Disclaimer :

Demi neptunus naruto bukan punya saya, punya masashi sensei. sasuke punya saya *dibantai masashi sensei dan sakura*

.

TOLONG DI BACA APAPUN DI BAWAH INI, KEBIASAAN BEBERAPA READER MALAS BACA DAN BERAKHIR DENGAN ME-REVIEW HAL YANG TIDAK PERLU KARENA SUDAH TERCANTUM DI BAWAH INI.

.

Warning :

OOC, TYPO tingkat akut, AU, OOT, EYD berantakan, flame tidak diijinkan. DI LARANG MENG-COPY TANPA SEIJIN AUTHOR SASUKE FANS APALAGI NYOLONG!

.

Catatan :

.

Peringatan...!

Fic ini hanyalah cerita fiksi belaka yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan seseorang, sedikit mengambil sudut pandang dan selebihnya di karang-karang oleh author, tidak menyinggung suku, ras, agama dan apapun, hanya merupakan fic untuk menghibur semata, author pun tidak akan mengambil keuntungan apapun selain kepuasan membaca dari reader.

.

Enjoy for read

.

But

.

! Don't like Don't Read !

.

.

~ A DREAM ~

[ Chapter 50 ]

.

.

.

Sebuah pelukan erat, paman ini sangat besar dan sangat tinggi, kenapa dia memelukku? Terlalu erat hingga membuatku sesak napas.

"Lepaskan paman! Aku akan teriak jika seorang pria tua melecehkan anak di bawah umur!" Tegasku.

Pelukannya terlepas dan dia menatapku.

"Aku masih tidak percaya akan ucapanmu." Ucapnya dan menatapku, dia terlihat jauh lebih tampan saat sedekat ini.

"A-aku tidak mungkin melakukannya! A-aku sungguh-sungguh." Ucapku, aku jadi malu, aku hanya bercanda soal jual diri itu.

"Aku percaya padamu."

Deg.

Lagi-lagi perasaan aneh, menatap paman itu, sesaat aku seperti melihat bayangan dirinya, namun dalam penampilan yang jauh lebih muda dan ucapan yang terdengar sama.

"Paman, apa kau mengidap kelainan? Semacam menyukai anak di bawah umur?" Ucapku.

"Aku akan memukulmu jika mengatakan itu lagi, aku punya alasan tersendiri untuk bersamamu."

Dia benar-benar paman yang aneh, dia bahkan tidak mengatakan alasan kenapa selalu peduli padaku.

"Apa kau masih beranggapan jika aku benar-benar akan menceritakan masalahmu di sekolah?" Ucapnya.

"Tidak, aku berpikir paman sudah terlalu tua untuk menjadi tukang mengadu, tapi ini adalah keputusan ibuku, dia mengurungku dirumah."

"Kenapa?"

"Aku hanya di anggap anak pembawa sial dan bikin malu, jadi lebih baik di kurung saja dan ibu kadang beranggapan jika tidak punya anak." Aku terlalu keceplosan.

"Apa ibumu memperlakukanmu dengan buruk?"

"Tidak, dia tidak pernah memukulku." Itu adalah kenyataannya, ibu hanya menahan diri saja agar tidak perlu terlihat beberapa luka di tubuhku, itu hanya semakin membuatnya menjadi ibu yang sangat kejam.

"Jika ibumu tidak menginginkanmu, kau bisa tinggal bersamaku." Ucapnya.

Gila!

Apa paman ini sudah gila! Aku harus berbicara pada Haruki, pamannya sudah keterlaluan dari sekedar peduli padaku.

"Terima kasih paman, tapi aku masih punya rumah dan masih punya ibu." Ucapku, pamit padanya dan bergegas pulang, aku tidak ingin melihat paman itu lagi.

"Tunggu." Cegatnya.

"A-apa lagi?"

"Kau sering bermimpi?"

Eh?

"Mimipi? Aku rasa semua orang bermimpi paman, sudah yaa, aku harus segera pulang." Ucapku dan kembali berlari meninggalkannya.

Pertanyaan konyol apa itu? Tentu saja aku selalu bermimpi, setiap orang juga bermimpi, tapi mimpiku terasa seperti kisah yang nyata, aku sampai kesulitan keluar dari sana, aku tidak bisa melihat jelas wajah seorang pria yang meninggalkanku, dia pergi dan itu membuatku sangat-sangat terpuruk.

Ha! Mikir apa aku! Itu hanya mimpi!

.

.

.

.

[SMP K]

Akhirnya ibu mengijinkanku kembali ke sekolah, ibu bahkan tidak membantuku saat wali kelas bertanya tentang ketidakhadiranku selama beberapa hari, padahal sudah hampir akan lulus dan wali kelasku mulai merasa aku menjadi anak yang kurang rajin.

"Maaf jika aku lancang berbicara seperti ini padamu, aku tahu dia pamanmu dan aku tidak ada maksud untuk menjelekkannya, tapi dia sudah membuatku sangat takut." Ucapku, akhirnya aku bercerita pada Haruki.

"Aku juga tidak begitu tahu watak pamanku sendiri, aku juga sangat jarang bertemu dengannya, jadi dia sampai pada tahap mengajakmu tinggal bersama? Pamanku benar-benar aneh." Ucap Haruki, dia pun tak begitu mengenal pamannya itu.

"Apa yang harus aku lakukan? Dia bahkan selalu muncul dimana-mana, ini sungguh menakutkan."

"Tenanglah Yuuki, aku akan berbicara pada ibuku, aku harap ibu menegur paman untuk berhenti memperlakukanmu seperti itu."

Ya, aku harap setelah bibi Ino berbicara pada paman aneh itu, dia akan berhenti menggangguku dan berbicara aneh padaku.

Namun,

Setelah berbicara dengan Haruki, paman yang bermarga Uchiha ini tidak juga pergi atau menjauh dariku, hari ini lagi-lagi dia menemukanku dan mengajakku pergi, jika menolak dia akan tetap keras kepala, lagi-lagi mengajakku sebuah restoran mahal.

"Paman aku akan jujur padamu." Ucapku.

Dia akan mulai menatapku dan tatapan itu seperti sangat senang di hadapanku, aku sudah yakin jika dia mengalami kelainan dalam hal pasangan.

"Paman bukan tipeku, lagi pula aku hanya ingin berpacaran dengan pemuda yang mungkin beda beberapa tahun denganku atau mungkin yang seumuran." Ucapku.

"Aku tidak sedang mengajakmu pacaran, lagi pula aku akan segera di penjarakan jika melakukan hal bodoh itu." Ucapnya.

Aku hampir saja menyemburkan makanan super mahalku, dia membuatku merasa ge-er sendiri dengan berpikiran jika paman ini ingin memiliki hubungan yang khusus denganku, hanya aku saja yang bodoh mencari alasan untuk menolaknya.

"Sikapmu sudah terlalu aneh paman." Ucapku.

"Baiklah, mari aku memperjelasnya saja." Ucapnya, apa yang ingin di jelaskannya? "Anggap saja aku tertarik padamu, tapi itu tidak mungkin, kau hanya anak kecil, aku bisa menunggu berapa lama pun jika kau tidak keberatan."

Apa!

Aku tidak mau bersama pria tua meskipun paman ini terlihat sangat tampan.

"Tidak." Tolakku.

"Aku akan tetap menunggumu dan membuatmu berubah pikiran." Ucapnya, dan tatapan itu terlihat begitu tenang, aku tidak bisa membaca apapun yang sedang direncakannya.

Tahanlah dirimu, jangan sampai mengumpat di restoran mewah ini. Aku masih tidak mengerti dengan semua hal yang di lakukan paman ini, sejujurnya, ada rasa senang saat dia melakukannya banyak hal padaku, tapit tetap saja itu salah, umur kami terpaut sangat jauh, seperti seorang keponakan dan paman atau ayah dan anaknya, paman ini terlalu tua untukku.

Dia mulai berbicara dan menanyakan tentang keluargaku, aku hanya menceritakan jika sekarang aku tinggal bersama ibuku dan ayahku telah meninggal saat aku masih kecil, jantung ayah mengalami kelainan dan butuh donor jantung baru, namun itu tak mudah dan pada akhirnya ibu melakukan apapun bahkan meminjam banyak dana dari tempat kerjanya, semuanya hanya sia-sia, ayah tak bisa selamat, tidak ada pendonor yang cocok dan juga ibu harus menanggung segala pinjaman yang di lakukannya dengan tempat kerjanya, ibu menjadi bekerja keras untuk membayar semua pinjamannya meskipun harus bekerja hingga sudah tidak sesuai lagi dengan kontrak kerjanya.

"Satu-satunya yang cocok dengan ayah hanya aku, namun jantungku masih terlalu kecil dan masih belum bisa di donorkan, ibu jadi cukup membenciku, berharap lebih baik aku yang pergi dari pada ayah, hidup ini cukup rumit yaa, tapi aku sudah melalui semuanya dengan santai." Ucapku, aku berusaha mengatakannya dengan nada se-ceria mungkin, namun tatapan paman itu hanya datar-datar saja.

"Kau tetap saja gadis yang kuat." Ucapnya.

"Aku memang gadis yang kuat, sekarang aku ingin tahu apapun dari paman." Ucapku, meskipun ini sedikit menyebalkan karena aku tidak begitu menyukai sikapnya yang cukup memaksa.

Paman ini hanya menceritakan tentang profesinya, dulunya dia adalah seorang dokter, berkali-kali pindah tempat kerja hanya karena seseorang yang penting baginya, namun saat ini paman itu malah membuang profesinya dan memilih bekerja pada perusahaan keluarganya, tapi apapun yang di lakukannya, dia tetap menjadi orang yang hebat dan kaya raya.

"Sekarang, dimana wanita yang paman sukai itu?" Tanyaku.

"Dia sudah pergi karena kecelakaan."

Sedikit terkejut mendengar ucapan paman ini, dia pasti merasa sangat kehilangan, sama halnya denganku yang kehilangan ayahku.

"Aku turut berduka akan hal itu, paman pasti sangat mencintainya."

"Hn, aku sangat mencintainya sampai bisa saja aku menyusulnya sekarang juga."

"Kekanak-kanakan, paman sudah sangat dewasa, berpikirlah jernih sedikit."

"Bagaimana jika kau menggantikannya agar aku berubah pikiran tentang menyusulnya itu."

Paman ini sangat suka menggoda.

"Jangan memberi beban padaku, aku dan paman tidak ada hubungannya, itu masalah paman dan bukan masalahku." Protesku.

Aku tidak habis pikir akan ucapannya lagi, dasar paman yang gila dan maniak anak kecil!

"Apa kau percaya takdir?"

"Tidak-" perasaan sesak apa ini? Tiba-tiba dadaku terasa sesak.

"Ada apa? Sakura?"

"Ba-bagaimana paman tahu namaku?"

"Tidak akan sulit menemukan namamu."

Deg.

Deg.

Lagi-lagi sesak, perasaan aneh ini mulai membuatku merasa tidak nyaman.

"Pa-paman, aku ingin pulang saja." Ucapku.

"Kau baik-baik saja?" Tanyanya, dia sampai bergerak dan berdiri di sebelahku.

"Hanya sesak." Ucapku.

"Kita harus ke rumah sakit." Ucapnya, dia sampai mengangkatku dan membawaku pergi dari restoran itu.

Ada apa ini? Paman sampai ketakutan melihatku seperti ini, aku hanya merasa sedikit sesak dan nyeri pada dada kiriku.

Ending Yuuki Pov.

.

.

.

.

Sasuke pov.

[ Rumah sakit K]

"Mungkin hanya nyeri biasa saja, jangan terlalu lelah." Ucap dokter Kabuto.

Hari ini aku mengajaknya lagi untuk makan bersama, tiba-tiba dada kirinya terasa nyeri dan membuatku harus segera membawanya ke rumah sakit.

"Bagaimana bisa kalian bertemu?" Tanya Kabuto padaku.

"Aku hanya tidak sengaja bertemu dengannya." Alasanku.

"Kau gadis yang datang saat pesta ulang tahu Haruki?" Tanya Kabuto pada Sakura dan gadis itu mengangguk perlahan. "Jadi ada apa ini? Apa ini yang Ino ceritakan padaku?" Kali ini Kabuto berbicara padaku.

"Ini tidak seperti yang kalian pikirkan, benar jika aku tertarik padanya, tapi aku hanya akan menganggapnya sebagai anak." Ucapku, meskipun menunggunya lagi, apa itu akan mengubah pemikirannya? Dia masih memiliki banyak waktu untuk menyukai pemuda yang di sukainya, aku hanya akan mengawasinya dan melihat bagaimana keadaannya selama mencari cara untuk menyelamatkannya, sekarang akan sulit membuatnya jatuh cinta padaku lagi.

"Aku sudah tidak apa-apa." Ucapnya.

"Hn, baiklah, kita akan pulang, aku akan mengantarmu. Terima kasih Kabuto." Ucapku dan pamit padanya.

Mengantarnya pulang, sepanjang perjalanan dia hanya terdiam dan melamun, seperti tengah memikirkan sesuatu.

"Maaf, aku tak bermaksud apa-apa padamu, anggap saja semua pembicaraanku hanya bercanda." Ucapku, aku terlalu bertindak berlebihan padanya, dia jadi merasa aku benar-benar pria aneh.

"Tidak apa-apa, terima kasih paman, kau tahu aku jadi merasa punya ayah sendiri, meskipun sikapmu menyebalkan." Ucapnya dan dia cukup blak-blakan akan ucapannya, aku tidak masalah akan hal itu.

"Kita berhenti di sana." Ucapnya dan menunjuk sebuah toko buku.

"Kau tidak akan pulang?"

"Hanya sebentar saja, aku harus membeli sebuah buku." Ucapnya.

Menepih dan memarkir mobil dengan rapi, aku lupa jika dia hampir memasuki ujian kelulusan, dia akan butuh banyak belajar dan mendapatkan sekolah yang baik setelah lulus, anak yang rajin.

"Sudah menetapkan SMAmu?"

"Sudah, tapi aku tidak tahu apa ibu mau aku lanjut sekolah, beberapa hari yang lalu saja dia memilih untuk mengurungku." Ucapnya dan mulai memilih di rak buku.

"Jika ibumu tidak ingin membuatku bersekolah, aku akan menanggungnya." Ucapku.

"Lagi-lagi, paman terlalu baik, aku bukan anak atau keponakanmu, apa yang akan di katakan Haruki nanti jika aku seperti mengambil pamannya?"

"Aku hanya membantumu." Ucapku.

"Membantu ada batasnya juga, paman, oh belikan saja buku ini untukku, bukannya aku ingin memeras paman, hanya saja aku tidak punya uang sekarang."

Dasar anak ini, sebuah buku tentang latihan soal-soal ujian, selama dia belajar dengan rajin, aku yakin dia akan bisa lulus dan mendapat SMA terbaik. Keluar dari toko dan berjalan menuju parkiran, hari ini meskipun singkat aku bisa menemaninya sebentar, kehidupannya sekarang juga cukup rumit, tak jauh beda dengan dulu, tapi tetap saja, sikap kuat dan tegarnya menjadikannya gadis yang tetap berdiri tegap, dia tak sampai harus terpuruk seperti biasanya, hanya saja aku harus rajin mengawasinya jika benar dia mulai melakukan hal seperti merokok lagi, anak seperti dia mulai tidak bisa terkontrol jika didikan ibunya pun hanya membuatnya semakin liar dengan keadaannya.

"Lain kali, bisakah tidak mengajakku secara tiba-tiba?"

"Hn, aku akan menghubungimu sebelumnya."

"Jadi sekarang kau mau jadi pamanku atau ayahku?" Tanyanya dan membuatku tersenyum.

"Aku rasa 'ayah' akan jauh lebih dekat." Ucapku.

Langkahku terhenti, aku seperti melihat bayangan hitam seorang ninja bayaran, melihat sekitar, apa Kiba berada di Konoha?

"Ada apa paman?" Ucap Sakura dan menatapku dengan tatapan bingung.

Apa hanya perasaanku saja? Kata Ino Kiba berada di luar negeri dan entah kapan dia akan kembali ke Konoha.

"Paman?"

"Maaf, aku akan mengantarmu sekarang." Ucapku.

Mulai melajukan mobilku.

Biiiippppp...!

Braaak!

.

.

.

.

"Sasuke! Sasuke! Kau bisa mendengarkanku!"

"Sasuke!"

Suara ini, suara seorang pria, membuka mataku, terlalu buram dan aku harus memfokuskan apa yang aku lihat di hadapanku.

"Dia sudah sadar! Dokter! Dokter!"

Apa yang sudah terjadi? Rasanya seluruh tubuhku terasa sakit, apalagi pada bagian kepala, memegangnya dan terasa sebuah kain perban terbalut pada kepalaku. Menutup mataku dan kembali membukanya.

"Sasuke?"

"Ka-kau?"

"Syukurlah, aku pikir kau tidak akan membuka matamu." Ucap seorang pria yang pada akhirnya kami bertemu kembali.

"Kenapa kau kembali ke Konoha?" Ucapku, aku sangat tidak mengharapkan kehadirannya.

"Aku ada keperluan dengan ayahku, aku baru saja kembali kemarin dan tidak menyangka jika kau juga berada di Konoha, pertemuan kita malah seperti ini." Ucapnya.

Tersadar akan sesuatu, bergegas bangun dan Kiba menahanku.

"Apa yang kau lakukan? Lukamu baru saja di jahit dan kau akan pergi? Untung saja aku melihatmu saat kecelakaan."

"Aku bersama seorang gadis, apa kau melihatnya."

Raut wajah Kiba tiba-tiba berubah, apa yang terjadi padanya?

"Aku harus melihatnya." Ucapku, dan berusaha pergi namun lagi-lagi Kiba menahanku.

"Sebaiknya kau tidak keluar." Cegat Kiba.

"Ada apa? Kenapa aku tidak boleh keluar?"

"Saat ini sudah sejam waktu kepergiannya, di depan ICU ibu anak itu merontah dan berteriak-teriak meminta anaknya untuk di hidupkan kembali, jika kau ke sana, dia akan menuntutmu dan mungkin saja menghajarmu."

Kiba mulai menceritakan apa yang terjadi, aku rasa kecelakaan itu bukan sebuah hal yang secara kebetulan, hal yang tidak ingin aku harapkan terjadi, aku pikir Kiba benar-benar meninggalkan Konoha dan tidak akan kembali lagi.

"Apa dia anak dari kenalan temanmu?"

"Dia adalah teman anak Ino."

"Bagaimana bisa kalian pergi bersama?"

"Aku hanya menemaninya sebentar, sebagai seorang paman baginya."

"Aku yakin kaulah yang jauh lebih butuh seorang pendamping agar cepat memberimu anak."

Mengabaikan ucapan Kiba, apa yang aku rasakan tadi memang benar, bayangan itu, Kiba benar-benar muncul dan sekarang, kehidupan Sakura yang ini sangat singkat, aku kembali gagal untuk membuatnya hidup lebih lama. Menatap Kiba, aku juga tidak mungkin untuk membunuhnya, Kiba akan kembali lagi dalam di kehidupan berikutnya dan semua ini akan tetap saja sama, mau bagaimana pun keadaannya, aku tak bisa mengubah takdir sang permaisuri.

.

.

TAMAT

.

.


update...~

ah sorry, ternyata tamatnya tepat 50chap, hehehe, ini bukan di tamatin secara paksa, ternyata alurnya pas untuk chap terakhir.

mari kita bahas apapun bersama.

terkait alurnya sebelumnya, yaa cukup banyak kritikan dan author sangat hargai itu, tentang alur yang author pikir emang kurang pantas yaa, tapi dalam chapter sebelumnya dan chapter ini author tak ada maksud untuk membuat hubungan mereka benar-benar seperti sebuah pasangan, dari sana kalian bisa baca jika hanya pada pihak Sasuke tertarik dalam artian dia menyukai saku yang sudah lahir kembali, untuk masalah hubungan yang lebih intim, author tak buat sampai menjurus ke sana, karakter Sasuke disini dari awal adalah tipe jaim dalam berbicara, makanya emang kek tua-tua bangka yang kurang ajar banget mau sama anak kecil, heheh. mungkin karena author kurang menafsirkan apa yang author ingin sampaikan dalam chap sebelumnya, but, apapun yang kalian sampaikan terima kasih banyak, author akan jadikan masukan kemudian hari.

kenapa tamatnya kek gitu!

emang rencana mau buat 50 chap, dan pas ngetik, eh, benar ampe 50 chap, tamatnya pun berasa kek aneh, nggak puas, nggak jelas, ngegantung dan sebagainya, tenang-tenang, ini ada sequelnya, sequel hanya sebagai lanjutan penjelas apapun dan jika di lihat dari sini, masalah sasu-saku belum kelar, nanti di lanjut, sabar yaa, alasan di buat sequel, karena author pengen tamatnya seperti ini, tapi pasti bakalan ada yang harus di selesaikan, padahal inti kisah ini adalah, takdir yang tak bisa berubah sih, ini author di kasih tahu, XD

kenapa tak di lanjut aja lagi?

Seperti beberapa review yang author baca, kalian benar, fic ini author tak akan membuatnya lebih panjang lagi dengan alasan, semuanya akan bergeser dari konsep author dan author mulai merasa fic ini emang sudah harus selesai meskipun ngegantung pada tamatnya dan kimaksnya berasa ngambang.

sekali lagi, mau terima kasih banyak, untuk para reader yang repot-repot mau baca fic dengan alur awal yang bikin pusing sama kek author, author juga pusing mikir ini alur hehehe, hingga fic ini selesai, author udah berusaha membuat fic ini dengan alur yang semenarik mungkin dan bisa menghibur meskipun tetap bikin pusing juga, ada beberapa pesan moral yang author selip-selip sedikit dari fic ini.

saran, kritikan dan masuk para reader author terima semuanya, terima kasih (lagi)

jadi kita akan mulai move on perlahan dari fic ini, selama author masih punya ide yang banyak, author tetap akan membuat fic dengan alur-alur yang menarik berikutnya,

next author akan berusaha menyelesaikan dua fic yang TBC lagi. review di chapter sebelumnya akan author balas di chap sequel, jika ada yang mengganjal di hati, silahkan di sampaikan :)

sekali lagi, sekali lagi, TERIMA KASIH BANYAK!.

~ SASUKE FANS ~