©SYEnt present:

Innocent Bride
by Shii & Cchi

Length: 10 of 16

Cast: EXO's member, Others

Pairing: Main!HunHan, KaiSoo, KrisTao, Chanbaek, Others

Rating: T+ GUYS

Genre: Drama, Romance, Shonen-ai, Slice of Life

Disclaimer: Cuma ceritanya doang yang milik saya.

Warning: AU. FLUFF. BoyxBoy. OOC.


Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam lebih, namun tidak ada tanda-tanda kepulangan Sehun meski pagi tadi dalam SMS yang diterima Luhan pemuda itu akan kembali sebelum makan malam. Suasana kompleks sudah sangat sepi. Makanan yang dimasak Luhan dengan arahan dan resep dari Tao kini sudah dingin dan telah ia masukkan dalam lemari pendingin, meski ia juga belum sempat menyicipinya—seharusnya ia merasa lapar, tapi ia terlalu khawatir dengan keberadaan Sehun. Ia kembali membuka ponselnya untuk entah yang keberapa kali, tapi tetap saja tidak ada pesan masuk baru.

Luhan menghela napasnya kemudian bangkit dari posisi duduk-tidurannya di sofa. Ia melirihkan volume televisi sebelum kemudian mematikan lampu-lampu di rumah itu dan kembali ke sofa. Ia kembali mengetikkan pesan di ponselnya dan mengirimkannya pada Sehun, ini sudah pesan kelimanya. Luhan tidak ingin mengganggu pemuda itu, tapi ia juga tidak sabar karena Sehun berkata akan tiba sore hari. Nyatanya hingga hampir tengah malam begini pemuda itu belum juga menampakkan batang hidungnya. Apakah ponselnya kehabisan baterai?

Luhan mengambil remote dan memencet nomor-nomor yang ada di benda itu secara acak. Acara televisi tidak ada yang menarik, bahkan drama yang diperankan Wu Yifan, aktor kesukaannya, itu juga tidak menarik perhatiannya malam ini. Luhan menghela napas dan berpikir, apakah sebaiknya ia menelepon ponsel Sehun? Tapi sms pun tidak di balas, apakah telepon akan tersambung? Haruskah ia menunggu semalaman di depan televisi? Ataukah sebaiknya ia menyerah dan lebih baik tidur di dalam kamar? Sehun tentu memiliki kunci rumah mereka, jadi, meskipun ia tidur pun pemuda itu tetap akan bisa masuk. Tapi, untuk pilihan yang terakhir, Luhan sangat tidak menyukainya dan matanya masih terasa begitu segar.

Ia hendak mengetik pesan untuk suaminya lagi saat kemudian ia mendengar suara deru mobil mendekat. Dengan tergesa-gesa ia mengintip dari jendela dan dapat ia lihat Sehun tengah membuka gerbang rumah mereka. Luhan buru-buru menghidupkan lampu rumah mereka lagi dan membukakan pintu ketika dilihatnya Sehun tengah memarkirkan mobil ke dalam garasi. Ia menunggu hingga pemuda itu turun.

"Apakah kau sudah makan?" tanya Luhan begitu Sehun terlihat di pandangannya. Sehun dengan senyuman, membawa tas kantor, tas jinjing, dan jas di tangannya, "Maafkan aku membuatmu menunggu. Apa kau sudah makan?" Ia menjawab dengan memberi pertanyaan juga.

"Aku sudah makan," jawab Luhan berbohong, mengekor Sehun yang masuk dalam rumah setelah mengunci pintu.

Sehun langsung menuju ke meja kerja dan meletakkan barang-barangnya di sana. Ia melonggarkan dasi, melepaskan jam tangan, kemudian berbalik melihat Luhan yang berdiri di samping sofa menungguinya dalam diam.

"Kenapa kau berdiri di sana?" Sehun terkekeh. Ini seperti Luhan tengah menunggui majikannya pulang dari kantor dan menunggu untuk diberi perintah.

Luhan tergagap tidak tahu harus berkata apa, dengan segera berjalan menuju dapur. "Aku akan memanaskan masakan untukmu. Kau mau mandi dulu?" Ia sibuk mengeluarkan makanan dari dalam kulkas hingga tidak melihat Sehun menghampirinya, berdiri di sebelah kulkas.

"Hyung."

Luhan menoleh dan mendapati Sehun memandanginya dengan intens. "H-hm?" jawabnya gugup, menunggu pemuda itu untuk berbicara. Tapi Sehun hanya diam di sana. Luhan membalikkan badannya, merasa canggung dipandangi seperti itu dan jantungnya mulai berdebar cepat. "Tunggu sebentar lagi, makanannya akan siap," katanya sambil menyalakan pemanas dan memasukkan beberapa masakannya.

Ia menghentikan aktivitasnya ketika sepasang lengan melingkari pinggangnya. Luhan merasa jantungnya akan copot mendapat perlakuan tiba-tiba seperti itu. "Se-Sehun?" panggilnya. Yang dipanggil hanya ber-hm pelan sembari menyerukkan wajahnya pada ceruk leher Luhan, membuatnya melotot kaget, dan mungkin jantungnya benar-benar akan copot kali ini.

Sehun terdiam. Luhan terdiam.

Selama beberapa menit tidak ada dari mereka yang bergerak maupun berbicara. Meskipun kentara begitu jelas banyak pertanyaan yang dipikirkan Luhan, namun ia juga tidak berkata apapun, dan ia cukup menikmati momen itu. Sayangnya, ia harus bergerak ketika suara 'Ding' dari pemanas di depannya telah berbunyi, dapat ia rasakan Sehun melepaskan pelukannya dan mundur untuk kemudian duduk di salah satu kursi meja di sana. Luhan segera menyajikan makanan yang telah siap lalu duduk di depan suaminya.

Sehun memakan makanan yang ada di hadapannya dengan Luhan yang memandanginya dengan pandangan seperti mereka sudah lama sekali tidak bertemu. Ini membuat Sehun terkekeh lagi, merasa bahwa yang Luhan lakukan saat ini sangat lucu. "Makanlah sedikit bersamaku, tidak enak rasanya hanya aku sendiri yang makan," ujarnya kemudian. Luhan—yang sebelumnya memang belum makan—mengambil piringnya dengan menurut dan makan bersama Sehun.

"Bagaimana dengan kerjaanmu?" tanya Luhan berbasa-basi, hanya untuk memperlama waktunya dengan Sehun. Sebenarnya ia sangat rindu pada pemuda itu. Makan bersama seperti ini—meski sangat telat—mengingatkannya pada hari-hari di mana mereka masih awal-awal tinggal bersama.

"Kurasa aku melakukannya dengan sangat baik," Sehun mengatakannya dengan sebuah cengiran dan Luhan memutarkan bola matanya malas mendengar itu. "Ah, aku bertemu dengan seniorku saat sekolah dulu, dan dia sekarang adalah seorang direktur utama perusahaan SJM Ent," lanjut Sehun. Luhan melebarkan bola matanya, terkejut, "SJM Ent? Bukankah itu perusahaan hiburan yang sangat besar?"

"Kau benar. Dan perusahaanmu sebelumnya juga telah bekerja sama dengan mereka, ini sangat menguntungkan bagi kalian, Hyung." Luhan hampir tersedak, "Kenapa aku tidak pernah mendengar hal itu dari ayahku? Kalau saja aku tahu aku pasti akan lebih giat mempelajari bisnis keluargaku dan memanfaatkan kesempatan ini untuk bisa bertemu dengan Wu Yifan!"

Sehun tertawa, "Hyung, mana mungkin kau bisa bertemu dengannya. Dia tidak bekerja di perusahaan itu, haha." Luhan mendelik pada Sehun, "Setidaknya kesempatanku tidak nol persen, kan?" Sehun hanya menganggukkan kepalanya dengan mengulum senyum tak percaya, ia tidak bisa membalas perkataan Luhan hari ini, entah kenapa.

Mereka selesai makan malam yang telat dan sudah berada di kamar, bersiap untuk istirahat. Luhan sudah berada di dalam selimutnya yang hangat, bermain dengan ponselnya memainkan game online kesukaannya. Sehun baru saja keluar dari kamar mandi, mengenakan bathrobe sambil mengeringkan rambutnya dan melihat Luhan yang berbaring di sana. Ada sebersit rasa senang dalam dadanya menyadari bahwa ia tidak akan tidur sendirian, menyadari bahwa ia bisa memeluk 'istri'nya itu. Eh? Apa ia barusan memikirkan sesuatu yang mesum?

Sehun berdehem merasa malu sendiri. Ia berjalan menuju almari dan berganti dengan baju tidurnya lalu ikut menelusup ke dalam selimut. Luhan membelakanginya, masih setia bermain dengan game ponselnya. Sehun ikut mengambil ponselnya dan mengecek pesan-pesan yang masuk sebentar sebelum kemudian meletakkannya di meja nakas sampingnya. Ia mengamati punggung Luhan. Ah, rasa-rasanya ia ingin memeluk pemuda itu. Dan tanpa disadari tangannya sudah bergerak melingkari pinggang Luhan yang berada di depannya.

Luhan tersentak, hampir menjatuhkan ponsel ke wajahnya, saat lengan Sehun melingkari pinggangnya. Ia hanya diam, sama sekali tidak berani menoleh atau menanyakan apapun pada Sehun. Ditambah kemudian Sehun menyerukkan wajahnya di perpotongan lehernya, mengecupi leher belakangnya. Ia bergidik geli.

"Sehun-"

Pertanyaannya terpotong karena kini Sehun sedikit mengangkat badannya, menciumi perpotongan dagunya dan ketika bibir pemuda itu menyentuh bibirnya, Luhan sudah tidak peduli di mana ia menjatuhkan ponselnya. Luhan merubah posisinya, merebahkan badannya dan Sehun dengan segera menindihnya untuk memperdalam ciuman mereka dan Luhan melenguh menikmatinya. Napasnya terasa berat dan ia hampir tidak bisa bernapas saat kemudian Sehun melepaskan ciumannya.

"Aku merindukanmu, Hyung," kata Sehun sebelum kembali mencium Luhan. Ia kini tidak hanya mencium lembut bibir itu tapi juga melumatnya, memasukkan lidahnya membuat Luhan beberapa kali mendesah karenanya.

Ciuman Sehun turun ke dagu Luhan hingga ke lehernya. Menggigit beberapa tempat di sana, ia tidak sengaja mendesahkan nama suaminya itu.

**A/N Aku tidak bisa membuat scene dengan POV Luhan guys, aku terlalu lemah untuk berada di posisinya TT

Sehun menelusuri dagu Luhan dengan sangat hati-hati. Beberapa kali ia mendengar Luhan mendesah tertahan dan ketika Luhan tidak sengaja memanggil namanya dalam desahannya itu, tiba-tiba ia merasa sangat bergairah. Rasanya ada suatu nafsu terpendam yang selama ini tidak ia ketahui. Ia kembali memagut bibir Luhan hingga bibir pemuda itu kelihatan memerah dan membengkak. Sehun melihat Luhan menutupkan matanya yang beberapa detik kemudian terbuka. Luhan dengan napas terengah, sangat menggoda di sana dengan bibirnya yang basah dan rona merah menghias pipinya.

Sehun memandang mata Luhan untuk beberapa detik, melihat ekspresi pemuda dibawahnya itu ternyata benar-benar membangkitkan gairah dalam jiwanya. Sehun dengan segera menurunkan tubuhnya ke arah bawah, menyibakkan piyama yang dikenakan Luhan dan langsung menyerang apa yang ada di depannya. Ia dapat merasakan tangan Luhan terbenam di rambutnya.

Itu tidak berlangsung lama, Sehun kembali memagut bibir Luhan yang terbuka mencari tambahan oksigen. Tangannya bergerak cepat di bawah sana, menurunkan celana Luhan dan celananya sendiri. Ketika ia memegang milik Luhan dan itu terasa cukup keras, ia merasa lega, setidaknya bukan hanya miliknya yang keras. Ia mendengar Luhan mengerang ketika ia menggesekkan keduanya di dalam genggaman tangannya. Menemukan tempo yang nyaman, Sehun ingin menikmati perasaan baru ini.

Luhan di bawahnya sangat indah dengan mata sayu yang memandangnya dan bibir terbukanya yang mencari pasokan udara dengan sesekali mendesah seksi. Ketika lengan Luhan melingkar di lehernya, Sehun mendaratkan sebuah hisapan di leher Luhan.

"Sehun- a-aku.."

Sehun mendapatkan pesannya lalu menyerukkan wajahnya ke Leher Luhan, menghirup bau khas tubuh itu, tangannya bergerak naik turun dengan cepat. Napasnya semakin lama semakin memburu dan saat Luhan sedikit menjambak rambutnya, menegang dibawahnya dengan memanggil namanya, ia mengerang tertahan.

Sehun tidak menghentikan pergerakan tangannya, meski sekarang sudah melambat, hingga ia benar-benar selesai. Dinaikkan kepalanya untuk kembali memagut Luhan yang masih tergagap mencari oksigen. Ia mengecup bibir itu untuk terakhir kali sebelum mengambil tisu yang entah sejak kapan ada di meja nakas mereka.

Luhan masih memejamkan matanya setelah Sehun mengecupnya untuk kemudian dapat merasakan pemuda itu membersihkan tubuhnya. Ia terlalu malu untuk membuka matanya dan melihat suaminya itu. Ya Tuhan.. apa yang barusan mereka lakukan? Luhan bahkan tidak menyangka ia bisa menegang karena pemuda itu! Luhan membuka mata dan yang dapat ia lihat pertama kali adalah Sehun memandangnya di atas tubuhnya. Napasnya kembali tercekat. Suaminya masih setia bertengger di atas tubuhnya.

Luhan menunggu Sehun untuk mengatakan sesuatu, ia tidak bisa memulai percakapan apa-apa, pikirannya masih berkecamuk. Tapi, Sehun nampaknya juga tidak ingin mengatakan apa-apa. Pemuda itu hanya tersenyum padanya, sangat lembut dan ramah hingga rasa-rasanya Luhan akan bersedia jika Sehun melakukan yang lebih daripada tadi.

"Selamat tidur, Lu." Sehun mencium pipinya dan kembali ke posisinya, sedikit dekat dengannya. Luhan hanya diam tanpa suara. Ia membenarkan letak celana dan bajunya untuk tidak lama kemudian mendengar dengkuran halus dari pemuda di sampingnya.

"Selamat tidur, Sehun," balas Luhan dalam keheningan di sana.


Luhan terbangun ketika mendengar Sehun dengan langkah terseok membuka knop pintu kamar mandi. Ia menyambar ponselnya yang ia temukan berada di bawah bantalnya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi.

Luhan mengingat kejadian semalam sambil berjalan menuju dapur, memasuki kamar mandi yang ada di sana dan mencuci mukanya, ia tersipu malu. Sebenarnya mereka semalam kenapa sih? Kenapa Sehun bisa tiba-tiba menyentuhnya seperti itu? Bagaimana bisa ia bereaksi saat Sehun menyentuhnya begitu? Dan kenapa pula ia merasa dirinya menegang lagi di sana? Luhan merasa ada yang tidak beres dalam tubuhnya. Cepat-cepat diguyurkan air dingin itu ke wajahnya lagi, berharap pikirannya tidak lebih jauh membuat malu.

Ketika ia selesai menyiapkan sarapan di meja makan—sebenarnya itu juga sisa makanan semalam, ia hanya menambahkan dua butir telur goreng—dan menunggu Sehun untuk turun sarapan bersama, ia mendengar bel rumahnya berbunyi. Luhan bergegas membukakan pintu ketika di lihat Kai berdiri di sana dengan sangat rapi.

"Uhm, pagi. Apa Sehun ada?" Kai menyapanya dengan cukup canggung. Tapi Luhan tersenyum, Kai adalah teman Sehun, meskipun canggung ia harus mengakrabkan dirinya.

"Tentu, masih bersiap lebih tepatnya. Kami baru akan sarapan, bergabunglah," ujar Luhan sambil menyilakan Kai untuk masuk ke dalam. Kai mengangguk tapi tidak mengekorinya menuju ruang makan mereka, ia menolak untuk ikut sarapan dan berhenti di ruang tamu menunggu Sehun siap.

Luhan membawakan teh untuk Kai dan beberapa cemilan saat tak lama Sehun muncul dan menyapa mereka.

= = = S Y E = = =

Sehun dan Kai memasuki lift untuk menuju kantor Sehun. Mereka masih mengobrolkan saham perusahaan Luhan yang tiba-tiba naik secara drastis. Well, Sehun sudah menduganya ketika ia bertemu Donghae kemarin, tapi ia tidak menduga bahwa Donghae bahkan membantunya menarik kembali beberapa pemegang saham yang ragu atau memutuskan hubungan dengan mereka. Kai masih mencerocos dan Sehun kadang-kadang menanggapi, tapi pikirannya terbagi dengan apa yang ia lakukan semalam.

"Jong, aku ingin bertanya hal pribadi denganmu," katanya tiba-tiba ketika mereka sudah berada di kantor Sehun dan Kai sibuk dengan dokumen di tangannya.

"Kukira kau bukan tipe untuk menceritakan kehidupanmu," Kai mengalihkan pandangannya sebentar.

"Kurasa aku menyukai Luhan."

"Tentu saja kau menyukainya. Kau menikah dengannya dan dia pasanganmu sekarang," Kai menjawab dengan santai, tidak mendengar ada sebuah pengakuan besar tersirat dari nada bicara Sehun.

"Bukan itu maksudku," Sehun duduk di kursinya, menghela napasnya. Kini Kai memandangnya dari seberang sofa sana.

"Maksudmu kau benar-benar 'menyukai' Luhan dalam artian kau memang 'menyukainya' dan seharusnya kau memang 'menyukainya'?" Kai menyebutkan kata menyukai tiga kali dan Sehun tidak cukup mengerti apakah yang ditanyakan Kai sama dengan apa yang diutarakannya barusan.

"Ya, kurasa aku menyukainya karena dia pasanganku dan aku 'menyukainya' karena Luhan adalah Luhan?" kalimat Sehun menggantung di akhir. Kai menaikkan alisnya. "Um, kurasa itu bukan masalah."

"Tapi kau tahu aku sebelumnya tidak pernah... kau tahu maksudku."

Kai berdehem. Menutup dokumennya dan bersandar di sofa. "Sejujurnya kau sudah melakukan itu saat kau sekolah dulu. Maksudku, kau seperti menebarkan aura seperti itu. Oh, tentunya aku tidak tertarik padamu, jangan salah sangka. Hanya saja mantanku banyak yang merasa kau seperti itu."

Sehun mengernyitkan alisnya mendengar penuturan Kai. Kalau dipikir-pikir lagi, sepertinya memang dulu ada yang pernah bertanya padanya tentang orientasi seksualnya. Bahkan Donghae juga pernah menyukainya, Sehun berpikir apakah memang ia menebarkan aura seperti itu? Tapi rasanya ia juga sudah menegaskan bahwa dirinya itu lurus, dengan bukti ia memacari beberapa teman wanitanya tentu saja.

"Apa itu sebabnya mantanmu sering mendelik padaku jika kau sedang bersamaku?" Sehun berkata kemudian, tiba-tiba merasa menemukan alasan kenapa sewaktu ia sedang bermain bersama Kai di atap sekolah dan pacar Kai datang, mereka selalu menatapnya dengan beringas. Sehun kira mereka terusik karena tidak bisa berduaan dengan Kai.

"Mungkin." Kai mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu kenapa kau mau menikah dengannya meski ini hanya amanat moyangmu, Hun, dan aku tahu kalian menghormatinya makanya kalian mau melakukan itu. Tapi jika kau sekarang seperti ini, kurasa ini bukan hal besar. Kau memang seharusnya seperti ini, karena kalian sudah menikah."

Sehun memikirkan kalimat Kai dan ia merasa Kai benar.

"Oh, tunggu. Apa berarti kau dan Luhan... kau tahu," Kai mengedikkan bahunya lagi, tidak bisa untuk mengucapkannya secara langsung. Sehun cukup terkejut mendengar pertanyaan Kai, tapi ia juga sudah menduga karena orang itu memang selalu blak-blakkan dengannya.

"Tidak, aku belum penah—" tapi kalimat Sehun terhenti ketika kemudian ia menghela napas lagi.

"Jangan lanjutkan, aku tidak ingin tahu detailnya. Hanya saja aku penasaran, kalian sudah menikah dan tidur bersama beberapa bulan. Kau yakin itu tidak menumpuk?"

"Haruskah kita membahas hal itu pagi ini?" Sehun menyesal ia telah menggiring Kai dalam topik seperti ini. "Kau yang memulainya, Tuan Oh," jawab Kai mencemooh.

.

Rapat dadakan yang dilaksanakan karena kedatangan ayah Sehun dan ayah Luhan membuat Sehun harus memijat pelipisnya sejenak. Sejujurnya ia cukup lelah—dan muak—untuk mengadakan rapat dengan para pemegang saham yang sangat keras kepala itu. Tapi, ini semua adalah demi perusahaan mereka, jadi ia mau tidak mau harus bertanggung jawab. Lagipula ini juga untuk masa depan kehidupannya dan Luhan nanti.

Kai sudah mendahuluinya pergi menuju ruang rapat. Akhir-akhir ini pemuda itu sering datang kemari, yah meskipun Sehun yang menyuruhnya untuk datang membahas segala urusan perusaaan gabungannya itu, sih. Meskipun ia baru bekerja sama dengan Kai karena pertemuan tidak sengaja mereka beberapa bulan lalu, tapi ia langsung memberikan kepercayaannya pada pemuda itu—mereka itu kan teman sekolah dulu, tentu saja hal itu tidak aneh.

Sehun sedang berjalan menuju lift untuk naik ke lantai atas menuju ruang rapat ketika seseorang menepuk pundaknya dan ia menoleh. "Donghae hyung!"

"Hai." Seseorang yang dipanggil Donghae itu menyapanya dengan senyum simpul. "Kau tahu aku sangat sibuk dan kau tiba-tiba mengadakan rapat?"

"Oh, percayalah Hyung aku juga tidak tahu jika Ayahku adalah tipe seperti ini," Sehun mengeluh dan disambut kekehan dari Donghae.

"Bagaimana dengan para investor lain?" Mereka masuk ke dalam lift dan memencet tombol lantai tiga.

"Aku sangat berterima kasih padamu, Hyung. Kurasa jika aku tidak bertemu denganmu kemarin, hal ini tidak akan terjadi." Sehun mengucapkannya dengan sangat tulus.

"Hm kurasa jika kau mentraktirku makan siang aku bisa menerima ucapan terima kasihmu itu." Donghae menyeringai padanya dan Sehun dengan tidak keberatan mengangguk menyetujui. Mereka masuk ke ruang rapat dan beberapa saat kemudian rapat itu dimulai. Sehun duduk di samping Kai, ia mendengarkan ayahnya membahas perusahaan mereka dengan seksama.

=== S Y E ===

Donghae menatap Sehun yang memakan makanannya dengan khusyuk. Ia tahu pemuda itu sudah menikah, dan meskipun itu hanyalah amanat, kenyataan bahwa pemuda di hadapannya itu menikah dengan seorang pria sejujurnya menimbulkan suatu harapan di hatinya.

Ia sebenarnya sudah lupa bagaimana ia bisa menyukai Sehun. Memang sih dia sudah tau orientasi seksualnya itu menyimpang sejak ia duduk di bangku sekolah menengah. Ia pernah berpacaran dengan teman perempuannya di satu kelas yang sama dahulu. Gadis itu, Yuri, sangat cantik dan menarik. Bukan hanya menarik dari segi fisiknya saja, cara dia berbicara dan juga tingkah lakunya itu membuatnya terlihat seperti gadis anggun yang berpendidikan dan sangat sopan. Jujur saja, saat Yuri mengajaknya berkencan, Donghae langsung menyetujui karena ia juga tertarik terhadap gadis itu.

Sayangnya, ketertarikan Donghae dengan ketertarikan Yuri tidaklah sama. Donghae tertarik karena sifat Yuri, bukan tertarik dalam hal asmara. Ketika seorang guru magang datang ke sekolah mereka, memberitahu Donghae bahwa ia mungkin tidak tertarik pada wanita dalam hal seksual, ia sadar bahwa ia lebih tertarik pada laki-laki. Bukan berarti Donghae menyukai gurunya itu sih.

Setelah ia memutuskan Yuri—padahal mereka cukup lama bersama—dan mengaku bahwa ia tidak tertarik kepada perempuan tapi laki-laki, itu membuat gempar seantero sekolahnya. Namun, karena Donghae yang pintar, memiliki banyak bakat, beruang, dan banyak yang menyukainya itu hanya menjadi sebuah angin lalu. Kemudian ketika ia bertemu Sehun beberapa kali di kantor sebagai perwakilan murid, ia merasa tertarik pada bocah itu.

Donghae menepis ingatannya saat ia bertemu Sehun dan menjadi temannya dulu. Ia berdehem lalu meminum jus jeruk yang ada di samping kiri piringnya. Beef steak yang ia pesan sudah terlihat lagi, begitu juga dengan yang tadinya ada di atas piring Sehun. Pemuda itu kini sedang memakan saladnya. Ia tahu Sehun tidak akan memakan steak tanpa salad.

"Aku tidak tahu ternyata ada tempat seenak dan semurah ini di sini," Sehun berkata setelah menyendokkan salad ke mulutnya.

"Benarkah? Wow, kau ternyata tidak seupdate dugaanku, Hun." Donghae terkekeh. Ia membalas pesan dari Yoona sebentar.

"Sehun, apa kau benar-benar tidak masalah dengan pernikahanmu itu?"

Sehun meletakkan sendoknya, menelen salad dalam mulutnya. "Tidak apa-apa bagiku karena ini adalah yang diinginkan oleh moyangku dan keluargaku."

"Bagaimana dengan keinginanmu sendiri? Kau bukanlah bagian dari orang-orang itu."

"Hyung, maafkan aku tidak mengatakannya secara jelas padamu—" Sehun mengelap mulutnya. "Dulu saat kau mengatakan bahwa kau menyukaiku, aku sangat terkejut. Aku menyukaimu sebagai hyungku, sebagai temanku, sebagai seniorku. Tapi, kau menyukaiku lebih dari itu. Aku tidak tahu harus berkata apa, jadi aku hanya diam saja dan lari."

Donghae mengangguk-angguk. Mendengarkan apa yang hendak diutarakan pemuda itu. Sedikit banyak berharap bahwa Sehun setidaknya bisa berubah menjadi orang-orang itu.

"Aku menikahi Luhan benar karena itu adalah amanat dari keluargaku, dan karena urusan bisnis. Tapi, aku sadar aku tidak akan bisa hidup dengannya jika hanya itu alasannya."

Donghae penasaran dan agak terkejut. "Maksudmu, kau juga menyukai Luhan? Kau menyukai laki-laki?"

Sehun terdiam sejenak. Ia memandang jauh ke arah Donghae. "Aku tidak tahu, Hyung.."

Donghae menghela napasnya. Oh ini tidak akan mudah. Pemuda di hadapannya itu bahkan tidak mengerti apa yang tengah ia rasakan. Haruskah Donghae tetap memegang perasaan sukanya pada Sehun? Meskipun mereka sudah lama tidak bertemu—hell itu bukan hanya tiga empat tahun tapi mungkin sudah hampir mendekati satu dekade!—perasaan sukanya masih tetap sama. Meskipun ia memiliki banyak teman kencan lain—semua teman kencan yang dibawanya untuk sehari atau untuk hubungan dengan waktu yang cukup lama, tetap saja perasaan pada pemuda itu tidak berubah.

Ia memandang Sehun dalam. Menampakkan senyum mirisnya. "Apapun yang kau putuskan, aku tetap mendukungmu." Sehun membalas senyumnya dengan anggukan. Meski ia tahu mungkin tidak akan ada kesempatan untuknya masuk ke dalam hidup Sehun seperti yang ia inginkan, setidaknya ia masih tetap memiliki pemuda itu sebagai temannya. Ia tahu itu tidak memuaskan hatinya, tapi ia harus mengalah pada hati pemuda itu. Donghae sudah matang untuk mengetahui bahwa ia memanglah hanya hyung dan teman bagi Sehun.

TBC

Hai guys! Apakah dua minggu terasa sangat lama? Kami merasa sangat cepat! Bahkan draft untuk chapter berikutnya belum selesai!
Ada banyak hal yang kami rasa sangat kurang di chapter ini tapi kurasa aku akan membiarkannya. Entah apakah nanti akan kami jelaskan melalui sekuel, tanya jawab, atau cerita lainnya, atau bahkan sama sekali tidak kami jelaskan agar kalian selalu bertanya-tanya. HAHA
Ngomong-ngomong, saya kemarin mencoba beberapa email yang pernah saya miliki dan akhirnya—akhirnya!—kami bisa membuka kembali akun pertama kami.
Jangan khawatir, kami akan tetap memakai kedua akun, kami tidak akan menyusahkan kalian berbolak-balik akun. Untuk kalian pembaca lama yang sudah mengikuti dari akun pertama dan akun ini, silakan terserah kalian mau menghapus follow yang mana atau tidak sama sekali.

Chapter depan akan kembali update dalam waktu 2 minggu! Nantikan dan terus dukung kami, ok?!
Oh! Terima kasih sekali untuk review kalian! Kami selalu membacanya dan itu membuat kami bersemangat! We love you guys~! ^3^