Warning: a thriller scene ahead! Bahasa alay.

CHAPTER 5

A HEARTLESS

"Jennie-sshi, bisa kita bicara sebentar?"

Gadis yang hampir keseluruhan wajahnya palsu itu memelototkan mata (yang dugaanku) hasil tiga kali operasi miliknya lebar seperti ingin menelanku. Lalu bibirnya yang terlalu merah dan tebal—yang kuduga juga sempat mendapat suntikan— tersenyum berusaha sesensual mungkin. Berharap aku tergoda, huh? Bodoh!

"Y-ya? Chanyeol-sshi?"

Tanpa banyak bicara lagi aku segera menarik lengan perempuan itu. Sempat kulihat ekspresi terkejut sekaligus bahagianya, serta wajah takjub seolah memberi ucapan selamat dari makhluk-makhluk dungu setaraf dengan perempuan ini, teman-temannya. Pikir mereka aku akan berbuat apa? Bertaruh saja pasti otak mesum mereka sedang bekerja dengan sangat baik sekarang. Harusnya kalian menatapnya dengan iba, bodoh! Mungkin besok kalian tidak akan bisa menemukannya lagi di manapun.

Mereka mulai berbisik dan menjerit di belakangku. Oh demi apapun, bahkan kaum gumiho yang kubenci itu jauh lebih baik dari makhluk-makhluk bermulut besar itu.

BRAKK!

Merasa tidak perlu pusing bagaimana mengunci pintu yang memang rusak itu, aku menendang sebuah lemari kayu hingga menahan pintu untuk tetap tertutup, bahkan jika seseorang mendorongnya, manusia tidak akan punya kekuatan sebesar itu untuk mengabaikan palang yang kubuat.

Wanita itu terjengit kaget namun dapat kulihat dengan teramat jelas kilat senang dibalik softlens birunya ketika aku membawanya ke sebuah ruangan kosong di lantai tiga, gudang tempat penyimpanan alat-alat olahraga. Aku tidak bisa membaca pikiran memang, tapi aku tahu dengan jelas wanita ini pasti sudah berpikiran liar ketika aku menutup pintu sembarang dan mendorong tubuhnya merapat ke tembok lalu mengunci setiap pergerakannya dengan tubuhku sendiri.

"K-kau mau apa Chanyeol-ah?" desahnya sendiri, ketakutan dibuat-buat.

Mendadak aku merasa mual. Baunya, aku benci bau parfumnya. Dia mengurangi nafsu makanku secara drastis meski jantungnya yang berdetak kencang masih teramat menggoda dan membuatku nyaris hilang akal. Ini pertanda bagus.

Aku menarikan jemariku di seputaran tengkuknya, wanita itu bergidik, tapi tangan kotornya justru dengan nakal lancang mencopoti kancing kemejaku satu persatu, sesekali sengaja menyentuhkan jemari hangatnya pada permukaan kulit dada dan perutku. Menurutmu aku akan tergoda dan menyukainya, huh?!

Sedikit mengalah, kali ini aku mendekatkan bibirku di ujung telinganya.

"Kau… mau apa huh?" seraknya ketakutan, entahlah, aku meragukan ia benar-benar merasa takut, bukannya senang ketika aku mendekatinya.

"Bukankah ini yang kau inginkan, nona Kim?"

Dapat kudengar irama jantungnya yang semakin cepat, menarik sekali seiring darahnya yang berdesir-desir. Astaga, ini salah satu lagu kesukaanku. Aku tidak bisa menahan seringaian di bibirku, merasa senang sekali menikmati setiap ketakutannya.

"Kau… mengganggu Baekhyun-ku ya?" bisikku.

"Apa?!"

Aku mundur sedikit sehingga dapat melihat sorot bingung bercampur was-was di matanya yang angkuh. Tanganku masih bermain di seputaran lehernya, mengerat perlahan,

"Jangan mengganggunya."

"Chanyeol?! U-hukk…"

Napas berharganya tersedak dan kian berat ketika cengkeramanku di lehernya menutup seluruh akses udara satu-satunya. Tangannya memukul-mukul dan merenggut lenganku, mencakarnya sebanyak sisa kekuatan yang masih ia miliki. Usaha yang bagus, tapi tetap saja sia-sia karena ia tak lebih dari sekotak susu cair bagiku. Lihatlah betapa mudah aku mencekik dan menggantungkan tubuhnya menumpu pada dinding hanya dengan satu tangan, bahkan tanpa kekuatan lebih.

Gadis itu meraung tanpa suara, tangannya memukul dan mencakar-cakar dadaku tanpa daya, menangis sebisanya berharap aku berbaik hati melepasnya. Apa? Baik hati?! kuberitahu, aku bahkan tidak memiliki organ hidup apa-apa, nona.

"Dia milikku, dan tidak ada ampunan bagi siapapun yang mengganggu milikku."

Dan aku melepasnya hingga tubuh lemasnya merosot ke lantai. Coba memperbaiki pernapasannya yang benar-benar kacau. Dadanya turun naik cepat seirama detak jantungnya yang memang bekerja luar biasa, sangat menggiurkan. Aku baik? Jangan senang dulu. Dengan gerakan cepat aku sudah mengambil sebuah besi panjang yang biasa di gunakan untuk lari halang rintang yang tadinya tegak di pojok gudang, ujungnya patah meruncing dan sedikit berkarat. Selama sepersekian detik sebelum terjadi apa-apa dengannya, gadis itu melotot menatapku dan besi yang kuacungkan. Aku menikmati sorot ketakutannya itu, tapi aku juga malas berlama-lama.

Sedikit menjauh ketika tongkat ditanganku menancap tepat di dadanya, takut darah yang muntah kemana-kemana mengotori pakaianku. Kugerakkan tongkat itu memutar seperti membuat lingkaran di dada bagian kirinya. Mata itu kian melotot seperti akan keluar dengan sorot yang sekarang berganti kesakitan amat sangat. Sedikit bunyi berderak ketika aku coba mematahkan tulang rusuknya, rapuh saja. Dada itu berhasil koyak dan terbuka lebar dengan indahnya.

Dan di situlah sekarang. Gumpalan merah yang masih berdenyut lemah da meminta di cabut segera dari tempatnya yang menjijikkan. Oh, bahkan jantung wanita jalang pun berhasil membuatku setengah mati berusaha agar tidak meneteskan air liur.

Menggiurkan! Tahanlah Park Chanyeol!

Haha, mendadak merasa geli mendengar nama baruku sendiri, benar-benar tolol dan merepotkan. Apapun itu, wahai diriku, makhluk terkutuk yang sedang meraung-raung dalam fisikku… bersabarlah atau kau akan lebur.

ͼ The Dawn ͽ

Seorang pria pendek melewati—bahkan hampir menabrak—ku ketika ia tadi berlarian di lorong seperti anak TK. Atau aku yang salah fakultas? Mungkinkah ada taman bermain anak atau sekolah cacat mental atau semacamnya di sekitar sini?

"Woozi."

Bocah itu nyaris terjerembab saat serta-merta harus mengerem langkah kelewat bahagianya setelah mendengar panggilanku. Secepat larinya pertama ia berbalik menghampiriku dengan mata bulat lebar yang seperti mau melompat keluar untuk memangsaku.

"Kau… Park Chanyeol, mahasiswa baru yang sangat populer itu, kan?! Setiap gadis di kampus ini membicarakanmu, tahu! Astagaaaa! Kau memanggilku?! B-bagaimana kau tahu namaku?!"

Astaga! Aku mendadak merasa menyesal telah memanggilnya. Ia bertanya seolah satu jam dari sekarang ia akan mati lalu kehilangan kesempatan untuk mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan sampah dari otaknya. Bagaimana aku tahu namanya? Pikirnya untuk apa ia menyematkan tagname pada jas organisasi mahasiswa kebanggaannya itu?! Ah, mungkin membaca kilasan yang terlalu cepat seperti tadi adalah hal mustahil bagi manusia. Ck, bahkan dengan kemampuan sangat terbatas begitu mereka masih dengan angkuhnya menyebut diri mereka pintar?!

"Apa kau mengenal Kim Heechul?" tanyaku pada bocah laki-laki pendek berambut pirang dan sangat mencolok ini, mengabaikan seluruh pertanyaan murahannya.

Memutar bolamatanya—yang serupa kancing—coba mengingat, lalu sedetik kemudian seperti baru tersambar petir, mata bulatnya berbinar.

"Maksudmu Hee saem? Dosen baru yang mengajar biologi itu, kan? Yup, dia sangat baik padaku, kami langsung akrab. Aku rasa kami akan segera menjadi teman sangat baik, bahkan kami berencana besok mau pesta minum teh bersama di rumahku. Kau mau ikut?" Bocah itu terus bicara seperti tak akan ada habisnya. Boleh aku menguap sekarang? Dan apa tadi? Biologi katanya?! Jangan ikuti kelasnya atau kau akan mati bosan mendengar kuliah yang sama setiap minggu. Makhluk itu pasti senang sekali menjelaskan soal jantung manusia, dan hanya itu. Soal sangat baik… bocah polos yang malang!

Kuserahkan sebuah kotak berukuran sedang berwarna biru gelap dengan pita terikat seadanya, aku menemukan benda itu berdebu di gudang olahraga tadi.

"Serahkan padanya."

"A-apa ini? Apa Hee-nim sedang ulang tahun? Yang keberapa? Apa 25? Dia terlihat masih sangat muda."

Aku menghela napas, setidaknya pura-pura begitu.

"Pertama, ini jantung; kedua, yah katakanlah begitu; yang ketiga… 2307, kurasa."

"APA?!"

Hfft, dia benar-benar berniat ingin memakanku, ya, dengan mulut menganga lebar begitu?

"Serahkan saja. Dan menjauhlah dari dosen brengsek itu."

ͼ The Dawn ͽ