WITH YOU

.

.

.

.

Chanbaek!GS

Warn: panjang banget isinya narasi.

Enjoy your trip!

.

.

.

Tau apa yang menyebalkan dari Byun Baekhyun? Bagaimana ia mengatakan 'Ya' untuk semua awalan yang Chanyeol tawarkan, namun tingkah lakunya berkata hal lain.

Mereka baik, komunikasi berjalan lebih lancar dari sebelumnya. Saling bertukar kabar, menanyai keseharian, juga berbagi cerita yang jika digabungkan akan terdengar seperti wawancara majalah bisnis.

Keformalan yang berlaku masih belum melewati masa kadaluarsa, Baekhyun dengan tingkah hormatnya dan Chanyeol yang mau tidak mau mengikuti. Cukup membuat Chanyeol risih, sialnya ia tidak dapat berbicara.

Sebagai lelaki sejati, ia ingin menepati ucapannya yang bersabda akan membuat Baekhyun nyaman. Menghasilkan ia kini menjadi pihak pasif yang tidak pernah publik lihat. Chanyeol si dominan menjadi submissive oleh seorang wanita. Apa publik harus mengetahuinya? Tidak, terima aksih. Chanyeol sendiri mungkin siap, publik yang belum siap. Baekhyun pun belum siap dengan alasan lain.

Tepat, mereka tidak—tepatnya belum—mempublikasikan ikatan yang mereka sebut hubungan spesial. Karena kenyataannya Chanyeol menerima tepisan tangan serta delikan setelah insiden di balkon hari itu.

'Saya memang setuju untuk memulai hubungan dengan anda namun tidak dengan mempublikasikannya. Anda pikir dengan begini reputasi saya akan lebih baik? Saya tidak akan dicap sebagai wanita penggoda?'

Itu cukup kejam, namun Chanyeol cukup bodoh untuk tidak berpikir ke sana.

Baekhyun adalah wanita karir yang menjunjung tinggi harga diri juga arogansi.

'Kita dapat memulainya dengan perlahan. Setidaknya saya harus membiasakan diri dengan keberadaan anda yang mulai saya anggap. Untuk sementara biarkan ini menjadi 'hal' hanya untuk kita berdua'

Luhan yang diberi tatapan tajam oleh Baekhyun jelas tidak akan membuka mulutnya se-inchi pun.

Dan Chanyeol masih ingat betul bagaimana suara Baekhyun kala mengucapkan kalimat selanjutnya.

'Dan Park Chanyeol-ssi, saya tidak menyimpan rasa suka pada anda saat ini'.

"Park Chanyeol-ssi, saya tidak menyimpan rasa suka pada anda."

Luhan menengadah, berhenti membacakan semua alasannya masuk ke dalam ruangan sang atasan untuk mendapati Chanyeol menatap satu titik dengan ekspresi berpikirnya seperti biasa.

Dengan ricauan yang sama juga.

Dan Luhan menghitung mundur untuk kalimat selanjutnya.

"Sekretaris Lu, jujurlah padaku."

Yang diajak bicara tersenyum.

'Apa aku tidak menarik di mata wanita?'

"Apa aku tidak menarik di mata wanita?"

Sudah 3 bulan, oh Tuhan.

"Tidak, Tuan. Semua wanita mengagumi anda dari segi manapun."

"Lalu kenapa Baaekhyun belum juga—" Chanyeol tidak mampu melanjutkan kalimatnya lagi. Sosok dinginnya berubah menjadi marshmallow dan kalian tidak tahu betapa muaknya Luhan kini.

Untuk banyak alasan, tolong kembalikan Chanyeolnya yang dingin.

Yang seperti ini lebih banyak menguras tenaga.

"Dia tidak pernah mengirim pesan lebih dulu, dia tidak pernah menelpon lebih dulu, dia tidak pernah bertanya lebih dulu, bahkan cerita pun ia tidak akan memulainya jika tidak kutanya."

"Apa dia bahkan serius mengatakan 'ya' dalam berhubungan?"

"Manager Byun memberikan sendiri kontaknya pada anda hari itu bagi saya sudah merupakan perkembangan pesat, Tuan."

"Aku dapat kontaknya jauh lebih dulu dari dia memberikannya padaku, asal kau tahu saja, Luhan."

Aku yang mencarikannya untukmu, sialan.

"Oh tentu saja, betapa bodohnya saya tidak berpikir ke sana."

Chanyeol sedikit mendelik tersinggung, sunguh, pengaruh direktur Oh pada diri Luhan adalah perubahan yang menyebalkan.

Secara mudah, hubungan pimpinan—sekretaris ini tengah mengalami krisis karena perubahan sikap satu sama lain. Sehun sempat curiga keduanya saling jatuh cinta diam-diam.

"Sisi Oh Sehun tumbuh di dalam dirimu dengan baik."

Luhan tersenyum menanggapinya.

"Bagaimana hubungan kalian berdua? Sudah bercinta?"

Dan kini ia ingin melempar stilettonya sampai menancap di kening tampan Chanyeol.

"Kami tidak berhubungan."

"Oh benarkah? Terakhir ku ingat Sehun bercerita kau mengatakan ya. Apa? Kau kini menjadi Byun Baekhyun kedua? Mengatakan 'ya' namun tak ada buktinya?"

"Direktur Park."

"Lihat? Sekarang kau sama menyebalkannya dengan Sehun juga sisi formal Baekhyun."

Ini adalah alasan mengapa Luhan mengatakan Chanyeol sekarang banyak menguras tenaga, satu perempat raga dan sisanya jiwa.

Bicaranya melantur, fokus pada pekerjaan ditimpa oleh pikiran cintanya, banyak menanyai Luhan yang tidak-tidak mengenai hubungan bahkan beberapa kali tidak menghadiri pertemuan karena Baekhyun.

Secara teknis, Chanyeol menjadi budak cinta. Begitu anak muda menyebutnya sekarang.

Apa Luhan menyalahi Baekhyun? Sedikit. Namun jika harus menjatuhkan semua kesalahan pada satu orang, jelas Park Chanyeol akan tertimbun keseluruhan. Baekhyun tidak pernah tahu bagaimana sikap Chanyeol di belakang layar.

Ia hanya tahu bagaimana Chanyeol masih bersikap nakal dengan kalimatnya ditambah sikap formal yang Baekhyun damba.

Damba sebagai seorang pengusaha. Bukan kekasih.

Sayangnya hal itu yang Chanyeol lihat kerap membuat Baekhyun merasa nyaman.

Seperti malam harinya, sesuai janji yang mereka setujui satu minggu lalu dan telah diatur sedemikian rupa oleh Luhan, keduanya kini menikmati makanan pembuka di salah satu restoran bintang lima dan private room.

Bagaimana bahasan kecil tidak penting selayaknya pasangan kekasih yang Chanyeol jadikan patokan harus kalah dengan topik perkembangan perang pasar Amerika dan China semakin meneriakkan bahwa ini lebih pantas disebut makan malam bisnis dibandingkan kencan.

Apa mungkin Baekhyun masih menganggap hubungan keduanya adalah hubungan bisnis? Sungguh?

"Manager Byun." Oh sial, Chanyeol benci keformalan ini.

Sang puan yang hendak menyuapi supnya sontak terhenti, menanggapi Chanyeol dengan tatapan matanya.

Jangan salah tingkah. Satukan dirimu sendiri dan bertanya dengan lantang!

"Bagaimana kabarmu?"

God, damn it, Park Chanyeol!

Butuh waktu cukup lama untuk Baekhyun terdiam, "anda sudah menanyakannya saat kita di mobil tadi." Ia terkekeh di akhir.

"Hanya ingin memastikan lagi."

Baekhyun tersenyum. Memilih melanjutkan makannya sementara Chanyeol merutuki dirinya.

"Apa kau serius menjalani hubungan ini? Apa kau menganggapku kekasih? Apa kau menganggap semua ini hanya bisnis? Kau masih takut mempublikasikan hubungan kita sampai makan malam pun harus dilakukan secara private? Kau masih tidak mau tinggal bersamaku? Kau tidak mau membuang keformalanmu? Kau tidak mau mencoba berkencan ke taman bermain? Aku tidak nyaman jika terus seperti ini. Aku ingin hubungan sepasang kekasih seperti yang lainnya. Memberi kejutan buket bunga di kafe, bukan jamuan yang harus dijadwalkan terlebih dahulu."

Banyak pertanyaan juga pernyataan yang menunggu untuk Chanyeol katakan, sayang ia terlalu pengecut untuk bersuara. Alasannya mudah, ia tidak ingin Baekhyun merasa tidak nyaman setelahnya dan malah canggung sendiri.

Titik ini, titik dimana Baekhyun mau berdandan, menerima kiriman barang tanpa pengembalian, serta tersenyum senang adalah hal yang Chanyeol perjuangkan setengah mati selama 3 bulan dan demi apapun ia tidak ingin semuanya kembali ke level satu karena salah bicara.

Baiklah, sepertinya terlalu berlebihan untuk Chanyeol mengatakan 'Baekhyun sama sekali tidak berubah'.

Puan itu berubah, dia memerhatikan penampilannya saat bertemu dengan Chanyeol—sepenglihatannya selama ini—ia juga bersedia bercerita ini itu, memberikan timbal balik dengan kembali bertanya, mendengarkan dengan binar di mata kala sang pria berceloteh—tentang pekerjaan, sungguh—dan tidak segan mengeluarkan tawa indahnya.

Semua perubahan terjadi dengan nyaman dan perlahan dan itulah yang mengganggu Chanyeol si sosok tidak sabaran jika-itu-menyangkut-Baekhyun! Perkembangan mereka terlalu lambat.

Kapan wanita itu akan mulai membicarakan hal tidak penting dan bukan pekerjaan mereka? Entahlah, seperti mengeluh tentang keran airnya tersumbat misalnya? Atau mungkin penghangat ruangannya yang tidak bekerja dengan baik? Kapan ia akan tertawa dengan tingkah konyol yang keduanya lakukan dengan kompak sebagai alasan?

Jangankan mengeluarkan kegilaan bersama, bergurau dengan menggosipkan Luhan saja Baekhyun terlihat canggung. Apa Chanyeol terlihat seperti akan membeberkan semua candaan mereka pada Luhan?!

Itu isi pikiran Chanyeol. Jauh berbeda dengan Baekhyun.

Wanita yang tengah mengalami musim semi di hidupnya. Kalian tidak tahu betapa ia menikmati semua yang tengah mereka miliki. Pernah merasa moodmu sangat bagus di pagi hari? Baekhyun mengalaminya setiap hari.

Chanyeol bukan pria dengan banyak waktu luang, mereka memang kerap mengirim pesan namun jangka waktu untuk mendapatkan balasan tidaklah cepat, dan Baekhyun bisa mengerti.

Bahkan tak bercakap pun sepertinya Baekhyun tidak masalah, karena Chanyeol akan mengirim ucapan selamat tidur tiap malamnya.

Dan Baekhyun akan membalas dengan ucapan selamat beraktivitas di pagi harinya. Hubungan yang menggemaskan.

Baekhyun suka bagaimana Chanyeol tidak bersikap terburu-buru seperti sedia kala. Bahkan kala Baekhyun mengatakan ia ingin pindah rumah sewa, pria itu ikut serta dalam mencari tempat yang bagus.

Iya, dibandingkan tinggal bersama, Baekhyun memilih untuk tetap tinggal sendiri setelah sewa rumahnya habis.

Puan itu kini tinggal di rumah atap, memang tak sebesar unit sebelumnya, namun cukup untuk menampung barang-barangnya—yang baru dan tidak banyak mengingat Chanyeol menghancurkan semua yang lama.

Sistem pembayaran yang dilakukan per bulan adalah pencarian utamanya saat itu. Ia boleh mengatakan alasannya lebih efisien pada Chanyeol namun alasan utamanya adalah akan mempermudahnya jika ia memutuskan untuk tinggal bersama Chanyeol.

Hei, Baekhyun juga memiliki mimpi tinggal bersama sang kekasih!

Sejujurnya banyak sekali yang ingin ia lakukan bersama Chanyeol. Bagaimana selama ini fokusnya hanya tertuju pada pekerjaan—dan tugas kala kuliah dulu—membuat ia sadar bahwa kisah percintaannya sangatlah payah. Sampai list 'hal yang harus dilakukan bersama kekasih' miliknya terus memanjang tanpa berkurang.

Namun sial, Baekhyun adalah wanita dengan banyak pro-kontra dalam dirinya sendiri. Kali ini sisi dewasa yang berbicara, melarangnya untuk mengungkapkan semua daftar keinginan. Terlalu kekanakan, begitu ujarnya. Ia menginjak umur 28 tahun ini, Chanyeol pun telah berkepala tiga. Sudah bukan masanya mereka menghabiskan waktu di amusement park.

Jadi yang dilakukan adalah melakukan percakapan berbobot. Lawan bicaranya Park Chanyeol, Tuan dan Nyonya. Otak cemerlangnya mungkin akan menertawakan Baekhyun jika hanya menanyakan mimpi yang dialami semalam dan tidak paham mengenai perekonomian di Kanada.

Baekhyun ingin menjadi sosok yang pantas untuk seorang Direktur Park. Wanita dengan keterampilan dan pengetahuan yang sama tingginya sehingga semua orang pun akan merasa ia memang layak mendapatkan Chanyeol. Dan si Park tidak salah memilih pendamping.

Dan mungkin mereka dapat bahagia selamanya?

.

.

.

.

Baekhyun tengah menatap keluar jendela. Pemandangan malam kota Seoul memang sesuatu yang harus dinikmati keberadaannya. Puan Byun itu menyukai kerlap-kerlip yang mereka miliki.

Ini hanya 4 hari sejak makan malam mereka, dan Chanyeol memintanya untuk datang ke kantor setelah ia selesai bekerja. Bukan hal baru, Baekhyun sudah beberapa kali mendapati Joohyuk menunggunya untuk diantar kepada Sang Penguasa Park Chanyeol, namun kali ini terjadi dengan mendadak.

"Kau yakin semua baik-baik saja di sana?" Tanya Baekhyun lagi, menatap sang pemuda tampan yang tengah fokus mengemudi.

"Ya, Nona. Tuan Park hanya ingin bertemu anda."

"Saya bisa datang sendiri dengan mobil jika memang itu alasannya." Bahkan Chanyeol mengirim pengawal lain untuk mengantar pulang mobil Baekhyun, entahlah, Baekhyun hanya khawatir terjadi apa-apa.

"Anda paham jika Tuan tidak menyukai anda menyetir sendiri."

Baekhyun terkekeh, "Joohyuk-ssi, kecuali kami sudah memiliki janji untuk bertemu, saya selalu membawa mobil ke kantor."

"Tuan sudah pernah meminta anda menggunakan jasa supir, bahkan saya diminta menjadi supir pribadi anda."

"Dan kenapa itu tidak terjadi?"

"Karena anda menolak."

"Tepat sekali," seru Baekhyun, "terlalu berlebihan untuk saya memiliki supir pribadi. Dan lagi saya harus melatih kemampuan menyetir saya."

"Kemampuan menyetir anda sudah baik, Nona."

"Begitukah? Kalau begitu katakan itu pada atasanmu jadi tidak perlu lagi melarangku menyetir karena alasan keselamatan."

Baekhyun mungkin terkekeh, namun bagaimana lidahnya pandai bersilat kata serta otaknya pandai mencari celah, membuat Joohyuk semakin yakin jika kekasih Direktur Park itu adalah orang yang keras kepala.

Pola pikirnya adalah pola seorang pengusaha yang banyak Joohyuk temui dalam diri Chanyeol pula. Keduanya memiliki banyak kesamaan. Dan untuk beberapa alasan Joohyuk ragu kesamaan itu akan membuat mereka semakin dekat atau malah saling bertubrukan.

Mobil hitam yang ditumpangi telah terparkir sempurna dalam tempat parkir khusus. Pengawal yang telah menunggu segera membukakan pintu untuk Baekhyun. Puan itu memang tidak terlalu menyukai perlakuan seperti ini, namun ia tentu tetap menghargai pekerjaan mereka.

Layaknya hari-hari lalu, Baekhyun akan dituntun langsung menuju lantai tertinggi dimana ruang sang direktur bersangkar. Disambung Luhan akan menyambutnya dengan senyuman serta kalimat 'Direktur Park sudah menunggu anda' sebelum berakhir hanya berdua dengan sosok Park Chanyeol yang tengah menatap langit gelap.

Kala ia berbalik barulah Baekhyun sadar Chanyeol tengah membawa gelas kopi dalam genggamannya, serta senyum manis—nan lelah—di bibir.

Ia terlihat kacau, namun tetap mempesona dari berbagai sudut.

Baekhyun tak dapat menahan senyum, ia melangkah mendekati Chanyeol yang juga mendekat ke arahnya setelah meletakkan si cangkir di atas meja. Ini adalah hal yang jarang terjadi, bagaimana Chanyeol langsung memberi pelukan serta kecupan manis di kening dan Baekhyun menerima semua dengan senang.

Biasanya mereka hanya akan saling bertukar senyum, setelahnya mereka akan bergandeng tangan atau Chanyeol meletakkan tangannya pada pinggul Baekhyun.

Namun kali ini, Baekhyun pun merasa ia harus memberikan pelukan lebih lama untuk prianya.

Prianya.

Senyum Baekhyun semakin lebar memikirkan kata itu.

Ia membiarkan Chanyeol menikmati waktunya, mendekap tubuh Baekhyun yang terlihat sangat mungil bersanding dengannya.

"Ada apa? Ada masalah?" Kepalanya mendongak menatap Chanyeol. Si Park kembali menunjukkan senyum sebelum menggeleng.

"Aku hanya merindukanmu."

"Benarkah? Mengapa begitu?"

"Apa aku juga harus memiliki alasan untuk merindukanmu sekarang?"

Baekhyun terkekeh, pertanda bahwa ia hanya bergurau.

"Anda terlihat sangat lelah."

Chanyeol mengangguk-angguk kecil, "aku memang merasa sedikit lelah namun masih banyak yang harus kulakukan."

"Akan lembur lagi?" Keduanya melangkah, mendekati sofa yang ada di sana.

"Aku tidak selamanya melempar pekerjaan pada Luhan seperti yang kau katakan." Dan Baeknyun pun kembali terkekeh, membawa dirinya menempati sofa panjang sebelum Chanyeol mengikuti di sampingnya.

Pria itu tak banyak bicara, sama sekali tidak bicara malah kala ia langsung menempatkan kepalanya di atas paha Baekhyun. Bahkan sang puan sempat terkejut, walau tak butuh waktu lama untuk ia mengikuti naluri mengusap rambut si teruna.

"Bangunkan aku setelah 15 menit."

"Saya akan lakukan setelah 30 menit." Chanyeol pun terkekeh mendengarnya. Pria itu bergerak, membalik tubuhnya hingga menatap ke arah Baekhyun. Lengannya langsung ia bawa memeluk pinggang sang puan untuk mendekatkan wajahnya pada perut Baekhyun bahkan dengan sengaja menggesekan hidungnya di sana kemudian. Menyisakan Baekhyun yang memerah dan menahan nafas.

Sungguh, Baekhyun sudah bermaksud mendorong wajah Chanyeol untuk menjauh, namun melihat raut lelah itu, rasa iba Baekhyun langsung memuncah hingga ke permukaan.

Baekhyun belum pernah melihat sisi ini. Sosok lebih manusiawi—dan tidak menyebalkan—milik Chanyeol.

"Anda yakin tidak ada masalah? Anda dapat membaginya dengan saya; saya tidak keberatan."

Bukan bermaksud memaksa, namun Baekhyun ingin Chanyeol setidaknya berbagi keresahan jika memang ada. Kalimat 'menceritakan masalahmu membuat beban lebih terasa ringan' itu benar adanya.

Sementara Chanyeol sangat tidak ingin membahasnya, masalah yang terjadi membuat moodnya rusak dan sungguh, ia hanya memerlukan eksistensi Baekhyun saat ini.

"Aku tidak ingin membahasnya."

"Saya dapat membantu pekerjaan—"

"Aku ingin tidur, Baekhyun-ssi. Kumohon, jangan bicara dulu."

Baekhyun terdiam, salahnya memang terus bertanya kala sikap Chanyeol saja sudah menunjukkan ia hanya butuh waktu memejamkan mata sejenak. Tetapi jujur saja, ia sedikit sakit hati dengan nada bicara sang pria.

Chanyeol menggunakan nada jengkelnya. Teruna itu pun sadar. Ia dapat menyebabkan kesalahpahaman namun ia biarkan. Yang tersisa di otaknya hanya Baekhyun dan tidur.

Suasana menjadi sepi, hanya suara deru nafas samar dari keduanya.

Baekhyun memerhatikan wajah Chanyeol lamat-lamat dan berbagai pikiran muncul dalam otak. Salah satunya bagaimana ia sangat beruntung memiliki Chanyeol.

Byun Baekhyun menyadarinya sekarang, ia sudah sangat jatuh untuk seorang Park Chanyeol.

Dirinya payah dalam percintaan, namun Baekhyun beberapa kali jatuh hati. Dan tidak ada yang pernah membuatnya merasa seperti ini.

Karena Baekhyun sama sekali belum pernah membayangkan seorang pria tengah menciumi perutnya yang membesar akibat mengandung sang buah hati. Terkutuklah posisi wajah Chanyeol di depan perutnya, imajinasi Baekhyun melayang sampai ke langit ketujuh.

Senyum hangat nan geli tak dapat ditahannya. Apa ia baru saja bermimpi berkeluarga dengan Chanyeol?

Jika ia menceritakan ini kira-kira bagaimana reaksi yang akan diberikan?

"Direktur Park—" suara bukaan pintu serta panggilan terputus dari Luhan membuat Baekhyun menoleh, menatapnya sebelum memberi gerakan tangan untuk tidak membuat suara.

'Ada apa?' begitu bentuk mulutnya kemudian.

Luhan tersenyum, ia beberapa kali mendapati Chanyeol memejamkan mata di kursi kebangsaannya saat bekerja, dan tentu saja ia tidak akan mengganggu. Sekretaris itu menggeleng, 'saya akan kembali lagi nanti' balasnya.

Baekhyun pun mengangguk. Namun tepat sebelum Luhan menutup pintu, ia bersuara untuk memanggil, "Sekretaris Lu."

"Ya?"

"Dapat bawakan aku air panas dan madu?"

Luhan tersenyum, "akan saya tambahkan beberapa bungkus teh celup."

"Terima kasih."

Pintu kembali tertutup, fokus Baekhyun pun kembali pada Chanyeol yang sudah menatapnya. Sang puan sontak terjangkit terkejut.

"Kau mengejutkanku." Serunya. Satu alis Chanyeol terangkat.

"Aku tidak melakukan apapun." Kekehnya.

"Kau seharusnya sudah memasuki dunia mimpi."

"Aku mendengar suaramu tadi."

"Apa saya membangunkan anda? Maaf ..."

Chanyeol kembali terkekeh sebelum makin mendekatkan wajah pada perut Baekhyun, ia memejamkan matanya lagi, "untuk apa air hangat dan madu? Apa ada yang mabuk di sini?"

"Teknik yang sangat kuno meredakan mabuk dengan air hangat dan madu, Tuan—tepatnya berapa umur anda?"

"Aku lahir di era Goryeo."

Keduanya terkekeh, selera humor yang senada. Sebelum Baekhyun menghela nafas kecil kemudian.

"Ibu saya selalu membawakannya untuk saya, terutama saat saya lelah karena belajar."

"Beliau pasti sosok yang hangat."

"Sangat. Beliau adalah wanita terhebat yang pernah saya temui."

"Dan wanita hebat itu menurun padamu."

"Terima kasih." Seru Baekhyun dengan senyum hangat.

Hening mengisi ruangan, sempat terkira bahwa pria itu telah terlelap jika suara beratnya tidak kembali melafalkan kalimat tanya. Pertanyaan yang membuat Baekhyun terdiam.

"Bagaimana dengan Ayahmu?"

Ini pertama kalinya dalam tiga bulan, mereka membahas yang tidak biasa—bagi mereka.

Jika dipikirkan sekali lagi, mereka benar-benar tidak pernah membicarakan ini sebelumnya. Baekhyun memang tahu bagaimana keadaan keluarga Chanyeol, perceraian yang terjadi sudah seperti rahasia umum bagi kalangan mereka. Sementara Chanyeol, oh ia memiliki Joohyuk bukan tanpa alasan.

Namun keduanya tak pernah saling memberitahu, sekali pun.

"Ayah saya … beliau pergi saat saya masih berumur 3 tahun," jawab Baekhyun, "saya tidak ingat apa yang dilakukannya saat itu, namun saya selalu menangis. Ibu juga."

"Setelah Ayah pergi Ibu kesulitan. Ibu memang berasal dari keluarga yang kekurangan. Saudara pun kesulitan untuk membantu. Beliau juga tidak punya pendidikan tinggi untuk bekerja di kantor atau sejenisnya."

"Beliau banyak melakukan kerja buruh, menjadi apapun yang dibutuhkan bahkan membersihkan toilet. Untuk menghidupi saya."

"Saya pernah berpikir suatu saat saya dapat membahagiakannya dengan kehidupan yang lebih layak. Sayangnya berliau meninggalkan saya sebelum saya sempat memberitahu saya mendapatkan beasiswa penuh di perguruan tinggi."

Baekhyun menunduk, tidak lagi merasa terkejut dengan pandangan yang kembali Chanyeol berikan dan membalasnya dengan senyum.

"Saya mengganggu tidur anda lagi?"

"Aku bersyukur kau mengganggunya."

Dan suara pintu mengalihkan perhatian keduanya, menampakkan Luhan dengan nampan berisi semua pesanan Baekhyun. Chanyeol bergerak mendudukkan dirinya.

"Saya membawakan air hangat dan madu yang anda minta."

"Terima kasih, Sekretaris Lu."

Luhan membungkuk setelah meletakkan nampan itu di atas meja di depan sofa. Ia beralih fokus pada sang atasan.

"Saya telah mempersiapkan semua untuk keberangkatan anda besok pagi, rapat akan dilakukan pukul 5 sore waktu Swiss." Itu membuat Baekhyun menoleh kepada Chanyeol yang mengangguk paham. Ia mengizinkan Luhan untuk meninggalkan ruangan lalu menerima pertanyaan dari Baekhyun.

"Anda memiliki perjalanan bisnis besok?"

"Keperluan mendadak, 3 hari."

Raut wajahnya menunjukkan ia tidak suka dengan ide itu, terdapat setan kecil berbicara pada Baekhyun untuk mengosongkan jadwalnya besok dan menemani Chanyeol—namun semuanya ia tepis.

Tuhan, ia terdengar seperti gadis manja yang tidak mau ditinggal, walau sungguh—alasannya adalah karena keadaan Chanyeol yang tidak Baekhyun percayai.

"Ada baiknya anda tidak memforsir tubuh anda, mereka butuh istirahat."

"Tidak bisakah kau di sana saat aku butuh istirahat?" Chanyeol menatap wanitanya, dan mendapat senyum hangat serta kepala Baekhyun bersandar pada bahunya.

"Saya selalu di sini."

Dan setelah sekian lama, barulah Chanyeol mengucapkannya lagi; "Tinggal bersamaku."

"...akan saya pikirkan."

.

.

.

.

Itu adalah satu dari sedikit skenario manis yang mereka miliki, mungkin yang termanis yang pernah Chanyeol rasakan. Sempat terpikir olehnya bahwa insiden itu akan membuat komposisi gula dalam hubungan mereka sedikit bertambah, atau setidaknya topik pembicaraan mereka bukan lagi tertuju pada bisnis—nyatanya tidak. Karena beberapa hari setelah kepulangan Chanyeol mereka kembali bertemu dalam keadaan makan malam yang sudah diatur, dengan perjalanan bisnis ke Swiss sang pria menjadi pembicaraan.

Hanya Chanyeol saja atau ini malah terasa lebih canggung dari biasanya?

"Jadi pihak mereka memaksa ingin hak perusahaan mereka tiba-tiba?"

"Sedari awal memang hubungan kami tidak terlalu baik, mereka yang membuat petisi penutupan perusahan kami saat sedang gencarnya penghapusan perusahaan asing di sana."

Baekhyun membuat suara selayaknya orang terkejut disertai nafas tercekat, sementara tangan kanannya menyuapi main dish mereka malam ini.

"Itu kejam."

"Begitulah dunia bisnis, sayang."

"Saya tidak yakin saya dapat bertahan dengan persaingan seperti itu."

"Kalau begitu jangan," gerakan tangan Baekhyun terhenti untuk menatap Chanyeol yang melanjutkan kalimatnya, "biarkan aku yang melakukan semua pekerjaan berat."

"Tentu saja." Ucapannya membuat Chanyeol tersenyum kecil, matanya terus memperhatikan Baekhyun yang kembali fokus—sejujurnya lumayan hanya terfokus pada makanannya sedari tadi—dengan rasa tidak nyaman.

"Bagaimana harimu belakangan?"

Netra sang puan beralih, ia menatap Chanyeol, "hari saat anda berangkat ke Swiss, direktur Jang mengadakan rapat mendadak dengan semua manager, beliau membicarakan pihak Huvor Art yang ingin memajukan hari pembukaan mereka menjadi pertengahan bulan depan. Direktur Jang marah dan mengatakan kita akan membukanya akhir bulan nanti. Saya sangat sibuk 5 hari belakangan." Dan itu ditutup dengan kekehan.

Sementara Chanyeol terdiam, bukan 'hari' seperti ini yang Chanyeol maksud.

Namun tetap saja, dibandingkan bertanya lebih spesifik, pria itu memilih berucap, "Paman Jang melakukan itu? Wah, ia memang orang yang tidak mau kalah."

"Saya akan sering melakukan perjalanan ke daerah Wonju untuk memeriksa project itu, Direktur Jang tidak ingin ada kesalahan sama sekali."

Chanyeol mengangguk, ia meyuapi daging ikan yang ada di sup ke dalam mulutnya.

"Apa … anda keberatan?"

Dan seketika Chanyeol menengadah, entah memang otaknya yang cepat mengerti sesuatu atau bagaimana tetapi ia paham maksud Baekhyun. Walau mulutnya tetap bertanya, "Ya?"

Apa Baekhyun baru saja meminta persetujuannya?

Diam sesaat dengan Chanyeol yang bingung dan Baekhyun yang gugup, sebelum salah satu dari mereka menggeleng cepat, "tidak, itu tidak penting."

Itu penting Byun Baekhyun.

Chanyeol menyandarkan dirinya pada punggung kursi, "apa kau meminta izin dariku?—"

"—kenapa?"

Dan Baekhyun merasa tersinggung, apa ia tidak boleh memiliki Chanyeol sedikit ikut campur dalam hal seperti ini? Mengapa pria ini harus menanyakan alasannya? Seenggan itu Chanyeol berurusan dengan hal sepele seperti ini?

Spekulasi yang muncul di otaknya membuat Baekhyun kembali menggeleng, "tidak, tidak perlu terlalu dipikirkan. Itu tentu bukan urusan anda."

Kini Chanyeol yang merasa tersinggung.

Apa itu? Bukan urusannya? Ia kekasih Baekhyun dan hal seperti ini bukan urusannya?

"Jika aku tidak mengizinkan, kau akan tetap pergi?"

Baekhyun membatu, kemudian mengeluarkan tawa canggung, "mengapa anda seperti ini."

Beliau terlihat sangat jengkel saat ini.

"Hanya bertanya."

Tentu saja dia akan tetap pergi.

Jika sebelumnya Chanyeol berkata hanya ia yang merasa canggung, kini keduanya memiliki perasaan yang sama.

Keheningan yang mereka miliki selama di mobil bukanlah baru, namun kali ini suasananya tertutupi oleh awan hitam. Baekhyun ingin cepat mencapai rumahnya. Cara Chanyeol kerap menghela nafas semakin membuatnya menciut.

Laju mobil yang melambat serta menepi menandakan mereka telah sampai. Alangkah baiknya jika Baekhyun segera keluar dari mobil serta mengucap terima kasih, menyelesaikan pertemuan keduanya hari ini. Namun yang terjadi adalah tak adanya pergerakan, kecuali kepala si puan perlahan menunduk.

"Maaf jika anda merasa tidak nyaman."

Tak ada jawaban, itu semakin membuat Baekhyun merasa buruk. Ia tahu hari ini akan datang saat ia melewati batas. Tapi apakah salah? Mereka sepasang kekasih, bukan?

Baekhyun hampir menghela nafas jengkel namun ditahannya. Ia menarik nafas panjang sebagai bentuk pengumpulan keberanian.

"Kalau begitu saya pamit. Terima kasih untuk makan malamnya, Direktur Park. Selamat malam."

Kalimat yang terucap dalam satu tarikan nafas tanpa menatap sang lawan bicara. Baekhyun keluar dari mobil tanpa ingin menyesakkan dirinya sendiri lebih dari itu.

Dan Chanyeol menyesal. Seharusnya ia menahan si mungil dan melumat bibirnya lembut. Mengatakan bahwa ia juga menyesal akan kalimatnya serta ucapan Baekhyun yang sebernarnya menyakitinya. Bukan menyandarkan kepala pada jok mobil.

Berbeda dengan Baekhyun, Chanyeol pernah memiliki hubungan serius. Mengesampingkan kekaguman lawannya pada paras serta harta yang ia miliki, mereka pernah bahagia walau sesaat.

Chanyeol paham dalam suatu hubungan tak selamanya akan baik-baik saja. Ia mengalami pertengkaran kecil hingga besar dalam memiliki ikatan. Namun tak ada yang seperti Baekhyun.

Chanyeol memiliki terlalu banyak perhitungan serta pertimangan dalam bertindak pada Baekhyun. Wanita itu seperti matematika dan Chanyeol ingin selalu mendapatkan nilai sempurna. Ia terlalu berhati-hati yang kini ia tidak tahu apakah tindakannya itu benar atau tidak.

Chanyeol menjadi orang bodoh karena terlalu takut untuk kehilangan.

Begitu pula dengan Baekhyun.

Dirinya mulai ragu dengan apa yang mereka sebut hubungan itu. Baekhyun semakin sadar dengan tembok yang menghalangi keleluasaan keduanya tidaklah tipis. Ia pun mulai mempertanyakan kelanjutan cerita yang ia harap penuh dengan keterbukaan.

Lucu, walau kini alasannya menangis adalah karena kebodohannya. Sisi gengsinya terus meyakinkan bahwa semua kesalahan ada pada Chanyeol. Bahwa yang ia lakukan selama ini memanglah untuk mengulur waktu, untuk memiliki Chanyeol seutuhnya, dan tidak kehilangannya dengan cepat .

'Namun Chanyeol tidak begitu'.

.

.

.

.

Mungkin Tuhan tengah menertawakan kedua insan itu. Karena jalan keluar untuk masalah mereka tidaklah lebih dari berkata jujur satu sama lain. Mengenai apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka inginkan.

Malaikat pun mulai lelah membisikkan cara yang dapat digunakan untuk mengatakan semuanya. Entah itu dengan tangis atau teriakan pada satu sama lain. Karena tak ada yang diterima oleh jiwa dalam diri keduanya.

Saling berdiam diri bahkan hampir dapat dikatakan hilang kontak bukanlah ide yang bagus dan bijaksana. Namun itu yang keduanya lakukan. Membohongi diri bahwa mereka sibuk, begitu juga lawan mereka.

Entah apa yang membuat bibir mereka begitu sulit berbicara mengenai apa yang sebenarnya. Apa ini akibat dari dua orang yang sama-sama memiliki otak bisnis disatukan dalam hubungan cinta? Terlalu banyak perhitungan. Seakan tengah berhadapan dengan kerja sama bernilai hidup atau mati.

Ini hampir tiga pekan tanpa adanya percakapan berarti, ketikan pada pesan pun seperti memiliki jumlah maksimal kata yang digunakan. Baekhyun mampu bertahan selama itu karena pada dasarnya ia tengah disibukkan oleh pekerjaan.

Berbeda dengan Chanyeol yang mulai kalah oleh rasa rindu.

Semua bertambah dengan acara pembukaan gedung yang menjadi alasan Baekhyun sibuk. Bukan acara mewah, murni acara pembukaan namun kehadiran Chanyeol adalah hal yang memang diharapakan mengingat ia juga menanam modal untuk gedung pameran serta perpustakaan—Chanyeol lebih suka menyebutnya Museum, itu lebih mudah—itu. Yang diluar kendali adalah kehadiran Baekhyun dengan gaun putih.

Cara wanitanya berjalan memerhatikan lukisan demi lukisan, atau membaca buku panduan mengenai karya yang dipajang, serta gerakan tangan menyingkirkan anak rambut dari cepolan rendahnya, kembali membuat Chanyeol lupa dengan dunianya. Apa ia sedang jatuh cinta lagi? Nampaknya iya.

Baekhyun memang secantik itu. Selalu.

Dan Chanyeol merindukannya.

Gambaran ini terlihat lucu, Chanyeol memerhatikannya dan Baekhyun memerhatikan lukisan. Tak ada yang menyadari, mungkin kecuali Luhan.

Kalimat pertama yang ia lontarkan setelah kembali ke sisi sang atasan berhasil membuat si pria tampan menatap jengkel, "perlu saya ajukan pembelian untuk lukisan itu?"

Chanyeol tidak bodoh untuk mengerti arah pembicaraannya. Sementara sang sekretaris melontarkan senyum, "Manager Byun nampak menyukainya."

Chanyeol mendengus, tungkainya ia langkahkan dengan kedua tangan di dalam saku celana. Luhan pun mengekori.

"Anda tahu pada akhirnya bicara lah jalan keluarnya, bukan?"

Chanyeol menoleh kearahnya, "tahu apa kau?"

Semua. Kau menceritakan semuanya secara detail dalam keadaan mabuk maupun tidak. Namun kau tidak menyadarinya karena kau berubah menjadi orang bodoh jika sudah menyangkut Baekhyun.

"Tidak ada. Hanya berasumsi hubungan anda dan Manager Byun sedang tidak baik. Bagaimana anda tidak mengirminya barang, tidak menelponnya, dan tidak ada makan malam bersama terlepas dari betapa sibuknya Manager Byun, saya menarik kesimpulan kalian tengah ... berjauhan."

"Kami tidak—"

"Serta bagaimana anda bisa saja datang bersama Manager Byun namun anda datang sendiri dan hanya memerhatikan kekasih anda dari jauh tanpa ada tanda akan menyapa, itu membuat asumsi saya semakin kuat."

Chanyeol terbata. Apa mungkin Luhan dan dirinya sudah saling mengenal sebelum bekerja bersama hampir 3 tahun belakanan?

"Ada beberapa media di sini." Bela Chanyeol.

"Ah, tentu saja. Jelas anda tidak dapat mengurus hal itu nanti." Sebuah sarkasme mengingat Chanyeol langsung membersihkan semua berita mengenai dirinya dengan Baekhyun di malam ulang tahunnya. Kalimat yang menusuk tepat sasaran.

"Kau," Chanyeol menunjuk Luhan, "aku tidak mengizinkanmu pergi bersama Oh Sehun lagi. Aku tarik kembali restuku."

.

.

.

.

Malam itu terasa panjang untuk Baekhyun. Keputusannya untuk menghadiri pembukaan gedung seni sialan itu antara iya dan tidak membuatnya sedikit menyesal.

Ia bukan tamu undangan spesial, Baekhyun hadir atas keinginannya dan sendirian. Wanita itu menyetir sejauh itu hanya untuk menikmati lukisan, vas, patung. Dan jika bukan karena gedung perpustakaan yang indah serta konser novel dimana penulis kesukaan Baekhyun hadir sebagai bintang tamu, si puan jelas akan menyesal.

Serta Chanyeol.

Pakaian berupa kaus putih dipadu jas ditambah sepatu nike melekat dengan sangat cocok pada dirinya. Yakin sepenuhnya ini pertama kali Baekhyun melihat Chanyeol tidak dalam balutan kemeja.

Dan itu membuatnya terlihat jauh lebih muda dari umurnya, serta Baekhyun mengumpati eksistensinya. Si puan berani bersumpah bahwa detak jantungnya benar-benar tidak karuan akibat busana semi-formal Chanyeol. Itu terlalu banyak untuk batinnya terima.

Usakan pada rambutnya yang dipenuhi shampoo melambat, sebelum akhirnya kedua tangan itu jatuh di sisi tubuh.

Baekhyun merindukan pria itu. Seharusnya ia menghampiriya tadi, bukan berpura-pura tidak menyadari keberadaannya.

Helaan nafas kembali ia lakukan bahkan setelah sepanjang perjalanan pulang Baekhyun terus merutuki gengsinya. Tangannya menyalakan keran shower kasar, memutuskan membersihkan rambut serta tubuhnya cepat. Tujuannya tak lain ingin segera membaringkan diri, membiarkan jiwanya istirahat dalam lelap dan berharap penyesalannya hilang di pagi hari.

Bukan untuk mendapati sosok berkaus putih duduk di tempat tidurnya.

"Oh Tuhan!"

Suasana redup yang hanya bermodalkan lampu tidur semakin membuat suasana sedikit menakutkan, jujur saja. Baekhyun hampir berteriak histeris karena mengira hantu bahkan lebih parah—penguntit atau maling.

Tangannya tengah merasakan detak jantung, dan dengan refleks berganti posisi menggenggam selipan handuk di dadanya, sementara si tamu menoleh menatapnya.

"Kau terlihat baik." Suara itu terdengar lebih rendah dari biasanya.

"Mengapa … anda di sini?"

Maksud Baekhyun, memang keamanan tempat tinggalnya hanya bergantung pada kunci yang bukanlah kunci digital. Dan Chanyeol memiliki kopian untuk kunci itu. Namun ia tidak menyangka akan digunakan dalam situasi seperti ini.

"Untuk bertanya." Chanyeol bangkit dari duduknya dan melangkah mendekati Baekhyun.

"Tepatnya apa yang membuat kita saling berdiam diri?"

Baekhyun terdiam, ketimbang bingung harus menjawab apa, ia lebih bingung Chanyeol melontarkan pertanyaan itu.

"Setelah hampir 3 minggu dan anda baru bertanya?"

"Ya, karena selama 3 minggu itu juga aku merasa tidak memilki jawaban pasti."

"Lantas kenapa anda tidak bertanya lebih cepat?"

Chanyeol terdiam, "apa aku bisa?"

"Dan karena alasan apa anda tidak bisa?"

"Bukankah itu akan membuatmu tidak nyaman? Saat aku mengambil topik di luar pekerjaan favoritmu itu."

"Maaf?"

"Topik pembicaraan. Tingkah laku. Cara berbicara. Kau hanya membicarakan pekerjaan, pekerjaan, dan pekerjaan. Kau pikir aku menikmatinya? Kau pikir aku suka saat kau meminta pendapatku tentang politik di Negara kita? Aku ingin kita membahas hal kecil yang mungkin kau anggap tidak penting. Atau setidaknya bergurau, dalam keadaan normal. Bukan hanya saat aku lelah. Baiklah, kita berdua memang pembisnis, Baekhyun. Kita pasti memiliki pola pikir yang senada namun bukan seperti ini hubungan yang ku ingankan. Apa kita bahkan dapat dikatakan memiliki hubungan spesial?"

Baekhyun terdiam, pancaran mata Chanyeol entah bagaimana seperti menegaskan bahwa ini adalah kalimat yang ditahannya dalam waktu lama. Namun Baekhyun tidak menyukai bagaimana si pria menempatkan dirinya seperti Baekhyun lah yang paling berjasa dalam kerusakan hubungan mereka saat ini.

"Lalu mengapa kau tidak mengatakannya sebelumnya?"

"Aku tidak mengatakannya karena tidak mau membuatmu tidak nyaman."

"Dan itu menjadi salahku sekarang?"

"Kau akan berubah jika aku mengatakan keinginanku. Kau mungkin tidak akan menyadarinya, tapi tubuh dan otak keras kepalamu akan memperlihatkannya."

Whoa, itu kasar.

"Tidakkah di sini kau juga salah karena tidak mengatakannya? Mengapa malah melempar semuanya pada perilakuku?"

"Perilaku hormat kepada atasan maksudmu?"

"Hei, aku juga mencoba untuk berubah di sini. Aku berusaha bertingkah selayaknya seorang kekasih."

"Kau sebut perilakumu itu 'seorang kekasih'? Bagian mana?"

"Oh kau tidak menganggapnya seperti itu? Karena apa? Aku masih menolak melakukan kontak fisik lebih denganmu?"

"Ini bukan tentang itu, Byun Baekhyun."

"Lantas perubahan apalagi yang kau inginkan dalam waktu singkat ini?"

"Keformalanmu itu membuatku muak."

"Kalau begitu maaf, hari-harimu bersamaku sebelumnya pasti terasa memuakkan."

Chanyeol sedikit mendongakkan kepala, emosi mulai memenuhi tubuhnya dan tampaknya begitu juga dengan Baekhyun. Ini tidak akan berhasil.

"Kau tidak akan mengubahnya, huh? Kau tidak akan menghentikan keformalanmu itu? Haruskah kita berdebat setiap hari hanya agar kau bersikap sebagaimana sikap sepasang kekasih?"

"Tanpa mengurangi rasa hormat, tepatnya apa yang membuatmu begitu menginginkan suasana tanpa tatakrama, Park Chanyeol? Aku juga akan bicara tidak formal padamu jika memang aku merasa sudah waktunya."

"Kapan itu? 1 tahun bersama?"

"Apa itu tidak mungkin? Karena kau akan meninggalkanku sebelum itu?"

"Dan kau kembali lagi pada bahasan itu."

"Kau yang memulainya, Chanyeol! Mengapa terburu-buru sekali?!"

"Dan mengapa kau lembat sekali?!"

"Karena aku tidak mau kau meninggalkanku dengan cepat!"

Teriakan itu membuat Chanyeol terdiam, menatap Baekhyun yang jauh dari kata tenang.

"Aku tidak mau melakukannya dengan cepat agar dapat lebih lama denganmu! Semakin cepat semua yang kita inginkan terjadi … semakin cepat juga kita kehilangan ekspektasi. Semakin cepat kita merasa bosan. Semakin cepat kau berakhir meninggalkanku."

Mata mungil yang mulai berair itu adalah alasan Chanyeol tertegun dan tidak dapat membalas. Sementara Baekhyun ada pada titik dimana lidahnya bekerja lebih cepat dibandingkan apapun.

"Dan topik pembicaraan. Baiklah, mungkin itu salahku mencoba sok mengerti mengenai bahasan berat ekonomi, politik dan sebagainya. Tapi aku melakukan itu semua untuk mengimbangimu, aku mempelajari duniamu jauh lebih dalam dari yang kulakukan sebelumnya agar aku berada di level yang sama denganmu. Agar aku terlihat memang pantas berada di sisimu, bukan hanya sekedar wanita beruntung tanpa ilmu yang memiliki hubungan dengan Park Chanyeol. Agar kau dapat melihat ke arahku dan berkata bahwa pilihanmu tidaklah salah!"

"Dan agar orang lain dapat melihat ke arahmu dan berkata bahwa pilihanmu tidaklah salah."

Baekhyun membalikkan tubuhnya untuk lebih leluasa mengeluarkan tangis, tangis kekesalan.

Reputasi. Baekhyun secara tidak langsung mengatakan bahwa ia tidak ingin reputasinya hancur. Namun Chanyeol tidak menyalahkannya. Lidah serta jari di luar sana luar biasa kejam dan memenuhi ekspetasi mereka adalah salah satu caramu melindungi diri dari sakit hati akibat penilaian orang. Kejam,sayangnya begitulah kehidupan mereka. Dan di ruang lingkup ini, sukar untuk bersikap sepenuhnya masa bodoh.

Chanyeol mulai mengerti, hatinya mencair dengan semua ucapan—ditambah tangis—Baekhyun. Kakinya mengambil langkah untuk mengikis jarak, lalu memeluk wanitanya dari belakang.

"Kau tidak perlu sejauh itu saat hanya berdua denganku."

"Apa kau tidak pernah mendengar kata 'berusaha' dan 'membuktikan'? Aku berusaha membuktikan padamu bahwa aku memang pilihan yang tepat."

"Kau memang pilihan yang tepat. Percayalah, aku yakin kau dapat mengimbangiku di depan semua orang."

"Namun bukan sosok itu yang kubutuhkan dari dirimu. Yang kubutuhkan adalah dirimu yang sebenarnya, mengesampingkan pekerjaan dan reputasi—dan cengeng."

Yang terakhir itu semakin membuat Baekhyun meraung dalam tangis. Ia membalikkan tubuhnya untuk menenggelamkan diri dalam pelukan Chanyeol. Pria itu terkekeh.

"Aku sungguh tidak tahu bagian mana dari perdebatan kita yang bersifat 'sedih'."

Pukulan di dada diterimanya, itu semakin membuat chanyeol terkekeh. Lengannya mengeratkan pelukan pada tubuh Baekhyun.

"Maafkan aku, seharusnya aku mengerti."

"Tapi keformalanmu bersamaku itu sebenarnya … tidakkah terlalu berlebihan? Kita hanya berdua saat makan malam, saat di dalam mobil, tapi tetap panggilanku adalah Direktur Park."

"Itu disebut 'kebiasaan'. Dan sudah kubilang aku mengulur waktu."

"Aku tidak menyukainya, kau harus mengubahnya."

Baekhyun diam, Chanyeol hanya dapat mendengar tarikan nafas yang berisik—oh, wanita ini akan flu jika terus menangis—serta suara sesenggukan.

"Maafkan aku." Kemudian cicitnya pelan.

"Untuk?"

"Seharusnya aku tidak berlebihan dalam menjaga keformalan, juga berusaha mengambil topik yang membuatmu risih."

"Anggap saja itu latihan untukmu."

"Dan karena tidak mempercayaimu," Chanyeo terdiam, "aku terus berprasangka bahwa kau akan meninggalkanku karenanya aku terus mengulur waktu. Dengan harapan kau akan terus tertarik padaku."

Chanyeol melonggarkan pelukan mereka, ia menunduk untuk menatap wanitanya, lalu mendaratkan kecupan di bibir.

"Aku tidak yakin aku bisa kehilangan rasa tertarik padamu."

Kecupan kedua terjadi.

"Aku bahkan tidak yakin bisa berpisah lama denganmu setelah ini."

"Tak perlu berlebihan, disamping aku akan mengurangi keformalanku aku masihlah Byun Baekhyun yang dulu. Jangan menaruh banyak ekspektasi."

Ya, dia masih Baekhyun. Sedikit dingin dan kejam pada Chanyeol.

"Bagaimana jika begini, kau melepas semua keformalanmu maka aku tidak akan meningalkanmu."

"Itu bukan perjanjian, itu pemaksaan."

"Tidakkah hubungan kita juga berawal dengan paksaan?"

"Biarkan aku mengambil waktuku atau aku yang akan meninggalkanmu."

"Kau tidak akan mampu."

"Kau lah yang terus mencuri pandang seperti penguntit di sebuah pameran. Bukan aku."

"Yya, bagaimana kau—"

"Dan kau lah yang datang lebih dulu untuk menyelesaikan masalah kita."

"Jika aku tidak datang, apa kau yang akan datang padaku?"

"Tidak, karena aku masih dapat menahannya. Hubungan kita mungkin akan selesai tanpa kata jika kau tidak datang saat ini dan aku akan membiarkannya karena itu berarti semua pikiranku tentangmu benar."

Chanyeol mengangkat kedua tangannya pertanda ia kalah. Dengan keadaan mencintai Baekhyun seperti saat ini mana mungkin Chanyeol dapat tidur nyenyak saat hubungan mereka kandas tanpa ada kepastian. Ia akan berakhir menjadi pihak yang datang juga jika itu benar terjadi.

"Kau … tidak mencintaiku sepenuhnya ya?"

"Tidak, aku mencintaimu sampai ingin mati rasanya."

"Tapi pikiranku masih belum sepenuhnya tertata untuk berhubungan denganmu."

"…apa artinya itu?"

"Jangan bertanya lebih lanjut, aku sendiri tidak paham dengan jalan pikiranku."

Chanyeol tersenyum geli, "apa ini berarti kau akan terus berbicara seperti ini padaku?"

"Hanya sejauh ini yang bisa kulakukan, sudah kukatakan jangan menaruh ekspektasi. Aku memang terlahir sebagai perempuan sopan."

Chanyeol bergerak memeluk wanita itu, erat.

"Tentu saja, sangat sopan hanya dengan memakai handuk di hadapan kekasihmu."

Baekhyun bersumpah ia baru saja mengumpat dalam hati.

"Yya kau manusia mesum!" Baekhyun mulai memukuli tubuh Chanyeol dan berusaha melepaskan pelukannya.

"Yya, lepaskan aku!"

"Inilah mengapa aku memelukmu."

Baekhyun berhenti meronta. Ia mendengus pelan kemudian, "sangat tidak adil memanfaatkan ukuran tubuh disaat seperti ini, Park chanyeol."

"Bertubuh mungil bukanlah alasan untuk dikasihani, Byun Baekhyun. Itu adalah takdir."

Baekhyun terdiam dan Chanyeol senang.

"Apa kau baru saja keramas?"

"Menurutmu?"

Tanpa menjawab, pria itu membuka gulungan handuk yang membungkus rambut basah Baekhyun, "kita berdebat terlalu lama. Rambutmu bisa rusak jika terus dikekap."

"Kalau begitu lepaskan pelukanmu, Tuan."

Cukup lama untuk Chanyeol menjawab, "aku hanya sedang menikmati waktuku bersama kekasihku. Kami baru saja bertengkar beberapa saat lalu setelah lama tidak bertemu dalam keadaan yang tidak baik. Dan aku merindukannya. Sangat."

Baekhyun ikut terdiam untuk yang satu ini.

"Aku tidak yakin bagaimana perasaan kekasihku selama itu. Apa dia juga merindukanku, atau tidak. Apa dia memikirkanku, atau tidak. Apa dia senang melihatku lagi atau tidak."

"Dia senang," Baekhyun mendongakkan kepalanya, membuat Chanyeol sedikit mengendurkan pelukannya untuk balas menatap si puan, "kekasihmu itu sangat senang kau datang. Dia memikirkanmu tiap malam walau sisi bodohnya terus berkata bahwa kau akan meninggalkannya cepat atau lambat. Dia merindukanmu sampai hampir berlari untuk memelukmu di acara pembukaan tadi."

Chanyeol menatap mata Baekhyun sendu, "kau terlihat cantik dengan gaun putih tadi."

"Tepatnya kapan aku tidak terlihat cantik?" Balas sang puan dengan senyum geli.

Keheningan yang terjadi selanjutnya terasa berbeda. Adalah jenis keheningan yang membuat jemari Baekhyun meremas pelan kaus putih sang pria, serta menutup mata beberapa saat kemudian sementara Chanyeol mendekatkan wajahnya untuk kembali mencicipi bibir mungil itu.

Kali ini ia membiarkan naluri berkuasa, mengikuti insting untuk melumat pelan serta menempatkan tangan di belakang leher Baekhyun. Bagaimana tidak ada perlawanan membuat Chanyeol semakin gencar.

Gerakan bibir yang ia buat semakin cepat, sedikit mengejutkan Baekhyun yang sedang berusaha mengimbangi sampai tak sadar langkah yang diambil Chanyeol untuk menuntun betis Baekhyun bertemu ranjang. Kehilangan keseimbangan hingga posisinya menjadi duduk tanpa melepas kegiatan bibir keduanya. Lenguhan kurang ajar mulai kelur dari Baekhyun tanpa izin.

Tetapi sepertinya itu yang membuat mereka melepaskan tautan secara perlahan, untuk saling berkomunikasi dalam tatap kemudian.

"Bolehkah?"

Ya, Baekhyun. Bolehkah?

Ia yakin keraguan serta takut terpancar jelas di matanya, hingga Chanyeol tersenyum tipis dan mengusap pipinya lembut, "aku bisa menunggu. Aku mulai ahli dalam hal itu."

Sayangnya secepat itu juga otak Baekhyun berubah pikiran untuk menarik tengkuk Chanyeol, memberikan ciuman dalam. Beruntung Chanyeol pria cekatan yang tidak memakan waktu lama untuknya masuk ke dalam permainan.

Baekhyun telah menyalakan lampu hijau, maka Chanyeol tidak akan segan mengambil langkah selanjutnya.

"Aku tidak memberimu kesempatan mundur untuk ini." Ujar sang pria di tengah lumatan yang semakin lama semakin membuat Baekhyun melemas.

Chanyeol membungkukkan tubunya, membaringkan Baekhyun sementara ia mengukungnya di atas. Tangannya berpindah untuk ia lingkarkan pada tubuh Baekhyun, si puan pun mengalungkan tangannya pada leher Chanyeol sebelum merasa sedikit terangkat—dan terseret—sampai kepalanya menyentuh bantal.

Menyamankan posisi Baekhyun dengan agak brutal. Gerakan kasar yang membuat selipan handuk Baekhyun terlepas dan turun—memperlihatkan dadanya tanpa penghalang apapun.

Tetapi saat ini Baekhyun terlalu fokus memejamkan mata dan menikmati bibir Chanyeol untuk peduli. Bahkan kala lumatan mereka terlepas pun Chanyeol menyibukkan pikiranya dengan langsung menyerang bagian leher.

"Chanyeol—" lenguhan tertahan tidak dapat lagi menjadi pelampiasan kala sang pria menggigit lehernya, senyuman yang Baekhyun rasakan di kulit sana barulah membuatnya merona dan malu seketika. Semakin bertambah parah saat tangan nakal itu mulai menyentuh dadanya. Meremasnya pelan dan bermain dengan puncaknya.

Sepertinya Chanyeol adalah tipikal yang adil, karena hanya satu tangannya yang bermain dengan buah dada sehingga mulutnya yang semula berada pada leher Baekhyun berpindah meraup kembarannya ahli. Gerakan itu membuat Baekhyun meremas rambut Chanyeol tak tahan.

Puas dengan payudara sang kasih, Chanyeol mengangkat tubuhnya untuk melepas kaus putih yang telah jauh dari kata rapih akibat remasan Baekhyun. Baekhyun menahan nafasnya, melihat Chanyeol dengan pakaian semi-formal saja sudah membuatnya kelimpungan, kini Chanyeol setengah telanjang.

Mereka menyatukan bibir dalam lumatan lagi. Sementara tangan Chanyeol mulai bergerak menarik handuk Baekhyun sebelum melemparnya keluar area ranjang. Di sini, tidak dibutuhkan penghalang untuk tubuh wanitanya.

Usapan halus pada paha dan kerap naik membuat Baekhyun mengeluarkan lenguhan keras. Chanyeol menggodanya dan ia kalah dengan amatirannya. Ia butuh Chanyeol sepenuhnya saat ini juga.

Ini adalah pengalaman pertama Baekhyun, jauh berbeda dengan Chanyeol bahkan tidak tahu ini adalah persetubuhannya yang keberapa. Untuk bercinta pun ini bukan lah yang pertama. Namun karena itu, ia harus dapat menyenangkan Baekhyun dengan semua keterampilannya.

Kaki sang puan ia buka, menempatkan dirinya di tengah sebelum mulai menggoda dengan jari. Respon tubuh Baekhyun yang menegang selalu Chanyeol buat kembali rileks dengan ciuman lembut.

Dan betapa penggodanya ia kala memasukkan satu jari malah sengaja melepas ciuman mereka hanya untuk mendengar pekikan Baekhyun dan menikmati ekspresi wajahnya. Sial, itu terlalu indah, Chanyeol tidak mampu menahan diri.

"Park Chanyeol—" dan Chanyeol sangat menyukainya saat Baekhyun memekikkan namanya.

Jemari Baekhyun meremas semua yang dapat dijangkaunya, selimut, bantal, rambut Chanyeol juga lengannya yang berotot selagi bibir sang pria sibuk memberi tanda pada payudaranya serta jari yang bergerak keluar masuk di bawah sana. Entah itu salah atau tidak karena Chanyeol semakin bergairah dan menambahkan jari kedua.

Pekikan serta desahan tidak lagi dapat Baekhyun tahan. Jemari panjang Chanyeol hasil dari kelihaiannya bermain piano dipadu kulit kasar akibat senar gitar adalah perpaduan yang berhasil membuat Baekhyun melengkungkan tubuh.

Sensasi itu datang dengan semakin tidak bisa diamnya tubuh Baekhyun. Kakinya menendang tidak tenang dan jemarinya terus meremas bantal sebelum perasaan lega dan puas sampai padanya. Ia tidak percaya ia datang hanya karena dua buah jari.

Chanyeol menghentikan semua gerakannya, memerhatikan Baekhyun dengan nafas terengah-engah. Dalam diam, Baekhyun dapat merasakan tubuhnya yang lengket akibat keringat.

Sayangnya, Chanyeol tidak sebaik itu untuk terus memberikan waktu. Jemarinya ia gerakan mendadak yang sontak Baekhyun memekik. Pria itu tersenyum—dan Baekhyun merasa itu bukan jenis senyuman yang akan ia sukai.

"Masih terlalu awal untuk menyudahi foreplay." Begitu ujarnya, sebelum mengecup bibir Baekhyun lalu turun menuju dada, perut, hingga berhenti di sana.

Baehyun mengangkat kepalanya untuk melirik sang pria, sial ia malah bertukar pandang. Rona merah kembali memenuhi wajahnya bahkan setelah membuang muka.

Chanyeol sedikit membuat gerakan lembut dengan jarinya. Baekhyun yang masih malu setengah mati menggigit bibit untuk menahan desahan. Walau seluruh pertahanannya runtuh saat jari itu keluar dan berganti dengan sebuah bibir.

Chanyeol sedang bercumbu dengan bibirnya yang lain.

Dewi Aphrodite nampaknya sedang gencar memberi mereka kesenangan.

Baekhyun tidak dapat menahan diri untuk tidak berusaha menutup kakinya, rasa geli menjadi faktor utama, sayang Chanyeol tidak membiarkannya. Ia menahan kaki Baekhyun dengan kedua tangannya sementara matanya terus menatap sang wanita yang sibuk mendesah di atas sana.

Ini adalah kesukaan Chanyeol. Dan Baekhyun membuatnya semakin menyukainya.

Lidah sang pria bermain dengan lihai, mencicipi tiap inchi diri Baekhyun hingga membawa sang wanita pada getaran serta desahan yang sama seperti beberapa saat lalu. Baekhyun yang terlalu lemah atau pria ini yang memang ahli.

Puan itu kembali mencoba menenangkan diri sementara Chanyeol menyelesaikan tugasnya di bawah sana. Rasanya terlalu lelah untuk sekedar merasa malu, bahkan ini belum apa-apa. Jemari Baekhyun refleks meremas saat Chanyeol bergerak melepas celananya.

Di saat seperti ini tidak seharusnya Baekhyun menyebut nama Tuhan dalam hati diikuti kalimat bahwa ia tidak siap.

Karena demi apapun milik Chanyeol langsung membuatnya mengalihkan wajah dengan rona semerah kepiting. Chanyeol tersenyum—menyeringai—olehnya. Ia kembali mengukung tubuh Baekhyun dan sengaja menyentuhkan miliknya dengan milik Baekhyun.

"Maaf pengalaman pertamamu akan sedikit keluar jalur, Baekhyun." Cukup lama Baekhyun mencerna kalimat itu, sampai ia merasa Chanyeol tengah mempersiapkan diri untuk memasukinya, barulah ia sedikit mendorong bahu sang pria.

"Kau tidak memakai pengaman?"

Chanyeol cukup mengenal Baekhyun dan tahu inilah yang akan menjadi masalah. Karenanya ia langsung menyerang Baekhyun dengan ciuman dan menahan kedua tangan si puan di sisi kepalanya.

Baekhyun sontak sedikit memberontak. Mencoba melepaskan diri dari tangan serta bibir Chanyeol kala miliknya mulai memasuki Baekhyun. Awalnya gerakan itu pelan, sampai Chanyeol harus sedikit menyentaknya dan itu baru setengah.

Teriakan tertahan Baekhyun terdengar sangat menyakitkan. Ya, ini sedikit keluar jalur dari yang ia pikirkan namun rasa sakit di bawah sana lebih menyita perhatian. Matanya mulai berair dan susah payah ia menahan agar anak sungai itu tidak jatuh dari pelupuknya.

"Sakit." Adalah satu-satunya kata yang keluar dengan nada bergetar saat Chanyeol melepas lumatannya. Ia mengecup kening Baekhyun lembut.

"Tahanlah sedikit lagi. Ini hanya akan sedikit sakit."

Seharusnya Baekhyun tidak mempercayai ucapan Chanyeol karena kenyataannya tubuhnya melengkung dan teriakan tidak dapat ditahannya saat sang pria memberikan dorongan kuat untuk masuk sepenuhnya.

"Sial Park Chanyeol!"

Tanpa menunggu lama, Chanyeol mulai menggerakan pinggulnya. Menjadikan semua teriak kesakitan Baekhyun sebagai penyemangat untuk menggantinya dengan desahan. Gerakan Chanyeol di bawah sana semakin tidak karuan.

Chanyeol melepas kedua tangan Baekhyun, membiarkan sang puan memeluknya sementara Chanyeol mencengkram pinggul sang wanita. Memberinya akses untuk memperdalam dorongannya dan semakin membuat Baekhyun menggelinjang.

Itu bertahan untuk beberapa waktu sebelum Baekhyun kembali merasakan sensasi tidak biasa yang sama. Dan tentu tak lama tubuhnya kembali terasa lemas akibat pelepasan, tetapi Chanyeol adalah pria berengsek yang masih menggerakkan pinggulnya. Ia mengangkat salah satu kaki Baekhyun untuk menjemput titik puncaknya.

Lidah Baekhyun sudah tidak mengenal kosa kata selain umpatan. Demi apapun, tubuhnya tidak memiliki tenaga. Baekhyun hanya dapat membiarkan Chanyeol melakukan semua dan menjadi pihak yang seratus persen pasif.

Dan kala hentakan Chanyeol terasa berbeda, Baekhyun masih belum menyadari bahwa prianya akan mencapai titik kepuasan sampai hangat menjalar memenuhinya.

Kenyataan itu menamparnya lagi. Kepala Baekhyun tiba-tiba terasa berat.

Matanya menatap Chanyeol, yang belum sempat Baekhyun mengeluarkan kalimat, pria itu sudah lebih dulu mengecup bibirnya lembut.

"Tak ada yang perlu kau takuti. Apa aku terlihat seperti pria tak bertanggung jawab?"

Lebih kepada aku yang belum siap, sebenarnya.

.

.

.

.

.

.

END

Sadis, kenapa aku suka banget bikin ending gantung dan gaje.

Masih adakah yang menunggu cerita ini uwu. Tidak menyalahkan kalau memang tidak ada karena aku lama banget bikin sequel—apa ini bisa disebut sequel?—nya.

Semoga memuaskan ya! Maaf kalau kepanjangan (karena ini memang ± 1k words lebih banyak dari sebelumnya), maaf juga kalau ngeboseninㅠㅠ And please note that this is my first (not really but yaeh) nc, so, jika mengecewakan itu wajar HAHA. sesungguhnya aku mau nambahin ending yang lebih ramah tapi udah kepanjangan.

So I may, or may not, bikin kelanjutannya lagi. Janji kalau pun iya, itu bakal jadi chap terakhir! (gagal oneshoot).

Baik, jadi begitu saja cerita ini dibawakan. Thank you sudah baca! Sampai ketemu di karyaku yang lain!

Last, mind to review?

Ppay!