Ini adalah chapter terakhir.
.
Chapter 3
.
"Neji Hyuuga."
Semua orang menoleh ke arah sumber suara itu. Tampak sosok Sasuke Uchiha berjalan perlahan mendekati Neji.
"Sasuke teme! Darimana saja kau!" Teriak Naruto dengan kesal. Ia merasa jengkel karena Sasuke baru muncul setelah semua keributan selesai.
Sasuke tidak menggubris perkataan Naruto. Mata hitamnya mengamati Neji dengan ekspresi yang tidak terbaca.
"Aku akan bertanggung jawab."
Kata-kata yang dilontarkan Sasuke sukses membuat semua orang yang ada menjadi tertegun.
"Apa maksud perkataanmu itu?" Tanya Neji sambil memicingkan matanya.
"Aku adalah ayah dari bayi yang dikandung Hinata."
Sasuke mengucapkan kata-kata menggemparkan itu dengan sikap tenang.
Mendengar pernyataan dari mulut Sasuke, amarah Neji meledak kembali.
"Aku akan membunuhmu! Sasuke Uchiha!"
Dengan sigap Shikamaru dan Kiba langsung menahan Neji yang ingin menerkam Sasuke.
"A-apa maksudnya ini teme?! Kau- dan Hinata?! Ba-bayi?" Naruto tidak mampu menyembunyikan keterkejutannya.
Sasuke tetap berdiri tenang meskipun Neji memberikan tatapan beringas kepadanya. Sasuke tahu Neji sangat sayang dan protektif pada Hinata. Jika Neji ingin memukulnya maka ia akan menerimanya, Neji memiliki hak untuk itu.
"Lepaskan aku! Berani-beraninya kau menyentuh adikku, Uchiha keparat! Aku akan menghabisimu! Singkirkan tangan kalian, aku tidak akan puas sebelum membuatnya kesakitan!"
"Nii-san! Hentikan!"
Semua orang menoleh ke arah suara itu. Tampak sosok Hinata yang berdiri cemas, Tenten yang berdiri disampingnya tidak kalah cemas melihat situasi di hadapannya.
"Hinata?! Tenten?! Apa yang kalian lakukan disini?"
Amarah Neji sedikit surut, ia berhenti meronta-ronta ketika melihat kedatangan adik dan tunangannya. Meski Neji terlihat sedikit tenang, Kiba dan Shikamaru masih waspada.
Wajah Hinata memerah. Ia tidak menyangka ada banyak orang disini. Melihat wajah Naruto yang lebam, ia merasa bersalah. Hinata lalu mengalihkan pandangannya kepada Sasuke yang berdiri dengan tenang. Ia tidak bisa membaca ekspresi di wajah Sasuke. Apakah Sasuke sudah mendengar tentang kabar kehamilannya? Bagaimana reaksinya? Apakah ia terkejut? Tidak percaya? Marah? Belum siap? Ataukah ia merasa senang?
"A-aku tahu Nii-san pasti akan salah paham. Aku meminta Tenten mengantarkanku kemari karena Nii-san pasti akan langsung mencari Naruto ke rumahnya." Hinata menundukkan kepalanya.
"Kau sebaiknya mendengar penjelasan Hinata terlebih dulu sebelum mengambil kesimpulan yang salah." Kata Tenten sambil mendekati Neji. Dengan perlahan Tenten memegang pipi tunangannya itu, mengusapnya dengan lembut dan berharap sentuhannya itu bisa sedikit menghilangkan amarahnya.
Neji menghela nafas, amarahnya masih tersisa namun ia mulai bisa berpikir jenih. Shikamaru dan Kiba mulai mundur, mereka yakin Neji tidak akan melakukan hal-hal gila lagi.
"Kurasa kita harus pulang." Kata Kiba sambil menggaruk-garuk kepalanya. Ia tidak ingin mencampuri masalah pribadi Hinata.
Hinata memberikan tatapan terima kasih pada Kiba dan dibalas dengan anggukan. Hinata tahu Kiba pasti akan meminta penjelasan mengenai masalah ini. Sahabatnya itu sangat perhatian dan protektif padanya, seperti seorang kakak. Kiba tahu Hinata lebih memilih menyelesaikan masalahnya tanpa perlu disaksikan oleh banyak orang.
Hinata sedikit merasa bersalah karena telah mengabaikan sahabatnya itu akhir-akhir ini.
"Kami pamit pulang dulu." Kata Ino sambil menyambar tasnya lalu menyeret tangan Kiba dan Shikamaru. Mereka bertiga bergegas pergi meninggalkan rumah Naruto.
"Kau harus mengantarkanku pulang, Naruto." Kata Sakura sambil menggandeng lengan kekasihnya itu.
"Tapi-"
"Ayo." Kata Sakura sambil menyeret paksa Naruto.
Naruto memandangi Sasuke, ia khawatir jika harus meninggalkan Sasuke sendirian. Bagaimana jika nanti Neji benar-benar menghabisinya? Siapa yang bisa menolong Sasuke menghadapi amukan Neji?
"Sasuke pasti bisa mengatasinya." Bisik Sakura sambil melirik ke arah Sasuke.
"Kau sebaiknya mengantarkan Sakura pulang." Kata Sasuke. Ia berusaha meyakinkan Naruto bahwa ia akan baik-baik saja.
Dengan berat hati Naruto membiarkan Sakura menyeretnya pergi.
"Aku adalah tuan rumah disini, mengapa aku yang harus diusir." Protes Naruto sambil cemberut.
Suasana menjadi sunyi. Hanya ada Hinata, Neji, Tenten, dan Sasuke di ruang tamu itu.
Tenten meraih tangan Neji dan menggenggamnya dengan erat. Hinata masih menunduk, ia tidak berani menatap mata Neji yang diliputi amarah dan kekecewaan.
Sasuke menghampiri Hinata dan berdiri disisinya. Lengannya memeluk pundak Hinata dengan sikap protektif. Ekspresinya melembut saat merengkuh tubuh Hinata yang terlihat mungil dan rapuh. Hinata menyembunyikan wajahnya di dada Sasuke, berusaha mencari kekuatan dan perlindungan.
Melihat mereka berpelukan di hadapannya, Neji merasa geram. Akan tetapi kehadiran Tenten di sisinya membuatnya sadar bahwa ia harus berpikir jernih dan rasional. Neji berusaha menelan amarahnya, masa depan adiknya dipertaruhkan disini. Ia tidak ingin membuat kesalahan hanya karena tidak bisa mengendalikan emosinya.
Sasuke mengusap punggung Hinata dengan lembut. "Kenapa kau tidak memberitahuku, Hinata?" bisiknya perlahan.
Hinata mencengkeram kemeja Sasuke sambil berusaha menyembunyikan air matanya.
"Aku baru mengetahuinya tadi pagi. Apa kau marah?" tanya Hinata sambil menengadahkan kepalanya.
Sasuke mengamati ekspresi Hinata yang masih berada di pelukannya. Matanya yang sembab dan merah terlihat khawatir dan cemas. Sasuke tersenyum, ia lalu mencium kepala Hinata dengan lembut.
"Bagaimana kau bisa berpikir seperti itu." Bisik Sasuke. "Aku sangat bahagia mendengarnya."
Senyuman manis terukir di bibir mereka berdua.
"Bisakah kalian menjelaskan apa yang terjadi." Kata-kata Neji mengalihkan perhatian mereka. "Sejak kapan kalian berdua menjalin hubungan?"
"Kami sudah bersama sejak dua bulan yang lalu." Kata Sasuke sambil melepaskan Hinata dari pelukannya.
"Jadi kau yang merebut Hinata dari Naruto?"
Hinata terkesiap mendengar pertanyaan bernada tajam yang dilontarkan kakaknya.
"Bu-bukan seperti itu. Hubunganku dan Naruto berakhir bukan karena Sasuke." Kata Hinata sambil berusaha membela Sasuke. "Ka-kami putus karena sudah tidak cocok lagi. Ia mencintai orang lain dan aku juga begitu. Tidak ada yang bisa dipertahankan. Kami berpisah secara baik-baik."
"Jadi alasan sebenarnya kau mengasingkan diri dari keluarga dan teman-temanmu setelah putus bukan karena patah hati tapi karena dia?!"
"Aku mencintainya, Nii-san…"
"Apa kau yakin dengan perasaanmu itu?! Bagaimana jika ternyata si brengsek itu hanya memanfaatkanmu saja?! Pikirkan itu, Hinata. Ia mendekatimu saat sedang patah hati dan berpura-pura menjadi pria baik hati dengan menghiburmu. Saat kau sedang sedih dan lemah ia justru merayumu. Ia tidak sebaik perkiraannmu."
Sasuke mendelik tajam mendengar tuduhan yang dilontarkan Neji.
"Itu tidak benar! Kau salah, Nii-san… Sasuke bukan pria seperti itu. Ia tidak memanfaatkanku sedikitpun. Sasuke benar-benar seseorang yang baik…" Kata Hinata.
Tenten mengeratkan genggamannya di tangan Neji.
"Aku bersama Hinata karena aku mencintainya." Kata Sasuke dengan tenang. Matanya memancarkan kesungguhan. Hinata memeluk erat lengan Sasuke, menunjukkan pada Neji bahwa ia serius dengan pria pilihannya itu.
"Apa kau akan bertanggung jawab dengan semua yang terjadi?"
"Kau tidak perlu meragukan itu."
Neji menatap Sasuke, pria di hadapannya itu nampak serius dengan ucapannya. Ia lalu mengalihkan pandangannya pada Hinata, adiknya itu bukan lagi gadis kecil pendiam yang lugu dan pemalu. Adiknya kini telah tumbuh dewasa, ia tidak membutuhkan perlindungannya lagi. Adik kecilnya yang selalu ia gendong di punggungnya kini akan menjadi seorang ibu. Perasaan haru dan getir muncul di dadanya.
"Aku tidak akan melepaskannmu jika sampai kau menyakiti adikku."
"Kau boleh membunuhku jika aku melakukan hal itu." Kata Sasuke dengan serius dan membuat hati pendengarnya bergetar.
"Aku masih belum bisa memaafkanmu."
"Aku tahu itu."
Neji menghela nafas. Ia tidak mampu melakukan apa-apa lagi selain menerima hubungan ini.
"Aku akan berusaha membahagiakan Hinata dan melindunginya. Aku bersumpah padamu."
"Kupegang janjimu itu, Sasuke Uchiha."
.
.
"Namanya Hikaru Uchiha. Kau kini telah resmi menjadi seorang paman."
Neji memandangi bayi mungil yang tengah tertidur pulas di gendongan Hinata.
"Dia tampan." Puji Neji.
Hinata tersenyum. Rona kebahagiaan terlihat jelas di wajahnya.
"Tentu saja dia tampan, dia kan anakku." Kata Sasuke dengan sombong.
Mendengar perkataan si busuk-hina-laknat-jahat-brengsek Uchiha membuat Neji mendengus. Sampai dengan detik ini ia masih belum menerima si busuk-hina-laknat-jahat-brengsek Uchiha sebagai adik iparnya. Adiknya terlalu baik jika disandingkan dengannya.
"Dia sangat mirip denganmu, Sasuke. Bahkan warna mata kalian berdua sama." Kata Hinata sambil membelai pipi chubby puteranya itu.
"Tapi ia mewarisi rambutmu." Kata Sasuke sambil menatap Hikaru dengan ekspresi penuh kebanggaan.
Neji melihat pemandangan di hadapannya. Si busuk-hina-laknat-jahat-brengsek Uchiha memeluk pundak Hinata dan memberikan ciuman lembut di dahinya. Hinata memejamkan matanya, ekspresi penuh kedamaian menghiasi wajahnya.
"Terima kasih karena kalian berdua telah hadir di hidupku." Bisik Sasuke di telinga Hinata.
Hinata memberikan tatapan penuh cinta pada Sasuke. "Aku mencintaimu, suamiku…" kata Hinata dengan tulus.
Neji pergi meninggalkan dua orang yang sedang dimabuk kebahagiaan itu. Dengan perlahan ia menutup pintu kamar rumah sakit itu, membiarkan mereka berdua tenggelam dalam dunia mereka sendiri.
Neji memejamkan matanya dan menyandarkan punggungnya di dinding koridor rumah sakit. Ekspresi kebahagiaan dua orang itu masih tercetak jelas di benaknya.
Bukankah hal yang paling diinginkan oleh setiap kakak di dunia ini adalah kebahagiaan adiknya.
Neji tahu adiknya kini telah hidup bahagia. Si busuk-hina-laknat-jahat-brengsek Uchiha itu memperlakukan Hinata dengan sangat baik. Dibalik sifatnya yang arogan, dingin dan kaku Neji tahu besarnya cinta dan perhatian yang telah ia berikan untuk Hinata dan Hikaru.
Mungkin mulai sekarang ia harus berhenti memanggilnya Si busuk-hina-laknat-jahat-brengsek Uchiha dan mulai menyebutnya sebagai adik ipar. Neji tersenyum tipis. Ayahnya telah menerima Si busuk-hina- ehem- adik iparnya dengan tangan terbuka, kini sudah saatnya ia melakukan hal itu.
"Neji!"
Neji menoleh ke arah Tenten yang berlari menghampirinya. Keduanya kini telah resmi menikah tiga bulan yang lalu.
"Ada apa, Tenten?" Melihat wajah pucat istrinya, Neji merasa khawatir.
"I-ini tentang Hanabi!"
"Apa yang terjadi padanya?"
"Kau jangan terkejut mendengar ini." Perkataan Tenten justru membuatnya semakin khawatir.
"Ada apa sebenarnya?"
"Hanabi… dia… dia hamil…"
Tentu saja dapat ditebak reaksi Neji ketika mendengar kabar itu…
Bruk!
"Ne-Neji! Sadarkan dirimu! Neji! Tolong!"
… ia pingsan.
.
.
The end
.
Fiuuhh… akhirnya selesai juga
Naruto yang tidak bersalah babak belur tapi Sasuke yang jadi pelakunya malah tidak apa-apa… anggap saja itu karma. Ehehehe….
Terima kasih untuk semua review, follow, dan favorites.
Sampai jumpa di fic saya yang lain!