Shiroyukki Present
Naruto : Masashi Kishimoto
HighSchool DxD : Ichie Ishibumi
.
.
.
Chapter 4 : All In
.
.
Dahulu kala, seorang dewi terusir dari kerajaan langit karena mencuri kitab keabadian dari kedua orangtuanya. Sang dewi sangat bingung saat berjalan di dunia manusia, saat ia berada di dunia ini. Peperangan antara penguasa wilayah menjadi meraja lela namun diantara para penguasa itu ada seorang samurai yang selalu berjalan tanpa tuan. Samurai itu selalu membuat kebaikan pada para korban peperangan, menyisihkan sebagain harta yang ia miliki untuk anak-anak, dan memberikan makan pada sesama manusia.
Hati dewi itu tertarik pada Samurai itu. Samurai itu juga menolongnya saat ia dalam kesulitan. Namun dirinya sedih saat Samurai itu meninggalkan dirinya sendirian. Suatu hari Samurai itu berjanji akan kembali setelah pencariannya tentang kehidupan selesai.
Hari demi hari.
Bulan demi bulan.
Tahun demi tahun.
Dewi itu selalu setia menunggu, ia menolak setiap pemimpin wilayah yang mau memperistrinya. Hatinya sudah ia berikan sepenuhnya untuk sang Samurai itu.
Pada akhirnya sang Samurai pulang ke desa tempat terakhir ia bertemu. Kebahagiaan sang dewi saat melihat Samurainya pulang tergambar jelas saat air mata mengalir di pipinya. Pada akhirnya, sang Dewi dan Samurai memutuskan untuk mengikat janji sehidup semati dan memiliki seorang anak.
Suatu hari, Utusan dari kerajaan langit mendatanginya dan membawanya pulang. Sang dewi sangat sedih harus meninggalkan suami dan anaknya sebagai permintaan maaf sang dewi memberikan buah persik pada buah hatinya dan meminta untuk menanam biji persik itu di tanah. Sesudahnya, sang dewi kembali ke kerajaan langit dengan rasa penyesalan di hatinya.
Anaknya yang memakan buah persik itu merasakan gejolak kekuatan aneh pada dirinya. Sebelumnya ia bisa mengendalikan api berwarna hitam yang ia tau bahwa itu adalah warisan kekuatan dari ibunya dan sekarang rasanya ia dapat mengendalikan ruang dan waktu. Perasaan yang ia rasakan membuat ia mematuhi perintah sang ibu, anak itu menanam biji persik di tebing dekat pantai. Angin pantai membelai wajahnya dan menerbangkan rambutnya yang panjang. Saat itu ia terpikirkan satu hal, Namikaze. Namikaze atau angin pantai, ia akan memakai nama itu saat ia memiliki keluarga karena ayahnya adalah seorang Ronin yang tidak memiliki tuan ataupun keluarga.
.
.
.
"Namikaze? Kau anak Namikaze Minato?" dari suaranya Naruto tau kalau Kurama tidak percaya padanya.
"Memang ada salah dari nama Namikaze?" sejauh ini ia tidak tau apa-apa tentang nama keluarganya. Yang ia ingat ayahnya hanyalah orang suci yang selalu membuat kebajikan dan perbuatan baik.
"Namikaze adalah keturunan langsung dari dewi Amaterasu dengan seorang Rounin saat dewi dalam masa pengasingan. Klan Namikaze dapat mengendalikan Api hitam dan juga Ruang maupun waktu. Klan yang sangat kuat bahkan para makhluk supranatural tidak ada yang berani macam-macam dengan mereka untuk menjaga agar tubuh anggota klan tidak di hidupkan kembali oleh pihak supranatural, klan Namikaze membakar mayat anggota mereka sampai menjadi debu." Sekarang ia sedikit tau tentang nama Namikaze. Klan yang sangat di takuti oleh makhluk supranatural.
"Kerahasiaan teknik Klan Namikaze tidak boleh bocor ke pihak manapun. Kau harus merahasiakan kekuatan mu jika sudah bangkit." Nasihat Kurama harus ia ingat, ia adalah Namikaze terakhir yang ada. Dirinya harus terus hidup dan membangkitkan klan Namikaze.
"Sekarang ayo kita mulai..." kepalan tangan kyubi terangkat ke atas dan mengarahkan ke depan, Naruto yang melihat itu tidak tau apa yang harus ia lakukan sampai ia teringat sesuatu.
Bro fist, salam yang selalu ia berikan saat bertemu sahabatnya yang sudah gugur.
Kepalan tangan Naruto terangkat dan mengadukan dengan kepala tangan kurama. "... dengan ini, aku Kurama no Kyubi, Kyoto no Ou-sama menjadikanmu menjadi Masterku. Apa kau menerima diriku, wahai Namikaze Naruto?"
"Aku menerimamu, Kurama no Kyubi. Sebagai Mastermu aku ingin kita mewujudkan impian kita, menghilangkan ego masing-masing dan berjalan bersama sebagai teman, sahabat, dan keluarga." Setelah Naruto mengucapkan ikrarnya, cahaya yang menyilaukan mata keluar dari sela penyatuan kepalan tangannya.
Pada bahu bagian kirinya Naruto merasakan panas yang sepertinya membakar kulitnya. Panas yang bahkan dengan Mana yang ia keluarkan tidak dapat menghilangkan rasa sakitnya.
Brugh... Sreeek... Sret...
Pemuda itu terjatuh dengan lutut yang pertama menyentuh tanah dengan tergesa-gesa ia mengenarik resleting jaketnya dan dapat ia lihat sebuah tatoo tribal yang membentuk kepala rubah.
"Itu adalah segel kontrak untuk kita berdua, lihat aku juga memilikinya." Pada bahu kiri Kyubi terdapat tatoo yang sama namun berbentuk matahari.
"Segel ini tidak akan hilang kecuali salah satu di antara kita mati. Sekarang kita mulai perkenalannya..." dengan santai Kyubi membantu Naruto bangun dan mendudukannya pada kursi batu. "... Namaku Kurama hanya Kurama. Gelarku adalah Nine of War General. Aku adalah salah satu dari sembilan jenderal perang yang di miliki oleh mitologi Shinto."
"Namaku adalah Namikaze Naruto, keturunan terakhir Klan Namikaze. Aku adalah mantan Kapten ANBU dan sekarang aku adalah Pion di bawah kepemimpinan seorang Rias Gremory. Mohon bantuannya, Kurama." Walaupun terlihat memaksakan diri, Naruto berdiri dan membungkuk sembilan puluh derajat di hadapan Kurama.
"Ayo kita wujudkan mimpi kita bersama."
.
.
.
Naruto, ku mohon tetaplah Hidup.
Sialan mimpi ini lagi. Mimpi saat-saat terakhir tuan ku sebelum ia berubah menjadi abu dan masuk ke dalam Void.
Void adalah perjalanan terakhir bagi kami makhluk yang di langgar untuk tidak bisa masuk kedalam taman eden milik tuhan, alam yang tidak memiliki cahaya sama sekali yang ada hanyalah kegelapan tanpa ujung.
Tuan ku adalah Seiren Gremory, adik dari Rias Gremory dan Sirzech Gremory atau Maou Lucifer. Dia adalah sosok feminin yang selalu tersenyum namun senyuman itu tidak dapat aku lihat saat ia sudah menjadi abu dalam dekapanku.
Saat itu di malam yang terang bintang, kami menghabiskan waktu bersama. Sangat tabu bagi budak sepertiku untuk mengencani Tuannya tapi cinta kami mengalahkan siapapun.
Di malam itu semua itu terjadi.
Puluhan malaikat jatuh menyerang kami bersama seorang jenderal yang wajahnya tidak akan pernah ku lupakan. Aku bersumpah atas nama tuan ku, aku akan membunuhnya walau harus mengorbankan nyawaku.
Kami berdua dapat bertahan dari serangan itu, puluhan tombak cahaya di musnahkan oleh Power of Destruction dan terbelah dengan katana Black Lotus milikku. Namun kami kalah saat melawan jenderal itu, Seiren berakhir tragis dengan luka bolong yang menganga di dadanya.
Pesan terakhirnya adalah Aku harus tetap hidup. Aku adalah Queen yang sangat ia cintai dan aku tidak dapat melindunginya.
Saat ia menghilang dan berubah menjadi abu entah kenapa perasaan Sedih, Marah, Benci dan kecewa menjadi satu.
Aku sedih karena kematian tuan ku.
Aku marah pada jenderal itu.
Aku benci pada diriku yang lemah.
Dan, aku kecewa pada tuhan karena memisahkan kami berdua.
Semua emosi itu bergabung menjadi satu dan Black Lotus memakan emosi itu menjadikan energi yang sangat besar, terus menerus tanpa mengenal batas.
Ledakan energi yang sangat kuat menembus langit dan menggetarkan bumi. Aku masih ingat saat air mata ini jatuh, kepala ku serasa kosong dan serasa ada yang menggerakkan tubuh ini.
Slice of Despair
Saat teknik yang tanpa sadar aku ciptakan itu terlontarkan, jenderal itu tertawa dan menciptakan sebuah Tombak cahaya berukuran raksasa.
Saat keduanya bertemu, tombak itu terbelah dua dan seranganku melewati jenderal para malaikat jatuh. Aku tau Jenderal itu pasti terkejut karena serangan sederhanaku dapat membelah tombak cahaya dengan kepadatan bukan main. Lingkaran sihir bertipe pelindung ia buat guna menghindari seranganku namun na'as tebasan itu dapat menghancurkan pelindungnya. Sayangnya arah serangan itu berubah ke arah kiri dan memakan setengah dari sayap yang ada.
Dengan rasa sakit yang sangat, jenderal itu mundur dan bersumpah akan kembali suatu saat nanti dan membalaskan apa yang telah aku lakukan.
Tubuhku terasa melemah.
Sepertinya ini adalah akhir dari diriku dan aku senang karena mati disamping orang yang ku cintai. Aku akan pergi ke Void dan setidaknya aku tidak bertemu teman-temanku yang gugur dan memasuki taman eden.
Namun, sebelum aku berubah menjadi debu. Seorang perempuan berambut merah datang dan menawarkanku kehidupan kedua. Sekarang aku adalah Pion dari Rias Gremory, budak iblis yang memakan dua bidak pion.
.
.
.
"Hah, mimpi itu lagi..." dengan nafas yang memburu Naruto kembali menuju dunia nyata.
Void, itu adalah alam semu yang kosong tanpa ada isi. Kegelapan tanpa ujung yang selalu berlalu lalang.
Mimpi itu selalu saja terulang bagaikan kaset kusut yang berputar tiada henti, terkadang bayangan kematian Seiren selalu lewat di depannya juga terkadang kematian teman-temannya. Maka dari itu ia mengambil sumpah untuk tidak pernah membiarkan teman-temannya mati.
"... malam yang melelahkan!" sejenak ia mendudukan diri di kasurnya. Di sebelahnya seorang gadis berambut putih masih tertidur dengan menggunakan lingrie berwarna putih pada tubuhnya.
Momo Hanakai, gadis ini adalah Iblis dari keluarga sitri tepatnya bagian Peerage Sona Sitri. Kouhai yang selalu mengejarnya saat hatinya membatu di tinggal pergi tuan yang dirinya cintai. Selama dua tahun, gadis ini mengejarnya.
Saat pertama bertemu dengan gadis ini, ia selalu mengacuhkan dirinya. Bukan tidak suka namun dirinya masih berduka setelah kematian Seiren. Apapun di lakukan oleh gadis keras kepala ini, dirinya seakan itu terjadi kemarin.
Naruto-senpai, hari ini aku membawakanmu bekal makan siang. Mohon di terima.
Maaf, aku sudah membeli makanan di kantin.
Lalu pada hari Valentine saat dirinya duduk di kelas dua, gadis itu menemuinya di gerbang sekolah pada pagi hari.
Ini adalah coklat yang ku buat sendiri. Ku mohon terimalah pemberianku.
Maaf, aku tidak suka makanan manis.
Dan, yang terakhir adalah saat perayaan tahun baru. Gadis itu mengajaknya untuk pergi bersama, hanya mereka berdua.
Maaf, aku tidak bisa. Aku sangat lelah hari ini.
Pada akhirnya, kesungguhan itu yang membuat hatinya luluh karena sesungguhnya batu sekalipun akan terkikis jika di aliri air terus menerus.
"Engh..." melihat gadisnya bergerak karena rangsangan dari sinar mentari pagi membuat Naruto tersenyum dan saat kelopak mata itu terbuka Naruto menyapanya dengan senyuman yang tidak akan pernah luntur.
"Ohayou, Momo-chan." Sudah sebulan ini mereka berdua tinggal bersama bagaikan keluarga yang bahagia. Namun selama itu Naruto belum pernah menyentuhnya sama sekali bukan berarti dirinya tidak normal tapi dirinya sudah berjanji bahwa tidak akan pernah melakukan hubungan sex selama mereka belum menikah.
Tubuh perempuan itu tergerak dan terduduk di kasur di sebelah kekasihnya. Tak lama baginya untuk mengumpulkan kesadaran untuk kembali ke dunia.
"Ohayou mo Naruto-kun."
Cup...
Yah, sebuah morning kiss yang menyiratkan perasaan keduanya. Ciuman sesaat tanpa adanya nafsu.
"Aku akan memasak sarapan. Kau mandi duluan saja." Ucap Naruto. Keseharian ini yang membuatnya sangat senang setelah banyaknya jalan berbatu dan musuh yang ia lewati. Rasanya jiwanya sangat damai.
"Kenapa kita tidak mandi bersama saja?"
"Jangan menggodaku atau aku akan benar-benar memakan mu." Naruto yakin wajahnya saat ini dapat menakut-nakuti anak-anak yang sedang bermain di taman.
"Aku yakin kau tidak akan melakukannya."
Tanpa banyak omong, Naruto pergi meninggalkan Momo yang tertawa di atas kasur. Ia sangat mempercayai Naruto lebih dari siapapun di saat orang-orang memandang Naruto rendah karena membawa gadis ke dalam rumahnya dan tinggal bersama dalam satu atap.
.
.
.
Beberapa menit berlalu dan waktu baru menunjukan pukul delapan, jam pelajaran pertama di mulai pukul sembilan.
"Naruto-kun, kau belum memakai dasi."
Naruto saat ini sedang mengenakan blazer Kuoh gakuen miliknya dan sedang duduk manis di depan ramen cup yang ia seduh sebelum mandi pagi. Walaupun ia sudah menyiapkan roti panggang, pilihannya selalu jatuh pada Ramen-chan.
"Masukan saja ke dalam tas milikku."
Beginilah kehidupan sehari-harinya, mereka berdua saling melengkapi satu sama lain. Walaupun usia mereka terpaut satu tahun dengan pengajaran dari Sona, Momo dapat menjadi pribadi yang teliti.
"Aku sudah selesai, ayo berangkat." Momo keluar duluan dari pintu dan Naruto keluar menjinjing tas miliknya dan tidak lupa mengunci pintu rumah miliknya.
.
.
.
Brum... Brum... Brum...
Suara knalpot motor Yamaha Vmax keluaran tahun dua ribu delapan belas. Motor dengan mesin bertenaga 1700cc yang dapat di andalkan dalam perjalanan jauh dengan lima transmisi juga memiliki Transistor Controller dapat membuat percepatan kecepatan dalam waktu singkat.
Motor itu tidak berjalan sendiri, seorang pelajar yang mengendarainya bersama seorang gadis di bagian belakang karena dapat dilihat dari bagian rok dan juga paha yang putih mulus tanpa bulu.
"Kyaaa Naruto-senpai..."
"Senpai, ku mohon jadilah suami ku."
Beberapa anak kelas satu yang sepertinya Fansgirl-nya berteriak kegirangan. Walaupun mereka mengetahui tentang hubungan Namikaze Naruto dan Momo Hanakai, mereka tetap saja mengindolakan sosok Namikaze Naruto.
Mereka menamai diri dengan S2NS. Shooting Star Naruto-Sama. Mereka bakaikan sekte pemujaan dan tentu yang dipuja tidak lain dan tidak bukan adalah Naruto, Prince of Sun from Kuohgakuen.
"Apa kau tidak risih dengan mereka, Naruto-kun?" Momo di bagian belakang berbisik kepada Naruto yang sedang fokus membawa motor memasuki parkiran.
Kriiit... Cklek... Bwush...
Kendaraan roda dua itu berhenti meninggalkan suara gesekan dari brake caliper. Menanggalkan standar kuda besi itu dan melepas helmnya.
"Rambut mu sudah panjang Naruto-kun, gunakan ini..." pemuda itu terdiam saat melihat kekasihnya memberikan sebuah karet rambut. "... sini biar aku pakaikan."
Sekarang rambut Naruto sudah terikat tampilan bagai seorang Yakuza tapi tidak menghilangkan sisi kerennya malah Naruto bertambah cool dengan kumis kucing yang jika di lihat seperti bekas luka.
"Apa tidak apa-apa memakai ikat rambut seperti ini?" ucap Naruto, karena ini adalah pertama kali baginya untuk mengikat rambutnya. Rasanya seperti ada yang aneh dan tidak membuatnya nyaman.
"Tidak apa dan sepertinya anggota N2NS akan bertambah." Ujar Momo dengan telunjuk yang mengarah pada pagar besi pengaman parkiran. Sedangkan Naruto, saat ini ia sedang terjatuh dan bertumpu pada kedua lututnya.
'Kenapa... Kenapa aku begitu tampan!'.
.
.
.
"Aku mengutuk para penemu hukum fisika." Ucap Naruto.
Saat ini kondisinya tidak bisa di bilang baik. Wajah yang penuh coretan, Rambut yang acak-acakan bahkan sepertinya karet rambut itu tidak berguna banyak, dan pakaiannya yang rapih menjadi tidak, berbentuk.
Naruto tidak sendiri karena ada Rias dan Akeno di sampingnya yang sedang tertawa, sepertinya mereka kembali mengingat kejadian yang terjadi di kelas Fisika.
Flashback...
"Baiklah, hari ini kita sedikit mengingat kembali tentang pelajaran Fisika dasar tentang Gravitasi..." ucap guru Fisika itu. Guru Fisika yang terkenal dengan metode belajar yang berbeda dari semua guru yang ada. "... Naruto-kun, tolong kau keluarkan selembar kertas."
"Jika ada Bom nuklir bermassa 250Kg yang di jatuhkan dari ketinggian 3700m berapa kecepatan saat bom tersebut menghantam tanah dan berapa percepatan saat bom itu ada di udara?" Guru itu tersenyum saat melihat Naruto dengan semangat menulis pertanyaan yang ia berikan pada muridnya.
'Ia sudah banyak berubah.' Setidaknya itu yang dirinya pikirkan sebelum dirinya melihat Naruto menaruh kembali pena di meja.
"Jadi kau sudah mendapatkan jawabannya, Naruto-kun?"
"Sudah dan jawabannya adalah Nol." Ucap Naruto dengan lantang bahkan membuat Rias, Akeno, Sona, maupun Tsubaki terbengong.
"Kenapa jawabannya bisa menjadi Nol?" Guru itu tersenyum tertarik, sepertinya muridnya satu ini tak sengaja menemukan pemecahan masalah baru karena ilmu Fisika tidak pernah menutup segala kemungkinan yang ada.
"Tentu saja jawabannya Nol karena aku tidak akan pernah menghitungnya. Aku akan lari sejauh-jauhnya dari pusat ledakan dan membiarkan para peneliti mati. Tenang saja aku akan membuat perayaan kematian yang pantas Aowkaowkaowk." Seketika kelas menjadi hening membiarkan angin pada sore hari menunjukan eksistensinya.
Krak...
Saat melihat ke arah depan kelas, guru itu sepertinya sangat marah dan bersedia menginjak kaca mata miliknya.
Selanjutnya kalian pasti tau apa yang terjadi.
.
.
.
Sore ini adalah sore hari yang damai tanpa ada suasana hiruk pikuk kehidupan sekolah.
"Sudah lama kita tidak merasakan suasana ini kan, Momo-chan?" di samping Naruto saat ini ada Momo yang sedang bersandar pada bahunya menjadikan bahunya sandaran kepala.
"Aku selalu berfikir bagaimana jika kita tidak pernah bertemu, aku tidak lahir dan keberadaan supranatural tidak pernah terendus manusia?" ini hanyalah impian konyol yang selalu ia pertanyakan kepada dirinya sendiri.
"Entahlah, setidaknya kita hanya bisa menikmati masa-masa sekarang ini dan menjemput masa depan dengan masa lalu sebagai pelajaran untuk kita."
Ya, kenapa dirinya lupa itu.
Jadikan masa lalu sebagai pelajaran.
Jalani sekarang dengan senyuman.
Dan, jemputlah masa depan dengan semangat.
Kenapa ia lupa hal yang selalu ibunya ucapkan saat ia beranjak ke tempat tidur. Ucapan yang membuatnya selalu bersemangat dan dari perkataan itu ia selalu tersenyum untuk menjemput masa depan.
"Yah, semoga saja" di taman sekolah itu keduanya menikmati suasana sore hari di temani lembayung senja dengan angin tenang yang memainkan mahkota kedua insan yang sedang di mabuk cinta.
Serr...
Seketika bulu roma milik Naruto menegang di ikuti angin yang berubah menjadi hangat.
'Angin ini tercampur dengan Demonic Power tapi siapa?' instingnya sudah terlatih bahkan saat anak-anak merasakan sekolah dasar, dirinya sudah memandikan darah para makhluk supranatural.
Dengan perlahan kedua matanya mengikuti arah angin berasal dan disana adalah asalnya, gedung sekolah lama. Kenapa rasanya sangat aneh dan ia seperti pernah merasakan energi ini tapi dimana?
"Ada apa Naruto-kun? Kau seperti sedang gelisah?" merasakan namanya terpanggil ia menoleh ke samping, Momo menatapnya dengan khawatir.
"Maaf, aku harus pergi sebentar." Naluri yang sudah di asah sejak dini membuatnya harus cepat tanggap dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang ada.
.
.
.
Beberapa saat yang lalu...
"Ahhh... Sudah lama aku tidak pergi ke dunia manusia!" Semua anggota keluarga Rias Gremory sudah berkumpul kecuali Naruto yang sudah meminta izin padanya.
Saat ini seorang Pria dengan jas berwarna merah marun sedang duduk di sofa tepat berhadapan dengan Rias. Di belakangnya ada belasan perempuan yang berdiri dengan anggun.
"Terima kasih atas Teh-nya, manis." Gadis yang di panggil manis hanya tersenyum namun dirinya tau kalau itu adalah senyum palsu.
"Jadi kenapa kau menemuiku disini, Raiser?" ujar Rias dengan wajah yang menatap Raiser tajam. Dirinya merasa jijik karena tunangannya datang ke dunia atas.
Raiser Phoenix, pewaris keluarga Phoenix yang memiliki Ego setinggi langit. Ia selalu menjunjung tinggi martabat keluarganya dan selalu menggembor-gemborkan regenerasi yang cepat sebagai keabadian.
"Apa salah jika aku datang menemui calon istriku?" ucapnya dengan wajah menjijikan seperti seorang om-om yang sedang mengajak seorang gadis untuk bercinta.
"Aku tidak akan pernah setuju untuk menikah denganmu."
"Tunggu dulu, apa yang terjadi disini?" Issei berteriak histeris karena sepertinya hanya dia yang tidak tau apa yang sedang terjadi di ruangan ini.
"Sekiryutei, dia adalah Raiser phoenix. Tunangan Rias Oujo-sama." Ucap seorang wanita berambut perak yang ia tau sebagai kakak ipar dari King-nya.
'Tunangan? Katanya tunangan ini tidak mungkin, kan? Aku sudah memasukan Buchou ke dalam target harem ku.'
"Karena kedua belah pihak bersikeras maka dengan perintah Lucifer-sama, maka kalian akan bertarung dalam Rating Game." Ini adalah apa yang sudah Rias predikisi. Rating game antara dirinya dan Raiser.
Rating Game, sebuah sistem yang diciptakan untuk menemukan calon-calon penerus para Maou di semua generasi. Sistemnya sangat simpel yaitu membuat kedua kubu bertarung sampai salah satu kubu kalah namun itu sistem yang ada sebelum di temukan Evil Pieces. Setelah Evil pieces di temukan, sistem Rating game sedikit berubah.
Sistem baru ini mengadopsi permainan catur maka jika King tereleminasi maka kemenangan mutlaklah yang akan di raih.
"Hooo... Rating Game, kah? Baiklah, aku akan mengajarkan kalian rasa hormat dan setelahnya..." Tubuh Raiser tergerak dari sofa dan berjalan ke arah belakang seorang wanita berambut ungu dan meremas dada wanita itu dari belakang. "... aku akan bahagia karena melihat Rias menjerit di atas ranjangku."
Pandangan anggota keluarga Rias menjadi jijik bagaikan melihat seonggok sampah yang tidak berguna bahkan Issei sudah mengeratkan kepalan tangannya karena emosi.
"Yurusenai..." pemuda berambut coklat itu berlari ke arah Raiser dengan gegabah karena tidak tau sampai mana batas kemampuan musuhnya.
Buagh...
Sebelum sampai di hadapan Raiser, Issei merasakan rasa sakit di perutnya. Rasa sakit yang ia rasakan berasal dari Tonfa yang di gunakan gadis di depannya.
Set... Swush... Slash... Tes... Tes...
Gadis itu menarik tongkat miliknya dan kembali menghantamkan pada punggung Issei namun seketika angin kencang berhembus di ikuti suara tetesan benda cair.
"Jika, kau menyakiti keluargaku maka bayarannya adalah nyawa mu." Bilah pada katana itu menyentuh kulit leher sang gadis. Dinginnya Nagasa pasti dapat dirasakan apalagi menggores kulit sampai mengeluarkan darah.
Angin kencang sebelumnya adalah tebasan katana yang dipadukan dengan kecepatan pergerakan yang Naruto latih sendirian. Kecepatan itu tidak dapat dilihat oleh mata biasa, setidaknya mata orang-orang terlatih yang dapat melihatnya.
"Apa ini orang itu? The Worst Queen? Hahahahahaha... Kau tau julukanmu sangat lucu untuk orang yang sudah membiarkan King-nya tewas. Orang yang sudah membiarkan adik dari Rias Gremory dan Lucifer-sama tewas. Itu kau kan?" ucapan Raiser sepertinya tepat sasaran melihat Naruto terdiam dengan kepala tertunduk. Pegangan pada Tsuka di Katana melemah.
Swush... Tes... Tes... Tes...
Amarah sepertinya mengendalikan Naruto saat pegangan pada Tsuka kembali mengerat. Dalam gerakan lambat, ia menarik Katana miliknya dan melemparkannya ke arah Raiser. Hempasan angin itu tidak main-main seakan angin sudah membuat kesepakatan dengannya. Katanaitu tertanam pada tembok dengan dengan Nagasa yang meneteskan darah.
"Sialan..." saat merasakan angin itu Raiser tidak dapat bergerak namun saat angin itu berhenti rasa sakit pada pipi kanan dan telinganya. Emosinya tidak tertahan dan menciptakan bola api yang membuat seisi ruangan merasakan panas "... aku akan membuat mu menyesal."
Namun tiba-tiba bola api Raiser membeku dan menghilang. "Ku rasa sudah sampai sini saja Raiser-sama, Rias Oujo-sama dalam sepuluh hari akan di adakan Rating Game. Saya permisi." Setelah berpamitan, Grayfia membuat lingkaran sihir berskala besar yang dapat memuat anggota Peerage Raiser.
Seperginya Grayfia suasana tiba-tiba menjadi hening. Tidak ada seorangpun yang memulai omongan.
Tap... Tap...
Langkah kaki Naruto bergema di dalam keheningan. Pemuda itu berjalan menuju pintu keluar dan membiarkan Katana miliknya tertanam di tembok.
Cklek...
Saat pintu itu terbuka Naruto berjalan keluar meninggalkan yang lain dalam keheningan masing-masing.
-XxX-
Sepeninggal Naruto, Issei membuka mulutnya yang beberapa saat yang lalu membisu.
"Buchou, apa itu benar? Naruto-senpai membiarkan adikmu meninggal?" semua orang di sana diam menunggu jawaban Rias bahkan Kiba, Koneko dan Asia juga menunggu jawaban yang keluar dari mulut Ketua mereka.
"Itu memang benar, Adik ku mati dan Naruto ada kaitannya dengan itu semua." Wajah Rias tidak seperti biasanya, ekspresi serius yang jarang ia pasang di hadapan Peeragenya.
"Tak bisa di maafkan. Aku akan membuat Naruto-senpai menyesal." Gemelatuk gigi yang beradu membuat Akeno bertambah marah.
"Kau tidak tau apapun, kau tidak akan pernah memahami apa yang ia rasakan."
"Dulu, enam puluh malaikat jatuh yang memiliki dua sampai tiga sayap menyerang Naruto saat kencan pertama mereka..." seketika suasana di dalam ruangan itu menjadi stabil saat Rias membuka mulut tentang peristiwa yang berlangsung tiga sampai empat tahun yang lalu. "... Naruto yang dulu berbeda dengan yang sekarang. Ia adalah High class devil dan akan mengambil ujian untuk menunjukan kapabilitasnya sebagai iblis kelas Ultimate. Naruto juga sangat menguasai Sihir bersama lima Sacred Gear unik yang mendiami tubuhnya."
"Lalu, adikku bernama Seiren Gremory karena saat ia lahir suara tangisnya dapat menghipnotis semua anggota keluarga Gremory. Dia sangat anggun bahkan melebihi diriku dan anggota peeragenya yang pertama adalah Namikaze Naruto sebagai Queen. Naruto ia temukan saat terkapar tak berdaya di gereja tua bersama mayat teman-temannya."
"Kencan pertama dan terakhir bagi mereka terjadi Lima tahun yang lalu, untuk ukuran anak berusia tiga belas tahun itu adalah satu hal yang terlalu cepat namun apa boleh di kata jika keduanya saling mencintai. Di bawah sinar rembulan, Enam puluh Malaikat jatuh menyerang mereka. Kombinasi keduanya dapat melibas habis musuh-musuh yang ada namun datang seorang malaikat jatuh kelas Jenderal yang memiliki lima pasang sayap dan jenderal itu yang membunuh Seiren karena melindungi Naruto dari sebuah Light Spear."
"Amukan energi negatif yang sangat besar membuatku ketakutan. Kau masih ingat kan, Akeno?".
"Energi itu sarat akan niat membunuh. Namun aku dapat merasakan kesedihan, amarah, kekecewaan, dan kebencian yang sangat kental dan saat terjadi ledakan aku pingsan karena tidak dapat menahan besarnya energi itu."
"saat aku datang ke pusat ledakan bersama ke empat Maou, Naruto sudah tidak sadarkan diri. Aku saat aku ingat sebuah poin penting, Aku bergerak cepat dan menghidupkan kembali Naruto."
"Poin penting yang kau maksud adalah untuk mendapatkan anggota Peerage yang kuat kan, Buchou?" pertanyaan Issei sedikit konyol namun ada benarnya karena dari yang ia dapatkan Naruto adalah sosok yang sangat kuat.
"Kau salah Issei-kun..." Wajah Issei menoleh ke arah Kiba yang duduk dengan tenang di sofa. "... Jika King mati maka begitu juga dengan Anak buahnya. Sistem Evil Pieces bukan hanya di buat untuk memperbanyak populasi iblis yang mulai sedikit. Evil Pieces juga di buat untuk melindungi anak-anak iblis yang berasal dari keluarga bangsawan. Apa asumsiku benar, Buchou?" tanya Kiba pada Rias yang sedang diam dan berpangku tangan di atas mejanya.
"Sayangnya itu benar! Untuk menghindari punahnya generasi iblis baru Evil Pieces di ciptakan untuk membuat budak yang melindungi tuan mereka, mau bagaimana lagi Licik adalah salah satu sifat iblis, kan? Namun, tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama."
Ya itu benar, Rias adalah sosok penyelamat bagi mereka. Dulu, saat anggota Peerage Rias masih berisi Akeno dan Kiba masih banyak kalangan bangsawan yang memanfaatkan kata 'Budak' dalam sistem Evil Pieces. Untunglah mereka di adopsi oleh keluarga Gremory.
"Saat aku menemukan Naruto di dasar kawah sedalam lima meter, Energi kehidupan yang ia miliki sudah hampir kosong. Evil Pieces yang beraksi hanyalah Dua Pion. Namun Naruto tidak pernah bersyukur dengan kehidupannya." Pada kalimat akhir yang di ucapkan Rias, sarat akan kesedihan yang menumpuk pada hatinya.
"Bukankah harusnya ia bersyukur karena sudah mendapatkan kehidupan kembali?" pertanyaan itu berasal dari gadis yang beberapa hari ini di hidupkan kembali setelah Sacred Gear miliknya di cabut dari tubuhnya.
"Bagaiman cara ia bersyukur? Kehilangan orang tua saat ia berumur lima tahun. Kehilangan teman-temannya dalam perang. Kehilangan orang yang dicintainya dan seluruh kekuatannya tersegel dengan segel khusus yang di buat langsung oleh ke empat maou." Rias berhenti sejenak dan kemudian memijat keningnya.
"Lalu bagaimana reaksimu saat kau tau orang yang kau pacari adalah Sepupu mu sendiri?" Karena pertanyaan Rias yang tiba-tiba membuat ruangan yang gaduh menjadi senyap bagaikan kuburan.
"Se-sepupu? Tunggu dulu, maksud Buchou adalah Naruto dan Mendiang Seiren-sama adalah Sepupu?" Kita yang pertama terkejut pasalnya, ia sudah bersama Rias dari saat ia kecil namun ia baru mengetahui fakta ini.
"Ya, Kiba-kun. Mendiang Seiren-chan dan Naruto-kun adalah Sepupu. Walaupun begitu, cinta mereka menghilangkan ikatan dan batasan dalam hubungan keluarga. Akupun baru tahu saat Zeoticus-sama menasihati Naruto-kun setelah makan malam."
"Hubungan kakak-adik yang memiliki darah yang sama berlaku pada ayahku dan mendiang ibu Naruto-kun. Orang tua ku tau saat Naruto menyebut nama Kushina Baa-sama dalam tiap mimpi buruknya. Dan pedang itu adalah benda yang selalu mengingatkan dirinya pada adikku." Semua netra penglihatan menatap apa yang sedang di tunjukan jari telunjuk Rias.
Sebuah Katana yang tertanam di tembok. Katana yang mengkilap pada bagian Nagasa dengan Tsuka ito yang terbuat dari sutra berwarna putih. Pada bagian Tsuba untuk melindungi kepalan tangan sebenarnya adalah lambang keluarga Gremory dan terdapat kata 'Seirena' yang terukir pada Nakago menggunakan aksara iblis kuno.
"Pedang itu di tempa Naruto sendiri bersama Seiren. Bahan yang di gunakan adalah Kristalisasi dari tulang naga dengan tambahan bagian tubuh Seiren."
"Tepatnya gigi geraham milik Seiren. Mereka berdua menghilang bagai di telan bumi setelah meminta izin." Perkataan Akeno memperjelas pemikiran semua yang ada tentang 'bagian tubuh' itu.
"Namun ini hanya asumsiku saja jika bahan perbuatannya adalah Kristalisasi tulang naga maka tidak ada tempat yang dapat melebur bahan itu. Bahan itu bahkan lebih keras dari Chimeradyte." Ujar Kiba. Sangat aneh baginya jika jika mendengar Kristalisasi tulang naga dapat di lebur. Sebagai pengguna pedang, ia selalu mempelajari bahan dasar dari suatu pedang dengan kekurangan dan kelebihannya.
Sebagai contoh, pedang dari besi akan sangat berat belum lagi darah dapat membuat besi mengalami korosi. Namun jika besi di campur dengan bahan yang lain maka akan bertahan lama, sebut saja baja yang dapat menahan tingkat korosi dari darah.
Namun, Kristalisasi tulang naga adalah hal yang lain. Proses pengkristalan itu saja dapat memakan lebih dari seribu tahun. Bahan yang sangat-sangat unik dengan kemampuan yang dapat menyerap panas, menelan cahaya, dan memutus sirkuit sihir semua makhluk hidup.
"Memang tidak ada tempat di manapun yang dapat melebur bahan itu tapi menurut buku kuno yang ku baca di perpustakaan keluarga Sitri hanya ada satu tempat yang dapat meleburnya, Mekkai." Tambahan informasi untuk semuanya bahkan bagi Rias sekalipun.
"Apa beda Underworld dengan mekkai?" dengan polosnya, Asia bergumam tanpa memikirkan sekitarnya.
"Neraka di bagi menjadi tiga..." sekarang Akeno yang angkat bicara sepertinya Bishop baru milik Rias harus tau teritori para iblis. "... Pertama adalah Underworld, Dunia bawah yang sedikit terbagi karena Grigory juga berada di Underworld.
Lalu ada Tartarus, tempat kekuasaan dewa Hades. Tempat berakhirnya pelabuhan jiwa manusia sebelum menjalani penyiksaan.
Terakhir adalah Mekkai, tempat kekuasaan penguasa Roh Gallu. Daerah teritori seorang dewi yang di perintahkan untuk menjaganya. Tempat yang sangat sunyi dengan api berwarna biru."
"Masalahnya adalah pemilik tempat itu!" tanpa disangka Koneko yang sedari tadi diam angkat bicara saat sedang menikmati sebungkus manisan.
"Ereshkigal." Nama dewi dari sejarah peradaban mesopotamia, seorang dewi yang menjaga alam tempat roh berkumpul.
"Persiapkan diri kalian, kita akan mengadakan Training Camp di wilayah milik Gremory. Mau bagaimanapun kita harus memenangkan Rating Game besok."
.
.
.
"The Worst Queen, kah?" suara deraian air mancur dari shower di dalam kamar mandi membuat dirinya sedikit tenang.
"Aku pasti akan membalaskan dendam atas kematianmu, Sepupu ku tersayang." Dengan air yang mengalir melewati wajah menyamarkan air yang ikut mengalir dari matanya yang tertutup.
Saat merasakan air yang terus menerus mengalir, sesuatu yang empuk dan kenyal yang menghantarkan kehangatan pada punggungnya dapat ia rasakan dengan jelas.
"Sejak kembali dari Gedung lama kau terlihat murung. Apa yang sebenarnya terjadi, Naruto-kun?" ucapan itu berasal dari belakang. Gadis yang saat ini mengisi bagain kosong pada relung hatinya.
"Apa kau tau kalau aku pernah melakukan sesuatu yang sangat buruk?" Ujarnya. Pada awalnya ia yakin Momo akan menjauhi dirinya namun pelukan itu semakin mengerat.
"Ya aku tau itu, saat perasaanku tercium oleh Kaichou. Namun Naruto-kun, sekarang saatnya kau untuk melangkah maju. Gunakan masa lalu sebagai pelajaran agar tidak terulang di masa depan karena aku percaya kepadamu."
"Terima kasih untuk segalanya." Kedua insan itu masih berdiam di bawah siraman air. Rasa hangat saling mereka salurkan untuk satu sama lain.
"Oh ya, Grayfia-sama tadi datang dan mengatakan kalau Maou Lucifer memanggil mu." Sayup sayup suara terdengar memasuki pendengarannya. Pendengaran yang lebih baik dari manusia dapat membuat dirinya mendengar di balik derasnya shower.
Maou Lucifer memanggilnya lagi?
"Sepertinya aku harus tidur sendirian malam ini." Sehabis mengatakan itu Momo melepaskan pelukannya dan bersama-sama dengan Naruto keluar dari kamar mandi tentunya setelah mematikan keran shower.
.
.
.
"Selamat datang, Mari saya antarkan menuju ruangan Maou-sama." Ucap maid itu. Setelah melihat Naruto menganggukan kepala, Maid itu berjalan di ikuti Naruto dari belakang.
Mereka berhenti saat melihat di hadapan mereka ada sebuah Pintu besar berlapis emas dengan pahatan mewah.
"Maou-sama, ada di dalam. Saya permisi."
Krieet...
"Ahh... Naruto-kun, kau sudah sampai?" pemuda itu hanya memandang Sirzech dengan datar. Ia selalu serius jika menyangkut ke empat Maou. Baginya empat Maou tidak lebih dari boneka di hadapan para tetua, sebagai contoh adalah dirinya.
Saat kasus yang terjadi lima tahun yang lalu. Para Maou tidak setuju dengan usul untuk menyegel kekuatannya namun dengan dalih yang mengada-ngada dan desakan akan rasa senioritas maka para Maou hanya bisa menunduk dan menuruti kemauan para tetua.
"Jadi, kenapa kau Menyuruhku kesini?"
"Seperti biasa langsung To the Point, aku ingin kau menemui Yasaka sebagai utusanku..." ucap Sirzech dari mejanya yang sedang memandang Naruto dengan serius. "... mengingat kau memiliki hubungan baik dengan Yasaka. Aku ingin mengajukan permintaan aliansi antara bangsa Iblis dan juga Youkai. Berikan ini kepadanya." Dalam penglihatan Naruto, sebuah surat dengan cap lucifer dapat Naruto lihat.
"Jadi, aku harus pergi menuju Kyoto?" pertanyaan yang Naruto lontarkan di tanggapi anggukan kepala dengan wajah serius dari Sirzech.
"Kalau begitu, saya permisi." Naruto pergi meninggalkan ruangan itu dengan lingkaran sihir miliknya. Walaupun tindakan tersebut di anggap tidak sopan namun Sirzech hanya menanggapinya dengan santai.
.
.
TuBerCulosis
.
.
Yo, minna-san.
Di dalam chapter ini, masa lalu Naruto sedikit terkuak dengan beberapa masalah yang ada.
Mungkin kalian berfikir ini adalah chapter yang ampaz di dalam Fic ampaz. Jika kalian berfikir begitu maka aku setuju.
Sebagai penulis dari fic ini, aku seperti sedang tidak mood dan memaksakan diri untuk tetap mengetik chapter ini. Walaupun hasilnya jelek, aku mohon maaf.
Sekian dari Shiro yang sedang tidak mood memulai sesuatu.