How Dare You!

Baekhyun x Chanyeol

Short Series

Romance Angst

Warning! BxB, Mpreg.

SLOW UPDATE

.

.

.

—Prologue—

1st met.

Baekhyun menyadari, menjadi mahasiswa seni haruslah memiliki kesabaran lebih. Sabar mengerjakan tugas, menghadapi dosen... oke, mungkin yang dua ini tidak hanya dirasakan mahasiswa seni. Tapi, serius... saat (siapa pun) kau memilih untuk memasuki jurusan tersebut, Baekhyun sarankan agar kalian menyimpan banyak-banyak cadangan kesabaran. Apalagi saat tugas-tugas yang kau kerjakan hingga mengorbankan waktu tidur, ditolak berulang kali cuma karena alasan 'kurang sempurna'.

Oh, ayolah... Baekhyun hanya manusia biasa. Mahasiswa tahun kedua yang kadang masih terpengaruh jiwa-jiwa alay anak sekolahan. Apakah dosen-dosen di jurusannya tidak ada yang pernah mendengar istilah nobody's perfect? Karena sesungguhnya Tuhan-lah pemegang segala kesempurnaan, setidaknya itu yang pernah Baekhyun dengar dari ceramah pendeta di gerejanya (dulu sekali).

Bruukk, duukk...

Erangan Baekhyun terdengar setelahnya, erang kesakitan bercampur sebal. Kertas-kertas hasil sketsanya berhamburan ke lantai bersama tubuh mungilnya. Namun, alih-alih terbakar emosi, Baekhyun pilih menahan amarahnya dengan latihan pernapasan. Tarik-hembus, tarik-hembus seraya mengelus bokongnya yang terasa nyeri. Mengabaikan seseorang yang terus berucap maaf sambil memunguti kertas-kertas sketsa miliknya.

"Aku benar-benar minta maaf, kau baik-baik saja? Bisa berdiri?" tanya pria itu terdengar panik, sebelah tangannya yang tidak memegangi kertas digunakannya untuk membantu Baekhyun berdiri. "Seharusnya aku lebih berhati-hati saat berbelok tadi, apa ada yang sakit?"

Ya, bokongku sakit sekali, dasar kau raksasa sialan, begitulah kira-kira teriakan batin Baekhyun. Tetapi urung ia ucapkan langsung ketika dilihatnya raut penyesalan pria di hadapannya—yang tak lain si tersangka penabrakan. Masih memegangi pinggang, Baekhyun membalas, "Gwaenchanayo," lantas mengambil alih kertas-kertas miliknya menggunakan tangannya yang bebas.

Baekhyun buru-buru, omong-omong. Jadi dia tidak ingin memperpanjang masalah. Lagi pula ini hanya sebuah kecelakaan. Memastikan tidak ada barangnya yang tertinggal, Baekhyun memutuskan segera beranjak dari sana. Tak ia kira, si pria penabrak ternyata justru mengikutinya.

"Kau sungguh tak apa? Tadi eranganmu dalam sekali—maksudku, kau terjatuh cukup keras. Aku benar-benar merasa bersalah..."

Pria yang tingginya jauh melebihi Baekhyun itu masih berbicara, mengutarakan rasa bersalahnya sembari setia mengiringi langkah Baekhyun. Dilihat dari gaya serta guitar case yang ia gendong, Baekhyun menebak pria di sampingnya ini merupakan mahasiswa jurusan sebelah, jurusan seni musik.

"Apa ada sesuatu yang bisa kulakukan? Tolong, suruh aku apa saja, aku tidak suka merasa bersalah."

Ya, ada. Tolong menjauh dariku, aku sedang terburu-buru.

"Ah, iya, namaku Park Chanyeol, siapa namamu?"

Baekhyun akhirnya menghentikan langkah, ia tatap si pria tinggi meski harus dengan mendongakkan kepala. Ia sudah berusaha sabar, tapi sepertinya pria bernama Park Chanyeol ini bukan termasuk golongan manusia paham kode.

"Byun Baekhyun," dan dengan bodohnya Baekhyun malah menyebutkan namanya. Baiklah, ia menyalahkan senyuman lebar Park Chanyeol yang—entahlah—membuat dirinya meluruh. "Aku sedang terburu-buru, jadi lupakan saja. Tadi hanya kecelakaan," jelas Baekhyun mencoba ramah, hendak kembali melangkah namun lengannya ditahan pelan.

"Kalau begitu... bolehkah aku meminta nomormu?" pinta Chanyeol disertai mimik memohon tampan, sekali lagi berhasil meluluhkan Baekhyun hingga ia suka rela menyerahkan nomor pribadinya.

Baekhyun salah, Park Chanyeol bukanlah manusia yang tidak paham kode, melainkan pria bebal yang pantang menyerah.

.

.

1st anniversary.

"Enghh... Chan, geli..." Baekhyun merengek di sela kekehan gelinya. Lehernya menjenjang ke samping, sementara kedua tangannya terkalung ke belakang kepala yang lebih tinggi. Ia terkekeh tiap kali kulit lehernya dikecupi acak, terpekik menggemaskan hingga membuat si pelaku pengecupan enggan berhenti. "Chan..."

Chanyeol ikut terkekeh, namun tidak juga menghentikan perbuatannya. Targetnya kini malah berpindah ke sisi leher satunya, lalu beralih cepat pada pipi gembil si mungil—mengecup main-main di tempat itu yang masih tertempel bekas tepung. Suara cup-cup-cup sengaja Chanyeol perdengarkan saat bibirnya menyasar keseluruhan wajah Baekhyun, menggodai kekasih mungilnya yang tambah tertawa ribut.

"Hahaha... Chanyeol berhenti, wajahku basah..." tetapi sang dominan tak mengindahan, terus mengecupi sampai akhirnya Baekhyun mengalungkan kakinya yang tergantung bebas pada pinggul Chanyeol, menariknya lebih dekat untuk dipeluknya erat. Kemudian menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Chanyeol, yang otomatis menyudahi aksi sang dominan. Baekhyun pun menghabiskan tawanya di sana, sekaligus merasai aroma khas kekasihnya yang balas memeluk.

Sejenak suasana berubah lengang, keduanya tampak saling menikmati hangatnya pelukan masing-masing. Chanyeol mengelusi punggung sempit Baekhyun sembari bersenandung lirih, lantas mengecup lama pelipis si kesayangan—membaui rambutnya yang wangi sampo stroberi.

Mereka seperti tak mempedulikan keadaan sekitarnya. Tak peduli dengan wadah-wadah bekas adonan kue yang masih berserakan di atas konter dapur. Pun bubuk tepung yang bertaburan hingga ke lantai. Tubuh Baekhyun yang terduduk di atas konter digoyang pelan ke kiri dan kanan oleh Chanyeol, mengikuti irama senandungannya. Menjadikan Baekhyun nyaris tertidur saking nyamannya—kalau saja Chanyeol tidak tiba-tiba berhenti dan melepas pelukan.

Kepala Baekhyun otomatis meneleng, memandangi kekasih tingginya yang seolah ingin mengatakan sesuatu. Dilihatnya pula tangan Chanyeol yang bergerak gelisah di dalam kantung celana olahraganya. "Kau ingin memberiku hadiah?" tebak Baekhyun, bertanya dengan nada ceria.

"Yeah, mungkin bisa dibilang begitu?"

Dan Baekhyun sukses dibuat bingung oleh jawaban Chanyeol, apa pacarnya itu barusan menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan? Keningnya berkerut dalam, terlebih saat Chanyeol mengeluarkan key card apartemennya lalu menyodorkannya pada Baekhyun. "Apa ini?"

"Kunci apartemenku."

"Aku tahu," Baekhyun hampir mencibir seandainya ia tidak melihat raut serius kekasihnya. Ia pun melanjutkan, "Maksudku untuk apa? Aku tidak butuh dua kunci untuk masuk ke sini."

"Yang kau pegang itu cadangan, ini yang asli," jawab Chanyeol, seraya meletakkan kartu berwarna emas tersebut di atas telapak tangan Baekhyun.

"Aku tahu, lalu?" si mungil belum juga menangkap maksud sang kekasih.

"Baek."

"Hm?"

Chanyeol terdiam sesaat, diraihnya kedua tangan Baekhyun untuk dia genggam. "Tinggallah di sini," ia menggeleng sejurus, menyetop mulut pacarnya yang tampak akan menyahuti, "tidak hanya di akhir pekan. Aku ingin kau tinggal di sini setiap hari, Baek. Kita sudah menjalani hubungan satu tahun, kurasa tidak ada salahnya jika sekarang kita tinggal bersama. Lagi pula apartemen ini terlalu besar untuk kutinggali sendiri."

Yang lebih kecil tidak segera menanggapi. Mata sipitnya mengerjap polos, bergantian memandangi wajah harap-harap cemas Chanyeol dan kartu emas di tangannya. "Kau serius?" tanya Baekhyun sekian detik berselang.

"Tidak pernah lebih serius dari ini," dengan mantap Chanyeol menjawab, masih menunjukkan ekspresi berharapnya. "Baek, please..." mohon si tinggi, senyumnya merekah segaris, dan bertambah lebar kala kekasih manisnya menganggukkan kepala tanda menyetujui. Lekas diciumnya bibir Baekhyun, dikecupi banyak-banyak sembari mengucapkan, "Terima kasih," tak kalah banyaknya.

Baekhyun kembali tergelak, tak lupa ia membalas ciuman Chanyeol dengan mengerucutkan bibirnya. Pagutan mereka baru terputus saat bunyi 'ting' dari oven terdengar. Cake yang mereka panggang ternyata sudah matang.

Mengecup sekali lagi bibir kesayanganya, Chanyeol tanggap menuju si mesin pemanggang untuk mengeluarkan cake buatan mereka. Senyumnya pun tersungging puas saat dilihatnya chocolate cake tersebut mengembang sempurna. "Waktunya menghias."

"Aku, aku..." heboh Baekhyun mengacungkan tangan, kedua kakinya bergerak lucu saat akan turun dari atas konter dapur. "Biar aku yang menghias, Chan. Aku ingin menulis Chanbaek First Anniversary yang sangat besar."

.

.

2nd anniversary.

Bangun pagi bukanlah kebiasan Baekhyun. Katakan saja ia pemalas, Baekhyun tidak akan peduli. Karena kenyataannya dia memang bukan kelompok morning person. Lebih-lebih jika malamnya ia baru saja 'dihajar' habis-habisan oleh sang pacar, makin malas-lah si pemuda manis beranjak dari pulau kapuknya. Seperti pagi ini misalnya.

"Chan... aku masih mengantuk..." protesnya kala bibir Chanyeol merayapi belakang telinganya, mengulum basah cupingnya serta membisiki agar segera bangun. "Chanyeol... badanku sakit semua, nanti saja bangunnya."

Chanyeol tak peduli, bersikukuh membangunkan Sleeping Beauty kesayangannya. "Tapi aku sudah membuatkanmu sarapan, Baekby."

"Apa menunya?" serak Baekyun bertanya, masih enggan membuka mata pula merubah posisi tengkurapnya.

"Bangun dulu, kau bisa melihatnya sendiri."

"Bagaimana caraku bangun kalau kau menindihku, Chan?"

Rengekan si mungil alhasil menerbitkan kekehan Chanyeol. Tahu diri, ia pun membangkitkan dirinya terlebih dahulu, sebelum kemudian membantu si kesayangan untuk duduk bersandar di kepala ranjang. Terkantuk-kantuk Baekhyun memperhatikan pergerakan Chanyeol, kekasih raksasanya itu tampak mengambil senampan makanan dari atas nakas. Dan dengan semangat serta sumringah, ia menunjukkannya pada Baekhyun.

"Tada... happy anniversary, Sayang."

Separuh kantuk Baekhyun otomatis menghilang kala sepiring spageti terhidang tepat di depan matanya. "Wah, bagaimana kau tahu aku ingin spageti?"

"Semalam kau mengigaukannya?" Chanyeol menjawab bangga.

"Benarkah?" Kali ini pertanyaan Baekhyun dijawab kekasihnya dengan anggukan. "Tapi spageti tidak cocok untuk sarapan, Chan."

"Siapa peduli? Kau ingin, maka aku buatkan."

"Oohh... kau memang pacar yang paling pengertian." Sungguh, Baekhyun sangat terharu dengan jawaban kekasihnya itu. Apalagi saat matanya menemukan sebuah kotak tersanding di samping piring spageti, kotak beledu berwarna biru. "Apa ini hadiah untukku?" tabaknya tanpa basa-basi, dan Chanyeol tersenyum mengiyakan. "Boleh kubuka sekarang?"

Nada antusias Baekhyun mau tak mau membuat Chanyeol gemas sendiri. "Kau ini, selalu saja bersemangat saat mendapat hadiah," ucapnya di sela decakan. Sebenarnya ia ingin mencubit pipi gembil si mungil, sayang kedua tangannya tengah sibuk memeganggi nampan.

Baekhyun sama sekali tak mempermasalahkan, diambilnya kotak tersebut yang telah sukses melenyapkan rasa kantuknya. "Asal hadiahnya dari Chanchan, aku pasti bersemangat."

Akhirnya Chanyeol tak tahan. Segera setelah meletakkan nampan di atas kasur, kedua tangannya lantas menarik pipi-pipi gembil sang pacar. "Kenapa kau sangat menggemaskan, hm?" Diciumnya berkali-kali bibir Baekhyun hingga si empunya terkikik lucu—meski begitu ia tetap berusaha membuka kadonya.

Sebuah gelang perak dengan gembok kecil yang tergantung di salah satu rantainya. "Ini indah sekali, Chan." Mata Baekhyun berbinar bahagia, bukan semata karena benda berkilau di tangannya. Sesungguhnya, apa pun yang Chanyeol berikan pasti akan ia terima dengan hati senang. Tapi ada satu yang sangat Baekhyun syukuri, bahwa ia masih merasakan cinta yang sama di diri Chanyeol walau kini hubungan mereka telah memasuki tahun kedua. "Terima kasih, aku sangat menyukainya."

"Kau harus berjanji tidak akan pernah melepasnya, Baek," ujar Chanyeol sembari memakaikan gelang pemberiannya ke pergelangan tangan Baekhyun. "Kau lihat kan ada gembok di sini? Aku mengunci cinta kita di dalamnya, Baek."

Bukannya tersentuh, si pemuda manis justru tertawa geli mendengar kata-kata terakhir kekasihnya.

"Kenapa kau tertawa? Aku serius, Baekby. Lihat, aku punya kuncinya," yang lebih tinggi menunjuk kalung di lehernya, terdapat bandul berbentuk kunci tergantung di sana. Itu adalah hadiah dari Baekhyun—yang iseng ia beli saat mereka jalan-jalan ke pasar malam. "Jadi, hanya aku yang bisa membuka gembok di tanganmu, arasseo?"

"Arasseo, arasseo," sebisa mungkin Baekhyun menahan tawanya, lalu membalas, "dan aku akan membawa cinta kita ke mana pun bersamaku," sambil mengangkat tangannya yang dililiti gelang pemberian Chanyeol. "O, hadiahmu kuberikan selesai sarapan," lanjutnya seraya mulai menikmati makanannya. "Di kamar mandi," ia pun mengakhiri kalimatnya dengan kerlingan menggoda.

"Aku pasti akan sangat menyukainya."

"Tentu saja."

.

.

4th anniversary.

Baekhyun tidak tahu apa yang sebenarnya ia rasakan kini. Kesal, lelah, dan khawatir bercampur menjadi satu. Namun ia tetap saja menunggu, terduduk seorang diri di antara lalu lalang orang-orang yang mulai menyebar kembali. Baru beberapa menit silam hujan berhenti—hujan pertama di bulan Juni, dan Baekhyun mengutuki diri yang tidak sempat membaca prakiraan cuaca sebelum pergi.

Merapatkan kardigan tipisnya, Baekyun lagi-lagi mengecek ponsel di genggamannya. Pukul 08.51 PM terpampang jelas pada lock screen, tapi selain itu tidak ada pemberitahuan apa-apa lagi. Sekian pesan yang ia kirim sebelumnya, belum sama sekali terbalas. Nomor yang sedari tadi ia tuju pun tidak bisa dihubungi, kemungkinan besar sedang tidak aktif.

Ia sebenarnya ingin menyerah dan pulang, tetapi kebiasaan kekasihnya yang lupa mengisi baterai ponsel dan tidak suka membawa bank daya membuatnya urung. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Chanyeol tapi ia tidak bisa menghubungi dirinya sebab ponselnya mati? Ya, daripada marah karena terlalu lama menunggu, rasa khawatir Baekhyun-lah yang lebih mendominasi.

Jadi ia memutuskan untuk tetap di sana sampai ada kabar dari kekasihnya itu. Toh, mereka sudah merencanakannya sejak jauh-jauh hari. Kencan di taman bermain sebagai perayaan hari jadi mereka yang keempat. Tidak mungkin kan Chanyeol melupakannya?

Ponsel di tangan Baekhyun bergetar panjang, menandakan panggilan masuk. Tidak perlu menunggu lama untuknya menggeser tombol hijau saat foto sang kekasih muncul di layar ponselnya.

"Chan kau baik-baik saja?"—

—"Baek kau di mana?"

Keduanya berbicara hampir bersamaan.

"Aku baik. Kau masih di taman bermain? Aku baru saja masuk."

Dari nada suaranya, Baekhyun tahu Chanyeol juga sama khawatirnya dengan dirinya. "Ya, aku di tempat—"

"Aku melihatmu, Baek."

Sambungan mereka terputus, sedetik berselang Baekhyun mendengar namanya dipanggil dari kejauhan. Ya, tentu saja itu kekasih raksasanya—yang nampak melangkah lebar-lebar dengan kaki panjangnya. Hanya melihat sosoknya, sudah cukup melegakan perasaan Baekhyun. Secuil kekesalan yang tadi ia rasakan pun entah hilang ke mana.

"Maaf, aku lupa mengisi baterai ponselku," Chanyeol langsung berucap maaf secepat dia sampai di hadapan kekasih mungilnya.

"Aku tahu."

"Kau pasti sudah menunggu lama. Baek, aku benar-benar minta maaf, aku..."

"Sstt... tak apa. Kau datang, artinya kau tidak melupakan hari jadi kita. Itu yang terpenting," sela Baekhyun, menunjukkan eye smile-nya bermaksud menghilangkan raut penyelasan di wajah sang kekasih. "Masih ada sisa satu jam sebelum tempat ini tutup, kajja," lanjutnya dengan nada ceria, lantas ditariknya lengan yang lebih tinggi untuk segera beranjak dari sana.

Chanyeol mengikuti saja, namun di lubuk hatinya ia sangat menyesal. Sejujurnya ia memang melupakan rencana mereka, bahkan ia lupa hari ini adalah hari jadi Chanbaek yang keempat. Jika saja ia tidak mengisi daya ponselnya karena butuh menghubungi rekan kerjanya, dapat dipastikan ia tidak akan datang. Ya Tuhan, ia sungguh merasa bersalah karenanya.

"Kenapa bajumu tipis begini?"

"Aku tidak tahu hari ini akan turun hujan."

"Kau ini, meski tidak hujan udara malam tetap dingin, Baek."

"Hehe... tapi kau sudah di sini, jadi aku tidak kedinginan lagi."

.

.

6th anniversary.

You have a message.

Chanchan

Baek, ada pekerjaan mendadak yang harus kuselesaikan. Aku belum bisa pulang hari ini. Maaf, tidak bisa merayakan hari spesial kita bersama. Happy anniversary.

Keantusiasan Baekhyun beberapa detik sebelumnya seketika meluruh. Kembali ia jatuhkan kepalanya di atas meja makan. Tangannya yang masih menggenggam ponsel ia jatuhkan ke bawahnya. Kecewa tentu saja ia rasakan. Berarti ini kedua kalinya mereka tidak bisa merayakan hari jadi mereka bersama-sama. Padahal Baekhyun sudah antusias menyiapkan pesta kejutan untuk membalas kekecewaan anniversary mereka tahun lalu. Namun ternyata tahun ini pun ia lagi-lagi harus menelan rasa kecewa.

Kue tart yang dibuatnya tadi dengan bantuan Kyungsoo, sahabatnya, tetap utuh di atas meja. Di sana tertulis Chanbaek 6th Anniversary yang nyaris memenuhi permukaan kue, juga lilin merah berbentuk angka enam. Ada pula dua piring beef steak beserta sebotol anggur yang telah ia tata sedemikian rupa. Sudah sejak lama Baekhyun memohon-mohon pada Kyungsoo untuk mau membantunya menyiapkan pesta kecil-kecilan tersebut.

Si pemuda manis menghela napas lelah. Ia tidak ingin menjadi pacar perengek, karenanya ia tidak akan mengeluhkan apa pun. Chanyeol sedang sangat sibuk dengan pekerjaannya, jadi Baekhyun cukup memahami dan memaklumi. Mereka bukan pasangan kemarin sore, pasti ada saatnya suatu hubungan sedikit merenggang. Bukankah itu hal yang wajar?

Ya, Baekhyun hanya harus bersikap dewasa.

.

.

.

Hola, saya bawa cerita baru, nih. Lagi-lagi genre angs, main pair juga masih Chanbaek. Sebenernya, ini ide udah lama mendem di otak, dan baru rencana buat ditulis sekarang. Tertarik, kah?

Ada yang bisa nebak jalan ceritanya dari prolog sama judul, kah?

Review juseyooooong...