.

.

.

.

.

.

.

DISCLAIMER

Naruto dan semua karakter selain Ooc, bukanlah kepunyaan saya.

.

WARNING

banyak Typo, dan lain-lain!

.

SUMMARY

Siapa bilang bakat itu omong kosong? apakah kalian tau arti dan makna dari 'bakat' itu? kalau kalian tidak bisa memahaminya, maka aku akan menunjukan, bagaimana arti dari yang namanya bakat itu. kalian sudah mendengarnya bukan? jadi diamlah, dan jangan berbicara omong kosong!

.

Note :

~ Kerajaan Grigori [Kota Nagoya]

(Pusat Kemiliteran dan Pertahanan)

~ Kerajaan Konoha [Kota Tokyo]

(Pusata Pemerintahan dan Ibu Kota Negara)

~ Kerajaan Underworld [Kota Kyoto]

(Pusat Perdagangan dan Pertukaran Barang)

~ Kerajaan Britania [Kota Osaka]

(Pusat Perekonomian dan Kebudayaan)

.

.

.

"apa itu kejahatan?"

"adalah segala hal yang bermula dari kelemahan!"

F.W. Nietzsche, "Sang Antikristus"

.

********CLASROOM NO ELITE*********

.

.

.

.

.

.

.

[Minggu~Tiga hari setelah insiden penyerangan SMA Kuou]

.

Langit cerah, angin berhembus, dan ketenangan. Yahhh seperti biasa, itulah yang dirasakan oleh Naruto saat dirinya sedang asik berbaring dengan kedua tangan yang menjadi bantal di atap gedung SMA Koudo Ikusei ini. Entah sudah berapa lama dia berbaring, yang jelas dia tidak peduli, karena hari ini adalah hari libur bagi seluruh siswa yang ada.

'hahhh... saat yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga' pikir Naruto sambil terus menatap tenang langit pagi yang selalu bisa menenangkannya. Tapi sayang, ketenangna itu tidaklah bertahan lama.

Krettttt

Suara Decitan pintu terbuka membuat wajah Naruto mengkerut kesal. Ayolahh, tidak bisakah dia mendapatkan ketenangn yang layak walau hanya sehari saja?

"Sudah kuduga kau disini" Tidak perlu melihat, dari jenis suaranya saja Naruto sudah tau bahwa yang datang mengganggunya adalah ketua osis dari akademi ini, Sasuke Uchiha..

Pemuda berambut emo itu berjalan mendekati Naruto dan berhenti tepat di sampingnya. Mengambil posisi duduk santai, iapun ikut menatap datar langit luas dengan beberapa gumpalan awan yang menghiasinya. Cukup lama dia menyaksikan, selama itu juga yang dia dapat hanyalah keheranan.

"Selama bertahun-tahun aku mengenalmu, sampai sekarang aku tidak pernah mengerti apa yang membuatmu betah untuk melihat langit kosong ini" ucap Sasuke datar.

"Benarkah?" Naruto tersenyum kecil menanggapi ucapan Sasuke. "Yahh mau bagaimana lagi, inilah satu-satunya cara untuk meringankan pikiran dari makhluk sepertiku" lanjutnya.

Menutup mata sejenak, bayangan jauh masa lalu langsung memenuhi otaknya. Bayangan itu terus berputar tanpa henti hingga tanpa sadar membuat sebulir liquit bening meluncur dari ekor mata Naruto.

Sasuke menyadari hal itu, dan dia lebih memilih untuk diam. Pikirannya juga teringat akan masa lalu saat dirinya pertama kali bertemu dengan Naruto. Kalau tidak salah, kejadian itu terjadi sekitar 10 tahun yang lalu saat dirinya sedang berlatih di sebuah hutan terlarang yang ada di kerajaan Konoha [Tokyo]. Saat itu dirinya hanyalah seorang bocah naif dengan perasaan iri terhadap kakaknya Itachi. Dia berlatih hanya untuk mendapat pengakuan seperti kakaknya tanpa memikirkan konsekuensi apa yang akan dia dapat jika berlatih di dalam hutan yang menjadi salah satu tempat munculnya Gate.

Mengingat semua itu, entah kenapa membuat bibirnya sedikit tersenyum miris. "Kalau saja saat itu kau tidak menyelamatkanku, mungkin saat ini nama Sasuke hanya akan tertulis di atas batu nisan" ucapnya.

Sedikit melap air matanya, Naruto lalu kembali tersenyum. "Kau terlalu sentimentil dalam beberapa hal, tapi itu wajar bagi bocah berumur delapan tahun".

melirik kearah pemuda yang sudah dia anggap sebagai gurunya, Sasuke hanya menanggapi dengan ekspresi datar. "Kau benar. Tapi... bukankah hal yang sama juga berlaku untukmu?"

"..."

Naruto diam tidak merespon. Ia tidak ingin membalas ucapan Sasuke karena Naruto tau kalau apa yang dikatakannya adalah suatu kebenaran. Tapi lupakan dulu soal itu, Naruto yakin kalau kedatangan Sasuke yang mengganggu waktu santainya tidak mungkin hanya ingin membahas hal ini.

"Jadi, kau datang menggangguku sepagi ini hanya untuk berbasa-basi?" Tanya Naruto.

"Tentu saja tidak..." Berdiri dari acara duduknya, Sasuke lalu melanjutkan. "... Sehari setelah insiden SMA Kuou, kekacauan tiba-tiba saja melanda Kerajaan Grigori [Nagoya]. Dari informasi yang aku dapat, kekacauan itu diakibatkan oleh seorang pemuda yang identitasnya belum diketahui"

Melirik kearah Naruto. "Menghancurkan setengah dari istana hingga membuat Raja dan kedua ajudannya mengalami koma. Selama aku berpikir, tidak ada satupun hal yang masuk akal jika kekacauan itu diakibatkan oleh satu orang pemuda. Jadi aku datang kemari hanya untuk bertanya,... apakah kau mengetahui sesuatu mengenai kejadian ini?"

Wushhhhhhh

Angin berhembus kencang saat Sasuke menyelesaikan ucapannya. Suasana seketika menjadi hening karena Naruto masih diam sambil memandang tenang langit cerang dengan beberapa awan yang menghiasinya. Sepertinya dia tidak punya niatan untuk menjawab.

Selama beberapa menit tidak mendapat jawaban, Sasukepun menyerah dengan helahan nafas. "Hahhh..." Pandangannya kembali mendongak keatas. "Sekarang aku paham... Sepertinya diam dan menatap langit dengan tenang adalah hal yang paling cocok untukmu"

Berbalik badan, ia lalu berjalan menjauh meninggalkan Naruto yang sama sekali tidak merubah posisinya. Namun langkah itu terhenti saat tangannya sudah menggenggam knok pintu. "Berhati-hatilah. Aku dengar seluruh Jepang tengah mencari pemuda yang memiliki rambut pirang sebagai tersangka..."

Clekkk

Kembali melirik kebelakang. "jika sang pelaku tertangkap, Pembantaian mungkin hal terakhir yang bisa aku pikirkan. Dan jujur saja... aku benar-benar tidak ingin mengharapkannya"

Bangg

Pintu tertutup menandakan bahwa Sasuke telah pergi meninggalkan Naruto. Suasanapun kembali tenang, tidak ada lagi percakapan yang mengganggu kedamaiannya. Tapi entah kenapa, saat ini yang dirasakan oleh Naruto hanyalah kehampaan. Bukankah ini yang dia inginkan? Memberi hukuman kepada yang pantas dan berbaring melihat awan setelahnya. Apakah ada hal lain yang dia butuhkan? Hmm? Berpikir sejenak... Dari semua pilihan, mungkin kematianlah yang menjadi pilihannya.

.

Mungkin?!

.

.

.

.

.

.

Matahari telah mencapai puncak keagungannya, itu menandakan bahwa hari telah menunjukan pukul tengah hari. Karena tidak ada hal lain yang ingin dia lakukan, akhirnya Naruto memilihi untuk pergi berbelanja. Itulah kenapa saat ini dirinya sedang berdiri termenung di hadapan sebuah lemari yang penuh dengan botol berisi cairan berwarna yang memiliki label, 'Shoap'.

Matanya menyipit tajam seperti sedang memikirkan sesuatu. "Hmmm? Yang terbaik di daerah ini, atau yang terbaik di kota ini?" Gumamnya bingung dengan dua buah botol berisi cairan biru dan pink di kedua tangannya.

"Hahhh, terseralah" akhirnya diapun memilh kedua botol itu dan meletakannya di keranjang yang dia bawa. "Terkadang aku bingung, kenapa kata 'terbaik' selalu berhasil menjadi dasar untuk menipu para pelanggan? Hmmmm,... Sungguh misteri".

Setelah memilih sabun, Naruto lalu berjalan untuk mencari kebutuhan lainnya. Siang ini dia memakai setelan biasa dengan baju hitam polos berlengan panjang dan celana training biru selutut. Jangan berbicara soal Fashion padanya, karena yang kau dapat hanyalah sebuah lelucon.

Sedang asik mencari produk, matanya tiba-tiba menangkap adanya sesosok wanita yang sedang menatap datar lemari yang penuh akan deretan kosmetik. Pandangannya menyipit saat menyadari siapa wanita yang sedang kebingungan itu.

'Suzune Horikita?' batinnya lalu menghampiri gadis yang ternyata adalah teman sekelasnya.

"Sedang bingung memilih bedak?"

Gadis bernama Suzune itu tersentak kecil saat mendengar suara dari samping kirinya. Menolah kesana, yang dia dapat hanyalah pemuda bertambang bodoh berambut pirang yang sedang berdiri dan menatapnya malas.

"Uzumaki...-san?" Guammnya sedikit bingung. Kalau tidak salah, pemuda ini bernama Naruto Uzumaki yang merupakan senpainya di kelas 1 'D'. Idiot berambut kuning yang selalu dicibir oleh orang-orang yang melihatnya. Dirinya sempat heran, kenapa manusia sebodoh ini tidak dikeluarkan dari sekolah? Entalah, dirinya juga tidak peduli. Yang terpenting sekarang adalah berbelanja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena itulah dia menghiraukan Naruto dan memilih untuk mengambil bedak yang sedari tadi dia pertimbangkan.

Menyadari dirinya diabaikan, tidak membuat Naruto tersulut emosi. Pandangannya tetap santai dan ikut mengambil beberapa bahan yang kebetulan berada tepat disamping lemari kosmetik.

"Dengan sikap seperti itu, bukankah sulit bagimu untuk mencari teman? Dan juga, selama beberapa hari ini kenapa kau tidak menghadiri kelas?" Tanya Naruto.

Sama seperti yang tadi, Suzune acuh tak acuh dan kembali mendorong kereta belanjaan untuk menjauh dari Naruto. "Jangan menggangguku dan urus saja urusanmu sendiri" ucapanya dingin sebelum menjauh dari Naruto.

Pemuda itu hanya tersenyum menanggapinya. 'setelah dipikir-pikir lagi, ternyata sifatnyapun sama dengan 'Dia'. Pikir Naruto.

Merasa cukup, Narutopun beranjak dan berjalan menuju kasir untuk melakukan pembayaran. Namun seperti Dejavu, dia kembali melihat Suzune yang hanya berdiri diam didepan kasir dengan kedua alis yang mengkerut bingung. Dari ekpresinya, sepertinya Naruto tau apa yang sedang mengganggu pikiran wanita itu.

"Mini market ini tidak sama seperti yang ada di luaran sana" ucap Naruto yang ikut berdiri di samping Suzune. Menghiraukan tatapan tajam yang diarahkan kepadanya, Naruto merogo saku dan mengambil sebuah alat berbentuk smartphone dari sana. Setelah itu dia menaruhnya di atas sebuah papan elektrik yang memiliki ukuran yang pas dengan alat tersebut.

Seeettttt

Scen merah berjalan beberapa saat hingga terdengarlah bunyi 'Beep' dari smartphonenya. Merasa cukup, Naruto lalu mengambil kembali alat miliknya dan berbalik pergi tanpa memperdulikan ekpresi terkejut dari gadis yang sedari tadi berdiri di sampingnya. Bamun sebelum keluar dari toko, Naruto berbalik dan berkata...

"Lain kali, jangan sungkan untuk meminta bantuan kepada senpaimu" diakhiri dengan senyuman, Narutopun membuka pinta dan pergi dari toko tersebut meninggalkan Suzune yang masih terdiam datar dengan sedikit semburat merah di pipinya.

.

.

Setelah selesai berbelanja, saat ini Naruto sedang berjalan menuju asramanya dengan beberapa kantung plastik di tangan kiri dan kanannya. Santai berjalan, tiba-tiba ia mendengar sesuatu...

"Ni-sama, Ti-tidak bisakah kau mempercayaiku?"

Naruto sedikit menaikan satu alisnya, Sepertinya dia mengenali suara dan jenis Reatsu ini. Mengubah jalur, diapun mengikuti asal suara yang menuntunnya ke arah gang sempit.

"Tidak. Kau masih belum siap untuk bertemu denganya"

Suara itu semakin jelas. Tidak lama, akhirnya diapun sampai ke sumber suara. Pandangannya menatap heran kearah dua sejoli berbeda gender yang sepertinya sedang berdebat akan sesuatu. Yang satu adalah seorang wanita berambut silver indah, dan yang satu lagi seorang pria bermuka datar dengan rambut hitam panjang.

Raut wajah sigadis berubah jadi sendu dengan sedikit mimik ketakutan. "Ta-tapi ak~"

"Apa aku mengganggu?"

Ucapan Naruto mengagetkan mereka berdua. Terlebih kepada si pria yang terlihat sedikit membulatkan matanya walau kembali terganti dengan ekpresi datar.

"Na-Naruto senpai?" Entah apa yang terjadi, tiba-tiba wajah gadis itu terlihat memerah dengan tingkah laku yang sedikit malu.

Naruto mengabaikan hal itu, yang menjadi fokusnya saat ini adalah si pemuda yang terlihat sedang menatap kearah lain seakan tidak ingin bertatapan dengannya. Cukup dengan si pemuda, Naruto lalu mengalihkan pandangannya ke arah gadis yang anehnya memiliki pola mata yang sama dengan pemuda itu. Dari sini, sepertinya Naruto menemukan sebuah fakta baru.

"Aa... Apa kalian saudara?"

Lagi, ucapan Naruto mengejutkan mereka. "Da-darimana Naruto senpai tau?" Walau gugup, wanita itu masih berusaha untuk menyampaikan isi pikirannya.

"Tentu saja dari mata kalian. Siapapun yang melihat mata tanpa pupil itu pasti tau bahwa kalian adalah anggota keluarga Hyuga, salah satu keluarga kerajaan paling berpengaruh yang ada di Kerajaan Konoha ini" Naruto kemudian melirik kearah si pemuda. "Lagi pula tadi aku mendengar kau memanggilnya 'Ni-sama', jadi itu sudah membuktikan bahwa kalian adalah saudara" Naruto tersenyum, tapi anehnya keringat dingin malah membasahi wajah si pria.

"A-aku baru ingat kalau ada panggilan dari kepala sekolah. jadi, aku pergi dulu" dengan cepat pemuda itu pergi meninggalkan adiknya yang terlihat bingung. Seingatnya, ia tidak pernah melihat saudaranya bertingkah seperti itu.

"Jadi... Hinata bukan?"

Lamunan Hinata buyar saat Naruto memanggilnya. Seketika raut gugup dan semburat merah kembali menghampiri wajah manisnya. Naruto tidak mempermasalahkan hal itu, berekspresi adalah hak segala manusia. Setidaknya dia tidaklah bodoh untuk mengetahui sifat Hinata yang seakan memendam rasa padanya. Tapi masalahnya, Naruto tidak bisa merasakannya. Kasih sayang maupun hal sejenisnya, Naruto sudah tidak bisa merasakan semua itu. Namun setidaknya dia bisa memahami perasaan orang lain dan membalasnya dengan cara yang dia anggap baik pula.

"Tidak perlu segugup itu. Kalau boleh tau, ada masalah apa dengan saudaramu?"

Ekspresi Hinata berubah menjadi sendu saat Naruto bertanya. "Se-sebenarnya, alasanku masuk kesekolah ini adalah untuk menemui seseorang. Tapi saat aku tau kalau orang itu adalah ketua dari kelompok The Seven Chance, Ni-san langsung melarangku untuk bertemu dengannya"

Kening Naruto berkerut bingung. 'bertemu denganku?'

"Begitukah? Lalu apa alasannya?"

"Dia berkata bahwa mental yang aku miliki belum cukup untuk bertemu pria seperti itu...

"..."

"Sosoknya begitu menyeramkan dengan rambut kuning yang menyakitlan mata"

"..."

"Bahkan dia sempat menyebutnya sebagai manusia tembok karena tidak adanya ekspresi di wajahnya. Yahh, walau aku merasa Ni-sama juga memiliki sifat yang sama"

"..."

"E-ehhhh? A-apa Naruto senpai tidak apa-apa? Ke-kenapa dahi sempai dipenuhi dengan urat?" Ucap panik Hinata saat melihat urat telah memenuhi hampir seluruh dahi Naruto.

"A-ahahaha, aku tidak apa-apa!"

"Hii!" Dia tau kalau senpainya saat ini sedang tersenyum, tapi entah kenapa tubuh Hinata merinding saat melihat senyuman lebar yang bahkan hampir menyentuh mata itu. Namun dia tiba-tiba teringat sesuatu...

"Ohhh iya! Apa Sempai mengenal Ni-sama?" Hinata harus bernafas legah saat pertanyaannya berhasil menghilangkan senyuman Iblis Naruto.

"Darimana datangnya pikiranmu itu?" Tanya Naruto heran.

"So-soalnya, aku belum pernah melihat Ni-sama bersifat seperti tadi. Dari gelagatnya, sepertinya dia mengenal senpai" jawab Hinata dengan sifat kegugupannya yang kembali.

Ohh, itu masuk akal. Tapi Naruto masih penasaran dengan tujuan gadis ini yang ingin menemuinya. Seingatnya, dia tidak pernah melakukan hal yang berhubungan dengan gadis Hyuga ini. "Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, bisakah kau memberiku alasan kenapa kau ingin menemui ketua dari tujuh bakat ilahi itu?"

Hinata tediam sesaat dengan permintaan Naruto. Sepertinya dia sedikit ragu dan sedang menimbang-nimbang sesuatu. Namun semua berakhir saat dia menghela nafas pelan. "Hahhhh... Se-sebenarnya, aku hanya ingin berterima kasih padanya"

"Berterima kasih? Untuk apa?"

"semua berawal dari setahun yang lalu. Saat itu aku sedang menemani Ni-sama untuk menjalankan misi bersama. Kami menyelediki sebuah Gate yang dikategorikan sebagai Gate rank 'D' yang muncul di wilayah tempat terisolasi keluarga Hyuga. Seharusnya ini misi yang mudah, tapi semua berakhir saat Gate itu berubah menjadi merah"

Mendengar penjelasannya, entah kenapa Naruto tiba-tiba mengingat sesuatu. Tunggu dulu! Gerbang merah? Setahaun yang lalu? Adik dari Hyuga Neji?... Astaga, kenapa dia bisa lupa!

Hinta sedikit menunduk karena mengingat kejadian yang membuatnya cukup trauma. "Aku terperangkap di dalamnya dengan kondisi kritis. Saat itu Ni-sama berada cukup jauh dariku, jadi hanya aku yang terperangkap di dalamnya. Di sana sangat dingin dan begitu banyak monster. Karena tidak bisa menahannya, akhirnya aku pingsan. Tapi sebelum itu, aku sempat melihat seseorang berdiri di hadapanku. Yahh... Seseorang hanya berdiri diam dan semua monster yang hendak memakanku hilang tak berbekas"

Naruto ingat sekarang. Benar, saat itu dialah yang menolong gadis ini dari serangan Dark Elf yang menjadi penghuni Red Gate. Tunggu-tunggu, Apa-apaan ini?! Bagaimana mungkin dia bisa melupakan kejadian yang hanya terpaut satu tahun dari ingatannya? Jangan bilang kalau semua ini karena faktor umur. Kalau tidak salah, dia pernah membacanya di buku yang berjudul The Docktor. Tidak, itu pasti tidak mungkin! Walau secara harifah umunya memang sudah terlalu tua, tapi tetap saja fisik ini masilah sama dengan anak berumur 19 tahun.

"Begitukah? Sepertinya keberuntunganmu cukup bagus. Kau harus bersukur, tidak semua orang bisa selamat dari Red Gate"

"Senpai benar, dan tentu saja semua itu berkat pemuda yang mau menolongku. Karena itulah aku ingin berterima kasih padanya. Tapi saa aku sadar, dia telah pergi dan tidak terlihat lagi. Selama setahun ini aku terus mencarinya, dan akhirnya sebuah petunjuk bisa menuntunku ke SMA ini". Hinata lalu mengingat kisah yang pernah diceritakan oleh Ni-sannya.

"Dulu saat aku masih kecil, Ni-sama pernah menceritakanku kisah hidup tentang guru yang sudah melatihnya hingga menjadi kuat. Kisah yang dia ceritakan sungguh membuatku kagum, dimana ada seorang anak berumur 12 tahun yang bisa menutup gate Rank 'S' seorang diri hanya dalam waktu kurang dari lima menit. Memang terdengar mengada-ngada, tapi entah kenapa hal ini berhubungan dengan pemuda yang menolongku. Banyak orang bilang bahwa Red Gate adalah gerbang yang lebih berbahaya dari semua Gate yang ada, bahkan Party dengan kumpulan Rank 'S' pun belum tentu bisa selamat dari sana. Jadi akan sangat mustahil jika Gate itu bisa diselesaikan hanya seorang diri. Tapi sosok itu malah dengan mudahnya mematahkan semua kemustahilan tersebut. Karena itulah aku menyimpulkan bahwa sosok itu berhubungan dengan guru yang diceritakan oleh Ni-sama".

Woww, Naruto cukup kagum dengan ketajaman pikiran gadis ini. Tidak disangka dia bisa menyimpulkan semua itu hanya dengan menyatukan realitas dan sebuah kisah. Karena itulah saat ini Naruto tersenyum melihatnya. Sifat pemalu dan gaya bicara kakunya, entah kenapa membuatnya ingat kepada seseorang.

"Kau memiliki pemikiran yang tajam, dan aku rasa itu sedikit bertolak belakang dengan sifat manismu"

Blushhh

Wajah Hinata seketika memerah saat mendengar pujian Naruto.

Manis!

Manis!

Manis!

Kata itu terus terngiang di kepala Hinata, dan Naruto hanya bisa terkekeh geli melihat raut wajah Hinata yang begitu merah bak kepiting rebus.

"Wahhh, wahh, wahh... Lihatlah, apa yang kita dapat di sini"

"E-ehh?" Hinata sedikit tersentak saat mendengar adanya suara lain dari belakangnya. Saat dia menoleh, pandangannya dapat menangkan tiga orang pemuda yang sedang menyeringai sadis sambil menatap Naruto.

"Khukhukhu... Sepertinya hari ini adalah hari keberuntungan kita. Aku dengar Mei-sama sedang menjalankan misi solo di luar Konoha" ucap salah satu dari ke tiga pemuda itu.

"A-ano.. si-siapa kalian?" Hinata nampak bingung dengan situasi saat ini.

Seringaian semakin mengembang dari ketiga bibir pemuda tersebut. "Heheheh... Tenanglah montok-chan, Oni-chan pasti akan menyelamatkanmu dari cengkraman sibangsat ini" ucapnya dengan pandangan liar yang menyorot tubuh bohay Hinata.

"Hahhh..." Naruto menghela nafas lelah melihat tingkah ke tiga pemuda idiot ini. Tanpa menghiraukan mereka, Naruto berjalan berniat untuk pergi. "Ayo Hinata, kita per~" tapi Naruto terhenti saat dirinya menoleh kearah Hinata.

Pandangannya menyipit saat melihat Hinata hanya diam dengan wajah yang menunduk hingga ekpresinya tak nampak karena ditutupi oleh bayangan. Selain itu, aura putih tidak mengenakan secara perlahan mengeluar dari dalam tubuhnya.

'jenis reatsu ini? Sepertinya aku pernah merasakannya'. Pikir Naruto saat merasakan reatsu unik milik Hinata yang entah kenapa berbeda dari yang sebelumnya. Memang benar bahwa reatsu ini masilah bagian dari Hyuga, hanya saja tingkat kepekatan energi dan auranya cukup jauh berbeda.

"Dasar sampah!"

"..."

Woow... Jujur saja, Naruto benar-benar terkejut kali ini. Apa yang dilihatnya sangatlah berbeda dari beberapa saat yang lalu.

'hey~hey~hey, kemana perginya sifat manis tadi?' sungguh, ini cukup gila jika dilihat. Bayangkan saja, sifat manis dan pemalu yang selalu bicara dengan gagapan, sekarang malah berubah menjadi dingin sedingin es. Tidak ada lagi ekpresi malu maupun takut dari wajah Hinata, yang ada hanyalah tatapan datar menusuk yang di arahkan kepada ke tiga pemuda yang masih terdiam membisu. Bahkan suaranyapun berubah menjadi begitu barat bak seorang wanita dewasa.

Selain itu disekitar matanya kini dipenuhi oleh urat yang menandakan bahwa dia telah mengaktifkan tekhnik khusus milik keluarganya yaitu 'Byakugan'. Tapi tunggu dulu, sepertinya ada yang sedikit berbeda dari mata miliknya? Bukankah Byakugan seharusnya memiliki pupil berwarna putih? Lalu kenapa yang dilihat Naruto sekarang malah berwarna biru terang?!.

Degg

Mata Naruto seketika membulat saat baru menyadari apa yang dia lihat saat ini.

'ini bukanlah reatsu! Tidak salah lagi,... Tenseigan!''. Naruto benar-benar tidak menyangka dia akan melihat salah satu dari mata keramat di sekolah ini. Apa lagi dari seorang gadis polos seperti Hinata. Tapi tunggu dulu, kenapa sifatnya tiba-tiba berubah?

'jangan-jangan?!' tanpa bergerak, Naruto segera membuat barier agar energi Tenseigan tidak merembas keluar dan mengejutkan banyak pihak.

Hinata menatap tajam ke tiga pemuda yang sudah berani melecehkannya. "Sampah tetaplah sampah, maka dari itu sudah tugasku melenyapkan sampah seperti kalian!"

Shinhhh

Energi putih mulai berkumpul di telapak tangan Hinata yang terancung ke arah para pemuda tersebut. "Lenyap~"

Grebbb

"Aku rasa sudah cukup!"

Pandangan tajam Hinata beralih kesamping saat Naruto berani menggenggam tangannya untuk menghentikan aksi dari gadis berambut indigo ini.

"Lepaskan!" Nada tajam penuh ancaman dia keluarkan, tapi sepertinya Naruto tidak memperdulikannya. Dia malah tersenyum kecil ke arah Hinata.

"Jadi, kaulah yang menjaganya selama ini?"

"..."

Mata Hinata menyipit mendengar pertanyaan Naruto. "Apa maksudmu?". Masih sama, nada tajam disertai energi Reatsu yang bertambah besar adalah balasan Hinata. Namun semua berakhir saat...

Bwoshhhh

Degg!

Sepasang mata Tenseigen itu melebar sempurna ketika merasakan tekanan yang memaksanya untuk tunduk.

"Aku menghargai perlindunganmu, tapi kurasa sifat tempramen itu sedikit berlebihan"

Hinata tertegun mendengar ucapan Naruto. Walau Naruto hanya tersenyum, tapi ini sungguh tidak normal. pancaran energi dari pemuda ini sungguh jauh dari kata normal. Tapi entah kenapa dia merasa familiar dengan jenis energi tak lazim ini. Mencoba bertanya, tapi mulutnya sulit untuk bergerak akibat tekanan yang diberikan oleh Naruto. Tangan yang dia genggampun nampak bergetar hebat.

"Uughh!" Akhirnya hanya erangan kecil yang bisa keluar dari mulutnya.

Merasa cukup, Naruto melepas genggaman itu hingga membuat Hinata terduduk dengan tubuh bergetar pelan.

"Hahhh" menghela nafas pelan, Naruto lalu menurunkan tekanan energinya agar gadis Hyuga ini tidak mengalami trauma mental. "Sepertinya aku agak berlebihan" ucap Naruto tanpa merasa bersalah.

Pandangan Hinata kembali menajam saat energi yang memaksanya untuk tunduk telah berkurang dan hilang. "Siapa kau sebenarnya?" Tanyanya sambil berdiri dan mundur beberapa langkah kebelakang untuk menjaga jarak darinya, Walau terlihat tubuhnya masih sedikit bergetar dan nafasnya juga tidak beraturan.

Naruto menggeleng pelan. "Tidak~tidak, seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu. Siapa kau ini? Tidak, lebih tepatnya... Makhluk apa kau ini?" Begitu tenang dan santai, hal itu membuat Hinata semakin wasapada dengan Naruto.

'pemuda ini berbahaya!' pikir Hinata. "Apa yang membuatmu bepikir bahwa aku akan menjawab pertanyaanmu?" Ucapnya tajam.

Seperti biasa, Naruto hanya tersenyum kecil. "Sama sepertimu, apa juga yang membuatmu berpikir bahwa aku akan menjawab pertanyaanmu itu?" Balas Naruto santai.

"Ckk!" Hinata mendecih tidak suka mendengarnya, Dia serasa dipermainkan. "Apa maumu?! Kenapa kau menyelamatkan sampah seperti mereka?"

Naruto mengambil posisi berpikir. "Hmmm... Menyelamatkan sampah? Woww, Aku rasa ada kesalah pahaman disini". Hinata menyeringit bingung mendengar ucapan Naruto.

"Menyelamatkan memang adalah niatku, tapi tentu saja bukan untuk parah idiot ini"

Kebingungan semakin mmemenuhi otak Hinata. "Lalu?"

"Tentu saja untuk tubuh yang sedang kau kendalikan saat ini". Naruto menunjuk santai kearah Hinata. "Sadar atau tidak, kekuatan yang kau gunakan sekarang itu sungguh sangat membebani tubuh gadis Hyuga ini. Tubuh itu tidak bisa menampung kekuatan Tenseigan dalam jumblah yang besar. Ditambah lagi aliran reatsunya terganggu hingga membuatnya sulit untuk mengontrol energinya sendiri". Hinata terdiam mendengar penjelasan Naruto. Namun dalam hatinya dia benar-benar terkejut ada manusia yang bisa mengetahui Tenseigan di masa sekarang ini.

"Sejak awal aku heran kenapa gadis keturunan Hyuga ini bisa masuk dalam kelas 'D'. dengan bakat dan reatsu unik yang dia dapat dari gen keluarga Hyuga, seharusnya dia dapat dengan mudah masuk ke dalam kelas 'A'. Namun sekarang semuanya jelas, yahhh... Walaupun aku benar-benar tidak menyangka bahwa dalam dirinya terdapat satu dari tiga kekuatan yang bisa melukaiku" lanjut Naruto.

Awalnya makhluk yang sedang mengendalikan tubuh Hinata itu cukup terkejut, namun dirinya kembali bingung dengan ucapan terakhir Naruto. "Salah satu dari tiga kekuatan yang bisa melukaimu? Apa maksud omong kosongmu itu?"

"Oke~oke, ini cukup! Sudah saatnya kau kembali tidur"

Shinggggg

Hinata terkejut saat pergelangan tangan kanannya tiba-tiba bersinar terang. Melihat ke sana, yang dia dapat adalah sebuah simbol aneh yang terukir indah disitu. "Apa yang kau~"

Cetak!

"... Tidakkkkk!"

Terlambat, Naruto lebih dulu menjentikan jarinya hingga membuat simbol tersebut bersinar lebih terang dan redup sedetik kemudian.

Brukk

Hinata terduduk kasar dengan tangan yang memegang kepalanya. "U-ughh! A-apa yang terjadi". ekpresi garang dan nada berat yang sempat dia perlihatkan tadi, sekarang telah hilang dan kembali normal seperti sedia kala.

'hmm? Sepertinya hal ini kadang terjadi, bahkan dia tidak bisa mengingatnya. Untuk lebih jauh, sebaiknya aku mengawasi anak ini. Dia memiliki hal yang begitu istimewa dalam dirinya, dan itu akan sangat berbahaya jika kelompok tertentu mengetahui semua ini'. Pikir Naruto.

"Kau tidak apa-apa?" Hinata menoleh kearah sumber suara dan mendapati Naruto yang sedang berdiri tidak jauh darinya dengan senyuman kecil.

"U-um.. a-aku tidak apa-apa" dengan pelan Hinata mencoba berdiri walau kepalanya masih cukup pusing. "Se-sebenarnya apa yang sedang terjadi?"

"Entalah, kau tiba-tiba saja merasa pusing dan terjatuh". Bohong! Tentu saja Naruto berbohong. Dengan sikap polos dan pemalunya ini, akan sangat berbahaya jika dia menceritakan semua yang ada dalam diri Hinata.

"Be-benarkah?" Tanya Hinata mencoba mengingat. Namun karena selang waktu yang dia rasa cukup singkat, akhirnya diapun percaya.

"Ehh?" Pusing yang dia derita telah hilang lalu digantikan oleh rasa kebingungan sekaligus terkejut. "Ke-kenapa dengan mereka?" Tanya Hinata sambil menatap ke tiga pemuda yang saat ini hanya diam dengan pandangan mata kosong.

"Tidak usah khawatir, mereka hanya sedang bersenang-senang. Sebaiknya kita pergi, ada beberapa hal yang harus aku lakukan" tanpa mendengar jawaban Hinata, Naruto lebih dulu berjalan dan melewati ke tiga pemuda yang sempat ingin menghajarnya.

Hinata cukup tersentak karenanya, diapun teringat sesuatu dan ikut menyusul Naruto. "Tu-tunggu! A-aku rasa senpai belum menjawab pertanyaanku"

Tanpa menghentikan langkahnya, Naruto menoleh kebelakang. "Dari pada menuntut jawaban, bukankah lebih baik kau membantuku dalam hal ini?" Ucapnya sambil memperlihatkan dua kantong plastik besar yang dia bawa.

Hinata kelabakan mendengar permintaan Naruto. "Go-gomenasai! A-aku akan membantu"

Naruto tersenyum lalu menyodorkan satu kantong kearah Hinata. Dengan sedikit gugup Hinata mengambil kantong tersebut dan ikut berjalan beriringan dengan Naruto. Namun tanpa di sadar olehnya, terdapat seorang pemuda yang sedari tadi mengawasi tindakan mereka dari balik bangunan perpustakaan yang terletak cukup jauh dari mereka.

"Hmmm... Bukankah ini menarik?" Tanya pemuda itu entah kepada siapa.

"Kau benar. Terlebih lagi gadis kecil itu memiliki kekuatan yang entah kenapa membuatku merinding saat merasakannya" namun sebuah suara berat dan kasar tiba-tiba merespon ucapan pemuda itu dari dalam pikirannya.

"Benarkah? Apa kau tau kekuatan apa itu hingga membuat makhluk sepertimu bisa merinding?" Tanya lagi si pemuda.

"Tidak, aku tidak tau, Aku belum pernah merasakannya walau pada masa peperangan dulu. Entah itu kekuatan dari jaman kuno atau anomali dari diri Hyuga itu sendiri, yang jelas kekuatan yang dia miliki tidaklah termasuk dalam jenis reatsu manapun"

Pemuda itu jelas cukup terkejut mendengarnya. "Tidak termasuk dalam jenis reatsu apapun? Apakah itu mungkin?" Ucap si pemuda tidak percaya lalu diapun kembali melihat kearah Naruto dan Hinata yang masih asik jalan bersama.

"..."

Tapi pandangannya tiba-tiba membeku sesaat ketika dia menyadari bahwa saat ini Naruto sedang melirik tajam kearahnya. 'apa dia menyadariku? Tidak mungkin, seharusnya penghalang ini tidak bisa ditembus bahkan oleh Hunter rank 'A' sekalioun!' pikirnya.

"Tidak hanya kau..." Sepasang mata reptil terbuka dan ikut memandang tajam kearah Naruto. "... Sepertinya dia juga menyadari keberadanku"

"Hahhhh..." Helaan nafas panjang dikeluarkan oleh si pemuda. Berbalik badan iapun pergi beranjak dari tempatnya mengawasi. "The Seven Chance, pirang misterius, dan gadis berkepribadian ganda. Seperti yang di katakan oleh Sirzech-sama, SMA ini benar-benat menarik" ditutup dengan senyuman, diapun hilang dalam bayangan gedung.

Sedangkan ditempat Naruto, Hinata menatap bingung kearah Senpainya yang hanya diam sambil menatap kearah gedung perpustakaan tanpa menghentikan langkahnya. Dia juga sempat melihat kearah sana, tapi tidak ada yang bisa dia temukan.

"A-apa Senpai tidak apa-apa?" Ucapan Hinata mengalihkan pandangan Naruto. Dia hanya mengangguk menjawab pertanyaan Hinata lalu kembali menatap kedepan.

'sebelumnya pengecut bertopeng, dan sekarang si bocah kadal mesum. Apa Tuhan membenciku? Tidak bisakah aku hidup dengan tenang? Sendainya aku tau kalau semua akan jadi begini, harusnya aku biarkan saja para Dewa itu memberikan kiamat kepada dunia. Yahh, walaupun pada akhirnya yang aku dapat hanyalah kesunyian. Lagipula, itu lebih baik dari pada masuk dalam kehidupan yang penuh akan drama konflik dan penghinatan ini'. Pikir Naruto dalam diamnya.

.

.

.

.

[Di hari yang sama, Stasiun Tokyo]

.

Walau hari ini adalah hari libur Nasional yang memungkinkan untuk warga negara Jepang bersantai dirumah, tapi tidak dengan keadaan stasiun saat ini. Terdapat pulahan bahkan ratusan wartawan atau media yang berbondong-bondong masuk seperti hendak meliput sesuatu.

"Woii kita harus cepat!"

"Ini adalah kesempatan yang langkah!"

"Aku tidak menyangka, pertama kali dalam sejarah Hunter kelas 'Negara' akan menghadiri Jepang!"

"Ini pasti akan menjadi berita terbesar abad ini!"

Zinggggggg

Suara bising pesawat yang baru saja mendarat membuat pers semakin tidak terkendali. Tidak lama kemudian, pintu pesawat terbuka hingga memperlihatkan sesosok wanita anggun berumur 25 tahun yang hanya menatap datar kerumunan pers yang saat ini sedang dijegal oleh para pengawalnya. Tanpa menghiraukan semua itu, dia berjalan menuruni tangga dengan begitu anggunnya.

"Uwoooooo!" Terikan semakin menggila dari para pers.

Berhenti melangkah, wanita itu menoleh keatas untuk melihat adanya spanduk selamat datang yang telah disediakan pemerintah untuk dirinya. Tidak ada ekpresi berarti pada wajahnya, yang ada hanyalah pandangan datar dan sedingin es. Tapi entah kenapa sebulir liquit bening berhasil meluncur dari ekor matanya.

'sudah lima tahun aku tidak kemari'. matanya terpejam sesaat untuk menghirup udara dari tempat asalnya ini. 'sudah lima tahun pula kita tidak bertemu. Apa kau masih membenciku...

.

.

.

.

.

... Naruto-kun!"

.

.

.

.

T~B~C

.

.

.

Yaa, ya, yaa... "Author, kok pendek amat?!". Saya yakin, pasti banyak yang ngomong kayak gitu. Yahhh mau bagaimana lagi, untuk chapter ini saya memang berencana hanya untuk memberikan alur santai dengan sedikit bumbu misteri kedalamnya. Masih banyak rahasia dan penjelasan yang belum terungkap, karena itulah saya akan menjelaskannya secara perlahan pada chapter-chapter selanjutnya.

"Tapi kok updatenya lama banget?!". Dari pada kalian bertanya seperti itu, cobalah kalian ikut menjadi penulis dan merasakannya sendiri. Ingat, kita tidak dibayar untuk memuaskan para pembaca... Ini adalah hobi dan salah satu cara untuk belajar tata cara penulisan dalam membuat novel.

Sekali lagi, ini tidak di BAYAR! Kalian boleh menilai pola tulisan dan kesalahan apapun yang ada dalam cerita saya, tapi jadilah pembaca yang sedikit berpikir. Seandainya kita dibayar untuk melakukan semua ini, jelas kalian berhak untuk protes jika updatenya lama dan pasti banyak author yang tidak akan pensiun. Jujur, hal ini sangatlah menyita waktu. Bayangkan saja, untuk membuat 1 chapter dalam satu hari dengan word 5K, itu bahkan bisa mencapai 5 jam lebih. Dan itu kau lakukan tanpa berhenti dan istrahat. Belum lagi berpikir dan menyusun alur agar bisa dipahami.. sumpah, itu sangat melelahkan.

Saya tidak memaksa para reader untuk membaca cerita ini. Saya hanya berharap jika ada yang menyukai cerita saya, maka tolonglah berikan masukan maupun kritikan yang berbobot. Jangan asal menyalahlan tanpa menjelaskan dimana letak kesalahannya. Untuk masalah Typo dan lainnya, saya akan coba perbaiki.

Saya rasa itu saja... Sampai jumpa dalam chapter selanjutnya,,,, byyyyy!