Dengan hati yang serapuh kertas
Yang tergores, tersobek dan terserak
Menyimpan kata cinta yang tak pernah terucap
...

Disclaimer: Ide untuk FF ini telah ada sejak 2014 dan telah dibuat dalam berbagai versi oleh author yang sama. Karena nggak pernah selesai-selesai versi panjangnya, mungkin jika ditulis dengan chanbaek, my biggest otp sebagai pemeran utama, ceritanya akan bisa selesai. Semoga.

Plagiarisme is prohibited!

Enjoy reading!

.

.

.

Prologue

.

Chanyeol mendorong pintu mahogani bergaya Victoria itu agar terbuka, sementara jari-jemarinya sibuk melonggarkan ikatan dasi yang telah membelenggunya seharian. Tubuhnya lelah, remuk redam sedangkan kakinya hampir mati rasa saat ia menyeretnya melintasi ruang tamu yang teratur dan sepi. Tidak ada rencana lebih baik daripada berendam air hangat, atau mandi di bawah shower dengan cepat agar ia bisa segera merebahkan diri di tempat tidur. Atau begitulah yang pria itu rancang di kepalanya, dengan mengesampingkan segala tetek-bengek urusan finansial, pertemuan-pertemuan besok, dan presentasi dengan seorang klien penting saat ia merasakan sesuatu dibawah sepatunya. Menyingkirkan kakinya dari apa yang barusan ia injak, Chanyeol menemukan sebuah hati, sebuah kertas merah berbentuk hati yang kemudian ia pungut. Ia tahu itu milik siapa.

Di sana, melewati ruang tengah, terdapat sebuah pintu yang menghubungkan ruang makan dengan taman. Chanyeol berdiri di sana, dibalik pintu kaca dan tirai tipis yang telah disingkap rapi, memberikannya pemandangan berbagai bunga dan tanaman berjejer rapi, beraneka warna, masih basah habis disiram. Dan seseorang berdiri di sana. Punggung yang sempit dibalik kaus putih pudar, rambut hitam yang digelung dalam jalinan longgar, mengakibatkan sejumput rambut jatuh ke leher menyentuh lekuknya. Tangan kirinya yang tidak menggenggam alat penyiram bergerak-gerak bersama pinggul, menyenandungkan lagu yang tidak Chanyeol mengerti.

Gadis itu tidak sadar Chanyeol di sana, menghabiskan bermenit-menit menatap kelakuan uniknya, sebelum ia berputar untuk menyiram deret mawar dan matanya menangkap bayangan pria itu.

Senyuman lebar segera terukir di bibir cherry tipis bersama dengan langkah yang tergesa menuju Chanyeol. Beberapa helai rambutnya yang digelung asal-asalan juga jatuh ke wajah, menempel bersama dengan keringat yang baru Chanyeol sadari terbentuk di keningnya. Ia segera menyekanya dengan punggung tangan. Gadis itu meletakkan telapak tangan di depan dada menghadap ke atas dengan jari kelingking yang menekan dadanya.

Selamat datang, sapanya, masih dengan senyum yang sama.

Senyum yang Chanyeol terbiasa dengannya. Senyum yang secara tidak sadar, karena terbiasa, Chanyeol tidak sadar betapa berartinya.

Apa kau ingin kopi?

Chanyeol tertegun. Ia hampir-hampir melewatkan apa yang gadis di hadapannya coba tanyakan jika bukan untuk lengkungan jemarinya yang membentuk huruf 'C' di udara. Dan Chanyeol tidak memerlukan keahlian membaca bahasa isyarat agar dapat memahami. Gadis itu selalu menanyakan hal yang sama setiap harinya. Namun sebelum Chanyeol membuka mulut untuk menjawab, ia sudah mengayunan langkah menuju dapur seolah pertanyaannya tidak memerlukan jawaban. Ia tahu. Jemari-jemarinya yang ramping dengan cekatan meraih mug kopi kesukaan Chanyeol. Satu setengah sendok kopi dan dua sendok gula, tidak terlalu penuh. Dengan air panas tiga perempat. Ia sangat tahu.

Ketika aroma familiar seduhan kopi menguar di udara, Chanyeol menyeret kakinya kembali menuju ruang tamu dan menghempaskan diri di sofa. Ia menyalakan TV dan channel olahraga yang menyiarkan pertandingan sepak bola yang hampir ia lupakan segera muncul tanpa perlu ia cari. Ia tidak ingin memilih siaran ini tadi pagi. Ia menoleh pada gadis di meja dapur yang masih sibuk mengaduk kopinya. Gadis itu suka menonton kartun siang-siang.

Haruskah ia mengucapkan terimakasih karena telah mengingatkannya tentang pertandingan bola sore ini?

Baekhyun, gadis itu, meletakkan kopi di hadapannya dan tersenyum. Dia selalu tersenyum. Gadis itu. Tidak peduli seberapa buruk hari yang Chanyeol lalui, tidak peduli seberapa melelahkan dan menyita akal sehat, senyum itu selalu sama cerahnya saat menyambutnya pulang. Tanpa pernah absen.

Senyum yang secara tidak sadar, he takes for granted.

Sebelum Baekhyun memutar tumitnya untuk kembali ke taman, Chanyeol meraih pergelangan kecil tangannya, membawanya untuk duduk di sisi pria itu. Sesaat, Chanyeol dapat bersumpah melihat kekagetan di wajah kecil gadis itu. Kebimbangan yang hanya hilang setelah Chanyeol meletakkan di atas telapak tangannya sebuah origami hati berwarna merah.

"Ini punyamu, kan?"

Ia mengangguk, menatap benda itu beberapa saat dengan ibu jari yang secara tidak sadar merasakan teksturnya. Ada gurat keraguan yang bisa terbaca ketika ia menggigit bibir bawahnya dan menatap Chanyeol.

Apa... kau membukanya? Ia bertanya dengan gerakan tangan yang lambat, tahu dengan benar bahwa tiga tahun ini Chanyeol belum dapat membaca isyarat yang kompleks.

"Tidak," sedikit kebingungan, lalu Chanyeol tersenyum ringan. "Tentu saja tidak."

Dia menghargai privasi dan mencampuri urusan orang lain sama sekali bukanlah dirinya. Tentu saja ia tidak mungkin membuka-buka yang bukan miliknya, kan?

Sayangnya, dia melewatkan raut kecewa terlintas di wajah wanita yang ia nikahi sejak tiga tahun lalu dibalik senyum tipis yang ia tawarkan.

Betapa dia berharap Chanyeol membukanya.