dari wajah merengut ayahnya. Sebuah tatapan yang benar-benar muak sudah sangat cukup, tapi di kondisinya yang mabuk, ia harus melihat dua.
Ayah Chanyeol bersandar di meja dapur, menyilangkan tangan di depan dadanya. "Nak, kupikir sekarang kau sudah mabuk berat!"
Setelah mendengus tertawa, wajah Chanyeol membentur meja dengan keras. Dadanya naik turun saat ia tertawa pada kenyataan ayahnya benar-benar mengatakan istilah mabuk berat.
Tentu saja tingkat mabuknya juga membuat itu lebih lucu lagi. Saat dia akhirnya dapat menenangkan diri, dia berseru, "Sebenarnya, Ayah, aku sudah mabuk saat minum lima bir dan tiga tequila yang lalu. Aku pikir bisa dibilang aku minum berat."
"Jadi kita mengulangi ini lagi?" mendengus.
Sambil mengangkat kepalanya, Chanyeol mengerutkan alisnya. "Apa maksudmu?"
Wajah Ayah dipenuhi oleh kemarahan. "Kau tahu pasti apa yang aku maksud. Kau memulai pola yang sama seperti yang kau lakukan Sembilan tahun lalu, langsung melarikan diri ke minuman seperti seorang pemabuk."
"Aku menelponmu karena aku membutuhkan bantuanmu, bukan ceramah. Jadi bila kau ke sini untuk berteriak-teriak padaku maka sebaiknya kau pergi!"
Hal berikutnnya yang Chanyeol tahu Ayah menarik rambutnya untuk membuatnya berdiri dan melotot padanya. "Jangan pernahkau berbicara seperti itu lagi padaku! Aku masih ayahmu, dan kau harus menunjukkan rasa hormat padaku. Kau mengerti?"
"Tinggalkan saja aku sendiri!" Chanyeol berteriak, mencoba untuk melepaskan diri.
Ia mengencangkan genggamannya pada rambut Chanyeol, menyebabkan Chanyeol mengernyit kesakitan. "Baiklah. Cukup. Aku akan memperlakukanmu sama seperti aku menganiaya calon tentara yang mengacau!"
Sebelum Chanyeol mengajukan protes, Ia menarik Chanyeol turun dari kursi dapur. Kursi itu jatuh dengan suara berisik.
"Aku tidak tahu kau masih begitu kuat, Pria Tua. Kau cukup tangkas untuk seseorang
berusia tujuh puluh dua tahun," Chanyeol tercenung.
"Kau sebaiknya tutup mulut kalau kau tahu apa yang terbaik untukmu!" Bentak nya sebelum mendorong Chanyeol ke arah lorong.
Ia mungkin sudah pingsan lagi bila tak terus memegang kuat tengkuk dan ikan pinggang Chanyeol.
Saat mereka masuk ke kamar utama, ia mendorongnya ke dalam kamar mandi. Chanyeol berbalik dan melihat Ayah mengunci pintu. Rasa takut menyergap Chanyeol.
Dengan gugup Chanyeol terhuyung mundur saat Ayah berjalan mendekatinya. "Ayah, kau tak akan memukuliku lagi seperti saat aku masih sekolah ketika kau menemukan pipa ganja di bawah tempat tidurku, kan?"
Tanpa memperdulikan Chanyeol, Ayah menuju shower. Setelah menyalakan keran air, ia meraih lengan Chanyeol dan mendorongnya ke bawah pancuran air. Air sedingin es membasahi Chanyeol.
Walaupun melewati bajunya, setiap tetes air terasa seperti sebuah pisau bergerigi menusuk-nusuk kulitnya. Ia mencoba keluar, tapi Ayah membanting pintu shower menutup.
"Kau akan tetap di dalam sana sampai kau sadar dan dapat menceritakan apa yang telah terjadi seperti seorang laki-laki sejati!"
Chanyeol mendobrak pintu, tapi Ayahnya memegang pintu dengan kuat. "Aku terlalu tua untuk semua omong kosong ini, Nak. Aku mungkin tak akan ada sembilan tahun lagi saat kau mencoba bertingkah seperti ini lagi. Setidaknya ijinkan aku meninggal dalam damai karena tahu kau memiliki seorang istri dan anak untuk dicintai!"
Kata-kata Ayah lebih membuat Chanyeol membeku daripada air dingin yang menyiraminya. Hanya memikirkan bagaimana ia telah menyakiti Baekhyun membuat rasa pedih atas penyesalan bergetar di dalam dirinya.
Alih-alih memberontak lebih jauh, Chanyeol berbalik dan berdiri di bawah gagang pancuran air, membiarkan air sedingin es menyengatnya seperti pecutan dari cambuk.
Menundukkan kepalanya, Chanyeol berharap air itu memang sebuah cambuk. Ia layak mendapatkan pukulan untuk semua yang telah ia katakan dan lakukan pada Baekhyun di beberapa minggu terakhir dan secara tak langsung juga pada anaknya.
Hukuman fisik merupakan sebuah pelepasan untuk mengurangi siksaan emosional dalam dirinya.
"Kau sudah mulai sadar?" Ayah bertanya.
"Ya, Yah," Chanyeol berkata lirih di bawah siraman air dingin.
"Bagus. Aku akan membuat kopi. Aku akan menunggumu saat kau sudah siap untuk bicara."
Menggigit bibirnya, Chanyeol tak dapat menghentikan air mata yang mengalir di pipinya. Tak ada yang lebih ia inginkan dari ayahnya untuk menemukan bagaimanapun caranya untuk mendapatkan Baekhyun kembali.
"Terima kasih, Ayah," dia berkata, suaranya bergetar dengan emosi.
"Kembali."
Chanyeol memaksakan dirinya untuk tetap di bawah siraman air sampai pikirannya benar-benar jernih. Saat ia dapat berjalan tanpa terhuyung, ia keluar dari pancuran air.
Giginya bergemeletuk saat ia melepaskan bajunya yang basah kuyup. Setelah mengeringkan tubuhnya dengan kecepatan super, Chanyeol melangkah ke kamar tidur dan mengenakan celana piyama dan sebuah baju kaus.
Saat Chanyeol sampai di dapur, Ayahnya sedang duduk di sisi meja. Sebuah senyum tersungging di ujung bibirnya.
"Maaf, aku harus melakukan cara militer padamu."
Chanyeol menggelengkan kepalanya. "Aku pantas mendapatkannya. Sebetulnya, kau seharusnya memukulku."
"Menjadi seorang masokis rupanya?"
Chanyeol mengangkat bahunya dan menuang segelas kopi untuk dirinya sendiri. "Aku pantas mendapatkan lebih dari itu. Aku melukai orangorang yang paling aku sayangi."
Ayahnya menghela napas. "Aku tak tahu tentang itu. Ada banyak kebaikan dalam dirimu, Chanyeol. Aku harap kau dapat melihat itu."
"Pasti tidak terlalu banyak kebaikan dalam diriku jika aku selalu mengacau segalanya."
"Ngomong-ngomong tentang itu." sambil meletakkan tangannya di atas anak kursi.
"Sebelum aku menawarkan bantuan, aku harus tahu satu hal."
Chanyeol menaikkan alisnya dan menyesap kopinya. Panasnya cairan kopi menyengat lidahnya.
"Apa itu?" katanya parau.
"Apakah kau benar-benar ingin Baekhyun kembali karena kau mencintainya, atau karena kau merasa bersalah?"
"Ini tidak seperti yang terjadi dengan Rose," protes Chanyeol.
"Ini hanya sebuah pertanyaan sederhana, Nak. Apakah kau ingin menghabiskan sisa hidupmu dengan Baekhyun dan anakmu atau tidak? Maksudku, kebanyakan lelaki yang benar-benar sedang jatuh cinta tidak kabur dan mencoba untuk tidur dengan wanita lain."
Air mata terasa panas menyengat di mata Chanyeol. "Aku benar-benar mencintainya, Ayah. Itu adalah kebenaran yang sebenarnya." Ia mengelap air matanya dengan kepalan tangannya.
Duduk di kursi di seberang Ayahnya, Chanyeol menceritakan semua detail yang terjadi malam sebelumnya.
"Walaupun aku tak bisa mengucapkannya saat itu atau bahkan malam ini saat ia menginginkannya, Aku sangat mencintai Baekhyun."
.
.
TBC
Siapa ya yang cocok jadi Dokternya.
