Desclaimer : Masashi Kishimoto

5 day with stranger

c

c

c

"Kau baru pulang!?"

Gadis yang baru saja membuka pintu depan rumahnya itu, langsung menegang ketika diintrogasi secara live oleh ibunya.

Dengusan pasrah dengan mata melirik jauh, menjadi salah satu pemandangan yang menyebalkan bagi Kushina. Ia tak suka jika diabaikan oleh putrinya sendiri.

"Hei, tatap Ibu jika sedang bicara gadis perawan!" Perintah Kushina secara tegas.

Gadis mungil berambut pendek itu, mengerang jengkel dengan perintah penuh penekanan dari ibunya.

"Apa?" Bentaknya pada Kushina.

"Kau habis dari mana!?" Kushina menyerang putrinya dengan kata-kata yang begitu tajam.

"Aku baru pulang dari sekolah!... Ibu tidak lihat, jika aku masih memakai seragam?" Jawabnya tanpa gentar. Meniru dengan sempurna ketegasan ibunya.

Kushina lantas melipat kedua tangannya dibawah dada. Wanita yang mengenakan daster berwarna kuning cerah itu mengacungkan dagunya.

"Oh, baru pulang dari sekolah? Tapi setau Ibu, sekolahmu selesai tepat jam 2 siang! Dan, kenapa kau baru pulang jam 7 sore...? Kau pasti jalan-jalan ke banyak tempat!!! Tidak mengabari orang tua, kau pikir Ibu tidak khawatir padamu!?"

Perkataan lantang dari Kushina sukses membuat putrinya bungkam untuk sesaat. Pasalnya kecepatan bicara Kushina setara dengan seorang rapper. Sepertinya kemampuan rapper adalah bakat terpendam yang Kushina miliki.

"Ibu tidak mengerti! Aku mengikuti ekschool basket tadi siang, jadi aku dan teman-teman latihan sampai lupa waktu, karena kami akan mengikuti perlombaan 2 minggu lagi!!..."

"Kalau latihan setidaknya kau bilang, dan telpon Ibu! Dasar anak nakal!!..."

Sakura, gadis yang mendapat semprotan kemurkaan hanya memanyunkan bibirnya agak jengkel.

Ia, selalu kena marah bila terlambat pulang kerumah. Bisa dibilang, ibunya terlalu overprotektif terhadap dirinya.

Jadi jika ada apa-apa pada Sakura, gadis itu harus segera mengabari ibunya. Mungkin juga karena ditambah faktor stress usai bercerai, ibunya jadi agak sensitif dan selalu ingin mengekang Sakura agar putrinya itu, tak mau ikut hak asuh bersama ayahnya.

"Ponselku mati! Ini lihatlah..." Sakura memperlihatkan ponselnya.

"Aku selalu lupa untuk menghafal nomor ponsel Ibu. Jadi aku tidak bisa menelpon Ibu dengan ponsel temanku" Jawabnya lagi sambil menapok jidat.

"Sakura!!... Berapa kali harus Ibu katakan! Kau itu harus bisa menghafal nomor ponsel Ibu. Jika terjadi suatu hal yang buruk, kau bisa langsung telpon Ibu!!! Nomor ponsel Ibu itu penting, kau paham??"

Sakura hanya menggulirkan matanya cukup bosan. Dan entah kenapa telinganya mulai memanas.

Baru pulang dari latihan basket, tubuh Sakura amat lelah. Dan dia juga merasa sangat lapar, ekspetasi sempurna di pikiran Sakura setelah pulang kerumah adalah makan, mandi, lalu tidur. Tidak usah belajar karena besok hari minggu, jadi dia bisa bangun agak siangan, dan belajarnya besok sore saja.

Tapi nyatanya, bukannya mendapatkan asupan bahan bakar, Kushina malah memberikan ceramah menyebalkan lagi, dan menahannya didepan pintu rumah. Tanpa mempersilahkan anak perawannya ini duduk dulu.

Hah!... Sakura sangat lelah, dan ia jadi ketularan marah berkat ocehan unfaedah dari ibunya.

"Hm... aku paham!!" Balasnya agak berteriak.

"Makanya hafalkan! Agar Ibu bisa tenang!!!"

"Ibu sudah selesai mengoceh belum? Aku lapar!!..." Sakura mengerang dengan wajah agak sedikit nge-gass.

"BELUM!!"

Sakura refleks menutup mata dan wajahnya begitu rapat. Pasalnya muntahan meteor bening meluncur deras dari galaksi mulut ibunya.

Yah, ibunya benar-benar marah!

Kushina terlihat menggeleng-gelengkan kepala dan memijit pelipisnya secara perlahan. Sakura menunduk pelan, gadis itu melihat sepasang sepatu lapuknya, lalu menghentak-hentakkannya ke ubin.

"Dengar Sakura, Ibu tidak bermaksud untuk memarahimu terus, hanya saja... Kau harus tau, jika Ibu sangat menyayangimu. Ibu tak mau kau kenapa-napa... Karena hanya kau, satu-satunya harta Ibu yang paling berharga, kau mengerti...?"

Akhirnya Kushina melunak dan mengusap pucuk kepala putri semata wayangnya itu. Ia sudah puas memberi nasihat pada anaknya.

"Aku tau... Maaf juga, karena aku sudah membuat Ibu khawatir terus hari ini..." Sahut Sakura.

"Bagus!" Kushina menepuk kedua tangannya. Sakura ingin melangkah masuk ke dalam rumah namun, Kushina menahannya.

"Tunggu! Sebelum masuk, kau harus terima hukuman dulu. Sebagai hukuman dari kelakuanmu hari ini... Ibu memintamu untuk mencuci semua pakaian kotor yang ada dirumah..." Seringai Kushina mulai mengembang seperti balon yang ditiup.

"Hah???... Itu tudak adil!" Protes gadis itu.

"Hahaha... Tolong ya sayang, besok Ibu harus berangkat ke Sibuya, dan tidak akan sempat mengurus pakaian kotormu... Jadi cucilah sendiri. Dan kau harus belajar hidup mandiri... Ok?" Pinta Kushina

Sakura melongo.

"Ah, tapi besok aku ada latihan~"

"Sebelum latihan'kan bisa... Lagipula besok itu hari minggu... Jadi kau punya banyak waktu, dan ingat kau tidak boleh nakal karena Ibu akan meminta pamanmu untuk mengawasimu!"

"Hah???"

"Hah? Heh? Hah? Heh?... Sudah-sudah jangan banyak protes lagi... Ayo sekarang kita masuk, katanya kau lapar..."

"Tapi-tapi-tapi...!!" Protes Sakura terpaksa di cancel lagi. Karena Kushina sudah menarik lengan cungkring putrinya menuju ke arah dapur.

"Ayo kita makan... Besok pagi pamanmu akan datang jadi kau harus ramah padanya mengerti?"

"Menyebalkan... Aku pikir, aku bisa bebas sendirian dirumah!"

"No! Ibu tak akan mengijinkannya... Bagaimana jika, disaat kau sendirian dirumah. Rumah kita malah dirampok? Hmmm... Setidaknya jika ada pamanmu... Perampok itu bisa menghajarnya lebih dulu sebelum polisi datang kkkkk..." Tawa Kushina pecah saat menistakan mantan adik iparnya itu.

"Ternyata Ibu jahat juga ya..."

"Hei!!... Dia itu hanya adik dari ayahmu... Bukan adik kandung Ibu. Lagipula, sudah menjadi kewajibannya untuk melindungi keponakannya yang cantik ini. Dan yah, mau bagaimana lagi. Ibu lebih mempercayainya dari pada orang lain. Apalagi ayahmu, ish Ibu sama sekali tidak percaya lagi padanya..."

"Meskipun sudah bercerai harusnya Ibu dan Ayah tidak perlu sampai bermusuhan kan?" Balas sakura.

"Ayahmu yang mulai duluan..." Pas usai percakapan yang melelahkan itu. Sakura akhirnya makan dengan kusyuk, meski sesekali Kushina mengoceh prihal pekerjaannya dan bertanya tentang bagaimana keseharian putrinya di sekolah.

Yah, sebagai teman sehidup-semati dari wanita paruh baya itu. Sakura tak tega hati rasanya, bila ia sampai-sampai mengabaikan perkataan ibunya.

ccc