akhirnyaaaaa... saya kembali.. *nangis sesenggukan* setelah bertahun tahun tersesat di dunia antah berantah akhirnya saya pulang ke fandom tercinta.. ini fic pertama saya setelah jadi silent reader sampai hiatus selama kurang lebih 5 tahun. beberapa chapter awal udah saya bikin waktu tahun 2013an, dan sisanya di tahun ini. jadi seandainya ada pembaca yang menemukan perbedaan entah dari pendalaman karakter atau gaya bahasa. tolong maafkan akuuu... *mewek lagi* meski begitu, selamat membaca.. _

KESEMPATAN KEDUA

Story Kiyone Hiruma

Desclaimer Riichiro Inagaki Yusuke Murata

Chapter 1 Apaa?!

Wajah cantik Mamori Anezaki terlihat bagitu ceria hari ini. Langkah kali yang membawanya menaiki tangga sebuah bangunan apartemen terlihat ringan dan bersemangat. Koper besar dia tarik susah payah melewati setiap anak tangga sedangkan satu tas ransel ukuran sedang berada di punggungnya. Bobot dari keduanya tak mengurangi mood gadis itu yang memeng sedang bersemangat.

Beberapa bulan yang lalu dia telah mendapat ijin dari kedua orang tuanya untuk menjadi orang yang lebih mandiri. Dia sudah masuk universitas, tidak ada salahnya hidup mandiri, menyewa apartemen, bekerja sambilan dan sebagainya. Untuk itu, hari ini dia pindah ke apartemen yang sekarang dia tuju. Dilantai tiga sebuah gedung apartemen yang tak jauh letaknya dari Universitas Saikyou.

Sebenarnya Mamori menemukan beberapa apartemen lain yang bagus dan dekat dengan Saikyoudai tapi tempatnya terlalu ramai. Satu-satunya tempat yang tidak terlalu berisik adalah tempat ini. Entah mengapa, meski dekat dari pusat kota lingkungan disekitar sini terasa tenang dan nyaman.

Mamori berhenti untuk bernafas tepat di lantai dua. Lelah juga menarik koper besar penuh barang melewati tangga. Sambil menyanggul rambut auburnnya yang panjang, Mamori mengamati sekeliling.

Diatas sana, langit sedang cerah. Warna birunya terlihat ceria dengan awan tipis yang bergerak mengikuti arah angin. Matahari bersinar cukup hangat. Dibawahnya adalah taman apartemen yang sederhana. Ada beberapa orang yang bersantai disana, ada juga yang berlari lari kecil mengelilingi taman. Minggu pagi yang cerah memang cocok untuk aktifitas luar ruangan. Lalu di ujung tangga terbawah ada...

"Hiruma?!" Mamori mengenali dengan jelas sosok berambut spike blonde, berwajah tenang hampir tanpa ekspresi, dan berpakaian serba hitam itu.

Tanpa membuang waktu Mamori menyambar kopernya dan menariknya menaiki tangga. Alih alih menghindari pertemuan dengan kapten Wizard, suara kopernya yang berbenturan dengan tangga terlalu berisik hingga terdengar oleh sepasang telinga runcing itu.

"Oi, Menejer Jelek yang di depan! Kau bisa membangunkan semua orang yang ada di apartemen ini, bodoh!" seru Yoichi yang sekarang sudah berada cukup dekat dengan Mamori. Ah, tentu saja Yoichi langsung bisa mengenali menejernya itu. Sekali lirik saja sudah tahu.

Mamori memilih tidak menanggapi maupun menoleh. Dia hanya terus berusaha menarik kopernya.

"Oi, Menejer Jelek!" Suara Yoichi kini terdengar lebih dekat. Dia berada satu anak tangga di bawah koper besar menejernya. Koper itu memperlambat Mamori yang sedang buru buru.

"Oi, Menejer Creampuff!" panggil Yoichi lagi setelah tak ada jawaban.

"Apa, Hiruma? Kau tidak perlu memanggilku berkali kali. Aku bisa mendengar suaramu dengan jelas," sahut Mamori.

"Kau menghalangi jalanku. Cepat minggir sana!" lanjut Yoichi, menendang pelan koper Mamori.

"Iya, iya! Tunggu sebentar, aku akan berbelok..." Mamori menarik kopernya hingga sampai di lantai tiga. Kemudian dia berbalik menghadapi Yoichi. "Haaahhh... Sudah, kan? Berjalanlah sana sesukamu sampai manapun kau mau."

Yoichi tidak berkomentar sementara Mamori mulai berputar bersama kopernya.

Langkah Mamori kini lebih ringan dengan lantai datar dimana roda kopernya bisa menggelinding mulus. Awalnya senyum ceria terlihat di bibir Mamori namun saat dia melewati setengah dari koridor terbuka lantai itu, senyumnya digantikan oleh kedut jengkel di dahinya. Pasalnya seseorang dibelakangnya terus mengikuti Mamori dari tadi.

" Kau ini kenapa sih? Jangan mengikutiku terus, Hiruma!" ucap Mamori memandang langsung dua mata beriris emerald itu.

"Apa?! Siapa yang mengikutimu, Menejer Jelek? Gadis jelek sepertimu mana ada yang mau mengikuti!" sahut Yoichi galak.

"Lalu kenapa dari tadi kau berjalan di belakangku terus?" Mamori berkata tidak kalah galaknya.

"Aku mau pulang ke apartemenku, memangnya salah?"

"Eh?!" Kekesalan Mamori luruh seketika kemudian berubah menjadi satu keterkejutan. Dia tidak pernah menyangka apartemen kapten timnya ada di sini, lantai ini, bangunan ini.

"Kau tinggal disini?" tanya Mamori. "Yang mana apartemenmu?"

Yoichi mendecak tapi dia menganggukkan dagu ke salah satu pintu apartemen di lantai itu. "Itu, pintu paling ujung."

"Eh, yang benar?" Mamori nyengir lebar. "Tapi aneh sekali, karena apartemenku juga di sana..."

Keduanya terdiam, saling pandang dengan berbagai macam maksud. Senyum yang tadi terlihat di wajah Mamori menguap entah kemana sementara pokerface Yoichi makin sulit dibaca tiap detiknya.

"Apa kau baru saja..." Mamori berkata ragu. Namun saat dia melihat tanda mengiyakan dari pertanyaannya yang belum selesai diwajah Yoichi, dirinya langsung menghambur ke pintu apartemen bersama si koper biru.

Tidak mau kalah dari Mamori, Yoichi ikut berlari ke arah yang sama. Laki laki itu sedikit mendorong Mamori dengan badannya saat Mamori merogoh rogoh saku blazer coklatnya. Yoichi yang sudah hafal luar kepala kode kunci apartemen itu langsung menekan rangkaian tombol untuk membukanya.

Mamori yang tidak ingin saingannya kali ini mendahuluinya membuka pintu, mendorong Yoichi balik. Gadis itu menekan beberapa tombol acak guna menggagalkan kode kunci Yoichi. Aksi saling dorong dan saling pencet tombol pun tak terelakkan untuk beberapa saat hingga Yoichi yang punya tenaga lebih kuat berpegangan pada kusen pintu kuat kuat dan Mamori tak bisa menyingkirkannya.

Yoichi berhasil membuat pintu terbuka lebar tapi dia tidak masuk karena Mamori yang merasa apartemen ini adalah miliknya juga mau ikut masuk. Mereka berdua terjebak di pintu, berimpitan tidak ada yang mau mengalah.

"Minggirlah, Menejer Jelek!" ucap Yoichi.

"Enak saja! Ini apartemenku, Hiruma!" sahut Mamori tak kalah ngotot. "Kaulah yang harus minggiiiiiiiiirrrr!"

"Kau ini..."

"Yah!!" sorak Mamori begitu dia berhasil masuk lebih dulu bersama kopernya. Tapi Yoichi yang sempat terhuyung segera menyusul dan menghilangkan cengiran di wajah cantik gadis itu.

"Apa-apaan kau ini?!" Yoichi berkata dengan kesal.

"Justru aku yang harusnya bertanya, kan? Apa-apaan kau ini?! Apartemen ini milikku. Sejak dua minggu lalu apartemen ini atas namaku. Kenapa kau bisa bilang bahwa ini milikmu?"

"Dua minggu? Pasti ada kesalahan. Pak tua itu benar benar sudah pikun!"

"Apa maksudmu?"

"Sejak setahun lalu apartemen ini milikku, Menejer Bodoh! Aku membelinya."

"Kalau ini milikmu bagaimana mungkin paman yang dibawah mengatakan apartemen ini masih kosong dan memberikannya padaku?"

"Makanya kubilang ada yang salah!" Decakan Yoichi benar-bebar terdengar kesal. Dia pun berbalik keluar dengan sumpah serapah untuk orang yang di sebutnya pak tua di bawah.

"Mau kemana?" tanya Mamori separuh heran setan yang satu ini menyerah begitu cepah berdebat dengannya.

"Bertanya pada pak tua pikun di bawah." sahut Yoichi tanpa menoleh.

Mamoripun mengikutinya. Sebenarnya di juga ingin tahu bagaimana kesalahan seperti ini terjadi. Apalagi ini adalah apartemen pertamanya. Dia tidak akan melepaskan apartemen ini dengan mudah untuk Yoichi. Apapun yang terjadi dia harus tinggal di apartemen itu. Dia sudah terlanjur menyukai apartemen ini. Lagi pula sudah terlambat mencari hunian baru. Dan tidak mungkin juga dia kembali kerumah saat orang tuanya baru saja memberi kepercayaan, yang ada dia nanti tidak bisa keluar lagi.

Yoichi langsung membuka pintu ruang pengurus apartemen begitu dia sampai di sana. Seperti biasanya, caranya membuka pintu yang kasar mengagetkan penghuni ruangan itu. Laki laki paruh baya yang duduk dibalik meja tidak jadi menyeruput teh hangatnya. Melihat wajah Yoichi, orang itu sudah tahu kalau Yoicho sedang emosi.

"A-ada yang bisa kubantu?" tanya paman itu tergagap, mengerti betul kalau dia salah bicara maka riwayatnya akan cukup sampai disini saja.

"Paman, bagaimana hal seperti ini bisa terjadi?" Mamori yang bertanya.

"Hal seperti apa maksudmu?"

"Kenapa kau berikan apartemen yang jelas jelas milikku pada Monster Creampuff ini, Pak Tua?" tanya Yoichi dengan nada marah, begitupun mimik wajahnya. "Apa kau tidak mendokumentasikan semua data dengan benar?!"

"Iya, bagaimana mungkin ini terjadi? Paman bilang apartemen itu belum ada pemiliknya. Lalu sekarang dia mengaku sidah memilikinya sejak setahun lalu. Bagaimana bisa?"

"Bukankah kau sendiri yang menerima uang tunai pembayarannya, Pak Tua? Kau juga yang memberiku surat suratnya." Yoichi mengeluarkan dokumen yang dimaksud dan membantingnya ke atas meja.

"Aku juga, aku juga punya." Mamori juga mengeluarkan dokumen yang sama dan meleetakkannya di samping milik Yoichi. "Paman sendiri juga yang menyerahkannya padaku."

"Sampai kapan kau mau diam saja, Pak Tua sialan?! Ini adalah tanggung jawabmu!"

Paman pengurus apartemen ini memandang Yoichi dan Mamori dengan tertekan. Kalau dulu Yoichi yang setan neraka itu saja sudah membuatnya tertekan, sekarang ada malaikat yang ikut menanyainya membuatnya lebih tertekan dari pada dulu.

"Paman!"

"Iya! Dulu.. ruanganku sempat terbakar, beberapa dokumen hangus dan aku terpaksa mendata kembali pemilik apartemen dengan meminta penghuninya menunjukkan dokumen. Tapi apartemen itu tidak pernah ada penghuninya. Aku benar benar lupa. Kupikir memang kosong, makanya aku bisa memberikannya kepada Nona ini. Aku benar benar lupa kalau itu milikmu," jelas paman itu takut takut.

"Jadi sekarang bagaimana? Aku tidak mungkin mencari apartemen baru sekarang. Uangku sudah habis untuk apartemen ini. Dan aku tidak mungkin membuat orang tuaku khawatir dengan pulang kerumah! Paman, bagaimana sekarang?" tuntut Mamori.

"Aku tidak mau menyerahkan apartemen itu," gumam Yoichi, seperti mengingatkan Mamori bahwa dia memiliki apartemen itu lebih dulu.

"Siapa bilang kau boleh memilikinya? Aku juga telah membeli apartemen itu. Apartemen itu juga milikku!" sahut Mamori.

"Aku memilikinya lebih dulu, Menejer Jelek!"

"Tapi aku juga telah membayarnya! Aku menyerahkan uangku pada paman itu yang artinya aku juga pemilik apartemen itu!"

"Kalau begitu kau minta saja uangmu kembali!"

"Eh?! Benar juga..."

"Maaf," potong paman tua itu. " Uangnya rudah kugunakan untuk merenovasi rumahku dan memperbaiki instalasi pipa air di bangunan ini. Uangnya sudah habis untuk itu. Aku butuh waktu untuk mengembalikannya."

"Tuh! Kau dengar sendiri, kan? Uangnya habis. Lagipula aku menyukai tempat ini.."

"Aku tidak mau melepaskannya!"

"Kau ini! Mengalahlah pada perempuan!"

"Kau perempuan? Mananya, Monster Kue Sus?"

"Menyebalkan! Kau harusnya..."

"Aku punya usul," potong paman itu sekali kali. Yoichi dan Mamori yang tadinya berhadapan sibuk berdebat kini menoleh orang tua itu.

"Karena tidak ada yang mau mengalah dan aku butuh waktu untuk mengembalikan uang Nona ini, bagaimana kalau kalain tinggal bersama disana untuk sementara?"

Setan dan Malaikat itu hanya menatapnya lurus lurus.

TO BE CONTINUE

p.s. saya merasa nggak pd dengan fic ini. banyak kekurangan di sana sini. mohon maafkan akuuu... ToT

untuk itu mohon reviewnya yang membangun..