"Otou-sama?"

Sebuah suara yang sarat akan rasa penasaran berhasil lolos dari bibirnya. Anak kecil berusia tujuh tahunan itu terlihat memandang ayahnya penuh kebingungan ketika mereka mulai masuk lebih dalam menuju tengah-tengah hutan yang bahkan sinar matahari-pun hanya terlihat remang-remang.

Aneh, padahal tadi ayahnya berkata bahwa mereka hanya akan melihat-lihat Magical Beast kelas rendah. Namun, bukankah ini sudah terlalu jauh? Terlebih jika ditanya, ayahnya hanya berkata 'sebentar lagi' ataupun 'kita akan segera sampai'.

"Sebentar lagi putraku, tidakkah kau bisa bersabar?!"

Nada yang digunakan ayahnya sudah cukup untuk membuat bocah dengan usia tak lebih dari tujuh tahun itu diam dengan kepala tertunduk. Dia tidak tau kenapa, tapi sudah menjadi kebiasaan jika nada keras dan menggertak selalu dia terima dari kedua orang tua atau bahkan juga saudaranya. Namun, dari yang dia dengar, suatu hal yang bernama Mana yang berada didalam tubuhnya-lah yang menjadi penyebab dia menerima semua perlakuan itu.

"Maaf Otou-sama..." gumam bocah itu lirih. Meskipun sudah terbiasa, rasa sakit tetap muncul dihatinya ketika sebuah bentakan dia dengar dari ayahnya. Tak ingin menambah masalah, bocah itu lalu mempercepat langkahnya hingga sejajar dengan sang ayah.

"Sudahlah."

Tanpa terasa, posisi matahari telah berpindah menjadi lebih condong kebarat, yang artinya, sudah lebih dari enam jam mereka berjalan menyusuri gelapnya hutan yang menjadi perbatasan antara wilayah klan mereka dengan kerajaan tetangga. Dan selama itu pula, puluhan-, tidak ratusan Magical Beast yang dapat bocah itu hitung bertemu dengan mereka. Dan beruntungnya, mereka hanyalah kelas rendah ataupun menengah yang mampu dibersihkan dengan mudah oleh ayahnya.

Yah, sebenarnya itu wajar sih mengingat siapa sebenarnya sosok yang dia sebut sebagai ayah itu.

Seseorang yang telah menjabat sebagai Lord pada usia yang baru menginjak tiga puluh tahun. Dinobatkan sebagai pengguna sihir terlarang kategori Dimension Magic terbaik dikerajaan sekaligus menjadi tangan kanan dari kepala dewan militer saat ini. Dan juga, salah satu dari segelintir orang yang mampu menembus ranah Grand Master.

Namikaze Minato, [Kiroii Senkou] dari Aincard

Cahaya terang mulai terlihat diujung mata, dan beberapa menit kemudian, lautan pasir dengan luas tak terkira dapat dia lihat memenuhi seluruh pandangannya. Bocah itu hanya mampu untuk berdecak kagum ketika melihat sebuah pemandangan yang belum pernah dia lihat sebelumnya.

Jadi, inikah yang dinamakan dengan gurun pasir? Benar-benar menakjubkan! Berbeda dari apa yang pernah dia baca dibuku pinjaman milik ibunya. Sejauh matanya memandang, yang terlihat hanyalah lautan pasir berwarna coklat kekuningan dengan cahaya matahari yang membuatnya terlihat indah berkilauan.

"Kau suka, Naruto?"

Sang ayah bertanya dengan nada yang menurutnya agak bereda dari biasanya. Terdengar lebih halus dan,lembut? Tapi dia sama sekali tak mempermasalahkan itu. Yang terpenting, dia dapat merasa senang karena ayahnya telah memberikan sebuah pengalaman, yang bahkan dia yakin kedua saudaranya belum pernah mengalaminya. Ya, mungkin nanti dia akan menceritakan pengalaman ini kepada mereka.

"Uhm, Naru suka, terimakasih Otou-sama," ujarnya polos dengan iris sapphire yang senantiasa bersinar kagum memandang ujung dari lautan pasir yang tetap tidak bisa ia lihat. Dia lalu maju beberapa langkah, kemudian menundukkan badannya dengan tangan yang terjulur kedepan, mencoba menyentuh butiran-butiran pasir yang terlihat begitu berkilau di matanya.

"Kau tau? Ini adalah hadiah ulang tahun pertama..." Secara tiba-tiba, mata bocah itu melebar dengan pupil mengecil. Rasa nyeri yang amat sangat dapat dia rasakan pada dada bagian kiri miliknya. Dan ketika menundukan kepalanya, penglihatannya menangkap sebuah ujung dari belati bermata tiga yang dia ketahui milik ayahnya menembus bagian yang menjadi sumber dari rasa nyeri yang dia rasakan. "...dan terakhir untukmu."

Guhaa!

Bocah itu tak dapat menahan cairan yang terasa anyir memenuhi rongga mulutnya. Dan pada akhirnya dia hanya mampu untuk jatuh terduduk dengan tangan yang mencoba untuk mencabut belati khusus yang menembus dada kirinya.

"Me...nga...pa?"

Naruto bergumam lirih dengan pandangan yang menatap ayahnya penuh rasa sakit. Ah...Dia tau ini, dia tau, ayahnya hanya membual tentang segala hal yang menyenangkan. Apanya yang melihat Magical Beast? Apanya yang dia suka? Dan...apanya yang hadiah ulang tahun?! Pada nyatanya, semua itu hanyalah ucapan manis yang ayahnya-, tidak seluruh anggota keluarganya gunakan agar dia mau untuk menjauh dari kehidupan mereka.

"Kau sudah tau alasannya Naruto, namun mengapa kau masih bertanya?" ucap ayahnya dengan nada yang begitu dingin. Pandangan itu, tatapan itu, dia seperti melihat seonggok sampah yang bahkan tidak ada manfaatnya! Apakah seperti itu cara mellihat darah dagingnya yang sedang duduk dengan dada yang berlubang?!

"Kami tidak bisa terus menerus menyembunyikan identitasmu sebagai penerus klan Namikaze yang cacat, Naruto. Dan juga, bukankah kau tidak akan merasakan semua penderitaan yang kau terima selama ini jika mati?"

Selalu saja seperti itu, entah itu cacat, kegagalan, ataupun tidak berbakat. Memangnya apa pentingnya semua itu? Apakah jika cacat dirinya tidak bisa hidup? Apakah hanya ada satu jalan dimana dia disebut kegagalan pada jalan itu? Dan...apakah hanya ada satu cara agar bisa disebut berbakat?! Dia memang tidak bisa melakukan sihir layaknya kedua saudara kembarnya. Namun apakah mereka pernah mencoba untuk mencari potensi lain dari dirinya?

Berapa banyak orang diluar sana yang tidak bisa melakukan sihir namun hidupnya malah berlimpah harta? Apakah hanya karena dia lahir dari klan bangsawan militer, maka keterampilan dalam menggunakan sihirlah yang menjadi tolak ukur seberapa sukses dirinya?

"Aku tidak tau mengapa, padahal kedua saudara kembarmu memiliki sirkuit sihir yang seharusnya baru mereka miliki ketika menginjak usia remaja. Namun lihatlah dirimu, memalukan! sirkuit sihir seperti itu bahkan tidak layak untuk dimiliki seorang bayi cacat yang lahir dari kalangan rakyat jelata kasta terendah!"

Naruto hanya mampu tersenyum miris ketika mendengar ucapan itu keluar dari bibir ayahnya sendiri. Dia tidak bisa mengelak karena memang itulah kenyataan dari takdir pahit yang harus diterimanya. Yah, sepertinya kematian tidaklah terlalu buruk. Mungkin setelah ini dia bisa meminta pertanggungjawaban kepada para dewa yang telah membuatnya seperti ini.

Meski dengan pandangan yang mulai mengabur akibat banyaknya darah yang telah terbuang dari tubuhnya, Naruto dapat melihat lingkaran sihir tercipta didepan tangan ayahnya yang terangkat. Dari lingkaran sihir itu, keluar percikkan api yang kian lama semakin membesar, mecoba melumat tubuh kecilnya tanpa sisa.

"Selamat tinggal, Naruto."

Naruto dapat merasakan itu. Rasa panas dari sihir api milik ayahnya yang telah pergi menggunakan lingkaran sihir teleportasi khas pengguna Dimension Magic mulai melepuhkan kulitnya. Bahkan dia yakin saat ini tubuhnya sudah terlalu sulit untuk dikenali.

Belum saatnya kau meninggalkan dunia ini.

Bwooshh !

Namun, sedetik kemudian rasa panas itu menghilang bersamaan dengan tertutupnya kembali kulitnya yang telah melepuh. Mengabaikan darah yang masih keluar dari luka menganga yang disebabkan oleh belati milik ayahnya, Naruto mencoba untuk berdiri. Ini aneh, benar-benar aneh! Naruto dapat merasakan sesuatu yang sejuk dan kuat mengalir memenuhi setiap inchi pembuluh darahnya.

'Sensasi ini? Apakah ini yang disebut Mana?'

Naruto menengadahkan kedua tangan sehingga dapat dengan jelas dia lihat telapak tangan miliknya yang masih diselimuti kobaran api...merah?

Tunggu dulu, bukankah ini tidak normal? Naruto belum pernah melihat api dengan warna seindah dan seterang ini. Tidak hanya telapak tangan, namun seluruh bagian tubuhnya kini diselimuti oleh kobaran api berwarna merah menyala.

Angkatlah tangan dan penuhilah takdirmu. Maaf karena Kami telah membuatmu menderita selama ini.

Tak tahu mengapa, tetapi tiba-tiba Naruto ingin mengangkat sebelah tangannya keatas hingga setinggi mungkin. Tak lama berselang, sesuatu berwarna emas terlihat mulai terbentuk pada telapak tangan kanannya yang terangkat menengadah ada langit.

'Ini...sebuah tombak? tapi bagaimana?'

Naruto dapat merasakan itu. Ketika dia menurunkan tangan kanannya, disana sudah tergenggam sebuah tombak berwarna emas dengan ornamen berbentuk matahari enam sudut pada ujungnya. Tombak yang terlihat begitu indah dan elegan. Naruto pernah berkujung ke gudang senjata milik klannya dan dia tidak menemukan sebuah tombak yang keindahannya melebihi atau bahkan hanya mendekati tombak ini.

Mulai saat ini, nikmatilah kehidupan barumu sebagai pemegang tombak surya, Namikaze Naruto.

Namun, secara tiba-tiba tombak itu terurai menjadi serpihan cahaya bersamaan dengan menghilangnya api yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Pandangan Naruto mulai mengabur seiring dengan rasa berat yang membebani kepalanya. Dan sedetik kemudian, bocah itu tersungkur dengan seulas senyum kecil terpatri di bibirnya.

.

.

.

.

And Cut-

Yosh, update cepatkah? Maa~ aku tak bisa mengatakan itu karena ini hanyalah chapter prolog dengan jumlah word hanya 1,2 k.

Sebelum itu, aku mengucapkan terimaksih untuk kalian yang masih menunggu fict ini. Arigatou gozaimashu, minna-san!

Remake adalah keputusanku. Mengapa? Yah... aku berusaha untuk mematangkan kembali plot karena waktu itu, alasan aku menulis ini hanyalah untuk main-main. Disamping itu, aku juga mencoba untuk membuat ini tidak terlalu mainstream, meskipun pada akhirnya tetap mainstream sih. Tehe~

Kekuatan Naruto sedikit kuubah karena aku menyadari jika MC terlalu OP aku akan kesulitan untuk menyesuaikannya dengan alur, sama seperti yang kualami pada fict TCNNL. Naruto akan menjadi seorang Lancer yang kuat secara bertahap. Tapi sepertinya sesi latihan akan ku skip-skip deh.

Nani? Shisou? Hehehe tentu aku tak akan lupa dengan peran onee-san seksi berambut merah itu. Tapi apakah dia akan tetap menjadi heroine? Atau guru Naruto? Atu bahkan guru Naruto yang menjadi heroine? Maa~ tunggulah chap depan seiring dengan bermunculannya para heroine yang menjadi calon pendamping dari seorang Naruto.

Tentu aku tidak bilang kalau ini merupakan fict harem, tapi aku juga tidak bilang kalau disini hanya akan ada satu heroine. Maa~ yang jelas, untuk pair akan terungkap seiring dengan berjalannya cerita. Tapi jika jujur, aku lebih suka mini-harem dengan dua atau tiga heroine sih #Tehe~

Oke, kurasa hanya ini yang dapat kusampakan, mungkin aku juga akan segera me remake The Chronicle of Namikaze Naruto Lucifer, jadi dimohon bersabar ya~

Oh iya, jika bingung, tombak Naruto sama seperti milik Karna dari fate series.

Mur4s4me out!