Caste Heaven sepenuhnya karya Ogawa Chise. Fanfiksi ini diperuntukkan hanya untuk kesenangan batin. Tidak ada keuntungan material diperoleh.

Kacau Balau © Imorz

Yang benar saja, Karino!

[ 30 Days Fanfiction Challenge: Day 20—Non-AU ]

-berdasarkan Caste Heaven chapter 15-


Padahal, Azusa sudah berpesan kepada Karino untuk bersikap baik kepada Ibunya—yang akan datang hari ini ke kantor kepala sekolah mengenai kelakuan anaknya yang berandalan (terhadap hal ini, Azusa mati-matian menyangkal) dan bersikap seolah-olah sahabat karib. Padahal, pun, Azusa sudah memenuhi permintaan Karino yang kelewat mesum; isi kepala lelaki itu memang hanya ingin memenuhi lubang Azusa semata, setidaknya itu yang Azusa tangkap.

Tetapi, entah bagaimana, rencana yang semulai berjalan mulus tiba-tiba kucar-kacir di tengah jalan dan Azusa benar-benar ingin membuatkan liang kubur untuk Karino.

"Dia bukan seseorang yang membutuhkan simpati. Maka dari itu, aku lebih memilih mati daripada harus mengasihaninya."

Nyonya Azusa terperangah mendengarnya. Mimik Karino yang semula begitu damai berubah keras dan alisnya bertaut kesal. Karino melanjutkan kalimatnya.

"Nyonya, bagaimana jika kau memercayai anakmu itu juga barang sedikit?"

Yang benar saja, Karino!

Azusa menyumpahi lelaki itu setiap hari, setiap waktu, sampai sekiranya ada celah di antara detik maka akan Azusa gunakan untuk menyumpahi Karino, tapi hari ini, tingkahnya tadi, ketika lelaki itu berbicara dengan Ibunya—astaga, astaga, astaga, apa yang terjadi dengan wajahnya. Mengapa terasa panas dan pikirannya kacau. Karino benar-benar seorang bajingan kelas kakap.

"K-kau benar, aku hanya terlalu mengkhawatirkannya," jawab Nyonya Azusa terbata-bata. Ia dan Karino berjalan menjauh dari kantor.

Seakan amarahnya berkelakar naik menuju ubun-ubun, Azusa menendang bak sampah kecil di depannya.

"Aku tidak akan pernah memaafkannya!"

Perasaan kesal itu membludak, memenuhi isi kepala dan dada. Belum puas menendang bak sampah, Azusa memukul kaca jendela—yang mana justru rasa sakit menjalar ke tangannya.

Azusa mengaduh, terduduk ia merasakan sakit yang meradang dan berdenyut. Ia mendengar beberapa orang berbicara mengenai keadaannya dari belakang, entahlah siapa mereka, Azusa tidak peduli. Ia terlampau kesal, kesal; haruskah ia menghubungi pihak pemakaman sekarang juga? Batu nisan bertuliskan nama Karino Kouhei cukup terdengar beken.

Berantakan, benar-benar berantakan. Azusa tidak habis pikir. Apa yang membuat Karino lepas kontrol begitu saja. Selain itu, Azusa juga tidak mengerti dengan keadaannya sendiri.

Azusa memang tidak sedang bercermin, tapi ia merasakan wajahnya panas; tadinya hanya panas, kini semakin panas dan ia yakin saat ini warnanya berubah kemerahan. Telinganya berdengung, tidak, ia tidak sedang demam mendadak, respons macam ini terlalu Azusa sadari sampai-sampai membuatnya tidak percaya.

Astaga, yang benar saja, Karino!

.

.

.

Selesai.