MORE THAN HEAVEN

SelfPd Present

Ost. So Far Away : Martin Garix, David Guetta, Jamie Scott, Romy. 2018.

••°••

Disclamer:

Cerita ini murni milik saya, ide jalan cerita adalah murni pemikiran saya.

Cerita ini adalah ilusi saya mengenai hubungan Chanyeol-Baekhyun. Jika tidak suka itu hak kalian dan jika kalian menikmati cerita ini tolong beri saya batang hidung kalian.

M

BEFORE WE MET

Malam ini malam yang mencengkam. Tidak sama dengan malam-malam sebelumnya—tidak ada bulan & bintang, tidak ada angin yang berhembus, tidak ada kicauan burung hantu, atau bahkan pengharapan akan hadirnya seenggok daging yang berjalan—setidaknya manusia akan membawa pemikiran untuk Baekhyun bahwa ia tidak berdiri seorang diri ditengah kegelapan ini.

Baekhyun berteman dengan suaranya yang lembut. Alunan nada yang keluar dari bilah bibirnya mengurangi suasana yang kian mencengkam. Ia bernyanyi apapun lagu yang ia tahu—tidak perduli jika setiap kalimat lagu berbeda judul. Itu lebih baik, menurutnya.

Matanya membola dan senyum sumringah mengapung di wajahnya. Di depan gang yang gelap dan kumuh ia menemukan kedai kecil yang tampak ramai. Ramai akibat sorakan dari kumpulan orang yang tercemar alkohol. Ugh, orang tua yang menjijikan.

Baekhyun berlari untuk ikut melihat kerumunan itu hingga bibirnya juga ikut berteriak, "lebih kuat! Lemah sekali kau, ck," setelahnya ia berdecak akan hal yang bahkan tidak bisa ia lakukan. Lelaki mungil berkulit kusam itu berjingkrak tidak jelas. Walaupun matanya tidak mendapati pusat kerumunan, ia selalu ingin menjadi yang terheboh diantara mereka.

"Ahjussi, ini ada apa? Apa ada adu pancho lagi?" Si Byun berhasil mengalihkan perhatian pria tua berambut putih yang random dengan wajah yang tak terawat—kulit muka yang kusam & berminyak, brewok putih yang tipis, dan kerutan. Si pria tua sebenarnya agak terganggu. Rasa-rasanya ia ingin meludahi wajah Baekhyun yang idiot, tapi barangkali si idiot yang jelek ini mau ia ajak taruhan.

Baekhyun sudah terbiasanya melihat kerumunan keruh ini di kedai depan gang rumahnya yang kumuh. Maklum saja, Byun si miskin yang jelek dan idiot ini memang kurang kerjaan, sekalipun ia memiliki kerjaan, itu pasti suatu pekerjaan/aktivitas yang biasa dilakukan orang miskin. Ia memang terlahir dari keluarga miskin sejak nenek moyang, bahkan sebelum Negara Korea Selatan terbentuk.

"Iya bocah! Apa kau ingin taruhan denganku?!" Pria tua yang seharusnya berada di pantai jompo pikir Baekhyun, menjawab dengan suara yang keras. Tidak ada yang tahu apa yang telah dimakan si pria tua ini, hanya saja mulutnya benar-benar bau sampah. Baekhyun dibuat mual, bahkan ia merasa sedang berdiri diantara tumpukan sampah. Ini buruk!

Baekhyun lari tunggang-langgang sambil menutup hidungnya kencang, menghentikan pasokan oksigen yang akan memenuhi paru-parunya. Ia bener-benar tidak akan membiarkan paru-paru bersihnya menyatu dengan aroma sampah.

Beberapa orang yang melihat tindakan Baekhyun hanya berdecih, mereka pikir Baekhyun itu bodoh menjerumus ke idiot. Kerumunan itu memang kerumunan para pemulung yang sedang mencari kesenangan dengan cara yang murah. Contohnya ya sekarang ini.


HEAVEN, COME HERE!


Beda miskin, beda pula si kaya.

Katanya, hidup itu berporos. Padahal hidup itu bukan mobil yang memiliki ban, manakala ketika hidup diatas kemudian berada di bawah lalu terinjak. Sejatinya itu adalah perkataan orang yang optimis—orang yang sebenarnya ingin menyerah, namun ia selalu teringat apa yang telah ia korbankan.

Begini saja. Perumpamaan diatas tak ada artinya bagi Keluarga Besar Park—marga Korea Selatan yang digadang-gadang menjadi marga yang paling diinginkan di dunia. Tidak tanggung-tanggung, marga tersebut adalah satu-satunya marga yang memiliki darah Kerajaan Denmark.

Katanya, hidup ini berporos. Nyatanya, Keluarga Besar Park tidak pernah merasa kesulitan di tengah-tengah kerajaan ekonominya. Ya kecuali, kemudahan dalam mendidik anak semata wayangnya yang berandalan.

Park Yunho, si ayah yang memiliki anak berandal ini rasanya ingin menyembelih anaknya menggunakan pisau yang berkarat. Hanya saja ia teramat menyayangi istrinya hingga langit ke tujuh dan istrinya menyayangi anaknya hingga langit ke delapan.

Park Yunho sedang menunggu anaknya yang belum pulang bahkan saat jam menunjukkan pukul dini hari. Bukan apa-apa, ia sama sekali tidak mengkhawatirkan bagaimana keadaan anaknya ketika pulang nanti, hanya saja ia mengkhawatirkan bagaimana pemikiran orang lain tentang keluarganya yang anti cacat—tanpa cacat perekonomian, keluarga, dan lain-lain.

BRAK!

Gebrakan pintu utama yang berkayu jati tidak berhasil membuat Park Yunho beranjak dari duduknya atau setidaknya terlonjak kaget akibat suara menggelegar ditengah malam ini. Park Yunho tetap diam dibalutan jubah tidur satinnya.

"BAJINGAN TUA! Sialan sekali tingkahmu, hah!" Park Chanyeol, anak brandal Park Yunho berteriak histeris sambil melepaskan kedua lengannya yang digenggam erat oleh anjing pesuruh Yunho.

Bibir yang lebih tua hanya menyeringai lalu meminum red wine dengan keanggunan kelas tinggi miliknya.

"Duduklah, kita mabuk bersama di rumah saja," Park Yunho menyodorkan wine glass-nya kearah Chanyeol yang masih tersulut emosi, beberapa kali ia juga berusaha menepis tangan-tangan yang menggenggam lengannya.

Bahkan si anak berandal ini benar-benar tidak suka disentuh tanpa ada kesan sensual. Mudah saja, ia hanya menerima sentuhan yang mengalirkan perasaan panas untuk tubuhnya yang selalu haus belaian, hanya berasal dari wanita bukan pria atau sejenis pria yang berubah menjadi wanita jadi-jadian.

"Otak kosongmu tua Bangka!" Park Chanyeol menyemburkan seluruh kemurkaannya hingga terdengar gemaan di tengah ruangan besar yang sepi ini.

"Cih! Anak tak tahu diri. Kau pikir kau bisa berbuat apa selama aku masih bisa menginjak wajah sialanmu itu, bocah?" Park Yunho yang tadi terlihat tenang kini hilang bersama wine yang ia tegak habis. Matanya berkilat tajam menatap darah dagingnya yang sedang ditahan oleh anak buahnya yang patuh. Setidaknya anjing seperti mereka masih memiliki akal untuk bertindak dibawah kuasanya. Tidak seperti bocah ingusan yang bahkan telah ia didik sebelum ia menusukan pedang ke lubang si istri prianya.

"Sejak kapan si tua sialan ini bisa menginjak wajahku? Jangan harap bahkan inguskupun tunduk atas perintahmu, bangsat!"

Park Yunho berdiri dari duduk tenangnya, ia berjalan mendekati Park Chanyeol yang bengis menatapnya. Didetik selanjutnya tangan tua itu menampar keras pipi Chanyeol hingga kepalanya terlempar ke kanan.

Chanyeol merasa telinganya berdengung apalagi ditambah rambut grey-nya dijambak kencang oleh si tua sialan itu. "Bocah, jangan macam-macam denganku. Ikuti perintahku dan jangan bertindak layaknya kau tuan rumah ini atau kau akan aku buang ke pinggiran kota!"

Tentu saja si Chanyeol yang berandal tetap berandal, jiwa mudanya yang bebas akan sukar untuk di jinakkan atau setidaknya mematuhi peraturan orang yang bahkan amat ia benci, sangat ia benci hingga ke tulang ekornya.


HEAVEN, COME HERE!


Ini masih pertengah malam.

Sangat malam untuk tidur dan sangat awal untuk bangun dari kasur. Baekhyun sulit tidur ketika matanya bahkan baru lima menit lalu terpisah dari ponsel butut yang menandakan tingkat kemiskinannya. Ponsel bermerk Samsung Grand 2 yang jika di telaah lebih jauh tidak butut-butut amat, tapi beda haluan ketika kebanyakan temannya memakai ponsel Samsung keluaran terbaru atau Iphone yang mahalnya setara lima tahun uang jajannya.

"Besok aku harus jajan apa ya agar kenyang seharian?" Byun Baekhyun berkelana entah kemana. Ah, ia memikirkan bagaimana ia harus menghabiskan uang 10 won dalam sehari untuk uang jajan sekolahnya dalam keadaan dia malas bekerja atau malas merengek ke eomma-nya yang akan memanjangkan kata.

"Ini sudah malam bocah!"

Baekhyun terlonjak kaget, di depan pintu yang terbuka tanpa suara eomma-nya yang galak berdiri sambil berkacak pinggang dengan wajah yang sembab akibat masih mengantuk. "Bocah, kau tidak tahu bagaimana mahalnya listrik di Korea? Tidurlah, kita harus berhemat!"

BRAK!

Baekhyun mengelus dadanya dramatis. Baekhyun mulai berfikir, saat ini ia berada di lingkungan keluarga macam apa? Ia asli keturunan keluarga Byun yang tidak dipentingkan kan? Yang orang awam pun tidak banyak yang tahu. Tapi kok, keluarga bermarga kecil-kecilan ini selagak ini, ya?

Sudahlah, jalani saja. Lagipula jika ia bermarga besar akan berat tanggungan yang ia miliki. Setidaknya ia masih bisa bermalasan di kasur sambil memandang langit-langit kamar. Selain itu, jika ia berbuat bejat dengan cara memperkosa wanita atau mencuri, bahkan membunuh pun tidak ada yang perduli. Oke, syukuri dibagian itu!

Mengingat-ingat tentang memperkosa wanita. Menurut Baekhyun, wajah yang ia miliki juga tidak terlalu jelek untuk menggaet wanita, ia hanya membutuhkan pembersih wajah untuk menghilangkan jerawat dan bekasnya atau pemutih wajah untuk membuat wajahnya tampak bersinar. Baekhyun baru ingat jika ia mempunya dua adik perempuan yang menggunakan produk kecantikan itu. Produk kecantikan yang biasa dijual di toserba perempatan jalan besar. Sedikit mencuri isinya tidak masalah. Milik eomma-nya juga bisa.

Baekhyun tersenyum jahat, menanti hari esok untuk pemakaian pertama produk kecantikan milik perempuan.

Ahh, Baekhyun harus bangun pagi-pagi sekali ketika keluarganya belum bangun agar setidaknya ia tidak ketahuan atau ia bisa melarikan diri lebih awal sebelum menghabiskan produk murahan itu.

Bangun pagi!

Bangun pagi!

Harus bangun pagi!


HEAVEN, COME HERE!


"Aku butuh tempat tinggal."

Park Chanyeol berucap dingin dibalik ponselnya. Bawaannya yang tenang lalu menggebu-gebu di waktu berikutnya membuat si lawan bicara berfikir hati-hati lalu menjawab dengan perasaan yang was-was, takut ketika ia salah bicara akan mendapatkan sebuah siraman yang mencacatkan tubuhnya.

"Bukankah kau punya apartemen di Gangnam?" si lawan bicara masih kurang paham ternyata.

"Jangan banyak tanya, hanya jalankan perintahku!" Park Chanyeol mematikan ponselnya tanpa ingin tahu respon kawannya.

Park Chanyeol sekarang dalam suasana hati yang tidak baik, sangat buruk. Jika bisa ia rasanya ingin menghancurkan tatanan langit yang cerah, langit malam yang saat ini bertaburan gemerlapnya bintang. Chanyeol memantik korek api lalu mengarahkan ke ujung rokok yang terapit di bilah bibirnya.

Pria yang sedang melebur bersama kegelapan itu merasakan kesepian. Kamarnya gelap gulita sedangkan tubuh tinggi tegapnya ia bawa di balkon menikmati sepertiga malam yang kian mendingin. Tubuh kekar telanjangnya hanya terbalut jubah tidur satin hitam yang tak tertali, ia merasakan dingin tapi, rasa dingin inilah yang membuatnya sedikit merasakan ketenangan.


HEAVEN, COME HERE!


Baekhyun yang konyol benar-benar melancarkan aksinya. Pukul 5 pagi ia benar-benar mematut diri di kamar mandi. Kaca kecil yang berada di depan wastafel dipenuhi oleh busa sabun muka milik ibunya. Oh tidak! Ia juga menggunakan sabun muka milik adiknya. Baekhyun menuang 3 botol secara berkala, si otak bodoh Baekhyun membuat teori jika semakin banyak macam sabun yang digunakan, maka khasiat yang didapat lebih banyak. Tanpa memikirkan kerandoman merk sabun kecantikan tersebut.

Tapi, seharusnya Baekhyun juga berfikir jika ada harga ada khasiat!

Baekhyun keluar dari kamar mandi menggunakan handuk yang melilit dada sampai pahanya. Setelah ia memastikan jika kamar mandi telah bersih dan melupakan lantai kamar mandi yang masih menyisakan sabun yang memungkinkan orang akan terpeleset ia bergegas keluar dari kamar mandi dengan langkah yang hati-hati.

Keluarganya adalah salah satu dari banyaknya keluarga miskin yang pemalas. Eh tidak, eomma-nya hanya akan bangun pagi jika appa berada di rumah untuk bekerja pukul 6 pagi. Kemungkinan di hari jumat ini appa akan berangkat siang.

Ayolah Baek, Tuhan telah memberkatimu di hari jumat yang berkah ini!

Baekhyun keluar dari kamar setelah ia mengenakan seragam sekolah dengan keadaan rapi tanpa menyisir rambut atau memakai wewangian. Tapi, si bodoh itu mengambil pewangi pakaian yang biasa di gunakan oleh Bora—adik pertamanya untuk menyetrika baju di laci bawah televisi.

Ia tidak makan, Baekhyun yang sedang panik akan memikirkan jalan keluar yang lebih instan. Contohnya ya lari dari masalah ini atau ia akan kena amukan dari kedua adiknya yang songong atau eomma-nya yang kelewat pemarah atau mereka akan bersekutu memaki Baekhyun.

Baekhyun mengambil sepatu sekolahnya tanpa mengenakan kaos kaki, ia membuka pintu rumah dengan keadaan yang tergesa-gesa serta nafas yang terengah-engah. Ketika ia berhasil menutup pintu dengan bunyi yang nyaring ia memaki diri karena ia mendengar suara teriakan mencengking milik Bora.

"BAEKHYUN BODOH! KAU APAKAN SABUN WAJAHKU HAAAH!"


HEAVEN, COME HERE!


Baekhyun tertatih, berjalan dengan lunglai di trotoar. Ia lupa membawa uang saku, sebenarnya ia tidak meminta uang saku kepada eomma-nya yang garang. Baekhyun hanya membawa uang 5 won untuk makan siang di kantin sekolah.

Matahari belum nampak sempurna di pukul 7 pagi ini, sehingga sinar mentari tidak terlalu menyengat kulit. Baekhyun benci musim panas, terik matahari hanya akan menggosongkan kulitnya yang mulai menghitam dan ia harus bersusah payah untuk membersihkan kulitnya yang menggosong.

"Taehyung-ah, bawa bekal lebih ya, aku belum sarapan," Baekhyun mencoba peruntungan untuk menelpon sahabatnya.

"Yak! Bodoh, apa kau semiskin itu hingga meminta sarapan kepadaku, hah!?" Baekhyun menjauhkan ponselnya dari telinganya yang berdengung mendengar makian Taehyung, hal itu sudah lumrah. Taehyung memang suka memaki, tapi ia tidak sejahat itu untuk membiarkan sahabat karibnya kelaparan.

"Bro, kau taukan jika aku memang sudah miskin sejak bumi belum terbentuk?" ujar Baekhyun santai.

"Aku sarankan kau menjadi sugar mommy saja. Besok kau harus ke club tempat hyung-ku bekerja!" lagi, Taehyung tidak seburuk itu untuk menjerumuskan sahabat terbaiknya, Baekhyun percaya itu.

"Iya, iya, iya. Bawakan tiga porsi, maka aku akan menuruti keinginanmu, kawan." Baekhyun berkata lesu.

"Yak, suara macam apa itu! semangatmu menjadi orang kaya pergi kemana, hah!?"

"Cepatlah datang! Aku akan mati kelaparan sebentar lagi, bodoh!" Baekhyun mendudukkan dirinya di halte untuk menunggu bus, setidaknya ia memiliki kartu bus yang terisi saldo 20 won, jadi ia tidak bersusah diri untuk berjalan kaki ke sekolah.

"Bocah! Kemana etikamu meminta makan!?—"

Baekhyun mematikan ponselnya dengan perasaan kesal, ia kelaparan—ingin makan, bukannya kelaparan karena sudah lama tidak dimaki-maki.


HEAVEN, COME HERE!


"Nak, semalam kau pulang jam berapa?"

"Aku tidak tahu, mama."

Park Chanyeol menjawab seadanya. Sebisa mungkin ia menutupi segala tindak-tanduknya. Bukan apa-apa, bukan karena mamanya mempunyai riwayat penyakit jantung atau penyakit berat lainnya. Ia hanya malas memperpanjang masalah, terutama mengenai hal yang berkaitan dengan hubungannya dan si bajingan tua ini yang sekarang berlagak seperti sosok ayah yang baik.

"Biarkan sajalah ma, lagipula anak kita tahu batas." Park Chanyeol dibuat muak setengah mati.

Park Yunho mampu memutar balikkan keadaan, pagi ini ia berlagak seperti seorang ayah yang dekat dengan anaknya padahal semalam ia menjadi sosok yang amat dibenci si anak. Park Chanyeol yang tidak bisa apa-apa atau setidaknya ia menghormati sang ibu untuk tidak membuat kekacauan di pagi ini.

Im Yoona mendesah lega. Benar, setidaknya anak semata wayangnya tahu batas untuk pulang, tidak tahu saja jika Park Chanyeol pulang dalam keadaan diseret oleh anjing peliharaan sang suami.

Entahlah peran apa yang sekarang dijalani oleh Park Chanyeol dan Park Yunho.

"Jadilah anak baik untuk mama," Yoona tersenyum dibalik kunyahannya dan Chanyeol hanya berdehem lalu menyuap sesendok nasi ke mulutnya.


HEAVEN, COME HERE!


Baekhyun mengunyah nasinya dengan lahap tanpa tahu malu, sedangkan Taehyung hanya menatapnya mual. Anak macam apa yang sekarang makan didepannya ini?

"Apa yang terjadi denganmu, heh?" Taehyung sudah tidak tahan untuk tidak bertanya kepada Baekhyun.

Eomma Baekhyun walaupun galak, ia tidak pernah membiarkan anaknya kelaparan. Lantas mengapa si idiot ini bertingkah seperti anak tiri yang tidak diperbolehkan menyuap sesendok nasi ke mulutnya. Pasti ada yang eror dengan otak bocah bodoh ini, geram Taehyung.

"Aweh lapwar, nantweh sajah awh awab," Taehyung mendesis jijik mendengar ucapan Baekhyun yang belepotan.

Taehyung terus menunggu sambil mengecek ponselnya, beberapa detik kemudian bola matanya membola melihat beberapa chat-an teman-temannya dari group kelas.

"Eh, bodoh! Kau tahu jika gedung B terbakar?"

"Uhk..!"

"Ewh,"Taehyung mendesis jijik melihat Baekhyun menyemburkan nasinya keatas meja.

Mata sipit Baekhyun membola, "kau tahu dari mana?"—Si kudet Baekhyun.

Taehyung memutar bola matanya malas. Hal ini adalah paling mudah ditebak. Baekhyun si miskin pasti tidak memiliki kuota untuk menjelajah internet atau melihat pesan Line masuk dari group kelasnya. Jikapun ada, pasti Baekhyun tidak mungkin mengecek group kelas, berani bertaruh jika kuotanya dipergunakan untuk melihat gadis-gadis cantik di Instagram. Menjemukan!

"Tak bisakah kau lebih perduli dengan group kelas. Aku muak untuk terus menasehatimu, Baek. Kau benar-benar memalukan. Bagaimana bisa kau mendapat perhatian dari anak-anak kelas jika kau tidak memperbolehkan mereka untuk melihatmu berinteraksi di Line? Set—"

"Hai, Younji!" Baekhyun melambaikan tangannya ke gadis imut yang baru saja memasuki kelas dan mendapatkan senyum manis dari gadis yang ia panggil Younji.

"Lihat, aku bukan orang yang kau sebutkan itu, sialan. Buktinya mereka mau membalas sapaanku. Lihat-lihat, bahkan mereka tersenyum kepadaku." Baekhyun menunjuk ke sekumpulan pria yang baru memasuki kelas, ia memandang Taehyung remeh.

"Jangan bangga dulu. Itu adalah bentuk formalitas saja, kau tahu hidup ini ada timbal baliknya. Setidaknya perdulikan hal sekitar. Mulailah dengan membaca group kelas lalu ikutlah nimbrung di percakapan, bukannya asyik menikmati dunia kemiskinanmu itu." Taehyung terus saja berbicara, membuat Baekhyun muak saja.

"Kau tahu, kau satu-satunya sahabatku didunia ini. Kau tahu kenapa? Karena kita sama-sama miskin dan orang tua kita saling kenal. Jadi, sebenarnya aku agak minder sekolah disini." Baekhyun berbisik didepan wajah Taehyung.

"Enak saja! Aku tidak semelarat hidupmu." Taehyung menampar kepala Baekhyun.

"Ya, kau lebih melarat daripada aku."

"Kau ini sebenarnya hidup di zaman apa? Jika kau orang yang asyik, maka kau memiliki banyak teman. Duh, tapi kau orang yang konservatif, mungkin sedikit susah mencari banyak teman jika kau terus berpikiran kuno." Taehyung menggeleng dramatis.

"Lalu kau ini apa yang berteman dengan orang kolot ini?" Baekhyun memincingkan matanya menatap sinis Taehyung.

"Aku hanya kasihan denganmu yang tidak memiliki teman. Bisa saja sewaktu-waktu kau bunuh diri di tiang bendera" Taehyung mengedikkan bahunya tidak perduli.

"Sialan sekali mulut busukmu itu!"


HEAVEN, COME HERE!


Park Chanyeol dan segala kenakalannya adalah pemberkatan Tuhan yang salah tempat. Banyak orang yang akan protes bagaimana adilnya Tuhan menempatakan keberkahannya ke umat yang tidak taat kepada Tuhan seperti Chanyeol ini.

Park Chanyeol dan segala kesempurnaannya patut dijadikan pujaan bagi lawan jenis yang haus akan kenikmatan duniawi lalu merasakan kesengsaraan akhirat akibat memilih Park Chanyeol sebagai pujaan.

Ini membahas tentang bagaimana bejatnya Si Tuan Muda Park. Bukannya bersekolah, pria yang setengah memiliki akal sehat ini memilih make out di apartemen mewahnya yang berada di kawasan Gangnam yang elit.

Park Chanyeol terduduk diatas sofa ruang tamu apartemennya dengan keadaan yang berantakan— seragam sekolahnya terbuka hingga sebatas perut, celana sekolahnya yang berwarna kuning sudah turun hingga sebatas paha, sedangkan sosok gadis seksi yang berada di pangkuannya—mengenakan seragam yang sama dengan Park Chanyeol sedang mendesah dengan suara yang parau. Park Chanyeol mencekik leher si gadis dengan kekuatan penuh.

"Ngh…"

Tidak ada yang menikmati kegiatan seks dengan kasar. Tidak ada. Begitupun dengan si gadis yang berada di pangkuan Park Chanyeol. Gadis itu mendesah—merasakan nikmatnya benda berurat dan besar di lubangnya, tapi tubuhnya merasakan ngilu yang teramat menyiksa.

Tangan besar Park Chanyeol masih setia mencekik lehernya, sedangkan giginya yang tajam menggigit bahu mulus gadis dipangkuannya—meredakan geraman rendah akibat rasa nikmat dari senggamanya.

"Ugh… sa—ki…t"

Gadis itu mengerang disela cekikan lehernya ketika benda milik Chanyeol menyodok keras lubangnya hingga titik terdalam—ia merasa jika tubuhnya akan meledak oleh rasa sakit yang bahkan ia pun tidak bisa menahannya.

Park Chanyeol tak kunjung klimaks sedangkan lubang si gadis bahkan telah mengeluarkan darah. Chanyeol sama sekali tidak memperdulikan keadaan gadis yang berada di pangkuannya, bahkan jika tubuh bernyawa itu berganti menjadi mayat sekalipun.

"Sial! Busuk sekali lubangmu!" tiba-tiba saja benda berurat milik Chanyeol melemas didalam lubang si gadis.

"Ck! Tak berguna!" Chanyeol mendorong tubuh lunglai si gadis hingga telentang di atas karpet berbulu angsa.

Gadis itu hanya menggelepar tak berdaya, hampir diseluruh tubuhnya terdapat bercak merah, entah itu berasal dari gigitan atau telapak tangan Chanyeol yang menampar tubuhnya. Chanyeol dibuat jengah dengan keadaan si gadis yang justru terbaring diam disana.

"Pergi kau sialan!" Chanyel menendang keras pantat telanjang gadis itu , tapi gadis pelacur itu hanya melenguh pelan. Sejenak Chanyeol merapikan celana sekolahnya.

Park Chanyeol dilahirkan sebagai manusia yang bukan penganut perduli terhadap orang lain. Ia melakukan apapun atas dasar semau dia. Saat ini ia tidak mau untuk perduli oleh gadis rendahan ini. Sama sekali tidak mau. Bahkan gadis yang berperilaku baik pun tidak akan ia perlakukan baik. Chanyeol bertindak semau dan sesuka hatinya.

"Bedebah!" Chanyeol berlalu setelah menginjak perut gadis itu.

Park Chanyeol tidak sebaik itu untuk menampung jalang murahan di apartemennya yang mahal dan mewah barang sedetikpun. Maka dari itu, ia bermaksud memanggil anak buahnya untuk menarik paksa gadis dengan tubuh yang memuakkan lalu membuangnya ke tempat pembuangan sampah di belakang gedung apartemennya.

"Kau urus dan lakukan seperti biasa."

"Baik, sir."


HEAVEN, COME HERE!


Kelas ricuh dan si guru yang berdiri didepan kelas hanya memandang jengah anak muridnya yang bahkan berumur hampir akhir belasan tahun, seharusnya sudah bisa dikatakan sebagai manusia yang beranjak dewasa. Namun, di zaman seperti ini tidak ada anak yang benar-benar bisa dikatakan dewasa.

Guru cantik yang masih terlihat muda itu menggelengkan kepalanya lantas mendekati siswa bertubuh kecil yang sedang berjalan aktif kesana-kemari dengan sebuah tawaran yang bahkan tidak akan digubris oleh teman sekelasnya.

"Aku ikut kelompokmu saja, ya?" Si guru menggeleng dengan kesabaran penuh mendengar rengekan lelaki kecil yang ke 20 kalinya ke teman-temannya yang bahkan tidak ada yang mau menampung lelaki kecil itu. Sejak setengah jam lalu setelah ia mengumumkan bahwa tugas kali ini adalah tugas kelompok dengan membuat prakarya lukisan 3D, siswa itu bingung sendiri.

"Tolong diam!" Bahkan teriakan guru cantik itu sama sekali tidak membuat kelas kembali kondusif. Si guru menarik napasnya panjang lantas berfikir kembali bagaimana caranya agar membuat kelas kembali tenang seperti sediakala.

BRAK

Semua murid terkaget, tercengang di tengah ativitasnya lalu kembali ke tempat duduk dengan tubuh gagap ketika melihat wajah cantik sang guru yang penuh amarah.

"Saya tak menyangka sedang berada di kelas Taman Kanak-Kanak—" para Murid menundukkan kepalanya dengan rasa bersalah yang amat.

"—Maka dari itu para bocah, saya yang akan membagi anggota untuk tugas kelompok pertama kalinya di semester ini. Tidak ada bantahan atau nilai kalian akan saya kurangi '0' " Guru cantik berujar tegas, walaupun di akhir katanya disalah artikan oleh para muridnya.

"Kelompok pertama; Bae So Ah, Kim Youn Ji, Kim Tae Hyung, Nam Da Reum. Kelompok kedua; Lee So Jung, Jung So Young, Nam So Ra, Kim Jo Hyun. Kelompok ketiga; Jung Jae Hyun, Byun Baek Hyun, Lee Bo Ram, Jang Na Ra—"

"Miss Fanny! Bisakah aku pindah ke kelompok dua?" itu suara keras milik Jung Jae Hyun.

"Miss! Aku tidak mau sekelompok dengan Baekhyun!" kali ini suara protes yang melengking milik Jang Nara.

"Miss! Tolong pindahkan Baekhyun dari kelompok kita." Byun Baekhyun menatap bingung teman – teman sekelompoknya—pikirnya, apakah ia memiliki masalah dengan mereka. Seharusnya mereka gembira menyambut tugas kelompok pertama kalinya di sekolah ini. Mengapa mereka tidak segembira Baekhyun?

"Perjanjian awal. Untuk yang protes nilai kalian akan saya kurangi '0' " Jung Jae Hyun, Jang Na Ra, dan Lee Bo Ram mengedikkan bahunya, toh nilai mereka tidak akan berkurang jika hanya di kurang dengan nol.

Tifanny membuka buku daftar nilainya, menggulirkan mata sipitnya di ketiga nama muridnya yang pandai jika mengajukan protes.

"Jung Jae Hyun, kau memiliki stok nilai seni budaya 550, maka nilaimu sekarang menjadi 55—"

"Yak Miss—" Jaehyun terdiam ketika Tifanny mengangkat tangannya. Bermaksud jika perkataannya tidak boleh di protes lagi.

"Jang Na Ra, kau hanya memiliki nilai 390 karena kau banyak absen di pelajaranku. Sekarang nilaimu hanya 39—kau mau mulai protes lagi? Silahkan, nilaimu menjadi 3,9!" Tifanny menantang manatap wajah kesal Jang Na Ra dengan wajah penuh make up membuat dirinya muak.

"Lee Bo Ram, sayang sekali nilaimu adalah nilai tertinggi di kelas—"

"Miss, saya mohon maaf. Tolong jangan kurangi nilai saya—"

"Percuma pintar jika kelakuanmu seperti ini—"

"Miss, tolong beri saya kesempatan sekali lagi—"

"Nilamu menjadi 0,7. Tiga kali kau protes!"

"YAK! BYUN BAEKHYUN SIALAN!"


HEAVEN, COME HERE!


Zaman sekarang bukan zamannya untuk membully orang karena kelainan fisik atau bahkan karena minimnya materi.

Tapi, faktanya fisik salah satu hal yang mempengaruhi enak tidaknya kita bicara dengan menatap wajah atau bagaimana kita memandang dengan jarak dari kejauhan karena kita juga membutuhkan kharisma fisik. Materi juga membantu untuk menyokong sebuah kehidupan, jangan munafik.

Selebihnya, jika banyak teman disamping memiliki kelainan fisik dan minimnya materi yaitu karena dialah orang yang asyik jika diajak bekerjasama dan berteman. Ya, sebagian orang yang masih menikmati hidup lebih memilih orang yang mau diajak susah bersama atau memiliki kepercayaan yang tinggi. Materi dan kesempurnaah fisik masih mudah dicari, ketimbang kepercayaan.

Sekarang Byun Baek Hyun mulai memikirkan perkataan Kim Taehyung yang benar adanya. Walaupun Taehyung miskin, tapi dia memiliki teman yang banyak. Tapi, Baekhyun yang idiot ini sangat sulit untuk memulai suatu hubungan sesederhana pertemanan. Ia sangat tidak bisa basa-basi yang penuh tipuan itu.

Byun Baekhyun tidak tahu apa yang sekarang harus ia lakukan. Ia tidak memiliki uang banyak ataupun otak yang encer, jadi ia hanya melihat ketiga teman kelompoknya berjalan kesana kemari di dalam toko peralatan lukis dan ia menunggu di kasir dengan patuh—bersama rasa bersalahnya yang baru ia sadari.

Mereka tidak jahat, Baekhyun tahu dan percaya itu. Baekhyun tidak dimintai uang untuk iuran membeli peralatan lukis karena mereka tahu bagaimana pelitnya Baekhyun, tapi perasaan tidak enak Baekhyun menjanjikan jika besok ia harus meminta uang kepada eomma-nya.

Byun Baekhyun melihat Jang Na Ra berjalan kearahnya dengan troli belanjanya, gadis ber-make up tebal itu menyuguhkan senyumnya walaupun kentara sekali paksaannya. Baekhyun berjalan mendekati Na Ra, "Maafkan aku, aku yang bawa ke kasir ya?" Baekhyun bertanya dengan mata cemerlangnya.

"Oke," Jang Na Ra memberikan trolinya kepada Baekhyun.

"Sebentar ya, diluar ada kekasihku. Oh iya, ini dompetku, Kau bayar dengan kartu berwarna hitam saja. Yang lainnya masih didalam." Jang Na Ra berlari dengan tergesa dan Baekhyun menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Na Ra.

Katanya kekasih?

Gadis cantik dengan make up tebalnya itu tentu saja memiliki kekasih. Untuk apa gadis cantik dianggurkan begitu saja? Pasti banyak anjing yang berusaha memakannya. Baekhyun idiot.

Byun Baekhyun dan segala rasa penasarannya menggulirkan matanya kearah jalanan yang ramai kendaraan dan lalu-lalang pejalan kaki karena saat ini ia berada di kawasan elit Gangnam. Ia melihat dari balik kaca transparan yang menghadap kearah Jang Na Ra dan kekasihnya yang luar biasa tampan, bahkan Baekhyun mengakui ketampanan kekasih Na Ra.

Mata Baekhyun membelalak ketika melihat Jang Na Ra yang hendak memeluk kekasihnya justru kedua lengannya ditahan oleh dua bodyguard yang berdiri di samping lelaki bertubuh tegap itu. Apa pantas seorang kekasih melakukan tindakan seperti itu, seharusnya jika tidak ingin di peluk lelaki itu bisa menahan lengan Na Ra dengan kedua tangannya, bukan dengan tangan orang lain.

Baekhyun adalah pengamat yang baik. Itu keahliannya.

"Hoi, Byun Baek!" Baekhyun membalikan tubuhnya dan mendapati Jung Jaehyun melambaikan tangannya bersama Lee Bo Ram.

"Apa Na Ra memberi kartu debitnya?"

"Ya, dia memberikan dompetnya." Baekhyun melambaikan dompet pink milik Na Ra.

"Baguslah kalau begitu. Kita menggunakan uangnya dulu—Wah, bukankah itu Park Chanyeol?"

Cut…

Bantuannya dong, kritiknya, makiannya kalau perlu. MUAHAHAHA!