Prolog:
Disclaimer all;
Naruto ; Masashi kishimoto
High School DXD ; Ichie ishibumi
Serta tokoh lainnya bukan kepemilikan saya
Summary : Ini adalah kisah tentang kehidupanku, kisah yang dipenuhi dengan perjuangan, pengorbanan, dan kerja keras untuk membahagiakan dan melindungi keluarga kecilku ini. Apapun yang terjadi, ayah akan selalu melindungi dan menyayangi kalian berdua, bunga bunga kecilku...
Pair : ...
Rate : M [for save]
"Hai" (percakapan antar tokoh)
'hai' (batin sang tokoh)
Let's begin this chapter...
Naruto PoV
Hai, perkenalkan namaku Namikaze Naruto, seorang engineer di sebuah perusahaan yang baru kami buka bersama 2 orang temanku. Sejak kuliah, kami telah merintis perusahaan ini dari awal, hingga bisa stabil seperti saat ini. Tentu hal itu bukanlah hal yang mudah. Selama 6 tahun ini, waktu, pengorbanan, dan kerja keras yang sangat besar telah kami korbankan. Bagi kami bertiga, inilah kepuasan terbesar bagi kami setelah melewati badai badai yang menerpa selama 6 tahun ini.
Mengenai kisah asmaraku, yah aku bersyukur kepada Kami-sama karna telah memberikanku seorang istri yang amat kucintai sebagai pendamping hidupku saat ini. Namanya ialah Rias Gremory, anak dari salah satu pemilik sebuah perusahaan besar di Jepang, Gremory Corp. Ia adalah salah satu penyemangat terbesar dihidupku saat melewati badai badai itu. Aku menikahi dirinya 4 tahun yang lalu, tepat setelah aku lulus dari universitas. Meskipun hingga kini kami belum dikaruniai keturunan, tapi cintaku padanya takkan pernah memudar terkikis waktu, karna bagiku, ia bagaikan sebuah permata terbaik dari yang terbaik yang pernah kudapatkan selama hidupku.
Selama 4 tahun ini, kami bahkan belum dikaruniai keturunan, dan sepertinya, mungkin takkan pernah mendapatkan keturunan. Yah aku tahu, lebih tepatnya ini adalah salahku karna tak bisa memberikan keturunan bagi keluargaku. Setahun yang lalu, dokter telah memvonis diriku bahwa karna pengaruh zat zat kimia selama diriku berada di laboratorium telah mempengaruhi tubuhku hingga separah inidan dokter mendiagnosis bahwa tubuhku mengalami infertilitas, dengan kata lain Kemandulan. Tentu istriku, aku, dan juga keluarga kami sangat shock setelah mendengar kabar ini. Akupun telah siap menerima resiko bahwa kapan saja, istriku akan menceraikan diriku karna hal tersebut. Yah, tapi hingga saat ini, aku bersyukur karena rasa sayangnya padaku tak berkurang sedikitpun dan itu membuat hatiku sedikit lega dan tegar untuk menerima kenyataan pahit ini.
Walaupun tak memiliki seorang anak kandung, tapi aku memiliki dua orang anak angkat yang telah kuadopsi dan kuangkat menjadi keluargaku selama 7 bulan ini. Mereka berdua tentu menjadi bunga bunga dihatiku yang membuat hati ini terasa lebih berwarna dan sejuk didalam hidup ini. Ada sebuah kejadian dan menjadi alasan kuat bagiku untuk mengangkat mereka berdua menjadi anakku.
Tepatnya 7 bulan yang lalu, sebuah kejadian penggerebekan sindikat jaringan perdagangan manusia terjadi di pinggiran kota. Pada saat itu, memang entah hanya kebetulan ataupun takdir yang ditetapkan oleh Kami-sama, diriku yang saat itu tengah linglung karena mendapatkan kabar buruk itu, bertemu dengan seorang anak perempuan kecil kira kira berumur 7 tahun, yang berlari ketakutan dari arah hutan pinggiran kota Kuoh. Dirinya pun langsung menerjang diriku yang sedang berdiri di dekat pagar batas jalan, dan langsung memeluk kakiku sambil ketakutan. Beberapa saat kemudian, aku mendengar langkah seseorang, lebih tepatnya 2 orang yang memegang senjata api keluar dari kegelapan hutan dengan nafas terengah-engah. Dengan sigap, aku pun bersembunyi dan memanjat sebuah pohon sambil menggendong anak itu. Tepat di bawahku, 2 orang tadi tampak kini kebingungan mencari anak ini. Aku pun meletakkan anak itu di dahan pohon ini, lalu menyuruhnya agar tidak berisik dan tetap diam. Aku pun lalu mengeluarkan sebuah pisau kecil dari balik kantongku, lalu dalam waktu yang tepat, aku pun menjatuhkan diriku tepat diatas salah satu dari mereka dan langsung menusuk tepat pada leher orang itu hingga tewas seketika. Setelah merebut senjata milik orang itu, aku lalu masuk kedalam gelapnya hutan sambil menyembunyikan diri, walau harus tertembak tepat dibagian bahu. Teman dari orang yang kubunuh tadi lantas mengejarnya, namun tampaknya keberuntungan masih ada di pihak kita karna karna ia telah kehilangan jejak ku.
Tampaknya mengikuti ekskul bela diri saat masa kuliah dulu adalah hal yang tepat bagiku. Setelah mengikat dan menghentikan pendarahan dibahuku, akupun mulai bergerak dengan hati hati dan mendekati orang tadi. Sebuah pistol dengan merk Glock 20 yang telah kurebut dari temannya tadi kini ada dalam genggamanku. Disisi lain, tampaknya ia masih kesulitan untuk mencari keberadaanku. Akupun bersembunyi dibalik sebuah pohon, dengan jarak kira kira 100 meter memisahkan kami saat ini. Dari sini, aku dapat melihat bahwa kini ia membawa sebuah senjata otomatis, yang tampaknya bermerek HK MP5 buatan Jerman ditangannya. Akupun mengokang senjata milikku, membidik, lalu menembakkan senjata itu. Tapi, tampaknya keberuntungan belum berpihak padaku. Melesetnya tembakan ku tadi kemudian dibalas dengan rentetan tembakan peluru dari musuh yang ada didepanku itu. Sembari menunggu dia kehabisan dan mengisi peluru, aku pun menembakkan beberapa buah tembakan tak akurat, sambil menjaga jarak darinya yang kini mulai mendekati posisiku.
Tepat di tembakan ke 40, tampaknya ia kehabisan dan ingin mengisi peluru senjatanya sambil bersembunyi dibalik pohon tempatku tadi. Dengan cepat, akupun berlari kearahnya yang terkejut bahwa diriku kini telah ada disampingnya dan menendang senjatanya hingga terjatuh, lalu menodong kan pistolku kearah kepalanya.
"Sayonara"
'dorrrrr'
Dua buah peluru kini bersarang di pelipis kanannya hingga membuat orang itu kehilangan nyawanya seketika. Akupun mengambil senjata otomatis itu, serta 4 buah magazine peluru dari saku orang itu, lalu menyeret mayat itu keposisi anak yang tadi dikejar oleh mereka berdua.
Setelah mendengar segala penjelasan dari anak itu, akupun mengambil sebuah kotak obat yang selalu kubawa dari dalam motor yang kusembunyikan dibalik semak tadi, lalu mengobati luka anak itu. Setelah mengetahui posisi dari sindikat itu, aku mengantar anak itu ke lokasi pos polisi terdekat,memberinya secarik kertas berisi pesan dariku, lalu menyuruhnya agar melaporkan kejadian itu pada mereka. Tak ingin mendapatkan masalah dan pertanyaan yang akan memakan waktu lama dari abdi negara itu, aku pun meninggalkan anak itu disana lalu bergegas menuju lokasi sindikat tersebut. Disana, aku bisa melihat sebuah gudang dengan 10 orang bersenjata api, serta sebuah truk kontainer yang terparkir dan memuat orang orang yang tampaknya akan dijual oleh sindikat tersebut, kira kira 40 orang wanita dan anak anak yang akan dimuat.
Mungkin bila kalian berpikir bahwa diriku ini bertindak sok pahlawan dan sok ksatria, maka pendapat kalian itu tampaknya mencerminkan diri kalian masing masing. Aku tau bagaimana rasanya berada diposisi mereka. Masa laluku yang kelam itulah yang menjadi alasan kuat bagiku untuk melakukan hal ini. Aku tak bisa mempercayakan masalah ini pada abdi negara itu, yang tentunya takkan bisa melaksanakan operasi penyelamatan secepat mungkin sebelum para sindikat ini menghilangkan jejak. Dari senjata yang mereka miliki saja, aku telah paham bahwa sindikat ini merupakan sindikat internasional yang dengan mudahnya melakukan bisnis gelap ini di sebuah negara maju seperti Jepang ini. Andai saja aku mengabaikan hal ini, tentu mereka pasti telah selesai memuat dan menghilangkan jejak saat ini juga. Dari sini juga, aku bisa melihat kedua mayat teman mereka yang kutinggalkan tadi, kini telah ada bersama mereka.
Aku pun bergerak memutar kearah belakang gudang, lalu berhenti dan memantau situasi di tempat itu. Dapat kulihat 2 orang berjarak 50 meter kini bersiaga disana. Memastikan senjata ditanganku ini telah aktif, akupun melepaskan tembakan berentet dan membunuh mereka berdua seketika. Suara tembakan tadi tampaknya mengejutkan mereka yang berjaga didepan, lalu bergegas ke tempatku saat ini. Mengambil salah satu senjata dan magazinenya, aku pun bersembunyi dan masuk kembali ke dalam hutan.
5 orang kini mengejar tepat dibelakang ku yang berjarak 100 meter dariku. Mereka melepaskan tembakan tembakan beruntun yang membuat diriku harus sigap untuk menghindari tembakan tembakan itu sambil berpindah pindah dibalik pohon pohon rimbun ini. 20 menit, dalam waktu itu, aku telah berhasil menghabisi mereka berlima dengan kedua senjata otomatis yang kurebut tadi. Tapi, 3 orang yang tersisa tadi kini telah pergi sejak 5 menit yang lalu. Yang berarti, saat ini mereka pasti kini telah berada dijalan menuju luar kota yang satu jalur menuju kearah dermaga.
Akupun lekas menghidupkan mesin motorku, lalu bergegas mengejar truk kontainer itu. Sambil mengendarai motorku, aku pun mengetik nomor yang kudapat dari depan pos polisi tadi, lalu menyuruh mereka untuk mengirimkan bantuan kearah dermaga secepat mungkin. Beruntung, aku masih bisa mengejar dan menghabisi ketiga orang tadi, juga 2 orang yang berada di dermaga itu yang memakan waktu selama 25 menit sebelum mereka pergi dari tempat itu. 5 menit kemudian, bantuan dari pasukan abdi negara itu pun baru tiba, yang artinya, membutuhkan waktu lebih dari 30 menit bagi pasukan itu hanya untuk mencapai dermaga itu. Tampak juga anak perempuan tadi yang kini tiba bersama sang polisi yang ia temui tadi.
Setelah melepaskan para korban sindikat itu dari dalam kontainer, akupun mencari kakak dari anak perempuan tadi. Tampak luka hasil penyiksaan berada ditubuhnya, anggota ia dapat sebagai dampak karena membantu adiknya itu untuk kabur dari tempat itu. Mendengar semua keterangan dari kakak adik itu, hatiku sedikit tergerak setelah mendengar kisah pilu yang bahkan melebihi apa yang kualami dulu. Kejadian ini tentu telah membuka mataku, bahkan didalam semua kegelapan yang amat pekat, sebuah berkas cahaya kecil tentu masih bisa bersinar terang didalamnya. Akupun mengangkat mereka berdua menjadi anakku, menjadi bagian dari keluargaku, dan menjadi bagian dari hidupku dan bunga kecil bagi hatiku.
Kini aku, istriku, dan anak anakku ini masih tinggal di rumah orang tuaku. Namikaze Minato dan Uzumaki Kushina, merekalah yang telah mengadopsi ku dan mengangkatnya menjadi anak mereka pada saat usiaku menginjak umur 6 tahun, tepat setelah aku diselamatkan dari proses penyeludupan manusia ilegal 20 tahun yang lalu. Menyandang gelar Namikaze tentu merupakan sebuah kehormatan bagiku. Di kota Kuoh, keluarga Namikaze dianggap sebagai keluarga terpandang kelas atas yang memiliki sebuah induk perusahaan bernama Namikaze Corp. Walau begitu, meskipun akui telah terjamin oleh masa depan cerah bila masuk kedalam perusahaan ayah, tapi hal itu takkan kulakukan. Bagiku, hasil sebuah kerja keras terasa lebih nikmat dibandingkan hasil instan lainnya, tak peduli seberapa besar hasil yang kudapat.
Ada beberapa keluarga kelas atas di Kota Kuoh ini. Uchiha, Gremory, Namikaze, Otsutsuki, Hyuga, itulah beberapa nama keluarga elit yang menjajari peringkat atas bisnis di kota, bahkan di Negara ini. Sebagai salah satu bagian dari keluarga ini, tentu segala tindak dan tingkah laku seorang anggota keluarga tentu akan menjadi bahan pembicaraan publik. Walaupun begitu, hal ini tentu takkan menghalangi kerja kerasku untuk mencapai segala impianku yang kini berada didepan sana.
Beberapa hari ini, aku sangat disibukkan untuk menangani masalah dari perusahaan yang kami bangun ini. Sudah 5 hari ini, aku bahkan tak sempat pulang untuk menjumpai keluargaku, bahkan hanya untuk tidur saja amat teramat sulit bagiku saat ini. Dengan tim yang kupimpin saat ini, kami diharuskan untuk bekerja ekstra untuk menangani permasalahan yang terjadi pada beberapa alat dan mesin industri yang mengalirkan beberapa zat kimia didalamnya. Bekerja diatas tekanan dan dengan tingkat ketelitian tinggi, sedikit kesalahan saja pasti akan berdampak fatal dan akan memakan korban, baik itu nyawa, materi, dan lingkungan.
Untungnya, dihari keenam ini, kami berhasil mengatasi masalah terakhir pada mesin reaktor industri ini, dan hal ini tentu menjadi puncak dari kebahagiaan kami setelah 5 hari berjuang bersama. Untuk merayakan keberhasilan tim, kami pun sepakat untuk merayakan keberhasilan ini dengan menggelar sebuah perayaan kecil di unit kantor kami. Setelah perayaan usai, aku pun memutuskan untuk pamit dan pergi untuk menjumpai keluargaku saat ini juga.
Akupun menghidupkan mesin motorku, lalu mengemudikannya dengan kecepatan sedang untuk sampai ke kediaman orang tuaku. Kini, bisa kulihat nantinya, rasa bahagia dan kehangatan menantiku disana, serta wajah bahagia istri dan anakku yang menunggu kepulangan ku. Kutambah laju motorku agar mempercepat kedatanganku untuk sampai ke rumah secepatnya.
Sudah 15 menit, akhirnya aku hampir sampai di kediaman Namikaze. 500 meter didepan, aku bisa melihat gerbang anggun yang berdiri sebagai tanda untu memasuki wilayah kediaman Namikaze. Namun, yang menjadi fokus perhatianku saat ini ialah, sebuah mobil type Mercedes-AMG S63 yang terparkir 20 meter dari tempatku saat ini. Disana, aku bisa melihat Rias yang baru keluar dari dalam mobil itu, bersama dengan seorang pria yang tampaknya seusia dengannya kini berdiri disampingnya mobil itu. Tentu, aku kenal dengan pria itu. Seorang yang pernah berada di jurusan yang sama denganku saat kuliah dulu, Hyodou Issei.
Tentunya, setelah lama tak berjumpa dengannya, sebersit perasaan rindu tentu ada padaku setelah melihat teman lamaku itu. Saat ingin menghampiri mereka berdua, tubuhku harus terdiam saat itu juga kala melihat mereka berdua kini saling berciuman tepat didepanku. Setelah melihat kejadian itu, sebuah pesan dari nomor yang tak dikenal kini masuk ke Smartphone milikku, lalu menampilkan sebuah video didalam pesan itu. Saat membuka pesan tersebut, layaknya tersambar oleh tegangan tinggi, aku sangat terkejut melihat isi video tersebut. Tak hanya mencium, bahkan didalam video tersebut, aku bisa melihat mereka berdua yang melakukan hal sialan itu dengan raut wajah seakan menikmati setiap inchi dari tubuh mereka masing masing. Dan, tanpa kusadari 30 menit telah berlalu. Mereka berdua kini tak ada lagi dihadapanku Akupun lalu untuk pulang saat ini. Ini sakit, bahkan sangat sakit. Wajah wajah bahagia yang tadinya kulihat kini telah hilang total dari pandanganku. Yang ada hanyalah kilas balik kejadian beberapa menit lalu. Tubuhku terasa amat berat untuk digerakkan. Beberapa saat kemudian, akupun memacu kendaraanku untuk putar balik dan pergi dari kawasan itu.
Naruto PoV end.
'jadi, kau telah melihatnya ya, teman baikku'
Dari balik kaca hitam itu, sorot mata tajam Hyodou Issei melihat kepergian daripada motor milik Naruto yang menjauhi kediaman Namikaze tersebut. Seringai licik layaknya serigala yang telah mendapatkan mangsanya kini terpampang diwajahnya. Ia pun mengambil Sebuah smartphone miliknya, lalu menelepon seseorang
"Baiklah, sekarang waktunya kalian melakukan tugas kalian masing-masing. Ingat, aku takkan mentolerir kesalahan sekecil apapun, kalian paham?"
"Ha'i, boss." Ucap beberapa orang dari smartphone tersebut.
'nah, mulai saat ini, nikmatilah hadiah dari pemberian teman baikmu ini, Namikaze Naruto.' batin Issei, lalu pergi memacu kendaraan miliknya dan menghilang dikegelapan malam.
Xx
X
Kembali ke tempat Naruto, saat ini ia masih memacu motor miliknya itu dengan kecepatan yang cukup tinggi. Bila dilihat lebih teliti, tampak air mata yang menetes dari balik helm tersebut, bahwa dirinya saat ini tengah menangis menahan rasa teramat sakit dihatinya saat ini. Getaran yang semakin tinggi pada kemudi motor tersebut membuat dirinya kini kehilangan keseimbangan dan jatuh terseret di aspal jalanan itu hingga berhenti setelah menabrak bahu jalan dipinggiran kota Kuoh ini. Mungkin dirinya beruntung bahwa jalanan saat ini sangat sepi sehingga nyawanya masih terselamatkan setelah terseret di jalan itu. Jaket serta celana kulit miliknya kini telah terkoyak cukup dalam, namun mampu meminimalisir luka yang kini berada di tubuh Naruto.
"Kheh, ini sakit sekali...Rias." Sembari melepas helm miliknya, hanya beberapa kata itu yang terucap dari mulutnya. Air mata yang semakin deras kini perlahan menetes diwajahnya. Hujan deras kini perlahan turun membasahi tubuhnya yang dibalut luka, baik luar dan dalam yang tergeletak dibahu jalan itu.
"Seseorang, tolong...tolong...tolong hilangkan rasa sakit ini." Layaknya kaset rusak, Naruto terus mengulangi perkataan itu terus menerus, tanpa memperdulikan tubuhnya yang kini mengalami luka dan perdarahan parah dibeberapa bagian.
Tanpa ia sadari, kini Naruto telah dikelilingi oleh beberapa orang pria yang memakai topeng beraneka macam bentuk diwajah mereka. Seseorang dari mereka lalu mendirikan dan mengendarai motor Naruto, lalu beberapa dari mereka langsung mendirikan tubuh yang tadinya tergeletak itu.
"Baiklah, kami akan menghilangkan rasa sakit itu."
'duaggh'
Seketika, Naruto kehilangan kesadarannya akibat pukulan tersebut. Orang orang yang menenteng Naruto tadi pun lalu memasukkan tubuhnya kedalam sebuah mobil yang terparkir didepan mereka, lalu pergi meninggalkan tempat itu. Malam yang dipenuhi dengan hujan tersebut pun, kini telah berlalu...
Xxx
Xxx
Xxx
Sinar mentari itu kini telah mulai menyinari permukaan bumi dengan kehangatannya di pagi ini. Seorang pria yang merupakan anak angkat dari keluarga Namikaze itu perlahan membuka kedua matanya, hingga pandangannya kini fokus pada orang orang disekelilingnya. Tepatnya, kini ia berada di sofa ruang tamu di kediaman Namikaze saat ini. Ia tak mengerti apa yang terjadi, tapi melihat ekspresi dari mereka masing masing, ia bisa mencium sebuah bau masalah yang kini mengarah padanya.
Diantara orang orang yang berdiri didepannya, ia bisa melihat kedua putrinya, orang tua serta saudara saudarinya, Kedua mertuanya, juga...Istrinya kini berada dihadapannya. Tubuhnya terasa amat sakit, namun ia paksa untuk tetap bergerak dan mengambil posisi duduk di sofa itu.
"Uugghh, kenapa aku ada disini sekarang?" Sambil meringis kesakitan, sebuah pertanyaan kini terlontar dari mulutnya. Mengatur tubuhnya yang bertelanjang dada, ia bisa melihat beberapa bagian tubuhnya yang terlilit oleh beberapa perban dan menutupi luka yang ada dibaliknya.
"Naruto, apa kau tak mengingat apa yang kau lakukan semalam?" Suara berat yang ia kenal berasal dari sang ayah kini terdengar ditelinganya. Menatap wajah sang ayah yang berada didepannya, ia bisa melihat raut wajah tegas yang diselingi oleh amarah diwajah ayahnya itu.
"Uugghh, aku tak tau ayah. Seingatku, aku sedang berada dalam perjalanan pulang kemari, dan..." Raut wajahnya seketika berubah ketika ingatan tentang hal yang ia saksikan tepat didepan matanya itu kini telah memasuki ingatannya.
"Hmm, sepertinya kau telah mengingatnya ya, Naruto. Jadi, bisakah kau jelaskan akan hal apa yang telah kau perbuat selama ini?" Ucap Minato sambil melemparkan beberapa lembar kertas foto keatas meja yang ada didepan Naruto. Membuka salah satu dari lembaran foto itu, ia pun harus kembali dikejutkan kala melihat gambar yang ada didalam foto tersebut.
"I...i-..ini..." Naruto kini hanya bisa dilanda kebingungan dan tak percaya dengan apa yang ada didalam foto itu. Ia berani bersumpah, bahwa dirinya tak pernah dan takkan pernah melakukan hal sekeji ini seumur hidupnya. Otak pintarnya seakan menjadi buntu sesaat kala ia tak menemukan sebuah cara untuk membuat mereka percaya bahwa semua gambar ini palsu.
"Nah, sekarang kita telah mengetahui kebenarannya, bukan begitu, Minato." Lucius Gremory, pria yang merupakan mertuanya itu kini mulai buka suara, terkait hal yang ada didepannya ini. Didalam pelukannya, kini ada Rias yang tampak menangis didalam pelukan sang ayah.
"Uugghh, sungguh...aku tak tau apa dan bagaimana hal ini bisa terjadi. Tolong percaya padaku ayah, ayah mertua, aku sungguh tak tau apa yang terja-"
'duaggh'
Sebuah pukulan kini mendarat tepat dipipi Naruto hingga membuatnya terjatuh dari Sofa tersebut. Darah segar kini mengucur dari sudut bibirnya. Minato, yang merupakan pelaku pemukulan itu kembali mencengkram kerah leher anak angkatnya itu, lalu memukul tubuh Naruto tepat dibagian ulu hati pemuda tersebut. Air liur kini keluar dari mulut Naruto, rasa teramat sakit kini semakin menambah beban tubuhnya saat ini.
Melepaskan cengkeramannya dari kerah leher Naruto, ia pun kembali mendorong tubuh itu, hingga terjatuh bebas ke lantai kediaman Namikaze tersebut.
"Kukatakan sekali lagi, NARUTO. Bisakah kau jelaskan tentang ini semua? Bukankah permintaan yang kukatakan tadi, sudah cukup jelas bagimu?..." Minato kembali mengulang pertanyaan yang ia tujukan pada Naruto. Kesabarannya tampaknya kini telah berada dipuncaknya.
Naruto hanya bisa terdiam mendengar nada ayahnya itu yang terdengar semakin berat. Perlahan, ia mengangkat wajahnya, lalu melihat orang orang yang ia anggap keluarganya yang kini ada dihadapannya. Dari situ, ia bisa melihat wajah kedua putrinya yang tengah menangis didalam pelukan ibunya, mertua dan orang tuanya yang kini menatap dirinya dengan intens, saudara/i dan saudara iparnya yang kini menatapnya sambil menahan marah, serta mantan temannya yang kini... Sedang menyeringai sambil menatapnya dibelakang mereka.
'kusooo...' Dirinya hanya bisa mengumpat kala ia telah menyadari semua yang terjadi. Penghianat itu...penghianat itulah yang telah merencanakan hal busuk ini kepadanya. Siall... Dirinya hanya bisa merutuki kebodohan yang ia miliki saat ini.
"Namikaze-sama, Gremory-sama, dan semua berdiri di tempat ini. Kalau anda semua berkenan dan mengizinkan, saya bisa menjelaskan semua hal yang terjadi, dan menjelaskan tentang alasan mengapa Naruto-san tetap bungkam hingga saat ini."
"Baiklah, Hyodou-kun. Kami semua yang ada disini akan mendengar semua kebenaran yang ada dibalik ini semua. Kau kini telah mendapatkan izin dari kami semua, tentunya kalian tak keberatan kan Minato, Kushina" ucap Lucius sambil memeluk putrinya tersebut.
"Hah, tak ada pilihan lain. Karena satu satunya pelaku yang kini tak mau membuka mulut untuk menjelaskan kejadian ini, maka terpaksa kami berdua akan mendengarkan penjelasan darimu yang merupakan saksi dari kejadian ini, Hyodou-kun"
"Ha'i, Arigatou Gremory-sama, Namikaze-sama"
'dengan ini, checkmate...Naruto...'
'deg'
'deg'
'deg'
Dalam sekejap, ruangan yang tadinya gaduh itu kini amat sunyi dan Tenga. Semua pasang mata kini tertuju pada Issei yang kini bersiap untuk memulai semua perkataan busuk yang ia anggap kebenaran itu. Untuk saat ini, untuk saat ini, yang ia inginkan saat ini hanya 1 hal, ia sangat ingin untuk maju ke depan si penghianat itu dan menghancurkan wajah sialan itu tepat disini, didepan semua yang ada disini.
Namun, semua semangat yang ia miliki tadi hilang seketika, kala melihat wajah istrinya yang berada didalam pelukan sang mertua. Dari posisinya saat ini, ia sedikit bisa melihat, sebuah senyum senang yang menggantikan ekspresi sedih tadi. Ingatan tentang bagaimana ekspresi sang istri kala menikmati bercumbu dengan si bangsat itu. Ia hanya bisa terdiam. Kejadian kejadian itu terus berulang ulang dikepalanya, layaknya kaleidoskop yang tak pernah berhenti. Dan, tak terasa, Issei kini telah sampai diakhir cerita miliknya
"Jadi begitulah, Namikaze-sama, Gremory-sama. Aku juga tak percaya dengan apa yang Naruto-san lakukan kemarin. Dengan mengambil gambar ini sebagai bukti, dan perkelahian antara mereka berdua itu, maka temanku, yang juga mengenali Naruto-san semasa kuliah, bisa memperoleh alat bukti yang kuat atas kasus perselingkuhan ini. Walaupun Naruto-san sempat kabur menggunakan motor miliknya, temanku itu berhasil menangkap hingga membuat Naruto-san terjatuh dari motor miliknya. Atas nama temanku itu, aku menyampaikan permintaan maaf karena telah menyebabkan Naruto-san terluka seperti itu. Inilah kebenaran yang terjadi kemarin, dan aku bersumpah, bahwa semua yang kukatakan tadi adalah kebenaran tanpa ada sedikitpun rekayasa dariku." Tandas Issei.
"SIALANN...aku tak pernah melakukan hal sebiadab itu, BANGSAT...Justru kau...Kaulah yang melakukan semua itu dengannya, BANGSAT... Aku punya bukti, akan kutunjukkan bukti dari perkataanku barusan kepada kalian semua." Dengan cepat, Naruto merogoh saku bajunya dan mengeluarkan smartphone miliknya. Ia pun lantas membuka berkas film yang ia dapat dari nomor yang tak dikenal semalam. Namun, wajahnya kini berubah pucat kala ia sadar, bahwa berkas tersebut telah hilang dari smartphone miliknya, dengan kata lain... Telah terhapus.
"Bohong... Ini pasti bohong...aku,...ak-..."
'duaggh'
Sebelum menyelesaikan perkataannya, Naruto kembali mendapat bogeman mentah dari sang ayah hingga membuat tubuhnya kembali harus bebas kelantai rumah itu.
"Diamlah...Naruto... Selama ini, selama ini kami telah merawatmu dengan penuh kasih sayang layaknya anak sendiri bagi kami, bahkan... Rasa sayang kami padamu bahkan melebihi dari adik adikmu disini. Kami selalu mengajarkanmu untuk terus menjadi orang yang lebih baik, mengarahkanmu ke jalan yang penuh cinta. Kami bahkan tak pernah mengajarimu tentang hal hal buruk yang akan merusak masa depanmu." Minato kemudian perlahan mendekati tubuh Naruto yang sedang terbaring itu.
"Semua ini kulakukan agar kau bisa menjadi panutan bagi adik adikmu yang lain. Aku sangat bangga ketika kau mengatakan bahwa kau akan berjuang dengan kekuatanmu sendiri, berdiri dengan kakimu sendiri, dan tak bergantung sedikitpun kepada kami. Tapi... Setelah melihat semua ini... Terbersit rasa penyesalan dihatiku karena..." Minato lalu mengangkat wajah Naruto hingga berhadapan dengannya, lalu memegang pundak anaknya itu
"Karena telah mengangkatmu sebagai anakku..."
"Naruto, aku menyesal telah mempercayakan putriku padamu. Kau tau, seberapa besar cinta Rias padamu, bahkan setelah mendengar kabar menyakitkan tentang kondisimu itu, Rias tetap mencintaimu dengan sepenuh hatinya. Tapi, setelah mendengar apa yang kau katakan tadi, apa yang kau tuduhkan pada putriku ini... Dimataku, kini kau adalah sampah penghianat terbesar yang berada dalam keluargaku." Kali ini, Lucius mengutarakan segala penyesalannya itu ditempat ini.
Kali ini, Hanya pada saat ini saja, Naruto tidak tau harus berbuat apa lagi. Dirinya hanya bisa menunduk, meratap sembari tak percaya dengan apa yang terjadi padanya saat ini. Dirinya ingin berharap, bahwa apa yang dialaminya kini hanyalah sebuah mimpi belaka, mimpi buruk yang akan selesai saat ia bangun nantinya. Tapi... Tapi, rasa sakit yang ia alami ini sangat nyata. Didepannya, kini hanya menanti kehancuran, kesendirian, dan rasa malu yang siap menanti dirinya dimasa depan. Ia bisa melihat, tak ada lagi cahaya didepan sana, tak ada lagi permata indah yang akan menemaninya, serta bunga yang ada dihatinya itu telah layu akibat panasnya rasa penghianatan yang ia alami.
"Minato-dono, kini kita telah tau semua kebenarannya. Tampaknya, ini akan menjadi akhir bagi hubungan antara kedua anak anak kita ini. Dalam beberapa hari kedepan, kami selaku pihak dari sang istri, akan melayangkan surat gugat cerai kepada pengadilan, sekaligus mengakhiri hubungan mereka berdua." Lucius mengucapkan hal ini kepada Minato. Kepercayaan yang ia miliki pada Naruto kini telah hilang sepenuhnya.
"Ya, aku bisa memahami keputusanmu itu, Lucius-dono. Kami, selaku pihak keluarga dari sang suami menerima keputusan anda. Selaku kepala keluarga sekaligus ayah dari Naruto, aku akan-..."
"TIDAK..." Naruto langsung menyela perkataan dari ayahnya itu.
"DIAMLAH NARUTO...kau tidak berhak menyanggah perk-..."
Namun, Minato tak jadi melanjutkan perkataannya tadi kala melihat ekspresi Naruto saat ini. Diwajah itu, ia seakan tak mengenali wajah anak angkatnya ini. Tak ada lagi ekspresi tegas dan percaya diri pada wajah anak itu. Yang ada hanyalah ekspresi tabah yang diliputi kesedihan, yang mengingatkan dirinya pada wajah anak kecil yang dulu ia adopsi saat pertama kalinya.
"Saat ini, aku bukanlah bagian dari keluarga Namikaze lagi. Jadi, dengan keputusanku saat ini... Aku secara resmi menyatakan keluar dari Keluarga besar Namikaze, dan juga... Selaku Suami dari Rias Gremory... Aku akan menerima keputusan anda selaku pihak dari istriku untuk menceraikan kami." Semua yang ada disana terkejut akan ucapan dari Naruto barusan.
"NARUTO/Naruto-chan/NII-SAN..."
"Aku tak bisa mempermalukan nama keluarga ini lebih dalam lagi. Keluarga ini telah kehilangan kepercayaannya padaku, jadi tidak ada alasan lagi bagi keluarga ini untuk menahan seorang pecundang sepertiku..." Naruto menjeda perkataannya, karena tak bisa menahan air mata yang kini telah jatuh dari pelupuk matanya.
"Jadi...jadii... Arigatou...Hontou ni Arigatou...ayah, ibu...hiks... Terima kasih karena telah merawatku hingga detik ini...hiks...walaupun aku hanya bisa menjadi pecundang seperti ini... Tapi bagiku...semua yang telah kalian berdua berikan hingga saat ini...akan menjadi panutan hidup yang takkan pernah kucemari seumur hidupku..."
Semua yang ada itu ditempat itu kini terdiam mendengar semua perkataan Naruto, terutama bagi Minato dan Kushina, yang baru kali ini melihat Naruto menangis seperti ini didepan mereka. Melihat Naruto yang hendak pergi dengan langkah yang gontai dihadapan mereka, membuat rasa sedih dan tak rela kini hinggap dihati mereka. Mereka berdua seakan bisa menyadari, betapa dalamnya kesedihan yang dialami Naruto saat ini.
'sayonara.'
"TOU-CHAN..."
Naruto yang akan mencapai pintu rumah itu kini terdiam setelah mendengar teriakan kedua putrinya itu. Detik berikutnya, ia harus dikejutkan kala melihat kedua putrinya itu berlari menerjang dirinya, lalu memeluk dirinya sambil menangis.
"TOU-CHAN...hiks... Jangan tinggalkan kami, tou-chan...hiks...hiks..."
Melihat kedua putri kecilnya itu menangis, kembali menambah rasa sakit yang ada dihatinya saat ini. Ia bisa menerima semua hal tadi, tapi... Ia tak bisa...ia tak bisa untuk kehilangan kedua bunga kecilnya ini... Tak bisa... Ia tak bisa untuk meninggalkan kedua cahaya hatinya ini...kehilangan kebahagiaan terakhir yang tersisa dihatinya. Sekitar itu juga, ia hanya bisa jatuh terduduk dan memeluk kedua putrinya itu.
Rasa sedih yang sejak tadi ia tahan kini tak terbendung lagi. Ia kalah... Kali ini, biarkan ia menangis melepas semua beban ini. Biarkan ia bersandar pada kedua cahaya hatinya ini. Tapi, rasa kekalahan ini... Membuat dirinya amat bahagia dan menjadi satu satunya kebahagiaannya.
"
"
"
"
"Ha'i... Tou-chan akan... Selalu bersama kalian."
'
'
'
'
'
'
Skip time
Sudah 10 tahun Naruto pergi meninggalkan Keluarganya bersama kedua putrinya. Walaupun umurnya kini telah menginjak usia 36 tahun, tapi semangat yang ia miliki masih terasa saat usia 20 tahunan dulu. Tua tua Keladi, makin tua makin jadi... Mungkin peribahasa itulah yang cocok untuk pribadi dirinya saat ini.
Setelah ia keluar dari keluarga Namikaze, ia memutuskan untuk hijrah dari kota Kuoh menuju Tokyo. Ia tak ingin kejadian itu terus menghantui dirinya dan menghalangi dirinya untuk terus membesarkan dan merawat kedua putrinya tersebut. Ia memulai lembaran baru, sebuah halaman baru yang menutup halaman halaman buruk yang terjadi di dalam hidupnya.
Berkat kerja kerasnya selama ini, ia berhasil memberikan kesempatan bagi putri pertamanya itu, untuk mengenyam pendidikan tinggi disebuah universitas elit dikota Tokyo. Sementara, untuk putri keduanya itu, kini telah diterima dan bersekolah di SMA elite di Kota Tokyo, Tokyo University dan Tokyo Academy. Tidak mudah bagi para murid dan mahasiswa yang ingin merasakan pendidikan di kedua lembaga pendidikan elit di Jepang tersebut. Tapi, berkat kerja keras dirinya dan kedua putrinya, semua itu bukanlah hal yang menjadi mimpi belaka.
Saat ini, ia telah siap untuk membuat sarapan bagi kedua putrinya itu. Sebagai single parents, menyelesaikan pekerjaan rumah seperti ini tentu menjadi rutinitas sehari-hari baginya. Tampaknya, ia harus berterimakasih kepada dirinya dimasa lalu yang selalu mengutamakan kedisiplinan penuh pada dirinya, sehingga bisa menerapkannya pada dirinya saat ini.
"Ohayou tou-chan..."
"Ah, ohayou..."
Tampaknya, mereka berdua kini telah menyelesaikan rutinitas pagi hari mereka. Tampak kedua putri cantiknya itu kini memakai seragam sekolahnya dan duduk di meja makan itu.
"Eh, Arthuria-chan, mau masuk ke lab lagi?" Tanya Naruto setelah melihat Arthuria yang membungkus toga putih khusus lab miliknya.
"Ha'i Tou-san. Hari ini kami akan mempelajari proses pembedahan didalam lab rumah sakit universitas siang nanti. Mungkin akan akan pulang agak larut nantinya, Tou-san." Jawab Arthuria dan mulai memakan sarapannya.
"Oh, souka. Kalau begitu, jangan lupa untuk membawa bekal makan siang kalian hari ini, ya. Tou-san sudah menyiapkannya di meja depan. Dan, Lee-Fay, apa hari ini ada aktifitas klub disekolah? Kalau tidak, biar Tou-san jemput sepulang sekolah ya?"
"Mou, Tou-san...Lee Fay bukan anak kecil lagi yang harus dijemput terus seperti saat SD dulu...hmmp"
"Ahahahaha, baiklah. Tapi hati hati saat pulang nanti, dan jangan terlalu larut ya."
"Ha'i, Tou-san"
Mereka bertiga pun kini menghabiskan sarapan mereka masing masing, ditemani suara musik radio yang melantunkan lagu lagu yang membuat pagi ini terasa cerah bagi mereka.
Setelah menghabiskan sarapan mereka, kini mereka bersiap untuk berangkat menuju tujuan mereka masing masing. Naruto mengambil kunci rumah miliknya, lalu mengunci rumah itu dan memastikan tak ada peralatan kerja miliknya yang tertinggal sedikitpun. Ia pun lalu menyusul kedua anaknya yang telah lebih dulu berjalan menuju stasiun kereta didepan sana.
Melihat kedua anaknya yang kini berjalan didepannya ini, ia sendiri tak percaya bahwa keduanya kini telah beranjak dewasa. Kedua anak kecil yang telah ia selamatkan dulu kini telah tumbuh menjadi gadis cantik layaknya bunga bunga yang tumbuh cantik didalam hidupnya. Berkat mereka berdua, ia bisa melupakan semua kenangan pahit yang sempat menghantui hidupnya dulu. Dan sekarang, dengan penuh tekad dan semangat, ia akan membuat bunga bunga itu, untuk tumbuh lebih cantik lagi. Agar... Agar suatu saat nanti...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tak ada lagi penyesalan ketika ia mengucapkan kata selamat tinggal disaat waktu perpisahan yang akan segera menjemput dirinya.
TBC...
Yoo, selamat datang kembali di karya baruku ini. Tanpa banyak kata, saya mohon maaf karena pada kedua ff ku yang lainnya, saya sedang mengalami stuck ide untuk mendapatkan skenario berikutnya, jadi untuk saat ini, saya akan menciptakan sebuah fict dengan genre ringan ini untuk mengisi waktu saya sembari menunggu ide ide berikutnya bagi kedua fick saya yang lainnya. Sekali lagi, saya mohon maaf yang sebesar besarnya bagi reader-san semua.