Disclaimer: I don't own anything
Summary: Ia adalah manusia peliharaan iblis. Ia adalah anjing bagi sang pemilik. Namun, apakah ia akan diam saja? TIDAK! Ia menunggu kesempatan di samping mengembangkan kekuatannya yang tak diketahui siapa pun. True Longinus. Sampai saat di mana harapan itu terkabul melewati duelnya dengan Riser Phenex.
True Longinus
Chapter 2
Malam hari penuh bintang menghiasi, warna yang tidak biasa menerangi dunia berjuluk Underworld ini. Dulu ia tidak terbiasa memandang langit malam yang berwarna bukan hitam, melainkan ungu. Ya … langit Underworld dengan langit bumi berbeda.
Surai pirang itu bergerak pelan mengikuti arah angin. Mata itu menatap datar ribuan kelap-kelip bintang di atas sana. Tidak ada yang menemaninya, tidak ada yang bersamanya, dan ia tidak menginginkan itu.
Esok hari adalah hari pertempurannya dengan bangsawan kelas atas, Riser Phenex. Tidak ada keraguan di hatinya, ia sudah menetapkan akan menunjukkan taring esok hari. Di hadapan semua orang, di hadapan para petinggi ras busuk yang sangat ia benci.
Naruto.
Sosok manusia malang yang kehilangan keluarganya karena keserakahan iblis. Sosok manusia yang selama ini menanggung takdir sebagai anjing dari ras yang ia benci. Manusia mana yang bisa tahan dengan takdir tersebut? manusia mana yang bisa memendam kebencian selama bertahun-tahun? Setiap hari? Setiap saat?
TIDAK ADA!
Hanya dialah seorang, hanya remaja pemilik tekad kuat dengan True Longinus di sampingnya. Hanya Uzumaki Naruto seorang.
Ya, itu adalah kebenaran yang tak dapat dielak. Sebuah kisah akan mempermainkan takdir remaja itu selama ia masih tetap memiliki True Longinus di tangannya. Selama nama senjata keramat itu bersanding dengannya segala mara bahaya akan menghampiri. Namun, ia sudah tahu itu sejak lama dan siap dengan takdir yang menantinya di depan.
Kembali ke beberapa jam lalu, ingatannya memperlihatkan untaian peristiwa di mana dirinya bertemu dengan pemimpin dari ras iblis, Sirzechs setelah dirinya memutuskan untuk bertarung dengan Riser menggantikan Rias.
Flashback On
Koridor yang awalnya sepi perlahan terdengar suara langkah kaki yang kian menguat. Dari balik kegelapan siluet dua orang mulai nampak. Mereka adalah Grayfia dan Naruto yang mengikuti dari belakang. Tidak ada satu patah kata terucap setelah Grayfia menampar Naruto dengan keras di ruang klub penelitian ilmu gaib. Remaja itu juga tidak memperpanjang masalah yang ada.
Sampai akhirnya mereka tiba di depan pintu besar yang megah. Dari balik pintu itu ada sebuah ruangan tempat para iblis terkuat berkumpul. Youndai Maou, 4 pemimpin tertinggi bangsa iblis.
Pintu itu terbuka, bukan dengan dorongan tangan melainkan terbuka otomatis setelah Grayfia melakukan sesuatu dengan menggerakkan bibirnya. Mereka akhirnya masuk dan berhadapan dengan Sirzechs Gremory sang pemimpin penyandang gelar Lucifer. Duduk di kursi kebesarannya.
Grayfia dan Naruto berlutut di hadapan iblis merah itu. Tidak mengeluarkan sepatah kata pun sampai Sirzechs buka suara.
"Tolong jangan berbuat formal jika tidak ada siapapun selain kita di sini, Grayfia, Naruto-kun."
"Tapi–" Grayfia berusaha menyanggah.
"Tidak apa-apa, lagi pula aku tidak terlalu suka keformalan."
Menghela napas, Grayfia kemudian menegakkan tubuhnya kembali yang diikuti oleh Naruto.
"Jadi?" tanya Sirzechs, yang dimaksud pria itu adalah hasil dari pertemuan Riser dengan Rias.
"Berjalan tidak sesuai rencana, Sirzechs-sama. Aku telah berhasil membuat mereka melakukan rating game tapi …."
"Sudah kubilang jangan bersikap formal jika tak ada siapa pun. Ah lupakan, lalu di mana letak tidak sesuai rencananya?"
"Tapi yang melakukan rating game bukanlah Rias melainkan Naruto, menggantikan Rias," kata Grayfia.
Sirzechs tersenyum tipis, "Kalau begitu ini akan jadi lebih baik. Sejak awal memang tidak mungkin Rias menang melawan Riser dalam rating game. Untuk itu aku telah menyusun rencana berikutnya dan melibatkan Naruto-kun di dalamnya. Tapi jika keputusannya sudah seperti itu maka akan lebih baik."
Grayfia sedikit terkejut. Jadi pada akhirnya Naruto-lah yang akan menjadi peran utama dalam menggagalkan pertunangan Rias dengan Riser. Wanita itu melirik Naruto melakui ekor mata sesaat lalu balik menatap Sirzechs di depan.
"Kapan rating game-nya diadakan?" tanya Sirzechs lagi.
"Besok."
"Hmm, sangat cepat. Kupikir seminggu kemudian. Naruto-kun, apa kau yakin sudah siap melawan Riser yang berupakan iblis kelas atas?" Sirzechs mengalihkan pandangan pada remaja pirang yang sedari tadi diam membisu.
Naruto sedikit merendahkan badannya, "Tentu saja, saya siap bertarung dalam segala kondisi termasuk rating game melawan Riser Phenex-sama. Saya berjanji akan membawa kemenangan untuk Anda dan juga Rias-sama."
Nada itu … nada yang dibuat patuh telah dilakoninya sangat lama hingga siapa pun tak tahu apakah nada itu keluar dengan ikhlas atau hanya kedok saja.
Sirzechs melebarkan senyumannya, "Aku tunggu aksi pertarunganmu, Naruto-kun."
"Sesuai perintah Anda, Sirzechs-sama."
Flashback Off
Mata itu mengerjap beberapa kali. Tubuh itu bersender di batang pohon halaman belakang kediaman Gremory. Ini adalah tempat favoritnya untuk menyendiri karena halaman belakang jarang dikunjungi.
Satu daun hijau jatuh mengenai pucuk kepalanya. Ia mengambil itu dan melihat daun itu memiliki lubang di tengah. Ia memutar-mutar daun tersebut lalu melihat bintang melewati lubang yang ada di daun itu.
"Sangkar … kebebasan … layaknya daun yang berlubang ini," gumam Naruto.
Kembali mengingat masa lalu … ia tenggelam dalam lamunannya. Ia larut dalam kata seandainya. Seandainya keluarganya masih ada. Seandainya para iblis itu tidak datang dan mengacau. Seandainya … takdir ini tak terjadi.
"Naruto."
Suara itu memecah lamunannya. Ia melihat Rias yang menghampirinya dari samping dengan menggunakan piyama transparan yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan jelas. Tentu saja jika laki-laki biasa akan terpesona dibuatnya.
"Akhirnya aku menemukanmu," Rias menghela napas dengan ekspresi sedikit kesal karena faktanya sejak tadi ia mencari keberadaan remaja pirang itu.
"Rias-sama–"
"Panggil aku Rias saja!"
"Rias … ada apa?" tanya Naruto.
Tanpa permisi Rias duduk di samping Naruto dan menyenderkan tubuhnya. Ekspresi lega setelah kelelahan terlihat di wajah cantik itu. Naruto diam menunggu jawaban.
"Aku datang ke sini untuk menemuimu. Jujur saja aku tak dapat tenang ketika tahu kau akan bertarung melawan Riser," jawab Rias. "Naruto, apa kau tahu julukan bagi clan Phenex?"
"Kalau tidak salah … keabadian."
"Benar. Semua keturunannya memiliki kekuatan unik yaitu keabadian. Riser dengan keabadiannya ia tak terkalahkan dalam rating game. Ya, ada saatnya juga ia kalah namun itu karena lawannya adalah sekutu clan Phenex, ia sengaja mengalah."
Rias mengepalkan tangannya, tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana nanti keadaan Naruto. Ia memandang remaja di sampingnya, "Naruto … apa kau bisa berjanji padaku bahwa kau akan menang?"
Naruto dapat melihat harapan besar dari balik mata indah Rias. Harapan yang sungguh-sungguh ingin dirinya menang bukan untuk keegoisan terhindar dari pertunangan, melainkan untuk keselamatan dirinya sendiri. Maka dari itu ia mengangguk.
"Tentu saja aku akan menang … dan aku janji."
Ekspresi lega terpasang di wajah Rias. Senyuman indah nan tulus ditujukan hanya untuk Naruto seorang. Rias memegang dadanya yang sudah ringan, seakan bebannya menguap tanpa sisa.
"Terima kasih."
Bersamaan dengan perkataan itu, Rias menyenderkan kepalanya di bahu Naruto. Menutup mata. Merasakan nyamannya berada di dekat pemuda pirang ini. Naruto dapat mencium bau khas Rias.
Harum.
"Rias … maaf karena telah mengacaukan pertemuanmu tadi siang," kata Naruto.
Remaja pirang itu dapat merasakan gelengan kepala dari Rias yang bersender di bahunya. "Tidak apa, justru kedatanganmu membuat aku dan peerageku selamat dari aroganis Riser. Jujur saja saat itu aku sudah muak dengan seringainya."
"Apa yang kulakukan sudah benar?"
Rias mengangguk, "Tentu saja."
Rias, entah kenapa dirinya merasa nyaman saat berada di dekat manusia berambut cerah itu, bahkan sejak dulu ia sudah merasakan perasaan ini. perasaan nyaman jika berada di dekat seseorang. Itulah yang Rias rasakan selama ini. Apa pun situasinya, selama ada Naruto di sisinya segala kekhawatiran langsung sirna.
'Naruto … apakah aku telah jatuh cinta kepadamu?'
Pertanyaan itu telah ia lontarkan setiap kali merasakan rasa nyaman ini. Apakah ia telah jatuh cinta pada seseorang? Apakah begini rasanya jatuh cinta? Atau ini hanya perasaan nyaman saat berada di dekat penjagamu?
Rias benar-benar tidak mengerti dengan perasaannya sendiri.
Posisi itu bertahan cukup lama ditemani semilir angin malam hingga akhirnya Rias mengangkat kepalanya lagi. "Oh ya, Okaa-sama menyuruhku mencarimu, katanya ada yang ingin dibicarakan denganmu."
"Venelana-sama?"
Rias mengangguk, "Okaa-sama berada di kamarnya."
"Kalau begitu aku harus segera memenuhi panggilan Venelana-sama. Rias, tidak apa-apa aku meninggalkanmu di sini?"
"Tentu saja tidak. Lagi pula sebentar lagi aku akan kembali ke kamarku."
Naruto mengangguk, ia bangkit berdiri. "Kalau begitu aku permisi dulu."
"Umm."
Jarak dari halaman belakang menuju kamar Venelana cukup jauh, butuh sekitar 10 menit jika berjalan menyusuri beberapa lorong yang dijaga oleh maid di setiap sudutnya. Akhirnya Naruto sampai di depan pintu kamar Venelana. Ia mengetuk pintu terlebih dahulu dan akan masuk setelah diberi izin.
"Selamat malam Venelana-sama, saya datang memenuhi panggilan Anda," ucap Naruto sopan.
Venelana terlihat duduk di pinggir kasur menunggu kedatangan remaja itu. ia tersenyum hangat pada Naruto.
"Terima kasih karena sudah datang Naruto. Kemarilah," Venelana memberi isyarat untuk Naruto duduk di sampingnya dengan menepuk kasur.
Naruto sedikit ragu akan hal itu. Ia bergeming. Tidak menjawab isyarat itu. Venelana yang tahu keraguan itu segera meyakinkan Naruto.
"Tidak apa-apa Naruto, duduklah. Aku ingin berada di dekatmu."
"Apakah boleh?"
"Tentu saja. Ayo kemarilah."
Naruto mengangguk lalu ia jalan dan duduk di samping Venelana. Ada rasa gugup di hatinya entah karena apa. Ini tidak seperti biasanya. Naruto juga heran kenapa bisa seperti itu.
Setelah permintaannya dipenuhi Venelana menggenggam tangan Naruto dengan lembut membuat sang remaja pirang sedikit tersentak. Ia memang sudah biasa dipegang lembus seperti ini tapi entah kenapa sekarang rasanya berbeda. Tak dapat diungkapkan oleh kata.
"Aku dengar dari Sirzechs kau akan bertarung melawan Phenex besok, apa benar?" tanya Venelana.
Naruto mengangguk, "Ya, itu benar Venelana-sama."
"Kenapa kau memutuskan untuk bertarung melawan Phenex?" lagi, wanita berwajah ayu itu bertanya.
Ada sedikit jeda saat hendak menjawab pertanyaan itu. "Demi membuat Rias-sama terbebas dari pertunangannya."
"Apakah benar begitu?" Venelana memandang dalam ke mata Naruto. Jawaban yang ia terima berupa anggukan. "Begitu ya, terima kasih karena sudah menjaga Rias selama ini."
"Venelana-sama tidak perlu berterima kasih karena itu sudah menjadi tugasku."
"Memang benar tapi entah kenapa aku ingin mengucapkannya saja. Apa tidak boleh?"
"T-tentu saja boleh."
Venelana tersenyum, "Kalau begitu tidak apa 'kan aku mengucapkan terima kasih sebanyak yang aku mau?"
Ugh … hanya Venelana seorang yang dapat membuat Naruto mati kata seperti ini. Senyuman yang ia berikan, genggaman yang ia berikan serasa membuat Naruto tak berdaya untuk melawan. Ini mengingatkannya pada perasaan di masa lalu saat keluarganya masih lengkap. Pandangan remaja itu merendah, berusaha menghindari senyuman hangat Venelana.
"Naruto."
"Ya, Venelana-sama?" saat pandangannya hendak melihat Venelana, kedua mata itu membulat sempurna setelah ia merasa ada bibir yang menyentuh keningnya. Ia membeku merasakan kecupan hangan Venelana yang tak ia sangka.
Setelah itu, Venelana memeluk Naruto dengan erat. Membenamkan wajah membeku remaja itu pada dadanya. Dari dulu ia ingin sekali memeluk Naruto dengan erat seperti ini.
"Naruto, aku tahu bagaimana penderitaanmu di masa lalu. Aku tahu dan aku minta maaf sebagai sesama ras yang telah merenggut nyawa keluargamu. Naruto … maafkan aku."
Perkataan Venelana membuat Naruto kaget. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan dalam situasi seperti ini. Ia tenggelam dalam kehangatan yang diberikan Venelana padanya … dan ia sangat nyaman dengan hal itu. Ini seperti yang diinginkannya sejak dulu.
Kehangatan seorang ibu.
"Sejak kau kecil aku ingin sekali Naruto menganggapku sebagai seorang ibu. Sejak dulu aku ingin mendekatkan diriku denganmu. Tapi … semua itu tidak tersampaikan. Bahkan selama bertahun-tahun sampai sekarang."
"Ve ... nelana … -sama …."
"Naruto, aku ingin sekali memberikanmu kasih sayang layaknya seorang ibu," Venelana mengelus lembut surai pirang itu. "Bukan sebagai majikanmu atau apa pun."
Sensasi ini … perasaan ini … seperti masa lalu. Inilah salah satu hal yang ingin Naruto dapat dari dulu. Kasih sayang seorang ibu. Dan ia mendapatkannya dari Venelana. Ia merasakan perasaan tulus dari Venelana tanpa ada niat terselubung. Perasaan hangan dan nyaman itu membuatnya menutup mata. Tenggelam dalam ketenangan batin.
Tanpa ia sadari air mata mulai keluar. Tanpa ia sadari kedua tangannya membalas pelukan Venelana. Dan tanpa ia sadari bibirnya mengucapkan sepatah kata.
"Kaa-san."
Chapter 2 selesai
Hallo ketemu lagi dengan Arthuria-san di chapter 2 ini :) maafkan Arthuria yang update-nya lama. Semoga para pembaca terhibur dengan chapter dua yang … errr jelek ini! :`) beri saran dan koreksi ke Arthuria di kolom review ya, biar semangat ngetiknya!
Sebelum memasuki scene bertarung, Arthuria-san ingin sebisa mungkin membawa perasaan pada pertarungan itu :) jadi dalam setiap pertarungan ada alasan jelas dan perasaan yang di bawa, Arthuria pikir itu akan lebih ngena dibanding pertarungan biasa.
Sampai jumpa di chapter depan :)
Ciaooo~