CAN YOU HEAR ME

KAISOO Ver

.

.

GENRE : - SCHOOL LIFE

-LOVE

-FRIEND

-BULLYING

.

.

WARNING! B x B, YAOI

.

.

Happy reading

.

"Ada apa dengan wajahmu Jongin?" tanya Min Ah pada sang anak yang baru saja bergabung di meja makan. Wanita itu terlihat heran dengan ekspresi wajah sang anak yang terlihat lebih kusut dari biasanya, bahkan lingkaran hitam di bawah matanya semakin terlihat jelas. Dan tentu saja hal itu semakin membuatnya khawatir.

Jongin mendudukkan dirinya di kursi yang setiap pagi Ia tempati. "Aku tidak apa-apa Eomma." Jawabnya dengan lesu.

"Apa terjadi sesuatu?" kini giliran sang ayah yang bertanya sambil melipat koran yang baru saja selesai Ia baca. Sebuah rutinitas wajib bagi Woo Bin setiap pagi sebelum memulai ritual sarapan pagi.

Jongin menghela nafas pelan, matanya memandang sandwich yang sudah ibunya sediakan di atas piring miliknya tanpa nasfu. Akan tetapi hal itu tidak berlangsung lama, karena setelah itu kedua manik mata Jongin menatap sang ayah dengan tatapan serius. Ia memutuskan untuk bertanya pada sang ayah tentang sesuatu yang sejak semalam menganggu pikirannya, bahkan sampai membuat dirinya kesulitan untuk memejamkan matanya. "Appa, apakah keluarga Jung memiliki hubungan dengan keluarga DO?" tanyanya kemudian.

Woo Bin mengerutkan alisnya, sedikit heran dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh Jongin. "Setahu Appa tidak ada Jongin, memangnya ada apa?" Jongin terlihat sedikit kecewa dengan jawaban yang diberikan ayahnya. "Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" kerutan alis dan juga rasa penasan Woo Bin belum menghilang, karena Ia benar-benar terheran dengan sikap Jongin yang tiba-tiba saja tertarik mengulik kolega kerjanya. Terlebih anaknya tersebut menyebut marga keluarga yang semalam megundang mereka dalam jamuan makan malam.

Bibir anak tunggal dari keluarga Kim itu terlihat bergerak-gerak seperti ingin mengucapkan sesuatu akan tetapi ragu. Dan hal itu tidak luput dari pengelihatan Min Ah yang sedari tadi hanya menyimak sambil menyiapkan makanan untuk suami tercintanya. "Katakan saja sayang, jika memang ada yang mengganggu pikiranmu. Jangan dipendam sendiri." ucapnya, matanya memandang lembut ke arah Jongin.

Entah sudah keberapa kali Jongin menghela nafas pagi ini, karena sejak matanya terbuka hal pertama yang Ia lakukan adalah menghela nafas. "Aku semalam mendengar suara Sooie, Eomma." Ia menunduk menyembunyikan pandangan sendunya dari kedua orang tuanya. "Dan aku yakin jika Sooie tinggal di rumah itu juga, karena suaranya begitu jelas" lanjutnya.

Baik Woo Bin maupun Min Ah terlihat saling bertukar pandang satu sama lain. Terlihat pandangan mata keduanya menyiratkan sesuatu yang tidak baik. Bahkan kedua mata Min Ah sudah berkaca-kaca, air mata yang menumpuk di pelupuk matanyapun siap untuk tumpah. Hal itu terjadi karena Ia mengingat tentang rumor tidak baik yang menimpa keluarga DO.

"Mungkin kau hanya salah dengar Jongin," sangkal Woo Bin.

Jongin langsung mendongak, tidak terima dengan pernyataan sang ayah. "Tidak, aku jelas-jelas mendengar suara Sooie. Dia juga menyebut namaku dengan nama panggilan yang dia berikan padaku. Jadi, aku tidak mungkin salah dengar Appa." Jelasnya dengan sekali tarikan nafas untuk lebih meyakinkan kedua orang tuanya tersebut, terlihat jelas jika emosinya mulai naik dengan tidak terkontrol.

Min Ah beranjak dari kursinya lalu menghampiri Jongin dan memeluk tubuh remaja tan itu dengan erat untuk menenangkan sang anak. Air matanyapun sudah tidak bisa ditahan lagi, hingga luruh begitu saja membasahi kedua pipi bersih tanpa riasan.

"Eomma, kenapa Eomma menangis?" tanya Jongin dengan bingung, Ia hanya ingin orang tuanya percaya, dan membutuhkan jawaban bukan malah melihat ibunya yang tiba-tiba menangis seperti ini.

"Jongin-na, maafkan Appa dan Eomma sayang."

Jongin semakin dibuat bingung oleh ucapan ibunya, padahal beberapa menit yang lalu beliau masih baik-baik saja. Namun saat Ia menyinggung Sooie kenapa malah jadi seperti ini. Apa ada sesuatu yang tidak Ia ketahui? Entahlah, pikirannya terlalu bercabang untuk membawa pikiran baru dalam otaknya. Emosi yang beberapa saat lalu sempat memuncakpun sudah menghilang, digantikan oleh rasa penasaran yang tinggi. "Ada apa sebenarnya?" ucapnya kemudian setelah sekian lama tidak ada yang berucap lagi. "Apa kalian mengetahui sesuatu tentang Sooie?" desaknya, setiap kata yang Ia ucapkan terdengar begitu terburu-buru.

Woo Bin menghela nafas sejenak, mungkin inilah saatnya Ia memberi tahukan kepada Jongin tentang semua info yang menyangkut keluarga DO. Pada awalnya Ia dan istrinya ingin mencari kebenarannya dulu baru memberi tahu Jongin, akan tetapi tidak lagi untuk saat ini. "Eomma-mu mendapat sedikit info dari tetangga kita dulu, mereka bilang.." Woo Bin menjeda ucapannya, sedikit ragu untuk melanjutkan kata-kata berikutnya. Sedang Jongin sendiri hanya diam, setia menunggu apa yang akan diucapkan sang ayah. "Mereka bilang, keluarga DO terlibat kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Dan tidak ada yang selamat Jongin,." Lanjutnya dengan nada lirih namun masih bisa di dengar oleh Jongin dengan begitu jelas.

Tubuh Jongin menegang, kini Ia sedikit mengerti kenapa Ibunya tiba-tiba menangis saat mendengar nama Sooie Ia sebut. "Ti-tidak, mereka pasti salah." Sangkalnya dengan linglung. " Jika tidak ada yang selamat aku tidak mungkin mendengar suara Sooie menyebut namaku dan Junmyeon Hyung, Appa. Dan, Jongin yakin jika Sooie tidak akan meninggalkan Jongin sendiri." Ia melupaskan pelukan ibunya begitu saja. Emosinya kembali naik. Ia kemudian menyambar ransel sekolahnya dengan kasar lalu, meninggalkan ruang makan tanpa berpamitan terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya.

"Yeobo, apa yang harus kita lakukan?" ucap Min Ah disela-sela tangisannya, Ibu mana yang tidak sakit hati melihat anak semata wayang dan kesayangannya seperti itu. Sungguh hati Min Ah terasa tercabik.

Woo bin menghela nafas pelan, tangannya masih setia mengusap punggung sang Istri yang semakin bergetar di dalam pelukannya. "Aku akan mengerahkan semua anak buahku untuk mencari informasi sekecil apapun itu"

Min Ah merenggangkan pelukannya pada tubuh sang suami, dengan punggung tangannya Ia menghapus air mata yang meleleh di kedua pipinya. Lalu Ia menatap sang suami dengan mata sembab penuh harap. "Lakukan sebaik mungkin Kim, aku percaya kemampuan Jongin tidak akan pernah salah." Ia berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya. "Aku yakin Sooie masih hidup, Dia masih hidup Kim.. Oh Tuhan, aku tidak sabar untuk bertemu dengan anakku. Semoga kau selalu baik-baik saja sayang." Rancaunya penuh dengan harapan tinggi.

"Iya sayang, Sooie pasti masih hidup." Balas Woo Bin, hatinya ikut membangun sebuah harapan besar. "sabarlah sedikit lagi, aku akan segera membawanya pulang, dan kita akan berkumpul lagi."

.

KAISOO

.

Hari masih pagi, namun tidak ada ketenangan sedikitpun yang diperoleh oleh Kyungsoo. Sejak jam lima pagi tadi Ia sudah harus berkutat di dapur dengan para maid untuk menyiapkan sarapan pagi untuk paman, bibi serta keponakannya. Rutinitas yang selalu lelaki mungil itu lakukan setiap paginya sebelum Ia menyiapkan diri untuk berangakat ke sekolah.

"DO KYUNGSOO!" teriakan itu menggelegar memenuhi segala penjuru rumah. Itu adalah suara keponakan tiri Kyungsoo —Jung Soojung— dari lantai dua, atau lebih tepatnya dari kamar gadis tersebut.

"Cepat pergilah, sebelum dia semakin mengamuk." Bibi Ong menghampiri Kyungsoo yang tengah menungakan susu ke dalam gelas. "Biarkan bibi yang melanjutkan ini." Lanjutnya.

"Terimakasih bibi." Kyungsoo menyerahkan kotak susu itu kepada bibi Ong, lalu dengan secepat kilat membawa kaki pendeknya untuk menapaki tangga menuju kamar Soojung.

Tidak memerlukan waktu yang lama, Ia kini sudah berdiri di depan pintu kamar Soojung sambil mengatur nafasnya yang sedikit memburu. "Soojung-a aku masuk." Ucapnya dengan sopan, tangannya memutar knop pintu bercat coklat tua itu dengan pelan.

"Apa ini?" baru saja setengah badannya masuk, Kyungsoo sudah disambut oleh lemparan buku pelajaran dengan kasar hingga mengenai wajahnya. Bahkan ujung buku tersebut sampai menggores pipi Kyungsoo dan mengeluarkan sedikit darah. "Kau sengaja tidak mengerjakan pr-ku agar aku dihukum" hardik Soojung kemudian.

"Maaf aku semalam kelelahan jadi tidak sempat mengerjakan pr-mu." Jawab Kyungsoo pelan, kepalanya sudah menunduk dalam. Lagi-lagi Ia menjadi laki-laki lemah dihadapan sepupunya tersebut.

"Ada apa ini ribut-ribut." Jaejoong masuk kedalam kamar anaknya setelah tidak sengaja mendengar sedikit keributan dari kamar anaknya. Dan kehadiran wanita paruh baya itu membuat Kyungsoo merasa hal buruk akan segera terjadi padanya.

"Eomma." Soojung berlari kecil menghampiri sang ibu, lalu memeluk tubuh wanita itu dengan begitu manja.

"Ada apa sayang?" Jaejoong mengusap lembut rambut panjang Soojung, interaksi yang membuat Kyungsoo sedikit iri. Karena tidak menampik jika Ia begitu merindukan hal-hal manis serupa yang dulu sering ibunya lakukan padanya. "Apa dia membuat masalah?" lanjut Jaejoong sambil melihat kearah Kyungsoo dengan tatapan jijik dan benci.

Soojung mengangguk cepat. "Dia tidak mengerjakan tugasku, dia ingin aku mendapatkan hukuman Eomma." Adunya dengan mimik wajah sedih yang dibuat-buat untuk menunjang actingnya. Sungguh picik sekali gadis itu.

"Ti-tidak, bu-bukan seperti itu Nyonya.. sa-saya hanya lupa mengerjakannya" ucap Kyungsoo dengan terbata, tubuhnya mulai bergetar ketakutan.

"Dia hanya beralasan saja Eomma, pasti dia sengaja melakukan itu." Gadis itu semakin memanas-manasi sang ibu agar emosinya semakin tersulut. Dan jika sudah seperti itu, melihat Kyungsoo yang teraniyaya bisa menghadirkan kepuasan tersendiri untuknya.

"Ak..."

Plak...

Belum sembuh luka tamparan kemarin sore, kini Ia mendapatkan lagi luka yang sama dan di tempat yang sama pula. Rasanya begitu nyeri dan perih, namun Ia tidak bisa mengucapkan protes. Oleh karena itu, Kyungsoo memilih untuk diam dengan kepala tertunduk kembali dan mata berkaca-kaca. Di dalam hatinya merampalkan segala doa agar semua ini segera berakhir. Tidak dipungkiri jika hati dan fisiknya begitu sangat lelah.

"Dasar anak tidak tahu diri, kerjakan sekarang atau kau akan aku masukkan ke gudang belakang" hardiknya.

Kyungsoo yang mendengar itu langsung menggeleng dengan cepat. Baginya dikurung di dalam gudang belakang adalah momok paling menakutkan. Bagaimana tidak, Ia harus rela bermalam di dalam ruangan sempit bercampur dengan barang-barang yang sudah tidak terpakai. Belum lagi, banyak sekali tikus, kecoa dan hewan-hewan melata lainnya yang sudah menjadi penghuni ruang gudang tersebut. Oleh karena itu Kyungsoo langsung mengambil buku tugas Soojung yang terjatuh di lantai lalu megerjakannya secepat mungkin agar Ia juga tidak terlambat untuk pergi kesekolah.

"Kerjakan dengan benar, awas saja jika ada yang salah. Kau akan tahu akibatnya Kyungsoo." sebuah ancaman keluar dari bibir Jaejoong dengan tajam yang hanya bisa dibalas dengan sebuah anggukan kecil oleh Kyungsoo. "Ayo sayang, kita ke meja makan. Ayahmu sudah menunggu untuk sarapan bersama." Hanya selang beberapa detik suara Jaejoong melembut, bahkan wanita itu tersenyum lembut sambil menarik dengan pelan tangan putrinya untuk segera menuju meja makan dan tidak lagi memperdulikan Kyungsoo.

Sepeninggalan Soojung dan ibunya, Kyungsoo menghela nafas pelan. "Aku merindukan pelukan Eomma" ucapnya dengan lirih, kemudian kembali fokus untuk mengerjakan tugas Soojung.

.

.

Setelah melewati pesakitannya di pagi hari, Kyungsoo bergegas menuju halte bus dengan berlari kencang. Ini tidak bisa dikatakan melegakan meskipun bus yang akan ditumpanginya baru saja datang. Karena bus yang akan di tumpanginya saat ini adalah bus cloter kedua, sedangkan bus yang biasanya Ia tumpangi adalah bus cloter pertama. Dan sudah dapat di pastikan jika Ia akan telat sampai di sekolah. Andai saja Pamannya yang berangkat ke kantor sambil mengantar Soojung dengan baik hati menawarkan tumpangan sudah pasti Ia tidak akan telat. Nyatanya itu adalah hal yang mustahil, mengingat keluarga itu tidak pernah sekalipun mengijinkan Kyungsoo untuk menaiki mobil mereka meskipun hanya sekali.

"Selamat pagi paman." Sapa Kyungsoo dengan ramah sambil mengatur nafasnya yang memburu pada supir bus yang sudah lama Ia kenal.

"Selamat pagi juga Kyungsoo. Telat ya, cepatlah duduk kita akan segera berangkat." Balasnya tidak kalah ramah.

"Baik paman." Ucapnya tanpa menghilangkan senyumnya.

Setelah menempelkan kartu pembayarannya, laki-laki mungil memilih tempat duduk yang berada paling belakang dan paling pojok. Tempat favoritnya setiap kali Ia menaiki bus.

.

.

"Tuan, permintaan terhadap barang kita terus menurun." Laki-laki berpakaian formal itu berdiri di depan meja sambil menyerahkan berkas yang sedari tadi dia pegang kepada atasannya. "Jika terus seperti ini, perusahaan bisa mengalami kebangkrutan Tuan." Lanjutnya.

Laki-laki paruh baya itu terlihat murka melihat angka-angka yang tertulis rapi dibeberapa kertas yang Ia pegang. Tangannya meremas kuat ujung kertas hingga terlihat kusut dan sobek. Ia tidak terima melihat perusahaannya mengalami penurunan seperti ini, terlebih Ia sudah berjuang mati-matian untuk membangunnya. Jadi Ia tidak bisa membiarkan begitu saja perusahaannya hancur dengan mudah. Jung Yunho, Ia tidak akan tinggal diam begitu saja.

"Lakukan apapun, aku tidak mau tahu penjualan bulan depan harus meningkat." Ucapnya dengan tegas.

Lelaki berjas yang tidak lain adalah sekretaris pribadi Jung Yunho itu menghela nafas pelan. "Saya minta maaf Tuan, team produksi dan juga team design kita sudah bekerja keras. Bahkan mereka sudah mengakalinya dengan membuat design baru yang lebih fress namun hasilnya tetap sama Tuan." Sekretaris itu menjelaskan dengan takut-takut, karena Ia begitu tahu bagaimana watak sang atasan yang begitu keras dan juga kejam tersebut.

Jung Yunho beranjak dari kursi kebesarannya, mendekati sang sekretaris yang menunduk. Dan dengan tanpa perasaan melayangkan sebuah tamparan keras hingga membuat sudut bibir sekretaris tersebut berdarah. Namun meski begitu, laki-laki yang terlihat masih muda itu tidak melakukan perlawanan sama sekali. Itu karena bukan hal baru lagi baginya mendapat kerlakuan kasar dari sang atasan. "Dasar tidak becus!" hardiknya, Ia kemudian berdiri membelakangi sang sekretaris dengan kedua tangan bertumpu pada meja kerjanya, sesekali memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. "Kita gunakan saham kita untuk menggertak mereka." Ucapnya kemudian.

Sebut saja laki-laki muda itu sekretaris Yoo, matanya menatap punggung tegak Yunho. "Saya sangat menyesal harus menyampaikan berita ini kepada anda Tuan Jung, saham kita tidak bisa menolong kita saat ini. Karena saham kita masih kalah dengan saham JM grub." Jelasnya.

Kening Yunho berkerut merasa asing dengan nama itu. "JM grub? siapa mereka?"

"Mereka adalah perusahaan baru, yang baru saja berdiri lima bulan lalu Tuan. Mereka bergerak dibidang yang sama dengan perusahaan kita. Ini adalah profil pemilik perusahaan tersebut, Tuan." Sekretaris Yoo menyerahkan tablet kepada Yunho dengan layar yang menampilkan foto seorang laki-laki muda berjas rapi lengkap dengan informasi sang CEO. Yunhopun segera meraih tablet tersebut, membaca informasi yang tertera di layar dengan seksama. "Dan saya dengar, saat ini mereka sedang gencar merambah pada bidang IT." Lanjut sekretaris Yoo.

"Sial.." Gumamnya lirih hampir tidak terdengar saat membaca berbagai berita yang tertulis di layar tablet. Disana sangat jelas disebutkan jika CEO itu begitu jenius dan inovatif. Bahkan digadang-gadang menjadi pengusaha muda yang sukses didua bidang sekaligus. Hal itu tak pelak membuat Yunho semakin kepanasan karena merasa tersaingi dan perusahaannya terancam jatuh. Apalagi beberapa bulan ini pendapatannya merosot drastis, tidak menampik kemungkinan jika hal itu terjadi terus menerus Ia akan jatuh ke dalam lubang kebangkrutan. Dan Yunho tidak mau hal itu terjadi, Ia tidak mau jatuh miskin hidup menggelandang dengan cibiran orang.

.

Kiasoo

.

Semilir angin menerpa wajahnya yang terpejam, rambut coklat caramelnya bergerak-gerak seiring dengan arah angin yang berhembus. Dadanya naik turun dengan teratur sejalan dengan alat pernafasannya yang mengeluar masukkan udara untuk pasokan dalam tubuhnya. Terlihat tertidur nyenyak, namun faktanya Ia hanya memejamkan matanya tanpa ada niatan menghabiskan waktunya untuk tidur. Terlebih di tempat terbuka seperti saat ini.

Drrt...drrt...

Getaran ponsel pada saku celananya mengusik atensinya. Dengan mata yang masih tertutup, Ia merogoh saku celananya lalu mengambil benda pipih tersebuh dengan mulus. Menggeser tanda panah penerima tanpa sedikitpun merasa kesusahan.

"Hmmm" jawabnya tanpa melihat nama si pemanggil.

"Kau ada dimana?" terdengar sayup-sayup suara si pemanggil.

Jongin, lelaki tan itu menghela nafas pelan setelah mendengar suara di seberang sana yang tidak lain adalah Chanyeol. "Aku ada diluar" balasnya dengan malas.

"Kau tidak sekolah? Sebentar lagi bel akan berbunyi, oohhh atau kau membolos?" cerocos laki-laki bertelinga lebar itu tanpa henti. "Siapa yang bolos? Jongin! kau membolos?" itu suara Sehun yang tiba-tiba saja menyaut dengan suara lantang. Dan setelah itu yang terdengar hanyalah perdebatan dan kegaduhan yang tidak jelas. Jongin yang jengahpun langsung mematikan panggilan tersebut secara sepihak.

Jongin bangun dari acara berbaringnya, menatap sejenak langit biru cerah tanpa mendung yang mengotori. Matanya menerawang sendu, memancarkan kesedihan yang tak kunjung diselimuti binar kebahagiaan. Karena poros bahagianya masih menghilang dan tak tahu kapan akan kembali. Mungkin bisa secepatnya bisa juga lebih lama lagi, tergantung sebagaimana takdir membawa kisahnya.

.

.

Brukk

"Aaarrggghhhh,, sstttt sakit sekali" suara dentuman kecil diiringi dengan pekikan kesakitan memecah kesunyian di tempat terjauh dilingkungan sekolah. Dia adalah Kyungsoo, lelaki mungil siswa tingkat kedua yang nekat memanjat pagar pembatas dikarenakan gerbang utama sudah tertutup dan terkunci dari dalam. Kyungsoo terpaksa melakukan itu. Karena jika tidak, Ia sudah pasti akan terlambat masuk kelas. Dan lebih parahnya lagi mungkin Ia akan mendapatkan hukuman dari guru Kang yang terkenal galak tanpa toleransi sedikitpun, meskipun itu kepada murid kesayangan yang berprestasi.

Jujur saja, ini adalah pertama kalinya Kyungsoo nekat melompati pagar pembatas yang lumayan tinggi dengan pecahan kaca yang menancap mengelilingi tembok pembatas tersebut. Namun yang Kyungsoo lewati kali ini adalah bagian tembok yang pecahan kacanya sudah menghilang, itu karena murid-murid nakal sering menggunakan tembok tersebut untuk melarikan diri dari sekolah. eettssss... jangan salah paham dulu, Kyungsoo bukan bagian dari mereka. Ia mengetahui tempat ini karena Ia sering melihat murid-murid melompati pagar ini untuk keluar dari lingkungan sekolah. Tempatnya yang terletak jauh dari gedung utama sekolah, ditambah area itu adalah bekas gedung sekolah lama yang sudah tidak terpakai sangat mendukung para murid nakal tersebut untuk melancarkan aksi mereka.

"Aaahhhh kakiku berdarah, tanganku juga." Bibirnya mengerucut, sesekali medesis akibat rasa sakit bercampur perih yang berasal dari luka-lukanya yang tidak sengaja terkena pecahan kaca saat melompat tadi. Bahkan celana seragamnya terlihat robek dengan darah segar yang mengotorinya.

"ooohhhh aku telat... aku telat... " cerocosnya dengan panik. Ia kemudian bersiap berlari menuju gedung utama sekolah yang jaraknya lumayan jauh. Namun hal itu urung, baru satu langkah Ia sudah memekik. Rupanya pergelangan kakinya terkilir dan hal itu membuat terasa sakit. "Huhuhu... sakit sekali. Aku harus bagaimana pergi ke gedung utama. Aku tidak mungkin merangkak kan?" Ia berbicara sendiri sambil bersimpuh, kemudian mengatur nafasnya. "Mungkin merangkak memang lebih baik, tapi aku bukan bayi lagi.. huft Eomma aku harus bagaimana?" Kyungsoo terlalu fokus dengan dunianya sendiri tanpa menyadari jika sedari tadi tidak jauh dari tempatnya bersimpuh ada seseorang yang memperhatikan dengan senyum tipis terpatri di bibirnya.

Dia adalah Jongin, yang tanpa sadar telah membawa langkah kakinya mendekat ke arah Kyungsoo sejak suara dentuman dan pekikan kesakitan tertangkap oleh indera pendengarnya. Mata elangnya tidak pernah lepas dari sosok yang terus berkomat kamit mengeluh dan merengek pada dirinya sendiri. Dan hal itu terlihat sangat lucu di mata Jongin. Layaknya dejavu tingkah lucu lelaki mungil yang Ia ketahui seseorang yang menabraknya tempo lalu itu mengingatkan dirinya akan sosok Sooie yang akan melakukan hal yang sama saat Ia terluka akibat kecerobohannya sendiri.

Jongin membawa kakinya sedikit berlari, saat melihat lelaki mungil hampir terjatuh saat mencoba untuk menompang tubuhnya kembali. "Kau tidak apa-apa?" tanya, dan secara reflek langsung menangkap tubuh Kyungsoo agar tidak terjatuh lagi.

Kyungsoo yang kagetpun langsung memegang pinggang Jongin dengan erat. Namun detik berikutnya, matanya yang bulat semakin membulat tatkala tahu siapa sosok sang penolongnya. "oohhh dia kan hyung baik hati" ucapnya dalam hati, yang tentu saja dapat didengar oleh Jongin dengan jelas. Kyungsoo baru ingat jika Jongin yang diberinya julukan Hyung baik hati tersebut adalah kakak tingkatnya. Meskipun Ia tidak pernah bertegur sapa, namun Kyungsoo tahu jika sosok laki-laki yang menolongnya saat ini adalah seseorang yang baik.

"Hyung baik hati? hahahah dia lucu sekali seperti Sooie." timpal Jongin dalam hati juga. Ngomong-ngomong tentang Sooie, menurutnya lelaki mungil yang ada di depannya saat ini begitu mirip dengan Sooienya. Mata bulatnya yang jernih, bibirnya yang juga berbentuk hati, sama persis seperti milik Sooie. Tapi yang membuatnya berbeda adalah, pipi lelaki mungkil itu terlihat begitu tirus dengan plester bergambar pororo terpasang di pipi serta sudut bibirnya, beda sekali dengan milik Sooienya yang sudah pasti akan tetap gembul karena Sooienya begitu gemar makan.

"Sunbae..." Cicit Kyungsoo lirih berusaha meminta antensi dari Jongin yang sedari tadi hanya diam sambil memandangi dirinya, bahkan panggilannya sedari tadi tidak dijawab oleh lelaki tan tersebut. menghela nafas sejenak, Kyungsoo mengumpulkan keberaniannya untuk sekali lagi memanggil Jongin. Karena jujur saja berdiri dengan posisi yang bisa dibilang sedikit intim membuatnya sangat tidak nyaman, terlebih bersama Jongin yang Kyungsoo tahu kakak tingkat terpopuler di sekolah ini. Yang sudah pasti, kakak tingkatnya tersebut memiliki banyak sekali penggemar. "Permisi, Sunbae" Panggil Kyungsoo sekali lagi sambil menarik pelan baju atasan Jongin, yang syukurnya berhasil menyadarkan laki-laki itu dari lamunannya.

"Ooohhh, maaf" ucap Jongin dengan kikuk, Ia merutuki dirinya sendiri dalam hati karena sempat melamun dan membandingkan lelaki mungil yang tidak Ia ketahui namanya itu dengan Sooie. "Sebaiknya kita segera pergi ke gedung utama, kakimu harus segera diurut agar tidak bengkak." Ia mengalungkan tangan Kyungsoo ke lehernya, lalu setelah itu Ia meletakkan tangan kanannya pada pinggang ramping Kyungsoo. Hal itu sontak saja membuat Kyungsoo terkejut, bahkan detak jantungku terasa berdetak semakin cepat. "Ayo, aku akan mengantarmu." Lanjut Jongin.

"Emmm... Sunbae, saya bisa sendiri. Jadi, sunbae tidak perlu repot-repot untuk mengantarkan saya." Tolak Kyungsoo dengan halus. Bukan apa-apa, selain tidak ingin merepotkan sang kakak tingkat, sejujurnya Kyungsoo takut fans sang kakak tingkat tersebut akan marah padanya jika mengetahui idola mereka tengah membantu orang seperti dirinya. Ia benar-benar tidak ingin mengambil resiko, sudah lelah dengan bullyan yang dilakukan sepupunya beserta teman-temannya dan Ia tidak ingin berurusan dengan orang lain dengan kasus yang sama lagi.

"Apa kamu ingin pergi kesana dengan cara merangkak?" tanya Jongin diiringi oleh kekehan kecil.

"eehhh..." dahi Kyungsoo mengkerut merasa jika itu adalah kata-kata yang Ia ucapkan beberapa saat yang lalu. Oohhh apa sang kakak tingkatnya itu mengdengar gerutuannya... tidak! Ini sungguh memalukan.

"Sudahlah, ayo jalan." Jongin membimbing Kyungsoo untuk berjalan. "Pelan-pelan saja, jangan buru-buru nanti kamu jatuh." Peringatnya dengan tutur kata yang lembut. Kyungsoopun mau tidak mau menuruti perintah Jongin, berjalan dengan kaki tertatih dan tangannya mencengkeram kuat baju seragam Jongin. Karena memang semakin cepat Ia berjalan semakin terasa nyeri pula kakinya.

Jongin diam-diam tersenyum tipis, Ia dengan sabar membantu lelaki mungil itu untuk berjalan. Sesekali Ia akan mengingatkan Kyungsoo untuk membawa langkah kakinya dengan pelan. Ia juga tidak segan-segan untuk memastikan langkah kaki Kyungsoo tidak berpijak pada tanah yang berbahaya. Jongin benar-benar membantu Kyungsoo dengan sangat baik, bahkan saat beberapa kali Kyungsoo tidak mampu menjaga keseimbangan tubuhnya dan hampir terjatuh Ia dengan cepat tanggap memeganggi pinggang Kyungsoo hingga lelaki mungil itu berdiri tegak dan bisa melanjutkan jalannya kembali. Bahkan Ia memindahkan tangan Kyungsoo yang tadinya berbegang pada atasan seragamnya, kini memeluk pinggangnya dengan apik.

"Pantas saja banyak murid yang mengagumi Jongin Sunbae, dia begitu tampan dan sangat baik sekali"

.

.

T . B . C

.

.

"Maaf ya, mungkin setelah ini aku akan hiatus dalam waktu yang cukup panjang. Tapi tergantung situasi juga. Jika aku mendapatkan ide, dan ada waktu senggang aku akan melanjutkan cerita ini kembali.

"See you next chapter chu~~~"