Tied With Me (With Me in Seattle #6)

Originally by Kristen Proby

Remake Chanbaek Version

Gender Switch for Uke


Prolog

"Mengapa kita di sini?" Tanyaku pada Minseok untuk yang keempat puluh kalinya sejak kami tiba di Pusat Seattle Arts.

"Karena kau perlu sedikit kegembiraan dalam hidupmu," dia memberitahuku dengan seringai licik. "Dan aku tidak punya orang lain untuk datang denganku."

"Ini adalah jenis kegembiraan yang kau pikir aku butuhkan?" Tanyaku tak percaya dan melihat keadaan di depanku.

Minseok, sahabatku, mengajakku untuk datang ke Festival Erotis Musim Semi Seattle. Bagaimana dia berhasil, aku tidak tahu. Aku sama sekali bukan orang yang kinky* di planet ini.

Aku sangat vanilla* dan aku tercium seperti itu.

Atau mungkin itu hanya karena aku memanggang dengan aroma itu sepanjang hari.

"Jangan menjadi pemalu begitu," dia mengingatkanku sambil memutar mata. "Ini menyenangkan."

"Ini bukan kebiasaanku," jawabku dan melangkah ke samping saat seorang pria yang tidak mengenakan apa-apa selain rantai, bersentuhan denganku.

Ruang utama telah berubah menjadi sebuah klub dansa yang besar. Ada DJ di panggung, musik keras menggema keluar dari speaker, dan lampu yang berkelap kelip di atas orang-orang yang bergerak dan berputar di lantai dansa.

Ada berbagai level berpakaian yang berbeda. Dan juga tanpa pakaian. Ketelanjangan tidak diizinkan tetapi banyak yang telah melewatibatas dan hanya menutupi bagian yang paling penting dari tubuh mereka. Di sebelah kanan terdapat sebuah ruangan kecil dengan lantai dansa kecil dan terdengar musik lembut dan sebuah panggung, di mana sekelompok orang kurang senonoh melakukan pertunjukan. Ada juga sebuah bar yang terisi penuh di ruangan itu.

Di sebelah kiri ruang dansa utama ada ruangan besar lainnya yang dipecah menjadi beberapa bagian, di mana Kinks* yang berbeda ditunjukkan pada orang banyak.

"Kita akan masuk ke sana nanti, setelah kita mendapatkan beberapa gelas minuman," Minseok menginformasikan padaku dan menarikku ke arah bar dan pertunjukan yang kurang senonoh.

Minseok memiliki rambut pirang gelap yang lurus dan panjang hingga ke pantatnya. Dan itu asli. Matanya lebar dan sangat coklat, dan ketika dia tersenyum dia memiliki lesung pipi yang selalu membuatnya terlihat imut, yang mana dia sangat membencinya.

Ketika kami mendekati bar, kami berdua memesan 7 & 7s dari bartender yang mengenakan celana pendek dan suspender orange kemudian mencari tempat duduk di dekat panggung.

"Apa yang kau pikirkan sejauh ini?" Minseok bertanya sambil tersenyum dan menyesap minumannya.

"Ada lebih banyak orang daripada yang aku harapkan." Dan mereka dari berbagai usia dan postur tubuh yang beragam dan juga orientasi seksual yang berbeda. Apa yang paling menarik bagiku adalah bagaimana terbukanya dan tampak nyamannya semua orang, tersenyum, senang dalam keadaan hampir telanjang dan tidak malu menjelajahi sisi kinki seksual mereka.

"Komunitas ini lebih besar dari yang kau pikirkan," dia setuju dan matanya mengembara ke sekeliling ruangan. "Omong-omong, kautampak hebat. Ini adalah perubahan yang menyenangkan untuk melihatmu keluar dari apron putih dan topi yang selalu menutupi tubuhmu."

"Ini disebut seragam kerja," jawabku datar.

"Hanya begitu. Kau selalu berada di tempat kerja, Teman. Kau selalu berada dalam salah satu hal yang mengerikan yaitu pakaian tertutup atau piyama."

Aku mengangkat bahu dan berpaling. Tidak ada apapun yang bisa dikatakan. Dia benar. Aku melirik rok denim pendek dan stoking setinggi paha, sepatu tinggi dan atasan merah tanpa bahu yang Minseok paksa untuk aku pakai. Aku tidak bisa untuk tidak mengakui bahwa rasanya baik untuk sedikit berdandan.

Mengingatkan aku bahwa aku seorang wanita dengan kebutuhan yang melampaui panas dapur dan lapisan kue cokelat.

Minseok membantuku merias wajah dengan liner gelap, bulu mata palsu dan lipstik terang, dan menyasak rambut hitam panjangku menjadi ikal dan jatuh di atas payudaraku, yang mana juga telah disisir dan diikat tinggi, memamerkan sedikit belahan dada yang aku miliki.

Terberkatilah Minseok dan rahasia kecantikannya.

"Kau memiliki tubuh kickin*, Baek. Kau harus lebih memamerkannya."

"Pada siapa?" Tanyaku sambil tertawa. "Para pelanggankumenginginkan cupcakes, bukan payudaraku di depan wajah mereka."

"Tergantung pada klien," jawabnya sambil tertawa ketika lampu berubah dan suara keras terdengar. Seorang pria berusia tiga puluhan memutar musik dengan ketukan ritme yang menggoda dan seorang wanita muda berambut pirang berjalan keluar menuju panggung dengan seragam pelaut, menari dengan penuh semangat.

Dalam tiga puluh detik, dia melepaskan pakaiannya hingga tersisapasties* dan G-string*.

Aku bahkan tidak yakin apa yang terjadi dengan pakaiannya karena semuanya terlepas begitu cepat.

Aku memiringkan kepalaku dan melihatnya bergerak dengan mudah di atas panggung, tersenyum sambil menggigit bibir, menggoda para pria dan wanita yang menonton.

Empat gadis lainnya ikut muncul untuk menyenangkan orang banyak kemudian mereka beristirahat, menata ulang alat peraga dan memberikan kesempatan pada kerumunan orang itu untuk mengisi ulang minuman mereka atau pergi menjelajahi bagian lain dari acara tersebut.

"Oke, mari kita ambil minuman lain dan memeriksa pameran yang lain." Minseok bertepuk tangan dan menarikku berdiri.

"Haruskah?"

"Ya!" Dia memutar matanya lagi dan menyeretku di belakangnya. "Kau tidak harus berpartisipasi. Hanya melihat. Sangat menyenangkan, Baek."

"Jika itu yang kau katakan," gumamku dan meneguk minuman dingin saat kami berjalan melewati ruang dansa menuju pameran pemujaan, di mana musik itu menghilang dan sebaliknya ada tawa dan erangan kenikmatan.

"Kau tidak mengatakan bahwa orang-orang ikut berpartisipasi." Suaraku tiga oktaf lebih tinggi dari suara normalku dan aku tidak peduli.

"Tentu saja mereka berpartisipasi. Tapi kau tidak perlu." Demonstrasi pertama yang kami datangi telah aku lewati denganmeneguk minumanku dalam tegukan panjang dan menarik minumanMinseok dari tangannya dan meneguknya juga.

Seorang wanita berbaring di meja pijat, terlentang dengan selempang satin biru di atas dada dan panggulnya yang telanjang. Seorang pria menawan bertelanjang dada berdiri di atasnya dengan tongkat logam di tangannya. Tongkat itu tersambung dengan sebuah mesin dan wanita itu akan terkejut saat pria itu menyentuhkan tongkat ke kulitnya.

"Electro play," Minseok memberitahuku.

Mataku tidak bisa bergerak jauh dari wanita itu saat ia menggeliat dan mengerang di atas meja. Pria itu membungkuk dan berbisik di telinganya, tapi dia tersenyum dan menggeleng. "Dia memeriksa wanita itu untuk memastikan dia baik-baik saja."

"Betapa baiknya dia," jawabku sinis.

Pria itu kembali menjalankan tongkat di atas payudara sang wanita membuat putingnyamengerut maksimal, turun ke perutnya dan berakhir di antara kedua kakinya, mengirim si wanita ke orgasme yang hebat.

"Astaga."

Minseok menertawakanku. Aku bahkan tidak sadar sudah mengucapkannya dengan keras.

"Kau akan ke dalam?" Aku bertanya padanya.

"Tidak, itu tidak diperuntukkan bagi semua orang. Lagipula membutuhkan banyak kepercayaan dan seseorang yang sangat berpengalaman untuk terjun ke dunia itu." Dia tersenyum dan kembali melihat pasangan yang berada di panggung kecil.

Pria itu telah mematikan mesin dan menarik wanita itu ke dalam pelukannya, menenangkan dan membelai saat ia bergetar dan terengah. Lelaki itu mencium pipinya dan berbisik penuh cinta ketelinganya. Menonton mereka bersama-sama, begitu intim, begitu penuh kasih, membuat dadaku sakit.

Indahnya.

"Mereka sudah menikah. Wanita itu sudah menjadi submisifnya selama kurang lebih tiga tahun."

"Submisif?" aku bertanya.

"Apakah kau benar-benar naif?" Minseok bertanya dengan gelengan kepala.

"Aku tidak tahu bahwa hal-hal ini benar terjadi dalam kehidupan nyata. Aku pikir ini hanya ada dalam novel roman."

"Itu memang ada."

"Apakah kau seorang submisif?"

Dia tersenyum padaku kemudian mengangkat bahunya yang ramping. "Sayangnya tidak. Aku pernah mencobanya tapi mulutku membawa aku ke dalam kesulitan. Pantatku sakit selama satu bulan."

Aku menelan ludah dengan susah saat kami berpindah menuju pertunjukan berikutnya.

Aku melompat ketika mendengar lecutan cambuk. "Sialan!"

Minseok tertawa dan menyelipkan lengannya di lenganku ketika kami menonton pria lain yang tinggi, ramping, dan bertelanjang dada memegang sebuah cambuk. Seorang wanita tergantung dengan pergelangan tangan diikat dengan rantai yang tekait dari langit-langit, lengannya ditarik tinggi di atas kepalanya. Dia mengenakan celana dalam dan bra hitam.

Pria itu memutar cambuk di atas kepalanya dan melecutkan di depannya, meninggalkan tanda merah kecil di bahu wanita itu.

Wanita itu mengerang, seolah-olah itu adalah hal paling seksi yang pernah dia rasakan.

Pria itu mengelilinginya, fokus sepenuhnya pada dirinya, dan ketika ia sampai ke punggungnya, dia mengulangi gerakan tadi, meninggalkan tanda yang sama pada tulang belikatnya yang satu.

Pria itu mendekati wanita tersebut, mencengkeram rambut merahnya ke dalam kepalan tangannya dan menarik kepalanya ke belakang sehingga dia bisa berbisik ke telinganya.

"Ya, Sir," jawabnya itu menyeringai dan menciumnya keras kemudian melepaskan rambutnya dan mengangkat cambuk ke atas kepalanya. Cambuk kulit itu mencium kulitnya, meninggalkan satu tanda, lalu dua, kemudian tiga tanda merah di kedua sisi tulang punggungnya.

"Bagaimana dia bisa melakukan itu tanpa melukai kulit?" Tanyaku kagum.

"Banyak latihan," Minseok berbisik kembali. "Itu adalah Master Changmin."

"Apakah wanita itu submisifnya?" Aku bertanya, bangga pada diriku

sendiri untuk memahami istilah itu dengan begitu cepat.

"Tidak, wanita itu tidak terikat dengan siapapun yang aku tahu. Tapi dia masokis*, dan Master Changmin dengan senang hati membantunya. "

"Astaga," bisikku, tetapi tidak dapat menghindari kepalan dalam perutku ketika Master Changmin menangkup pantat wanita itu di tangannya, mendorong jari-jarinya di antara kedua kaki si wanita dan menariknya terbuka, basah kuyup dan berkilauan dalam cahaya lembut.

"Lihat? Dia bahagia. Master Changmin akan berhenti jika dia mengucapkan kata amannya."

Astaga, aku kembali berpikir. Kata aman dan cambuk jugaelectrowands*. Siapa yang sangka?

Ketika kami bergerak bersama, seorang wanita menuangkan sesendok hot wax* pada para partisipan yang berhasrat.

"Ah, kita pindah ke demonstrasi vanila yang lain," Minseok menjelaskan. "Bukan berarti hot wax itu vanila, tapi di sini tidak ada cambuk."

Aku menyeringai dan menonton dengan terpesona saat pria bertelanjang dada menuangkan wax di dadanya, turun ke dadanya yang berotot dan tersenyum dalam kenikmatan. Tonjolan keras di bawah celana jeans birunya membuktikan bahwa ia menikmati dirinya sendiri.

"Ingin mencobanya?" Minseok bertanya.

"Tidak, terima kasih." Aku menggeleng tetapi tidak dapat berpaling ketika wanita berikutnya di barisan mengambil tempat duduk dan pria itu menyingkirkan rambut sang wanita dari lehernya, menuangkan hot wax setetes demi setetes di atas tulang selangka dan dadanya. Hot wax itu mendingin dan mengeras dan segera mengupas dari kulitnya dengan cara menggoda.

Ini sebenarnya salah satu hal yang ... seksi.

"Oh! Area perbudakan!" Minseok berseru penuh semangat dan menarikku lebih dekat ke barisan kecil wanita yang menunggu dengan sabar saat seorang pria tampan mengikatkan tali di tubuh mereka, lengan, kaki, meninggalkan simpul rumit di sekitar tubuh mereka.

Wow.

"Aku tidak menyangka bahwa tali bisa terlihat begitu artistik," gumamku.

"Ini jelas sebuah bentuk seni," Minseok setuju dan bersemangat melangkah maju ketika orang itu memberi isyarat padanya untuk bergabung.

Lelaki itu menyilangkan tangan Minseok di bawah punggung dan mulai melilit dan menyimpulkan tali biru di atas dan di sekeliling tubuhnya. Warna tali tampak luar biasa pada gaun hitam kecil yang menonjolkan lekuk tubuhnya.

Dia menakjubkan.

Pria itu memberikan ciuman di keningnya dan menyeringai saat dia mengucapkan terima kasih dan melompat ke arahku.

"Kau harus melakukannya juga."

"Kau tidak bisa menggerakkan tanganmu," Aku menjawab, menunjuk ke arah lengannya yang tertahan di punggungnya.

"Kau tidak harus membuat tanganmu terikat," jawabnya dan menyenggolkuku untuk bergerak maju. Pria itu menyeringai, tapi kemudian terganggu oleh pria lain.

Aku berhenti sekitar satu kaki jauhnya dan memperhatikan ketika pria kedua membisikkan sesuatu ke telinga pria itu. Mereka berdua mengangguk dan pria baru itu nyengir, dan tiba-tiba dia dan aku adalah satu-satunya yang berada di dalam ruangan.

Dia memiliki mata sebiru es. Jenis mata yang menarik dan menenggelamkanmu di kedalamannya. Rambutnya berwarna coklat terang dan dipotong pendek.

Wajahnya dicukur bersih dan bibir seksinya yang mengerucut dalam seringai.

"Apakah kau akan datang atau tidak, little one?"


*Kinky=hubungan seks dalam BDSM. Bisa cari di internet.

*Vanila= bisa berarti sebuah jenis hubungan biasa/hubungan seks biasa, yang tidakbersifat BDSM


A/N:

Ugh apa ya. Semoga suka!