Chapter 1, The Begining

Disclaimer all;

Naruto ; Masashi kishimoto

High School DXD ; Ichie ishibumi

Serta tokoh lainnya bukan kepemilikan saya

Summary : Ini adalah kisah tentang kehidupanku, kisah yang dipenuhi dengan perjuangan, pengorbanan, dan kerja keras untuk membahagiakan dan melindungi keluarga kecilku ini. Apapun yang terjadi, ayah akan selalu melindungi dan menyayangi kalian berdua, bunga bunga kecilku...

Pair : ...

Rate : M [for save]

"Hai" (percakapan antar tokoh)

'hai' (batin sang tokoh)


Let's begin this chapter...

"Tadaima.."

"Ah, okaeri Tou-san"

Naruto bisa mendengar suara dari salah satu putrinya yang menyambut kepulangannya saat ini. Walaupun rasa lelah kini menggerogoti tubuhnya, namun...semua itu terasa menguap seketika kala ia sampai ke tempat yang ia anggap rumah ini dan melihat kedua putrinya yang menyambut kepulangannya.

"Huh, lelahnya..." Setelah melepas alas kaki miliknya, Naruto segera masuk kedalam rumah, sambil menenteng beberapa perkakas kerja miliknya yang ia bawa pulang.

"Hum, terima kasih atas kerja kerasnya hari ini... nee, Tou-san, Arthuria telah menyiapkan air panas dan makan malam tadi, lebih baik Tou-san segera mandi agar kita bertiga bisa makan bersama malam ini." Ucap Arthuria sambil membawakan perkakas milik Naruto ke arah dapur.

"Hmm, tapi, lain kali kalian makanlah terlebih dulu. Tak usah menunggu Tou-san hingga selarut ini. Tou-san tak ingin, nantinya kalian akan terganggu akibat terus menunggu Tou-san pulang saat larut malam." Ucap Naruto tegas. Iya tau, kebersamaan dalam keluarga itu adalah hal yang sangat penting. Tapi, memang ada beberapa hal yang harus diprioritaskan terlebih dahulu agar hal itu takkan mengganggu hal yang lainnya.

"Huum, wakatta.." ucap Arthuria.

Heh, melihat sang putri yang cemberut seperti ini, tentu membuat dirinya sedikit merasa bersalah. Ia pun mengulurkan tangannya ke puncak Surai pirang anaknya, lalu mengusapnya dengan perlahan.

"Huh, Tou-san janji.. walaupun tak bisa setiap hari, tapi Tou-san akan berusaha untuk pulang lebih awal agar kita bisa makan malam bersama. Jadi, jangan pasang wajah cemberut ini lagi ya, Arthuria-hime..." Ucap Naruto sambil mencubit pelan pipi putrinya ini.

"Mou, Tou-san... Berhenti mencubit pipiku...hmmp" ahh, melihat tingkah putrinya ini tentu membuat dirinya sedikit gemas dan ingin menjahili putrinya ini.

"Hmm, jadi Hime kita ini masih marah pada Tou-san ya. Baiklah, kalau begitu... Aku akan..." Naruto sengaja menjeda ucapannya ini untuk memancing rasa penasaran dari Arthuria, dan tampaknya hal ini berhasil. Walaupun sebentar, tapi Naruto bisa melihat tatapan Arthuria yang sempat melihat kearah dirinya barusan

"Tou-san akan mengabulkan satu permintaanmu dalam yang arus keluar dalam 3 detik. Baiklah kita mulai... 1..."

Pernyataan Naruto barusan tentu mengejutkan Arthuria yang bahkan belum siap untuk memikirkan Permintaannya.

"2..."

"Umm...etto..."

"Ti-..."

"PELUKAN..."

"Ehh.."

Naruto hanya bisa melongo karena mendengar teriakan dari Arthuria barusan. Pelukan?...

"Pelukan... Arthuria ingin Tou-san memeluk Arthuria sekarang juga"ucap Arthuria.

"Ehh? Pelukan? Apa Arthuria masih ingin menerima pelukan dari Tou-san di usiamu saat ini?...ne...Lebih baik memberikan permintaan yang lain saja ya, Arthuria-chan?.." yah, wajar saja dirinya gugup saat ini. Permintaan frontal yang diajukan oleh Arthuria tadi sama sekali tak terlintas sedikitpun dipikirannya. Di zaman ini, tak pernah ia lihat seorang Anak perempuan yang meminta sebuah pelukan dari ayahnya di saat usianya telah mendekati dewasa. Bukankah itu sedikit tak normal? Ataukah dirinya yang saat ini telah ketinggalan zaman dan tak mengerti tentang fashion dari anak muda sekarang?... Hah, Naruto pasti akan memilih opsi yang kedua, yah namanya juga om-om... Pasti ada masanya dirinya akan merasa sedikit...yah bisa dibilang...merasa menjadi produk jadul...

"Mou...bukankah tadi Arthuria sudah katakan, ingin sebuah pe- pelukan dari Tou-san...mou...Otou-san no baka.."

Belum sempat Arthuria berbalik meninggalkan naruto, sebuah lengan kekar menyentuh dan menarik tubuhnya kedalam sebuah pelukan dari sang ayah. Kehangatan ini, sudah sangat lama ia tak merasakan perasaan nyaman seperti ini. Dimatanya, ia merasakan waktu terasa berhenti kala sang ayah memeluk dan meletakkan dagunya tepat diatas Surai miliknya.

"Ha'i, Ha'i. Maafkan Tou-san karna mengatakan hal tadi, yah... Tou-san paham, Tou-san belum bisa menjadi ayah yang baik bagi kalian berdua, belum bisa memberikan kebahagiaan yang cukup bagi kalian, dan belum bisa menutupi kejadian pahit yang pernah terjadi pada kalian berdua... Tapi, Tou-san berjanji... Tou-san akan selalu menjaga kalian... Memberikan seluruh kasih sayang yang kumiliki pada kalian... Dan akan terus berjuang untuk terus bersama kalian... Itulah janji Tou-san kepada kalian berdua"

Kata kata Naruto tadi seakan menggetarkan hati terdalam milik Arthuria. Walaupun ia tau, walaupun ia tau sedalam apa penderitaan yang dialami ayahnya ini dimasa lalu, walaupun setelah semua itu, semua penghianatan itu, ia masih bisa merasakan kehangatan dari sang pelindungnya ini... Kasih sayang penuh dari ayahnya ini. Dirinya sudah dewasa. Ia sudah paham bagaimana beratnya penderitaan yang ayahnya pikul selama ini. Walaupun demikian, ia terus berjuang memberikan kebahagiaan kepada kami. Dirinya merasa bersalah karena seegois ini, namun begitu...ia sangat ingin agar sang ayah mau mencurahkan semua beban yang ia pikul itu padanya. Ia paham, bahwa ayahnya ini selalu memendam semua rasa sakit itu, semua penderitaan itu. Ia tak ingin ayahnya ini nantinya akan menderita karena orang orang itu, orang orang yang telah mengkhianati ayahnya ini. Seumur hidup ya, semua perasaan benci yang ada pada hidupnya hanya tertuju pada mereka, yang telah membuat ayahnya ini merasakan penghianatan itu sepuluh tahun yang lalu. Ia telah mengetahui kebenaran itu, semua kebenaran itu dari mulut ayahnya sendiri beberapa tahun yang lalu. Meskipun dalam keadaan mabuk, tapi ia sendiri bisa menangkap dan membayangkan dengan jelas, semua kebenaran yang ada dibalik kejadian sepuluh tahun yang lalu.

Flashback

setelah memungut semua barang yang akan ia bawa pergi bersama kedua putrinya ini, Naruto segera bergegas untuk keluar dari kediaman Namikaze secepatnya. Didepan gerbang, ia bisa melihat ayah, ibu, dan adik adiknya yang menunggu dan mungkin akan menghalangi kepergiannya.

"Nee, Otou-chan... Kita akan pergi kemana?" Arthuria kecil bertanya. Ia sendiri tak tau apa yang terjadi pada ayahnya, tapi setelah melihat ayahnya yang ingin pergi sambil menangis tadi, ia memiliki firasat bahwa jika ia tak menghentikan ayahnya tadi, maka ia takkan bisa berjumpa dengan ayahnya lagi.

"Hmm, ayah akan membawa kalian berdua pergi dari sini. Sebenarnya, tadi malam ayah disuruh oleh atasan ayah untuk pindah dan bekerja di Tokyo. Jadi, tadi Aya menangis karena ayah akan berpisah dengan kalian juga dengan kakek dan nenek. Tapi, setelah melihat kalian berdua menangis tadi, ayah memutuskan untuk membawa kalian berdua bersama ayah." Ucap Naruto berdusta. Untuk saat ini, ia takkan membiarkan masalah peliknya ini akan mengganggu kehidupan kedua anaknya ini. Menutupi kebenaran ini dari mereka berdua tentu akan menjadi sebuah kewajiban baginya. Cukup dia saja yang harus mengalami ini semua dan berhenti disini juga, memutuskan semua ikatan ini dan meninggalkannya ditempat ini. Cukup itu saja.

"Ohhh, jadi kita beruntung karena menghentikan ayah tadi, kan Onee-chan?" Ucap Lee Fay Kecil senang. Melihat putri bungsunya ini tersenyum gembira seperti ini, tentu dapat mengobati kesedihan dihati Naruto walau hanya sedikit.

"Yah, begitulah...Lee Fay-chan, tapi... Kenapa ibu tak ikut bersama kita, Tou-chan. Bukannya ibu harusnya ikut bersama kita ke Tokyo sekarang? Tapi, kenapa ibu pergi bersama kakek Lucius?"

Perkataan Arthuria tadi seketika membuat langkah Naruto terhenti sejenak. Mendengar ucapan polos dari Arthuria tadi cukup untuk membuat Naruto terdiam. Hatinya sangat sakit ketika mendengar ucapan putrinya itu. Apakah ia harus berdusta lagi? Tapi... Sampai kapan?... Apakah hatinya sanggup untuk terus memberikan kenyataan palsu pada kedua anaknya ini? Hanya masalah waktu bagi mereka berdua untuk mengetahui semua ini. Dan ia yakin, ketika semua terungkap, kedua putrinya ini mungkin akan berbalik untuk membencinya... Membenci dirinya yang dianggap sebagai seorang yang brengsek, bahkan oleh keluarganya sendiri. Ia bahkan tak sanggup untuk memikirkan hal itu nantinya. Dan untuk menutupi hal ini, hanya sebuah senyum palsu yang bisa ia keluarkan untuk menghibur kedua putrinya ini, serta mengubur semua kejadian pahit ini.

"Ibu Rias memiliki sebuah pekerjaan yang harus ia lakukan bersama Kakek Lucius disini. Jadi, ia takkan bisa ikut bersama kita ke Tokyo. Tapi, kalian jangan khawatir ya... Ibu Rias suatu saat pasti akan mengunjungi kita bertiga disana. Jadi, sampai saat itu tiba, kalian akan tinggal bersama dengan Tou-san, kalian mau kan?"

"Ha'i, Tou-san/Ummu..."

'Kami-sama, kumohon... Untuk kali ini...pinjamkan Hambamu ini kekuatan agar bisa menghadapi semua ini kedepannya... Agar hamba bisa menjaga dan mendidik kedua putri hamba ini... Agar mereka takkan mengalami semua kejadian yang kualami ini pada hidup mereka' Hanya sebuah doa yang bisa ia panjatkan kepada sang mahakuasa agar tetap menguatkan dirinya. Walaupun, dirinya tak menyangkal bahwa ia hanyalah seorang pembunuh, tapi... Ia masih mempercayai bahwa Kami-sama akan selalu memperhatikan hambanya ini.

"Naruto-chan, pikirkan lagi keputusanmu ini nak... Ayahmu tadi hanya merasa terbawa emosi karna tak sanggup menerima fakta ini. Ibu mohon, Naruto-chan...ibu mohon tolong batalkan keputusanmu untuk meninggalkan keluarga ini...hiks... Walaupun kau membuat kesalahan seperti ini... Kami tetap menganggap bahwa kau adalah anak kami sendiri... Ibu mohon, nak... Ibu mohon..."

Sebagai seorang ibu, Naluri yang dimiliki Kushina terus menyangkal, dan tak menerima semua hal ini. Dan melihat sang ibu menangis seperti ini, memohon kepadanya seperti ini, ia merasa telah menodai semua kasih sayang yang telah diberikan padanya.

"Ibu, keputusanku telah bulat... Aku tak bisa menanggung rasa malu ini dan menjadi duri benalu di keluarga ini. Ibu ingat, kalian pernah mengajarku... Bahwa sebagai seorang pria, aku harus siap menanggung segala konsekuensi atas semua yang telah kuperbuat. Dan, inilah saatnya bagiku untuk menuruti nasihat itu, sebagai seorang anak. Walaupun aku tak melakukan semua hal itu, tapi aku akan tetap menanggung beban ini, bahkan sampai mati... Aku akan terus memikul tanggung jawabku ini. Jadi, kumohon ibu... Biarkan anakmu ini menanggung semua dosa yang telah ia perbuat... Inilah karma dari Kami-sama kepada seorang pembunuh sepertiku... Biarkanlah anakmu ini pergi, ibu.." ucap Naruto, lalu melepas genggaman ibunya yang menggenggam erat pundaknya.

"Menma, Naruko, Karin... Jagalah keluarga kalian ini" ucap Naruto, lalu pergi meninggalkan komplek kediaman itu.

'sayonara... Minna'

Xxxx

Setelah keluar dari kediaman Namikaze, Naruto ingin bergegas mengambil taksi dan ingin segera untuk mengambil tiket kereta cepat menuju Tokyo. Tapi, sebelum itu...sebelum ia meninggalkan kota Kuoh, terlebih dulu ia ingin menghadap ke rekan rekan kerjanya di perusahaan yang ia bangun itu, serta mengundurkan diri dari posisinya kepada kedua temannya itu. Mereka berdua sangat terkejut atas keputusan Naruto ini...seakan mereka juga bisa merasakan kepedihan yang dialami kawan seperjuangannya ini. Naruto sudah mereka anggap sebagai keluarga mereka, begitu juga Naruto yang telah menganggap mereka berdua ini sebagai keluarganya. Namun begitu, ia akan tetap meninggalkan kota ini, untuk memulai lembaran baru bersama kedua putrinya ini.

"Jadi, Naruto... Sebagai teman yang amat berjasa untuk mendirikan perusahaan ini, walaupun hanya beberapa tahun, tapi kami berdua memutuskan untuk memberikan beberapa bagian saham perusahaan ini padamu. Tolong terima ini teman... Ini adalah hak milikmu, hasil kerja keras kita bertiga"

"Ya, dia benar... Naruto. Aku juga setuju dengan hal ini. Dengan ini, kau juga bisa menggunakannya untuk biaya hidup di Tokyo, sambil membesarkan kedua putrinya ini disana. Kami berdua tau semua hal tentang dirimu, Naruto. Apapun yang terjadi, kami tetap akan selalu mempercayaimu dan semua hal yang kau katakan tadi. Kalau kau mau, kami bisa membongkar topeng penghianat itu sekarang juga, agar dia membuka semua isi mulut busuknya itu..."

"Ya, trimakasih atas kepercayaan kalian, sobat. Tapi... Biarlah waktu yang mengungkap hal itu. Untuk saat ini, aku hanya punya sebuah tujuan yang menjadi alasanku hidup saat ini. Yaitu, terus menjaga kedua putriku ini. Mengenai semua uang ini, untuk saat ini... Biarlah semua ini menjadi sumber dana bagi perusahaan ini agar terus berkembang kedepannya. Kalian tak perlu khawatir padaku, sobat. Ditabunganku sekarang, aku masih memiliki beberapa uang untuk hidup disana. Walaupun tak banyak, tapi itu pasti cukup untuk semua kebutuhan kami nantinya." Ucap Naruto.

"Tapi, tidak bisa begitu, Naruto. Ini semua adalah.."

"Hah, aku tau kalian pasti menolak keputusanku ini. Baiklah, kalau begitu... Suatu saat nanti, aku akan mengambilnya. Jadi saat ini, gunakanlah hak milikku ini sebagai modal bagi perusahaan. Begitu juga boleh kan?"

"Hah, sejak dulu sikapmu ini selalu membuatku takjub, kawan. Baiklah kalau itu maumu. Tapi kau harus menggenggam janjimu itu ya, sobat?"

"Kau tau kan bagaimana diriku selama ini? Apa aku pernah mengingkari janjiku pada kalian selama ini?" Ucap Naruto sambil menerima jabatan kawannya ini.

"Hah, baiklah... Kalau kau butuh sesuatu, katakan saja pada kami ya... Sobat"

"Okey, suatu saat nanti, aku akan menjamu dan menjumpai kalian lagi, jadi aku pergi dulu ya... Sobat"ucap Naruto sambil keluar dari ruangan itu.

"Yoo...sampai jumpa...sobat"

Setelah keluar dari kompleks perusahaan itu, rencananya Naruto bergegas untuk pergi menuju stasiun kereta Kuoh. Sebuah taksi kini telah berhenti tepat didepannya. Namun, dirinya harus menghentikan niatnya sejenak untuk masuk kedalam taksi itu, kala sebuah pesan kini masuk kedalam Smartphone miliknya

'Yoo, apa kau suka dengan permainan tadi'

Raut wajah Naruto seketika berubah setelah membaca pesan itu. Dengan cepat, ia mengetik balasan untuk pesan itu

'siapa kau, sialan'

...

'Hooh, setelah lama tak berjumpa, semua perkataanmu sekarang berubah sedikit kasar, bukan begitu...'

"Naruto-san"

Suara itu... Kini dibelakangnya telah berdiri Issei yang baru saja selesai mengetik pesan itu. Wajah arogan itu, ia kini bisa melihat dari dekat bagaimana wajah si penghianat ini dari dekat

"Arthuria, Lee Fay... Kalian tunggu didalam sebentar ya... Pak supir, tolong jaga kedua putriku ini sebentar ya. Tolong...jangan biarkan mereka melihatku saat berurusan dengan orang ini" Kata kata terakhir tadi ia lakukan dengan sedikit berbisik pada supir taksi itu. Ia pun memberikan sedikit uang kepada supir taksi itu, lalu pergi kearah Issei yang telah pergi duluan dari tempat itu.

.

..

...

"Jadi, apalagi maumu...penghianat sialan?..." Tepat didepan Naruto, kini berdiri Issei yang membelakangi dirinya, sambil mengayun-ayunkan smartphone miliknya ditangannya.

"Nee, bukankah sudah kukatakan tadi... Aku hanya bertanya, apa kau menikmati permainannya? Kalau aku sih...cukup puas menikmatinya. Jadi bagaimana denganmu, Teman"

Mendengarkan kata kata tadi dari mulut bajingan itu, tentu membuat emosi Naruto kembali bergejolak. Ia paham apa maksud dari bajingan ini. Semua maksud dari perkataannya tadi.

"Kalau kau puas, kuucapkan selamat untukmu bajingan. Semua rencanamu sukses... Sukses besar, bukan? Jadi bisakah kau pergi? Kau menghalangiku saat ini, bangsat." Ucap Naruto, lalu hendak pergi dari tempat ini

"Yah, kau benar. Tapi, bukan berarti aku akan berhenti lho..."

Ucapan Issei tadi sukses menghentikan langkah Naruto yang hendak pergi.

"Yah, setelah semua penantian ku selama 8 tahun ini, maka tak mungkin aku berhenti disini, kan? Hmm, jangan salahkan diriku, Naruto... Salahkan keputusanmu yang menerima Rias saat itu. Menghabiskan masa masa indah dengan rias, mengumbar semua keindahan hidup tepat didepan temanmu yang juga mencintainya saat itu, bukankah ini balasan yang setimpal untukmu, pirang bodoh? Kalau saja kau tak menerima pernyataan cinta Rias saat itu, pasti kau takkan mengalami semua ini... Hah, mengingatnya saja ingin membuatku untuk menghabisi semua yang kau miliki, Naruto." Issei menjeda sejenak.

"Ooohh, aku akan mengatakan sesuatu. Apakah kau ingat malam itu, saat mengajakku dan temanmu itu untuk pesta minum untuk merayakan hari dimana kau berpacaran dengan Rias? Dari situlah ini semua berawal, bodoh...hahaha... Dengan enaknya, kau meminum semua zat itu, semua minuman yang telah kuberikan zat itu...HAHAHA...kau taukan apa yang kumaksudkan tadi" Issei lalu mendekati Naruto, lalu berdiri tepat dibelakang Naruto.

"Mendengar kabar kemandulannya setelah menikah itu, hatiku amat bahagia mendengarnya, teman... Saat itu, aku membayangkan... Apakah kejantananku itu kurang perkasa untuk melayani Nafsu Yang dimiliki Rias?...HAHAHA...menggelikan...mengingatnya saja kini membuatku bisa tertawa seperti ini. Lalu...kau tau kan apa yang terjadi selanjutnya?" Tanya Issei

"Dengan begitu, perlahan Namun pasti, aku bisa mendekati Rias secara perlahan. Dia menceritakan semua, semua yang kau alami itu...mendengar semua itu dari mulutnya langsung, kau taukan bagaimana perasaanku saat itu? Rasanya, sangat...sangat menyenangkan bodoh...HAHAHA...mendengarkan semua curhatannya itu, tentu memudahkan ku untuk masuk kedalam hatinya sedikit demi sedikit, hingga akhirnya dimalam itu, aku berhasil... Aku berhasil memilikinya. Memiliki hati dan juga tubuhnya...Hahaha...kau bisa bayangkan bukan, bagaimana ia ketagihan atas permainanku malam itu, hingga ia terus, dan terus meminta padaku. Dan...dan dengan bodohnya... Si bodoh ini sama sekali tak mengetahui itu semua... Dan setelah itu, setelah aku berhasil menguasainya... Dia pun setuju. Setuju untuk memulai langkah kedua dari rencanaku ini. Dan, disinilah kita... Berdiri diatas kemenanganku ini. Kalau kau mau, aku bisa mentraktirnya minum malam ini. Tapi, mungkin kau akan menjadi penonton disana, bagaimana aku menikmati setiap inchi tubuh dari istri...ah bukan, mantan istrimu itu." Akhirnya, semua yang dikatakan oleh Issei itu akhirnya selesai. Mendengar itu semua, semua secara langsung...'sial'...dirinya hanya bisa membatin. Semua sudah berlalu. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk semua itu. Dan, Naruto pun memutuskan untuk kembali melanjutkan langkah yang tertunda tadi.

"Ahh, setelah ini... Apa yang akan aku lakukan ya...hmm mungkin...mungkin melakukan sesuatu pada putrimu itu cukup bagus. Hey, Naruto...apa kau mau membiarkan aku untuk menikmati putri-.."

'duagghhh'

Dan dengan tendangan itu, tubuh Issei seketika terpental dari tempatnya berdiri tadi. Sudah cukup, emosi yang ia tahan kini tak bisa ia bendung lagi. Mendengar kata kata terakhir dari Issei tadi, darahnya kini mendidih dan mendeskripsikan layaknya tekanan air mendidih didalam tubuhnya. Issei yang masih tergeletak kini perlahan mencoba bangkit. Ia bisa merasakan, sepasang giginya yang tercipta dari rahangnya akibat menerima tendangan Naruto barusan.

"Uggh, sial. Aku tak menduga hal itu. Akhirnya si pecundang ini melawan juga ya, baiklah"

Issei lalu mengeluarkan sebuah benda dari dalam saku celananya, yang ternyata adalah sebuah pisau belati yang siap ia pakai untuk menghabisi Naruto saat ini juga.

"Dengan ini, kemenangan sepenuhnya milikku bodoh. Dengan ini juga, kedua putrimu itu akan mencari ayah baru, dan akan berada didalam genggamanku...pirang bodoh." Dengan belati itu, Issei segera berlari dan menerjang tubuh Naruto, lalu menghunuskan ujung belati itu kearah jantung Naruto.

'syattt'

'crasshhh'

Darah segar segera tumpah keatas tanah ditempat Naruto berdiri. Namun bukan berasal dari target yang dituju Issei, melainkan darah yang mengalir dari Dangan Naruto yang ia gunakan untuk menggenggam belati tajam itu.

"Sudah selesaikah, Issei..."

Ekspresi itu, sangat...sangat dingin... Tak ada ekspresi kesakitan akibat pisau yang menggores tangannya itu. Tak ada lagi ekspresi yang dimiliki seorang Naruto seperti biasanya, yang ada hanyalah...ekspresi dingin seorang pembunuh yang telah menghabisi 10 orang bersenjata api ditangannya.

Melihat ekspresi Naruto saat ini, Issei memutuskan untuk mengambil langkah mundur untuk menghindari Naruto. Namun tak sempat melakukan hal itu, Naruto terlebih dulu melepaskan sebuah tendangan yang bersarang tepat di ulu hati pemuda berambut coklat itu, dan membuat tubuhnya tergeletak seketika. Rasa sakit serta air liur yang keluar dari mulutnya, dengan mengalami hal itu saja telah membuat Issei seketika terkapar tak berdaya. Namun, otak liciknya itu segera melakukan rencana lainnya. Ia bangkit berdiri, dengan cepat mengambil sebuah pistol dari balik bajunya, lalu menodongkannya kearah Naruto. Namun...

'crasshh'

Darah segar kembali tercecer di tanah itu, diikuti oleh jatuhnya tangan yang menggenggam pistol itu ke atas tanah

"a.a. aaaakkkkhhh. ...tangankuuuuuu..."

Teriakan kesakitan kini menggema ditempat itu. Naruto yang melihat pistol dibawah kakinya kemudian memungut pistol itu, lalu memasukkannya kedalam sakunya.

"Nee, Issei... Akan kukatakan hal ini padamu sekarang. Jika kau kembali mengganggu kehidupanku, mengganggu anak-anakku, maka... Lehermu lah yang akan berakhir seperti benda dilakukan ini" ucap Naruto sambil memijak tangan buntung yang terletak itu.

'jrasshh'

"Aaaakkkkhhh"

"Aku menghancurkan sebelah matamu ini, sebagai ganti atas apa yang kau lakukan padaku dan keluargaku hingga saat ini, bajingan...agar kau bisa mengingat semua perbuatanmu ini padaku. Kau harus bersyukur karena aku tak membunuhmu disini. Kalau kau ingin melapor ke abdi negara itu, silahkan saja. Tapi ingat baik baik... Lain kali, aku akan menghancurkan nyawamu seperti aku menghancurkan mata kirimu ini, bangsat."ucap Naruto lalu pergi dari tempat itu.

'Dengan ini, langkah pertamaku untuk melindungi kalian berdua telah dimulai, Arthuria...Lee Fay...'batin Naruto

.

..

...

flashback end

Xxx

Mengingat dan membayangkan semua hal itu, tak terasa air mata jatuh dari pelupuk mata Arthuria. Dirinya sangat kagum, bahkan setelah semua hal itu, setelah semua penderitaan yang diterima oleh ayahnya ini dari orang itu, ia bahkan masih mengampuni nyawa orang itu...dimana ayahnya ini bahkan bisa membunuhnya dengan mudah saat itu. Perlahan, rasa kagum diaturnya ini, yang semakin besar dan semakin besar diikuti oleh waktu, kini berubah menjadi rasa ingin melindungi dan mencintai, bukan sebagai seorang anak, melainkan seorang gadis yang mencintai seseorang yang berharga didalam hidupnya. Ia tak ingin ayahnya ini terus mengalami penderitaan itu, ia ingin membantu ayahnya ini untuk lepas dari kegelapan itu. Rasa cinta yang ia miliki, selaras dengan kehangatan ketika berada dalam pelukan ayahnya saat ini... Apakah hati egoisnya ini bisa sedikit meminta untuk bisa terus bersama ayahnya ini, berada disampingnya, sebagai sebuah sandaran baginya? Sebagai orang yang melindunginya dari semua penderitaannya itu? Sebagai seorang wanita sebagai penghias hatinya? Hati kecilnya hanya menginginkan hal itu.

Dirinya telah dewasa, telah mengenal apa itu hitam dan apa itu putih. Tapi, didepan ayahnya ini... Ia ingin terus bersikap layaknya anak kecil yang terus dimanja seperti ini, dan menghiraukan semua hal didunia ini. Dan, berada dipelukan ayahnya ini, rasa nyaman itu dapat ia peroleh. Rasa sakit setelah mengetahui kebenaran ayahnya itu, sejenak ia lupakan. Ia hanya ingin fokus, untuk merasakan kehangatan pelukan ayahnya ini.

"Tidak, Tou-san...tidak. semua perkataan Tou-san tadi salah...bagiku, Tou-san adalah ayah terbaik di dunia ini. Semua kasih sayang dan cinta yang kau berikan selama ini kepada kami, tak ada yang sebanding dengan hal itu. Tou-san lah yang telah menyelamatkan kami, Tou-san lah yang telah membawa kami dari lubang penderitaan itu, dari kegelapan yang dingin itu. Bagiku, dimataku ini... Tou-san lah pahlawanku... Bahkan...hiks... Bahkan setelah semua itu... Semua penderitaan itu...hiks...semua penderiraan yang telah Tou-san alami itu... hiks...rasa sayang Tou-san kepada kami tak berubah sama sekali...hiks..hiks...jadi... Jangan katakan hal seperti tadi, Tou-san... Karna bagiku, bagi Lee Fay...Tou-san adalah pahlawan terbaik dihidup kami"

Arthuria hanya bisa menenggelamkan kepalanya di dada bidang ayahnya itu, dan mempererat pelukan itu. Air mata itu kini telah tumpah sepenuhnya, diikuti oleh Isak tangis yang menyedihkan yang keluar dari mulut gadis dewasa itu. Biarlah... Biarlah dirinya menangis kali ini... Menangis dipelukan orang yang disayanginya ini... Melepas kesedihan didalam pelukan orang yang dicintainya ini.

"Huh, jadi... Kau sudah tau semuanya ya, Arthuria..." Ucap Naruto sambil mengusap Surai pirang anaknya itu.

"Ha'i, semuanya...semua yang telah Tou-san alami...hiks..." Ucap Arthuria, lalu menyeka air mata yang masih mengalir itu.

"Souka...Sejak kapan kau mengetahuinya, Arthuria?" Ucap Naruto, lalu mengusap sisa air mata yang ada di pelupuk mata lentik anaknya itu.

"Ha'i, tepatnya 2 Minggu lalu. Saat ayah pulang lali mabuk selesai pesta perayaan ditempat kerja Tou-san. Saat itu, walau Tou-san tak sadar, semua hal itu Tou-san ucapkan tepat didepan mataku, dan itu selaras dengan apa yang kuingat dengan saat 10 tahun lalu." Ucap Arthuria.

'uhh, dasar minuman sialan...'

"Ahahahaha, jadi Tou-san yang bilang ya...memang... Orang ketika makin tua maka semakin payah menyimpan rahasia ya..." Naruto hanya bisa tertawa hambar, namun disisi lain... Ia mengutuk minuman yang telah membuatnya mabuk itu. Bila minuman itu ada didepannya saat ini sebagai manusia, ia pasti telah menyiksa orang itu, lalu menanam tubuhnya diparit depan rumahnya ini.

"Nee, Tou-san...Bolehkah Arthuria bertanya sesuatu pada Tou-san?" Arthuria bertanya

"Yah, kalau bisa kujawab...maka aku akan menjawab semua pertanyaanmu, Arthuria" ucap Naruto.

"Umm, Tou-san... Kenapa Tou-san menyembunyikan semua ini dari kami? Kalau kami masih kecil seperti dulu, maka aku masih mengerti alasannya. Tapi, sampai kini.. bahkan Tou-san masih terus menyembunyikan ini dari kami. Apa alasannya, Tou-san? Kalau saja Arthuria tak mengetahuinya lebih dulu, apakah Tou-san akan terus menyembunyikan semua ini terus, terus menutupinya dengan kebohongan kebohongan seperti selama ini? Seperti 10 tahun lalu saat kita berpisah dengan wanita itu?" Arthuria bertanya sambil menatap lekat mata ayahnya itu

Ditodong oleh pertanyaan mendadak seperti ini, tentu membuat Naruto sedikit kebingungan. Ia punya alasan yang, tapi... Apakah ia harus mengatakan semua itu pada putrinya ini? Apakah ada jaminan bahwa ia takkan membenci dirinya ataupun meninggalkan dirinya? Atau, apakah ia harus menutupinya dengan kebohongan lainnya? Sama seperti 10 tahun yang lalu?

Tidak, ia takkan melakukan itu. Sepertinya inilah saatnya. Dari dulu ia telah siap untuk menerima semua konsekuensi itu, bukan? Untuk kali ini, ia harus jujur... Kepada putrinya ini, ia harus menghentikan kebohongan ini disini, sekarang juga

"Hummer, kalau itu... Tou-san hanya ingin agar lingkaran kebencian ini terhenti disini. Maafkan Tou-san karna telah menyembunyikan semuanya dari kalian berdua. Tou-san siap menerima konsekuensi bahwa kalian akan membenci Tou-san ataupun meninggalkan Tou-san, tapi Tou-san hanya ingin agar masalah ini berhenti disini, dan tidak mengganggu kehidupan indah yang kita miliki sekarang. Selama 10 tahun ini, alasan Tou-san masih bisa menanggung semua beban ini adalah karena hanya dapat melihat senyum yang terkembang diwajah kalian berdua... Hanya dengan itu saja, Tou-san siap untuk mengubur semua ini dalam dalam, melupakan semua ini, dan membuka lembaran baru kehidupan kita. Kebencian ini, harus terhenti disini, saat ini juga. Hanya itulah alasan yang Tou-san miliki. Tou-san hanya tak ingin, karena keegoisan Tou-san, maka kalian juga ikut terlarut kedalamnya. Jadi, Tou-san memutuskan untuk mengakhiri dendam itu disana, semua kebencian itu...Tou-san tinggalkan dibelakang sana." Ujar Naruto.

"Jadi, apakah semua itu telah menjawab pertanyaanku tadi, Arthuria? Kalau begitu... Tou-san ingin mandi, lalu kita bisa makan bersama. Oh ya, jangan lupa bangunkan Lee Fay agar ikut makan bersama kita."ucap Naruto lalu melepaskan genggaman putrinya itu, lalu pergi ke kamar untuk mengambil handuk miliknya

"Ahh, ha'i Tou-san"

Akhirnya, ia paham. Tapi, mana mungkin ia bisa membenci ayahnya ini, apalagi setelah semua yang ia katakan tadi? Namun, ia harus meminta maaf kepada ayahnya ini, karena... Kebencian yang ia miliki Kepada mereka semua, kini telah tumbuh semakin besar, layaknya bara api yang ditaburi oleh minyak dan semakin membara. Namun, saat ini... Hanya ada sebuah hal yang mengganjal dihatinya.

'

'

'

'

'

'

'

'Mengapa tangan Tou-san menjadi sedingin ini?'

.

..

...

Xxx

'Huh, lelahnya. Sudah lama aku tak kelelahan seperti ini. Huh, Teh oolong sialan...ini semua salah teh oolong sialan itu. Lagian, aku tak tau ada orang didunia ini yang meminum minuman laknat itu' batin Naruto menggerutu.

Teh oolong, bukankah itu hanya sebuah minuman biasa tanpa alkohol? Bagaimana mungkin minuman seperti itu membuat Naruto hingga teler seperti itu?

Yah kalau kalian menganggap minuman itu hanya minuman biasa, maka kalian salah besar. Baginya, Minuman itu itu adalah minuman laknat yang seharusnya tak ada didunia ini. Kejadian ini terjadi saat dua Minggu lalu, tepatnya di acara pesta perayaan tempat kerjanya.

FLASHBACK

hari ini, aku diundang untuk mengikuti sebuah perayaan di tempat kerjaku, sebuah perayaan karna telah berhasil menyelesaikan suatu proyek besar dengan tepat waktu.

"Hah, tak kusangka hingga seramai ini, bukan begitu Tokita-san, Kotobuki-san?" Ucap Naruto sambil berjalan. Disampingnya, kini ada 4 orang yang merupakan rekan kerjanya dalam proyek kali ini.

"Yah, begitulah Naruto-san. Proyek kali ini memang tergolong besar, jadi sebuah keuntungan bagi para manajer disini untuk dapat menyelesaikan semua ini tepat waktu." Seorang pria dengan ciri ciri berambut pirang, tinggi besar, serta otot otot kekar miliknya, menjawab pertanyaan Naruto tadi. Namanya ialah Ryuujirou Kotobuki-san, seorang pekerja di proyek kali ini yang satu grup dengan Naruto. Bila orang orang melihatnya, mungkin mereka akan menganggap bahwa orang ini adalah seorang Yakuza, ataupun seorang atlet binaragawan. Lihat saja otot otot di lengannya itu, serta postur badan itu, mungkin dirinya juga akan berpikir 2 kali bila ia dan temannya ini bila mengadakan gulat ataupun adu kekuatan dengannya

"Yah, kau benar. Boss kita pasti sangat senang sehingga ia mengadakan pesta ini. Didalam sana, pasti para minuman itu kini telah menanti kita untuk datang padanya" Shinji Tokita, memiliki ciri ciri yang sama dengan temannya tadi, hanya saja rambut dan wajahnya saja yang berbeda. Hah, dia heran...bagaimana kedua orang ini bisa mendapatkan postur seperti ini..

"Hahhh... Kau ini, selalu gila akan minuman. Dasar penggila minuman" Naruto hanya bisa menghela nafas karena mengetahui sifat kedua temannya ini yang amat mencintai minuman keras sedemikiannya.

"Ohh, tapi kali ini kita tak perlu risau. Kami berdua membawa sedikit persediaan disini, untuk menutupi kekurangan minuman disana nantinya"

'sedikit katanya' yah, tentu saja Naruto menyangkal itu. Bagaimana minuman yang mereka bawa itu sedikit, tapi yang ia lihat disini adalah kedua orang ini yang membawa 2 dus minuman keras di pundak mereka.

"Hah... Terserah kalian sajalah. Tapi, ngomong ngomong... Apa Kohei dan Lori tak ikut ke acara ini?" Ia sendiri juga heran, kedua anak muda itu tentunya tak ingin melewatkan kesempatan ini, bukan? Ia paham sifat kedua orang itu. Selain menyukai minuman, kedua anak muda itu pasti takkan bisa diam bila melihat seorang gadis cantik yang lewat didepan matanya. Di perusahaan ini, tentu beberapa sekretaris dan anggota lainnya tentu bisa dibilang memiliki kecantikan diatas rata-rata, dan melewatkan kesempatan ini... Apa mereka berdua sudah tobat?

"Ahh, kalau mereka berdua sih..."

"Yoo Kotobuki-senpai, Tokita-senpai, Naruto-san" Kitahara Lori, salah satu dari kedua orang yang ia pikirkan tadi menyapanya di depan teras ruangan yang menjadi lokasi pesta itu. Disampingnya, juga berdiri teman pirangnya, Imamura Kohei, Jang berdiri sambil memandangi gadis gadis yang lewat didepannya.

"Hah, sudah kuduga. Cepat seperti biasa ya Lori, Kohei"

"Ahahahaha, kau tau sendirilah kan, Naruto-san. Temanku ini memang selalu tak sabaran untuk hal hal seperti ini." Ucap Lori sambil menepuk beluk pundak teman disampingnya itu.

"Hahhh, bukannya itu kau sendiri yang tak sabaran..." Kohei tampaknya mengeluarkan respon yang bertentangan dengan Lori. Yah, walaupun kadang bersikap seperti ini, tapi mereka berempat adalah orang baik. A lebih memilih teman teman yang seperti ini, walaupun sedikit bar bar... Tapi, mereka takkan pernah mengkhianatimu

"Hah, lebih baik kita segera masuk kedalam" Naruto lalu membuka pintu ruangan itu, lalu masuk kedalam dan diikuti oleh keempat orang itu dibelakangnya.

"Wuooohhh para gadis, aku datang/ minuman minuman cantik, Abang datang..."

'hah, semoga tak terjadi hal yang merepotkan malam ini.'

Jam kini menunjuk ke angka 11, berarti sudah hampir 4 jam pesta ini berlangsung. Para tamu tamu kelas atas, khususnya para manajer dan direktur perusahaan, kini telah naik ke lantai atas. Sementara itu, bagi kelas pekerja seperti mereka, kini melanjutkan pestanya di ruangan tadi. Para pegawai perempuan kini telah pulang ke rumah mereka masing masing, dan yang tersisa disini sekarang adalah para pegawai pria yang tampak berpesta sambil menghabiskan minuman mereka.

"Whahahaahahah, jadi kau bertengkar dengan pacarmu hanya karna kau tak sengaja melihat celana dalamnya? whahahaha..." Ucap Kotobuki setengah mabuk

"Hahhh, kau Taulah senpai, bagaimana sifatnya itu...hikk... Bahkan dia sampai hati menampar pacarnya ini dan meninggalkanku disana sendiri...'glek..glek'...hah, jadi... Aku harus bagaimana dong...senpai...?" Anak ini, tampaknya ia telah teler sambil mengigau tak jelas seperti ini. Tapi, apa apaan ini? Whisky?Vodka? Dengan kadar sebesar ini? Apa ada manusia yang meminum minuman dengan kadar sebesar ini? Hii, membayangkan minuman itu masuk ke mulutnya saya membuat bulu kuduknya merinding seperti ini. Bahkan, tubuhnya sudah merasa panah setelah meminum 2 gelas sake tadi. Kalau saja ia meminum minuman itu juga...

'glek'

Naruto hanya bisa membayangkan apa yang terjadi setelahnya. Mungkin butuh 2 hari penuh untuk kembali sadar dari pengaruh alkohol maut itu.

"Nee, Naruto-san...mengapa tak ikut minum bersama kami? Jangan takut... Ini semua gratis kok" ucap Tokita setengah teler

'ini bukan masalah gratis atau enggaknya, orang mabuk-san'

"Ahahahaha, tidak tidak. Aku sudah cukup minum tadi. Kalau aku minum lagi, bisa bisa nanti aku takkan bisa tau arah jalan kerumahku nanti." Naruto hanya bisa tertawa hambar. Sebenarnya, dia masih bisa untuk meneguk beberapa gelas sake lagi, tapi untuk sekelas minuman berbahaya seperti itu, No...

"Ahhh, kalau begitu... Bagaimana dengan...hik...dengan teh oolong ini" orang ini... Apa ia masih Sadar atau enggak sih?

"Ahh, kalau sekedar teh oolong, aku masih bisa." Ucap naruto, lalu mengambil gelas itu dari tangan Tokita

'glek'

'glek'

'glek'

"Hmm?"

Gawat, ini gawat. Apa ini? Ini bukan teh oolong yang biasa kan? Oi...?

"N-nee, Tokita-san... Ini bukan teh oolong kan? Teh oolong tak punya rasa seperti ini lho?"

"Hmm?... Itu teh oolong lho... Naruto-san"

Teh oolong dari Hongkong? Jelas jelas ini minuman keras, gumpalan otot teler? Ah, gawat..tubuhnya mulai berat...ughhh

"Aku membuatnya dengan kedua minuman itu, dengan...hik..dengan perbandingan 9 : 1"

'duggg'

Chi-...chikusooo... Katakan itu dari tadi, gilaaa...ahh...siaallll...

'glek' 'glek' 'glek'

"Whooaaaa, tambah tambah lagiiiii" Naruto kini telah kehilangan kewarasannya, tertelan oleh kenikmatan dari teh oolong tadi

"Whoooo, Naruto-san... Aku takkan kalah"

'glek'

'glek'

'glek'

"Hidupkan musiknya, gadis gadis... Menari... TERUS MENARI..." Ucap Naruto yang kini telah bugil sepenuhnya

"WHOAAAAAAA"

Dan, malam itu dipenuhi oleh teriakan membara para pria, serta tarian bugil yang menyakitkan mata bagi orang yang melihatnya

Flashback end

'hii, aku tak tau entah apa yang terjadi setelah meminum minuman laknat itu, tapi mengingatnya saja sudah membuatku merinding.' batin Naruto. Seandainya ia tau apa yang terjadi setelah itu, mungkin...mungkin ia akan merasa malu untuk seumur hidupnya

'krek'krek'

'glek'

'glek'

'glek'

.

..

...

...

"Hah, tampaknya obatku telah habis semuanya. Mungkin, besok aku harus pergi ke dokter itu lagi" Dan didalam kamar yang disinari cahaya bulan itu, kini hanya ada seorang pria dengan belasan bungkus obat di tempat tidur itu.

TBC

yooo, saya kembali dengan membawa lanjutan cerita dari fict ini, mudah mudahan chapter kali ini dapat menghibur para reader sekalian. Oh ya bagi yang ingin mengikuti fic ini, reader-san bisa memberikan saran dan masukan, serta menekan tombol Fav dan Follow yang tersedia dibawah, karna semua itu sangat berharga bagi author ini dan menjadi bahan pemacu semangat author. Dan bagi yang bingung dengan karakter di bagian flashback akhir, kalian bisa mencari list karakter karakter itu pada anime kocak yang berjudul 'grandblue'...(hanya sekedar informasi)

Yah itu saja yang ingin saya sampaikan, jika ada yang ingin bertanya seputar fic ini, kalian bisa mem-pm author, maka akan sebisa mungkin author jawab.

[Rabu, 3 April 2019]

Author Believe my sword, Out...