"그대라는 세상"

The Maze Runner belongs to James Dashner. I own only this story.

그대라는 세상 © Yoon Mirae

warnings:

alternate reality. based on the death cure movie. typo(s) may be found. and the list goes on….

.

shunshines

.

.


.

.

Sinar matahari yang hangat menerpa wajahnya, membangunkannya dari tidur yang cukup panjang. Ia mengerjapkan mata, menatap ke sekelilingnya. Dia berada di dalam sebuah pondok, terbaring di atas dipan, dan pondok itu tertutup. Hanya sinar sang surya yang menembus lewat jendela dan celah pintu.

Dia bergerak, mencoba duduk. Namun rasa sakit di perutnya menghentikan gerakannya yang tiba-tiba. Ia bisa meraba ada perban yang melilit untuk menyumbat darah.

Darah.

Teresa.

The Last City terbakar habis.

WICKED hancur.

Crank.

Dimana dia sekarang? Hal yang terakhir diingatnya adalah ketika ia sudah naik ke kapal dan Teresa tidak. Melihat gadis itu terjatuh dan ikut terbakar di bawah sana, di kota itu. Lalu, ia tidak sadarkan diri.

Hal pertama yang ia lihat ketika kakinya melangkah keluar dari pondok adalah dataran dan laut lepas. Angin laut menerpa wajahnya, menyambutnya yang terus berjalan mencari orang-orang. Suara burung camar membuatnya semakin yakin ia berada di pantai. Ia terus menuruni dataran tinggi menuju dataran yang lebih rendah. Ia bisa melihat di sana ada pondok lain dan banyak orang berkumpul.

Lalu ia menemukan sosok paling familiar di hidupnya. Minho, Gally, Brenda, Jorge, Frypan, dan berdiri di sana. Minho paling depan. Siap menyambutnya yang langsung berjalan memeluk pria Asia itu.

"Thomas." Bisik Minho ketika mereka berpelukan.

Shoot. Satu orang itu tidak ada. Orang itu benar-benar hilang.

"Minho, Newt…." Thomas menggantungkan kalimatnya. Ia tidak sanggup mengatakannya. Ia tidak sanggup mengucapkan bahwa orang terpenting di hidupnya itu menjadi monster. Ia tidak kuasa mengatakan bahwa orang yang dicintainya itu sudah tiada. Mati di tangannya sendiri.

Minho melepas pelukannya. Thomas tidak mengerti arti tatapan mata Minho. Alih-alih merasa hampa karena kehilangan sahabatnya, mata itu memancarkan kelegaan dan harapan.

"He is still alive, Thomas. Newt is still alive."


.

Benar kata Minho. Newt memang masih hidup. Tadinya, Thomas hampir menampar Minho untuk menyadarkan sahabatnya agar tidak berhalusinasi. Namun, Brenda pun mengatakan hal yang sama dan mengantarnya ke tempat ini. Ke pondok medis, katanya. Pondok khusus untuk merawat dan mengobati orang sakit.

Newt di sana, terbaring lemah tidak berdaya. Matanya terpejam dan dadanya naik turun. Ada alat bantu pernapasan yang terpasang. Meskipun begitu, ia masih bernapas.

Thomas langsung menghambur ke arah Newt. Ia menggenggam tangan itu. Dingin. Namun Thomas lebih dari bersyukur bisa menggenggam tangan itu lagi. Ia kira malam itu adalah malam terakhirnya melihat Newt. Yang penting, Newt-nya masih hidup, di sini, dengannya di tempat yang aman.

"Dia masih belum sadar." Minho memecah kesunyian. Lelaki itu berdiri bersandar di sebelah ranjang Newt. "Dia koma."

"At least he is still alive," ujar Gally yang hanya berdiri di pintu, tidak berniat untuk berlama-lama di pondok itu kelihatannya. "Kita hanya bisa menunggu."

Tangan Thomas dengan lancang mengelus rambut pirang sahabatnya itu. Ia mengelus helai itu dengan lembut. Ia bisa melihat Gally dari sudut matanya pergi dari pondok itu, namun Minho masih di sana. Tidak masalah, kegiatannya ini hanya untuk konsumsi mereka bertiga. Tidak dengan yang lain.

"I'm glad you didn't go," bisik Thomas kepada Newt. Di pojok otaknya, ada ingatan bicara dengan orang koma. Bahwa sebenarnya mereka mendengar. Dan, semoga saja Newt juga. Newt perlu mendengarnya. Newt perlu tahu bahwa ia lega luar biasa.

"Please, wake up."

Tanpa disadari Thomas, Minho menatap kedua sahabatnya dengan nanar. Berusaha ia sembunyikan di hadapan orang banyak dan kini ia tidak perlu menutupinya lagi. Thomas apalagi Newt tidak tahu bahwa ia sedang memperhatikan mereka. Lebih utama lagi, memperhatikan Newt-nya.

Minho hanya bisa berdiri di sebelah ranjang, menyilangkan tangannya, dalam diam seribu bahasa. Matanya tidak bisa lepas memperhatikan Thomas yang sekarang—wow, sudah sangat lancang—menggenggam tangan Newt erat dan mengelusnya dengan lembut seakan tangan itu sangat rapuh. Dan kenyataannya memang sangat rapuh.

Ingatannya kembali ke hari-hari yang sudah berlalu. Hari-hari yang dia lalui sendirian. Tidak benar-benar sendiri, tapi orang bilang itu namanya kesepian di tengah keramaian. Minho mengakui ia merasa sendiri meskipun ada kawan-kawannya yang lain dalam jumlah yang lebih banyak dari saat ia di Glade. Sahabat terdekatnya sama-sama terbaring tidak berdaya. Thomas dalam pemulihan dan Newt koma. Dia memang merasa bersyukur karena keduanya, apalagi Newt, selamat setidaknya dalam kondisi bernapas dan jantung tetap berdetak. Namun, tak dapat dimungkiri bahwa ia tetap kesepian dalam penantiannya menunggu dua orang itu pulih.

Minho menghabiskan hampir seluruh waktunya bolak-balik mengecek keadaan Thomas dan tentunya menunggu juga menjaga Newt. Ia ingat detik dimana pertama kali ia menjejakkan kaki di Safe Haven, ia tidak bisa tidur barang memejamkan matanya untuk beberapa menit karena mengkhawatirkan Thomas dan Newt. Ia baru menurut untuk tidur ketika esok harinya Brenda bersikukuh akan menjaga dua sahabatnya itu untuknya.

Tapi Minho tidak akan berbohong di dalam hatinya ia tidak terlalu mencemaskan Thomas. Bukan bermaksud jahat dan tidak peduli, melainkan seluruh dunia pun tahu jika anak itu memang kuat dan dilihat dari pemeriksaan medis pun lukanya tidak fatal dan ia hanya pingsan karena syok juga kelelahan. Hatinya lebih was-was terhadap Newt. Newt-nya yang hampir pergi selama-lamanya.

"Minho."

Suara Thomas membuyarkan lamunannya. "Ya?"

"What's wrong, Man? Aku memanggilmu dari tadi," protes Thomas, masih seperti Thomas yang dulu. Minho hanya tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala.

"Sorry. I was a bit of out my mind. Kenapa?"

"Apa dia masih seperti semula?" tanya lelaki berambut hitam itu sambil menoleh sekilas ke arah Newt. "Newt. Apa tidak ada perkembangan? Apa dia mulai berangsur sadar?"

Minho tidak langsung menjawab Thomas. Ada jeda sejenak dan untungnya si pemuda ambisius itu tidak menyelanya lagi dengan bertanya. Minho tahu anak itu menatapnya dengan tatapan menuntut dan ia tidak berani untuk membalas tatapan itu. Ia menghela napas, berusaha terlihat santai mengatakannya meskipun ia tahu ia tidak pernah santai. "Aku benci mengatakannya. Tapi tidak ada, Thomas."

Minho baru mau mengalihkan pandangannya ke arah dua sahabatnya itu setelah ia yakin Thomas tidak menatapnya lagi. Nampaknya pemandangan yang ini malah membuatnya kembali sesak. Lagi, Thomas menggenggam satu tangan Newt dan tangan lainnya mengelus rambut pirang lelaki itu. Minho mendadak merasa ia seperti berada di ruang hampa udara. Hanya sesak yang dirasanya, memenuhi rongga dadanya, dan yang dia tahu dia harus keluar dari tempat ini.

Sehingga ditinggalkannyalah Thomas hanya berdua dengan Newt. Ketika ia sudah berada di luar, kakinya berhenti dan punggungnya berbalik untuk melihat kembali dua orang itu di dalam.

Minho ingin marah kepada dirinya sendiri. Seharusnya, ia tidak perlu berbalik dan terus melangkah menjauh meninggalkan tenda itu seperti ini. Atau seharusnya ia tetap di dalam? Entah, tapi yang jelas dia tidak mau ingat apa yang dilihatnya.

Minho tidak mau ingat bahwa dia menyaksikan Thomas mencium kening Newt-nya.


.

Tidak ada yang bisa menarik Thomas keluar dari tenda itu sejak ia masuk. Bahkan seorang Jorge pun tidak ada keinginan untuk membujuknya keluar untuk makan dan mencari udara segar. Sehingga Frypan yang membawakan Thomas makanan yang dimasaknya, meskipun dia sendiri tidak yakin akan disantap atau tidak.

Thomas tidak bohong bahwa terbaring cukup lama baginya di dipan membuatnya lapar. Jadi, ia tetap memakan makanan dari Frypan sedikit demi sedikit untuk mengisi perutnya dan juga untuk menghargai orang-orang yang peduli kepadanya.

"You have to wake up soon, Newt. Ini masakan Frypan yang selalu kauidolakan, kan? Kau harus mencicipinya lagi. Sumpah, ini enak!"

Dia tidak patah semangat berbicara kepada Newt. Mungkin sudah sekitar lima jam dihabiskannya di sini untuk menemani dan berceloteh kepada temannya. Dia tidak bisa lebih berterimakasih lagi kepada orang-orang yang menghargai ruang sendirinya—meskipun tidak sendirian juga karena dia bersama Newt. Mungkin kawan yang lain bisa dengan sabarnya menunggu anak laki-laki itu sadar dari koma, tapi tidak dengannya. Kalau bisa, mandi pun ia di sini asal Newt masih ada di depan matanya, berada di jangkauannya, sehingga ia tidak melewatkan sedikit pun perkembangan lelaki itu.

Kehilangan adalah sesuatu yang menyakitkan namun memaksanya untuk menerima. Thomas tidak ingat jelas kehidupan pribadinya sebelum dikirim ke Glade. Ia ingat ia bekerja bersama Teresa untuk WICKED untuk penelitian virus sialan itu. Juga ingatan tentang bagaimana ia berpisah dengan ibunya, namun sangat samar. Hanya itu yang diingatnya. Yang jelas, jika dikira-kira dari semua hal yang telah terjadi, ia sudah harus mengikhlaskan kehilangan sejak dini. Mungkin ia harus kehilangan keluarganya ketika diambil WICKED. Ia harus terima kehilangan memori selain namanya sendiri ketika ia terbangun di Glade. Semakin lama semakin banyak yang harus direlakannya pergi. Kehilangan teman baiknya, Chuck, adalah kehilangan yang sampai sekarang membuatnya terluka. Selanjutnya, Winston. Kemudian Minho, namun ia bisa didapatkannya kembali. Kemudian Newt. Lalu Teresa. Sesungguhnya terlalu banyak orang yang harus ia lepas begitu saja sampai ia tidak ingat, menyisakan pedih ketika harus menghadapi kenyataannya.

Minho dan Newt adalah keajaiban Tuhan yang diberikan kepadanya karena mereka kembali. Tentang Minho, Thomas sudah yakin 100% bahwa ia memang akan membebaskannya dari penyanderaan dan percobaan WICKED. Tentang Newt, semuanya beda cerita.

Thomas sudah merasa dunianya hancur perlahan ketika Newt menunjukkan tanda infeksi Flare di lengannya. Dan mulai hancur berkeping-keping saat Newt tidak bisa bertahan dan berubah menjadi Crank. Newt belum sepenuhnya berubah, masih ada Newt yang dikenalnya dalam tubuh itu. Tatapan mata itu masih tatapan seorang Newt yang berlomba mati-matian dengan virus mematikan itu di tubuhnya.

"Kill me, Tommy! Kill me!"

Sebuah permintaan yang mustahil dilakukannya meskipun dilontarkan oleh seorang Newt. Sekeras kepala apapun dirinya, Thomas selalu mendengar dan menuruti apa yang dikatakan si pirang itu selama hidupnya kecuali satu. Permintaan untuk membunuh dirinya.

Thomas resmi harus melepas Newt pergi ketika laki-laki itu menancapkan pisau ke dadanya sendiri demi menyelamatkan dirinya. Ia tidak punya waktu untuk berduka berlama-lama, meskipun ketika ia berlari mencari Teresa di gedung itu, ia sudah lupa caranya bernapas.

Dan sekarang, di depannya adalah Newt. Masih bernapas. Masih hidup. Meskipun dalam koma, tapi Thomas sudah lebih dari bersyukur.

Thomas bersumpah ia tidak akan meninggalkan Newt sendiri, mulai detik ini, sampai selamanya.

.

.

to be continued

.

.


.

hai, aku pendatang baru di sini! sumpah ini draft ffnya udah ada kek dua bulan setelah tdc movie di bioskop dan baru berniat dilanjut dan dipublish sekarang HHAHHHAHA telat banget gaksih?!

reviewnya dong kakak-kakak, pweaseee?