WITH YOU

.

.

.

Chanbaek!GS

Warn! Banyak narasi, alur gaje, ga pantes disebut cerita lol.

Enjoy your trip!

.

.

.

Park Chanyeol, pembisnis lain mungkin mengenal namanya dan akan mendeskripsikan sebagai sosok muda berkopeten dalam bidang bisnis. Usianya baru menginjak 26 saat ia menduduki kursi direktur, dan 30 saat menjadi direktur utama.

Beberapa orang memang dilahirkan dengan sendok emas di mulut mereka, tak menutup kenyataan bahwa Chanyeol pun salah satunya. Ditambah dengan otak cemerlang juga paras menawan, merupakan hal wajar mendapati banyak sekali wanita yang berusaha menarik perhatiannya.

Sementara Byun Baekhyun, adalah wanita karir yang tengah terksiksa dengan thesisnya di umur 27. Menyesali keputusannya untuk langsung mengejar gelar magister. Seharusnya ia menikmati hidupnya terlebih dahulu.

Ya, beberapa orang memang terlahir dengan sendok emas. Sayang sekali Baekhyun jauh dari 'beberapa' itu.

Bukan keputusannya untuk lahir dari wanita ringkih dan pria bajingan seperti cerita fiksi di luar sana, namun Baekhyun tak menyalahkan takdirnya. Buktinya ia mendapat beasiswa penuh untuk seluruh pendidikkannya, menjadi wanita yang lebih mandiri dari 8 tahun lalu kala sang Ibu akhirnya meninggalkan ia sebatang kara.

Kemandirian itu yang membuatnya dapat pergi sendiri—menggantikan atasannya untuk menghandiri acara mewah di hari Kamis. Posisinya sebagai manager produksi yang baru ia jalani beberapa bulan seharusnya tak memberinya kesempatan untuk menghadiri acara semahal ini. Namun perintah Ditektur Jang yang tengah berada di Perancis jelas tak bisa ditolaknya.

Entah kabar burung apa yang akan beredar di kantor esok harinya. Kenyataan ia baru 3 tahun bekerja dan telah dinaikkan jabatannya menjadi manager saja sudah cukup membuat begitu banyak spekulasi mengenai dirinya dengan sang direktur. Jika bukan karena mental bajanya untuk menjadi sukses, Baekhyun tak akan berdiri dengan dress terbaik miliknya sembari menyapa para petinggi yang ia kenali.

Artinya, hampir semua. Terima kasih pada dedikasinya kepada dunia kerja, hingga berinisiatif sendiri untuk mengenali banyak petinggi-petinggi bisnis yang tidak menjalani kerja sama dengan perusahaan tempatnya bekerja walau hanya bermodal internet.

"Manager Byun?"

Baekhyun baru saja ditinggalkan oleh lawan bicaranya, tengah menikmati sesesap wine kala suara lembut itu memanggil, kepalanya menoleh.

Sebagai orang yang bekerja di divisi produksi, jelas mengharuskan Baekhyun mengetahui siapa saja yang telah, tengah, dan akan menjalani kerja sama. Namun jika seseorang mengenalinya sebagai manager, mengartikan mereka pernah bertemu dalam waktu dekat ini. Setidaknya dalam 6 bulan terakhir.

Jadi mengapa memorinya mengatakan ia tak pernah bertemu dengan gadis brunette ini?

"Tak mengenaliku?" Godanya kala melihat ekspresi milik Baekhyun, yang diajak bicara hanya dapat tersenyum canggung—merasa bersalah karena bisa-bisanya situasi seperti ini terjadi.

"Aku Luhan."

Luhan, sekretaris manager keuangan salah satu perusahaan di bidang property, pertama dan terakhir mereka bertemu mungkin 3 tahun lebih yang lalu? Saat Baekhyun sendiri masih menjadi anggota magang divisi produksi. Ia ingat mereka sempat berkenalan singkat, hanya nama ditambah senyuman.

Sosok yang seharusnya berambut lurus hitam dengan kacamata membingkai, memang tidak sopan tapi sepertinya tidak salah jika Baekhyun terkejut.

"Luhan-ssi?" tanyanya. Luhan menjawabnya dengan anggukkan.

"Whoa…," si Byun terkekeh pelan, "aku … sama sekali tidak mengenalimu. Maaf, bagaimana kabarmu?" sebenarnya ia masih merasa tidak enak.

"Sangat baik. Apa aku terlihat sangat berbeda sampai kau tak mengenaliku?"

"Ingin jawaban jujur?"

"Tolong."

"Ya," dan entah mengapa keduanya terkekeh, seperti mereka telah berteman lama dan saling memahami humor masing-masing, "kau terlihat sangat berbeda—tentu saja perubahan yang baik. Boleh aku tahu alasannya?"

"Pertanyaan yang unik untuk pertemuan kedua, Baekhyun-ssi."

"Ah, maafkan kelancanganku." Luhan terkekeh ringan, melempar ujaran bahwa ia hanya bercanda sebelum menjawab.

"Patah hati. Jadi aku merubah penampilanku, menaikan kinerja kerjaku dan mencoba peruntungan di perusahaan pusat. Boleh aku menyombongkan diri bahwa aku sekretaris direktur utama sekarang?"

Baekhyun tahu rasanya melejit dari statusmu yang biasa-biasa saja dalam waktu singkat, tak ada lagi jenis pikiran negatif bahwa semua pasti memiliki permainan gelap di belakangnya. Ia hanya berpegang pada prinsip bahwa kerja keras tak akan membohongi hasil yang didapat.

Luhan sama sepertinya.

"Sungguh? Selamat untuk jabatan barumu, Luhan-ssi."

"Ey, itu bukan baru. Sudah hampir 2 tahun." Kuasanya tergerak meraih salah satu gelas dari seorang pelayan yang berlalu dengan nampan berisikan beberapa gelas wine.

"Tetap saja, itu perkembangan yang pesat." Keduanya terdiam, untuk beberapa alasan mereka melihat sekeliling secara bersamaan.

"Jadi kau menemani Direktur Jang?" Luhan kembali bertanya setelah menyesap sedikit minumannya.

"Ah tidak, beliau sedang menghadiri pertemuan mendadak di Perancis, aku diminta untuk mewakilinya."

Luhan mengangguk mengerti, dan entah mengapa Baekhyun malah terpikirkan satu hal janggal, "maaf Luhan-ssi,"

"Hm?"

"Tapi bagaimana kau mengetahui jabatanku sebagai manager?" Seingatnya ia dipanggil manager Byun tadi.

"Ah," hanya perasaan Baekhyun atau Luhan terlihat sedikit canggung setelah ia bertanya?

"Aku memiliki teman di divisi produksi … dan saat mendengar namamu menjadi manager, aku ingat kita pernah berkenalan."

Oh.

Baekhyun yakin apa yang Luhan dengar lebih dari itu jika menilik kembali bagaimana tingkah anggota divisinya. Tapi apa ia peduli?

"Tidakkah pencapaianmu juga harus kita rayakan?" Jadi yang Byun Baekhyun lakukan adalah menerima ajakan Luhan untuk mendentingkan gelas tinggi keduanya.

"Untuk Manager Byun," ujar Luhan.

"Dan untuk Sekretaris Lu yang entah mengapa tidak menemani atasannya saat ini," dibandingkan tersinggung, Luhan kembali tersenyum.

"Direktur Park memiliki urusan pribadi sebelumnya, beliau sedang dalam perjalanan."

"Apakah beliau adalah sosok Direktur Park yang selalu dielu-elukan?"

"Setelah menjadi sekretarisnya, aku kini tahu mengapa beliau begitu dipuja."

Jika saja Baekhyun merupakan salah satu penjilat seperti wanita di luar sana, sudah tidak tahu lagi bagaimana ia akan mengorek informasi mengenai sosok Park Chanyeol dari sekretarisnya ini. Mungkin itu merupakan alasan Luhan memilih untukn tetap bercakap dengannya. Baekhyun hampir tidak membawa atasannya itu sebagai topik, mereka lebih memilih membicarakan kerja sama apa saja yang mereka ketahui dari tamu-tamu yang hadir.

"Sependengaranku Hwangsil sudah menandatangani kerjasama dengan KJ 2 minggu lalu." Ujar Luhan, Baekhyun mengangguk mengerti. Cara keduanya berpikir hampir sama dalam segala aspek. Mungkin akan berlanjut lebih lama jika saja Luhan tidak menerima telepon.

"Saya mengerti." Panggilan singkat itu mengharuskan Luhan untuk pergi, beberapa saat kemudian Baekhyun mengetahui alasannya kala sosok tinggi dengan setelan jas serba hitam memasuki ruangan. Jangan lupakan si mungil Luhan mengekori dengan sama menawannya.

Baekhyun sangat mengakuinya, Park Chanyeol sesakit itu. Netranya tak dapat berpindah untuk beberapa saat, memperhatikan dengan bodohnya bagaimana sosok direktur muda itu menyapa petinggi-petinggi lainnya ataupun ialah yang menerima sapaan.

Sampai tiba saatnya untuk menyapa Direktur Shin, pemilik acara mewah ini.

Tepat di tengah pembicaraan seru yang tengah pria berumur itu lakukan bersama Baekhyun.

"Ah, direktur Park." Adalah Tuan Shin yang pertama kali menyambut keberadaan sosok si pemuda, Chanyeol membungkuk sopan sebelum keduanya berjabat tangan.

"Maaf saya sedikit terlambat." Tuan Shin langsung membuat gerakan tangan tidak masalah.

"Bukan masalah, aku tahu kesibukkan yang kau miliki." Tuan Shin adalah sosok yang sangat hangat. Beliau bahkan menyambut Baekhyun dengan perlakuan yang wanita itu sendiri tidak sangka akan ia dapatkan dengan statusnya yang hanya perwakilan—dan jabatannya hanya manager.

Untuk beberapa saat dirinya terdiam, sedikit menyayangkan percakapan berkualitasnya dengan tuan Shin hanya sampai batas diselesaikan secara—tidak sengaja—sepihak oleh orang ketiga, namun ia pun menyadari keberadaannya dan tentu tidak dapat bertindak lancang. Baekhyun hendak mengundurkan diri, namun Tuan Shin malah memberinya kesempatan yang semakin membuatnya sedikit banyak; besar kepala.

Berkenalan dengan sosok Park Chanyeol.

"Ah—benar, manager Byun. Aku yakin kau mengenal direktur Park Chanyeol."

Oh Tuhan, apakah boleh Baekhyun salah tingkah? Di hadapannya tengah berdiri sosok pembisnis sukses dan kehedirannya dianggap ada.

Baekhyun akan menangis di tempat jika tidak punya harga diri.

"Park Chanyeol." Suara rendah itu berujar, menjabat tangan Baekhyun yang puan harap tidak mengeluarkan keringat dingin nan menganggu.

"Sebuah kehormatan dapat bertemu langsung dengan anda, Tuan Park. Direktur Jang menyampaikan permintaan maafnya tidak dapat bertemu langsung."

"Kita menjalin kerja sama cukup lama, sepertinya aku mulai terbiasa dengan paman yang memang jarang menghadiri acara di dalam negeri."

Jangan tersenyum seperti itu, sialan.

"Aku pun mengakui itu, Jungwon sangat menyebalkan jika sudah menyangkut pesta."

"Saya akan membujuknya untuk menggelar satu setelah sekian lama, seingatku sebentar lagi ulang tahunnya."

"Ah benar, bukan kah ulang tahun kalian berdekatan? Bulan depan?"

Apakah Baekhyun dapat mendengarkan percakapan ini?

"Mohon maaf atas kelancangan saya, namun saya pamit mengundurkan diri."

"Manager Byun! Oh maafkan aku. Chanyeol, Jungwon, dan yang lainnya sudah ku anggap seperti anak cucu sendiri, terkadang aku lupa diri."

Oh sosok tua manis ini. Jadilah kakekku.

"Sama sekali bukan masalah, Tuan Shin. Kalau begitu, saya permisi." Tubuhnya membungkuk singkat, meninggalkan kedunya dengan senyum hangat, sekaligus Chanyeol yang tertarik perhatiannya.

Bukan lagi rahasia umum jika membicarakan bagaimana wanita di luar sana mengais untuk keberadaan sosok Park Chanyeol di kehidupan mereka. Namun bagaimana dengan keberadaan wanita di kehidupan Chanyeol?

Sendok emas yang mengantarkan tiap suapan untuk Chanyeol jelas membuat hidupnya jauh dari kata sengsara. Perceraian yang terjadi di antara kedua orang tuanya pun tidak membuat dirinya hancur begitu saja. Komunikasi keduanya harmonis, namun jelas dunia fashion bukanlah hal yang dapat diwariskan kepada Chanyeol, hingga walau kenyataannya Chanyeol besar bersama sang Ibu, sosok sang ayah tetap melekat di dirinya.

Salah satunya adalah kebiasaan bermain wanita. Saat Chanyeol muda sikapnya terlalu gegabah sampai terus melakukan hubungan semalam dengan siapa saja yang menginginkannya. Terkutuklah hormon masa muda, Chanyeol beruntung otaknya tidak rusak karena sesering itu berhubungan tubuh. Sementara sekarang, sosoknya terlalu pemilih.

Ya, sisa kenakalan masa muda itu masih ada.

Bibi Kim—sekretaris lamanya—tidak jarang mengomel mengenai hal ini. Chanyeol menyayanginya namun tidak dapat berbohong kala mengatakan ia juga senang wanita tua itu akhirnya pensiun dan tergantikan oleh sekretaris muda yang lebih memaklumi kebiasaannya.

Jika Chanyeol berengsek, dirinya tidak masalah untuk meniduri Luhan sejak hari pertama mereka bertemu. Si puan memiliki poin tambahan untuk penampilan, A+ jika kau tanya Chanyeol. Namun melihat bagaimana wanita itu menjunjung tinggi profesionalitas di antara keduanya—dan ketertarikan direktur Oh dari OSCorp kepadanya—Chanyeol berjanji pada diri sendiri tidak akan menyentuh sekretarisnya itu.

Terkadang pelacur kelas atas, atau model yang tengah naik daun adalah pilihannya. Siapa pun itu, Luhan mengakui bahwa selera atasannya bukanlah sembarang orang.

Jadi ketika tiga hari setelah pesta Tuan Shin, direktur Park nya meminta ia mengirim sekotak paket Tiffany & Co dengan nama penerima Byun Baekhyun, gadis China itu sedikit tidak percaya.

Selama dirinya bekerja, Tuan Park tidak pernah berhubungan dengan yang menjadi rekan kerjasamanya. Sepengetahuannya, sih.

Luhan akui sosok Baekhyun sangat mempesona dengan dress cocktail merah marunnya kemarin. Aura wanita berkelas dengan pengetahuan yang amat luas semakin membuatnya membaur dengan kaum kelas atas. Jangan lupakan jiwa pemimpin di balik wajah anggun itu. Seorang pendominan. Cukup mengejutkan Park Chanyeol menyukai tipe itu.

.

.

.

Baekhyun masih menatapnya, kotak yang baru saja sang sekretaris antar dengan senyuman menggoda. Warna tosca yang familiar. Tanpa membukanya Baekhyun tentu sudah tahu apa isinya. Nama perusahaan yang tertampang di atas kotak semakin memperjelas.

Kapan bahkan terakhir kali ia memanjakan diri sendiri dengan barang hedon? Dan kini sekotak perhiasan berada di atas meja entah dari mana asalnya.

Kuasa Baekhyun tergerak meraih, jika Suzy—sekretarisnya—berpikir ini datang dari kekasih sang atasan, maka ia berpikir ini salah alamat.

Sayangnya ia salah, Suzy pun.

Aku melihatnya dan berpikir akan cocok untuk lehermu yang indah, Byun.

Begitu ucap secarik kertas khusus sebesar kartu nama. Dan kala Baekhyun membaliknya, ia benci bagaimana otakya malah langsung menunjuk satu sosok sebagai pelaku hanya dengan bermodal nama perusahaan.

Shinju Enterprise.

Park Chanyeol?

Yang benar saja.

Namun berapa banyak pegawai yang dapat menggunakan nama perusahaan untuk identitas pengirim barang seolah itu adalah nama mereka sendiri?

Hanya satu. Si direktur utama.

Alasan logis lainnya, Baekhyun tidak mengenal siapapun di perusahaan besar tersebut. Kecuali Luhan yang mustahil mengiriminya benda ini, dan Park Chanyeol.

Apa Baekhyun harus meminta penjelasan? Tidak. Pengalamannya boleh baru 4 tahun di dunia bekerja, ia boleh berpikir tidak semua memiliki sisi gelap, namun pikirannya tidak senaif itu. Si Byun tahu ke mana ini akan berakhir.

Jadi yang ia lakukan adalah mengirim ulang si kotak tosca. Mengembalikannya bahkan tanpa sempat menyentuh berlian di liontin.

Cukup untuk membuat sebelah alis Chanyeol terangkat, serta dengusan tidak percaya kala membaca surat tambahan di dalam kotak.

Terima Kasih. Namun leher saya tidak indah.

Semakin lama Chanyeol membacanya, semakin ia merasa konyol. Sampai-sampai terkekeh sesaat sebelum menyisakan seringaian tertantang.

Jadi seperti ini Baekhyun ingin menjalaninya? Chanyeol selalu menyukai tantangan.

Pria itu juga tak mengerti mengapa gambaran diri Baekhyun terus melekat di ingatan handalnya. Atau matanya yang kerap melirik sosok si mungil dengan wine di tangan empat hari lalu. Yang dapat dipastikan, Chanyeol ingin menemuinya lagi. Ajakan makan malam tidak terdengar salah.

Setelah hampir 2 minggu terus mengirimi si puan semua benda yang membuat kaum hawa menangis senang dan selalu menerima pengembalian barang. Chanyeol yakin Baekhyun akhirnya jengah hingga memutuskan menerima ajakan itu. Mungkin untuk menampar Chanyeol tepat di pipi, selain dari itu sang pria tidak tahu apa yang dapat menjadi alasannya.

Kemana sosoknya yang selama ini membiarkan wanita lah yang mengejarnya? Jangankan Luhan, Chanyeol sendiri terkejut dengan tingkah laku menjijikannya demi sepasang mata mungil itu menatapnya lagi secara langsung.

Setelah menduduki diri, Baekhyun belum mengatakan sepatah kata pun. Sementara Chanyeol tengah menikmati eksistensi sang wanita. Membiarkan pelayan datang dan pergi setelah mengisi gelas dengan wine.

"Aku kecewa kau menerima ajakan makan malamku namun tidak dengan gaunnya."

"Lantas, saya harus menolak makan malamnya juga?"

"Tidakkah akan terlihat lebih baik? Dibandingkan dengan setelan bekerja."

Ya. Baekhyun membawa dirinya langsung dari kantor tanpa berniat mempercantik penampilan sebelumnya. Sikap Chanyeol cukup membuatnya gerah dan ingin menyiram wine mahal ini ke wajahnya.

Ingin. Jika Baekhyun tidak memikirkan akibat terburuk yang mungkin terjadi. Sudah ia lakukan sedari datang tadi.

"Maaf ketidaksopanan saya, namun tidak ada yang salah dengan pakaian saya. Hanya setelan formal untuk sebuah makan malam bisnis."

"Jadi kita bicara bisnis sekarang?"

Tangan Chanyeol tergerak meriah gelas wine yang ada, menyesapnya singkat dengan netra tetap terfokus pada Baekhyun.

Setengah mati Baekhyun menahan diri agar tidak merona. Entah arti tatapan itu memang untuk menggoda atau bukan, namun Baekhyun terbuai.

Oh sadar Byun Baekhyun!

"Ya. Hubungan kita hanya untuk bisnis. Jadi bisakah anda berhenti mengirim barang tidak penting?"

"Bagaimana jika aku tidak mau?"

"Maka saya akan terus mengembalikannya."

"Dan akan ku suruh resepsionis untuk memintamu mengantarnya sendiri ke ruanganku. Aku tidak masalah harus bertemu denganmu setiap hari."

"Tuan Park."

"Byun Baekhyun."

"Sebenarnya apa yang anda inginkan?"

Keduanya terdiam. Baekhyun dengan nafas marahnya sementara Chanyeol dengan senyum tenang.

"Kau."

"Sebagai rekan kerja, atau wanita di ranjang anda?"

Persetan dengan kesopanan, Baekhyun mulai habis kesabaran.

"Apa aku sehina itu di matamu?"

"Reputasi anda memang tidak sesuci itu."

Chanyeol menyeringai, bahkan ketika pelayan mengantar makanan mereka.

Baekhyun memilih membuang fokus, mengucapkan terima kasih pada sang pelayan lalu meneguk wine sebagai pengalih.

"Kalau begitu pilihan kedua."

"Maaf?"

"Rekan kerja atau wanita di ranjang. Aku menjawab yang kedua."

Demi Zeus Byun Baekhyun kau sedang dilecehkan, bagaimana kau bisa berpikir seringaianya terlihat begitu menggoda?!

"Apa anda memang setidak sopan ini pada wanita?"

"Percaya lah, aku lebih baik dari ini. Namun kau bertanya dan aku menjawab."

Tatapan tak percaya bercampur marah itu menyalang dari matanya. Rasanya jauh lebih buruk dari saat semua orang membicarakan gossip mengenai dirinya dengan Direktur Jang.

Baekhyun bangkit dari duduknya, kepalan tangan itu ternjuntai di sisi tubuh. Dan Chanyeol melihat semuanya. Sungguh kebejatan tingkat dewa karena ia malah memikirkan bagaimana pergelangan tangan mungil itu terikat dengan dasinya.

"Saya akan menganggap saya tidak mendengar apa-apa. Saya tidak tahu bagaimana seorang direktur utama perusahaan sukses dapat bertingkah seperti ini."

"Kau sendiri yang mengatakan. Reputasiku tidak sesuci itu."

"Dan saya mohon bertindaklah selayaknya seorang pimpinan professional. Anda seharusnya malu."

Baekhyun benci sekali bagaimana pria itu terus meremehkannya dengan melempar senyum tenang nan menawan. Apa Baekhyun memang serendah itu di mata para pimpinan?

Harga dirinya tercoreng bukan lagi dengan tinta, namun langsung dengan sekaleng cat.

"Haruskah saya membawa hal ini ke meja hijau?" Serunya marah. Sial, sesaat lagi ia akan kehilangan sisi tenangnya.

"Atas apa? Menjawab pertanyaan?"

Sudah cukup.

"Jika saya menyiramkan wine ini, apa anda akan langsung mengambil jabatan saya?"

"Aku tidak sepicik itu."

Dan wajah Chanyeol seketika basah dengan air merah itu. Keadaan restoran yang tidak menampung pelanggan lain adalah hal yang Baekhyun syukuri saat itu juga. Ia yakin si Park gila ini pun jelas tidak ingin mengambil resiko lainnya.

Diraihnya tas hitam dari atas kursi, dan kala tungkainya melangkah, suara berat itu kembali membuatnya terdiam.

"Hati-hati di jalan, Byun Baekhyun."

.

.

.

Baekhyun bukan sepenuhnya wanita baja. Jauh di sudut hatinya, kenyataan bahwa ia memiliki sisi lemah bukan sesuatu yang berdebu.

Ia pasti menangis, kala skripsinya ditolak, kala lelah dengan dunia bekerja, kala sang Ibunda pergi, dan kini, saat harga dirinya bagai tak memiliki arti di mata seorang pria.

Ketidakpedulian adalah rasa yang muncul ketika semua rekan kerjanya membuat gossip murahan. Harga dirinya juga menjadi pertaruhan saat itu, namun mengapa saat ini ia malah menangis meraung selayaknya anak gadis patah hati?

Oh Tuhan, sejak kapan Baekhyun menjadi secengeng ini?!

Setelah pertemuannya dengan Chanyeol, Baekhyun benar-benar merasa dirinya dilecehkan. Sikap tenang Chanyeol mendukung semuanya dari segala aspek. Seperti meneriakkan bahwa Baekhyun tak lebih dari wanita yang akan jatuh tanpa ia melakukan apapun. Semudah itu.

Baekhyun diremehkan dengan cara yang begitu sadis dan wanita itu sakit hati bukan main.

Pertama kali dalam 27 tahun, sisi dominannya tidak mempengaruhi perilaku seseorang padanya.

Ia pernah mendengar, mengesampingkan gosip sampah yang mereka ciptakan, anggota divisi yang Baekhyun pimpin tetap segan padanya karena jiwa kepemimpinan yang ia miliki. Kecerdasannya dalam melakukan pekerjaan selalu diakui tidak memiliki celah berati sedari ia magang sampai memiliki jabatan tertinggi.

Jadi kala seorang Chanyeol memperlakukannya seperti ia bukanlah hal yang perlu dipusingkan, Baekhyun … kacau.

Wanita Byun itu sangat ingin ia tetap memiliki arti di mata siapapun.

Sisi arogannya lah yang memerintah.

Begitu pula sisi arogan Chanyeol yang merasa senang melihat bagaimana Baekhyun kalah, dan berkata untuk melakukan lebih.

Wanita sedominan Baekhyun namun tetap tak berdaya kala ia berikan sebuah sentilan kecil seperti itu. Rasa tertariknya yang terus bertambah kini malah sedikit tertimbun dengan keinginannya bermain-main dengan Baekhyun di atas telapak tangannya.

Siraman di wajah, mengingatkan Chanyeol pada masa muda berengseknya. Dan ia pun menikmati semua itu.

"Tuan."

Usapan jemarinya di bibir serta senyum nakal itu terhenti, menyisakan lirikan pada sang sekretaris yang berada di kursi depan.

"Maaf atas kelancangan saya, namun boleh saya tahu apa hubungan Tuan dengan Manager Byun?"

Wajahnya yang hanya ia tolehkan sedikit jelas membuat Luhan tak dapat melihat tatapan datar yang Chanyeol lempar, namun puan itu merasakannya.

Sial, Chanyeol memang bisa sedominan itu.

"Dan apa hakmu bertanya?"

"Hanya … Manager Byun sudah saya anggap teman sendiri. Saya khawatir terhadapnya."

"Maksudmu aku sedang membuatnya dalam bahaya?"

Luhan tidak menjawab, karena memang itu poin perkataannya.

"Saya hanya berpikir, Manager Byun adalah wanita yang baik dan sangat professional. Beliau bukan seperti wanita yang Tuan mungkin pikirkan."

"Aku tahu," ujar Chanyeol, ia kembali mengusap dagunya pelan,"karenanya aku semakin menginginkannya."

"Setelah kejadian ini aku semakin ingin membawanya menghiasi tempat tidurku."

Ungkapan vulgar yang jelas didengar oleh sang supir, namun sama sekali tak ada rasa khawatir di sana. Joohyuk yang merupakan tangan kanan Chanyeol mungkin mengetahui lebih banyak hal tidak senonoh. Baik secara sikap Chanyeol di balik layar, maupun dirinya di dalam dunia bisnis. Chanyeol memang tidak sesuci itu, dan tentu bisnisnya pun tidak selalu sebersih itu. Dan Joohyuk adalah orang yang tepat untuk menyelesaikan semuanya.

"Mungkin kau juga harus berhati-hati, direktur Oh bisa saja melakukan hal yang sama sepertiku padamu. Dan aku akan berada di pihaknya."

Luhan mengernyit menahan geli namun ia tidak dapat membalas. Juga hatinya masih sangat tidak rela seorang Park Chanyeol bermain-main dengan Byun Baekhyun. Para resepsionis itu mungkin mengira Baekhyun adalah salah satu wanita yang mengejar Chanyeol hingga menitipkan berbagai macam hadiah untuknya.

Mereka tidak tahu jika semua hadiah itu ya berasal dari Chanyeol dan kembali lagi ke Chanyeol. Luhan bangga pada Baekhyun yang teguh pada prinsip untuk tidak jatuh kepada Chanyeol, yang mulai membuatnya jengkel adalah bagaimana Chanyeol tidak menyerah juga.

"Joohyuk-ah, lakukan rencana yang sebelumnya."

Mata Luhan membelalak seketika. Rencana apa yang mereka maksud?

"Baik, Tuan."

Oh, Luhan akan mencekik Joohyuk setelah ini.

.

.

.

Hari berikutnya masih terasa sama. Baekhyun dengan sisa sakit hatinya, Suzy yang menggodanya untuk kesekian kali, hadiah laknat dari oknum Park Chanyeol, thesis yang membuat kepala panas, dan pekerjaan.

Wanita itu tengah membaca ulang halaman ketiga dari lembaran dokumen map merah kala ponselnya berdering nyaring, nama pengguna menunjukkan 'Sunggyu Hyungnim' yang merupakan pemilik unit di bawahnya dan jelas tidak Baekhyun angkat. Ini masih jam kerja. Pria itu enak memiliki waktu luang di hari jumat.

Tetapi begitu panggilan ke-3, Baekhyun merasa ada yang salah. Dan setelah mengangkatnya, ia merasa kupingnya akan berdarah karena teriakan sang lawan bicara, juga berita yang ia katakan.

"Unitmu dibobol, isinya sangat berantakan. Apa kau berurusan dengan rentenir?!"

"Aku baru kembali dari mini market, dan pintunya sudah seperti ini. Saat aku lihat keadaan dalamnya bahkan lebih parah." Baekhyun mendengarkan, namun fokusnya benar-benar hanya tertuju pada isi unitnya yang … sama sekali tidak berbentuk. Bahkan tidak untuk sofa, kasur, maupun lemari dapur. Mereka bahkan merusak bagian tembok serta pintu yang sebentar lagi akan terlepas dari daunnya.

"Baekhyun-ah, ini … seperti tidak ada yang tersisa. Tidak ada yang dapat diselamatkan."

Baekhyun berjongkok untuk mengangkat komputernya yang berhiaskan retak di tiap sudut layar. Syunggyu benar, tidak ada yang dapat diselamatkan.

Baru semalam ia mengirim e-mail pada manager keuangan setelah terbebas dari tangis oleh—

"Apa kau mungkin … bermasalah dengan gangster atau sejenisnya?"

Park Chanyeol.

.

.

.

Sial, Chanyeol tidak percaya ia bertindak sejauh ini untuk perhatian dari Byun Baekhyun. Ia membiarkan dirinya menjadi si orang jahat daripada pangeran berkuda putih.

Betapa bencinya ia terhadap rasa puas serta senyum senang yang ia miliki kala mendapati Baekhyun menatapnya nyalang di balik meja kebangsaannya.

Oh, bonus untuk Joohyuk akan ia dua kali lipatkan.

"Tidak sepicik itu, huh? Dengan kelakuan selayaknya anjing kelaparan ini?"

Bagaimana bisa kemarahan Baekhyun malah membuatnya semakin bergairah? Apa Chanyeol sudah berubah menjadi masokis sekarang?

Umpatan miliknya terdengar begitu merdu. Chanyeol harap Baekhyun dapat meneriakkannya kala mendesah untuknya.

Sosok itu masih hanya melemparkan senyum, jemarinya ia kaitkan sebelum menjadi tumpuan di bawah dagu, "selamat sore, Manager Byun."

"Keparat kau Park Chanyeol."

Oh, sebut namaku lagi, sayang.

"Sebenarnya apa yang membuatmu kemari?"

"Tempat tinggalku yang kau jadikan kandang babi."

"Ah … jadi itu yang ia lakukan? Aku hanya memintanya untuk membuat sedikit perubahan."

Pupus sudah. Sisi positif yang terus berdoa agar semua ini bukan lah hasil perbuatan Park Chanyeol langsung menjelma menjadi debu.

"Kau bertindak sejauh ini? Pada wanita yang menolak tidur denganmu?"

"Tidak," jawab Chanyeol tenang, ia menyandarkan kembali punggungnya, "aku melakukan ini pada wanita yang menyiramku dengan wine."

"Dan aku satu-satunya wanita yang melakukan itu?"

"Kau satu-satunya yang melakukan itu sebelum kita tidur bersama."

"Menjijikan sekali."

"Juga, karena kau adalah kau, Byun Baekhyun."

"And what is that supposed to mean?"

"Kau tahu pasti apa maksudku."

"Oh gosh."

Tepatnya sejak kapan Baekhyun berbicara dengan sangat informalnya? Sedari awal? Oh, persetan.

Cara menyelesaikan semua ini mudah, Baekhyun hanya perlu berhubungan tubuh dengan Chanyeol dan semua selesai. Semudah itu jika harga diri Baekhyun hanya setinggi telapak kakinya sendiri.

Apa dengan dihancurkannya tempat ia bernaung, harga dirinya ikut menjadi puing-puing?

Haruskah Baekhyun mejadikan harga dirinya ikut menjadi puing-puing?

"Saya mohon berhenti."

"Tidak bisa."

"Kenapa?"

"Bagian dari diriku menyukainya saat kau merasa jengah dan kalah. Kau si dominan yang menjadi pudding oleh tanganku."

"Jadi kau hanya ingin membuktikan kekuasaan yang dapat kau peroleh?"

"Dan juga dirimu seutuhnya."

"Park Chanyeol."

"Pernah berpikir untuk menikah?"

Apa?

Baekhyun membeku ditempat, tidak dapat mencerna ucapan Chanyeol secara menyeluruh.

Chanyeol pun. Apa yang baru saja ia katakan?

Oh Park Chanyeol, berapa banyak lagi kejutan yang akan kau ciptakan dengan Baekhyun sebagai alasan?

Ternyata ia memang sudah setidak waras itu. Byun Baekhyun, sial kau.

"Anda sedang mabuk?"

"Aku juga berpikir begitu, namun sepertinya tidak."

"Anda mabuk."

"Tidur bersama lalu menikah, seketika terdengar menggiurkan. Hei, itu bukan ide buruk."

Tepatnya apa yang Chanyeol rencanakan.

"Pertama, perlu saya bawakan minuman pereda mabuk? Ada toko kelontong tak jauh dari sini."

Dan bisa-bisanya kau malah tertawa, Park Chanyeol?!

"Kedua, saya sangat memohon pada anda, Tuan Park. Berhentilah bertindak seperti anak remaja. Entah apa alasan anda melakukan ini—namun tolong, saya bukanlah wanita yang tepat. Saya bukan tipe wanita yang dapat anda ajak bermain. Saya hanya wanita yang tengah mencoba bertahan hidup seorang diri. Hidup sudah cukup membuat saya kesulitan, dan saya harap anda tidak terus menambahkan."

"Saya tidak mengerti apa yang saya lakukan sampai anda bertindak sejauh ini, namun jika saya melakukan kesalahan maka saya mohon maaf. Karenanya, saya sangat minta pada anda, berhenti sampai di sini. Anda sudah cukup menghancurkan apa yang saya miliki dan saya harap itu cukup untuk kesenangan anda. Saya permisi."

Bungkukkan sopan itu pertanda bahwa Baekhyun benar menginjak gengsinya yang setinggi langit. Dirinya yang sebelumnya masih mengikuti cara bermain Chanyeol—tidak juga, namun itu cukup menguras perhatiannya untuk beberapa saat belakangan—seketika berganti oleh sosok korban yang memohon untuk tidak lagi dibuat sengsara. Sisi lemah yang sebenarnya ingin Baekhyun buang jauh-jauh.

Kembali ke rumah, Baekhyun benar hanya dapat menghela. Beruntung Jihyun—tetangga perawat yang tinggal di unit atas—dengan sangat ramah memeperbolehkan ia tinggal menumpang untuk sementara waktu.

Baekhyun jelas harus bertanggung jawab atas unit yang ia sewa itu. Semua kerusakan cukup membuat tabungannya terkuras dan kalian tahu yang lebih sial? Ini akhir tahun, dimana kontraknya dengan si rumah akan segera berakhir.

Cukup membuat pikirannya kembali tertekan dengan keadaan finansial yang ia miliki. Apa Baekhyun harus benar menjual tubuhnya?

Dimana Park Chanyeol.

Hahaha, sangat jalang, Byun Baeknyun.

Pengusaha kaya raya itu tidak pernah lagi menunjukkan eksistensi nya. Setidaknya setelah pertemuan terakhir sampai akhir bulan ini.

Ya, tepatnya tanggal 25 kemarin Baekhyun kembali menerima eksistensi si Park keparat itu, berupa sebuah kotak berisikan gaun satin dengan warna marun serta kartu undangan.

Ulang tahun.

Dengan secarik pesan kecil, 'Aku membuat kesalahan. Ada yang ingin ku sampaikan secara langsung.'

Baekhyun pasti sudah gila dengan berpikir dua kali mengenai undangan tersebut.

.

.

.

Dan semakin terbukti gila dengan tubuhnya turun dari taksi di hadapan salah satu convention hall milik Shinju, satu dari sekian banyak bukti kekayaan seorang Park Chanyeol.

Baekhyun mengikuti alur dengan menaiki tangga menuju pintu masuk, memperlihatkan kartu undangan dan diantar menuju pintu yang membatasi koridor dengan hall termewah yang pernah Baekhyun lihat dengan kedua matanya. Sang protokoler tak lupa memberi arahan mengenai tempat duduk Baekhyun yang tentu telah disiapkan.

Bagaimana Baekhyun tidak datang terlambat memperlihatkan betapa ia niat menghadiri acara dengan tema 'siapa yang memiliki barang paling mahal' berdalih silahrutahmi antara para pimpinan tersebut. Acara tambahan; mendoakan pertambahanan umur Direktur Park.

Tujuannya tertuju pada bar yang ada di sebelah kiri, ia bukan ahli dalam minuman alkohol, jadi pilihannya adalah seglas jus jeruk dengan sedikit campuran champagnes putih.

Baekhyun tak banyak bicara, tentu ia menyapa beberapa orang di sana, namun memutuskan untuk duduk di kursinya. Meja bundar dengan nomor 4.

Ia penasaran dengan siapa ia akan duduk.

Sayangnya tak kunjung ada yang menemaninya, bahkan sampai sosok tampan Park Chanyeol menuruni tangga—masuk ke dalam ruangan dengan menggandeng sang sekretaris. Demi Zeus, Luhan terlihat sangat memukau.

Apa keduanya tengah berkencan?

Tepuk tangan terdengar begitu Chanyeol menempatkan diri di panggung yang ada. Memperlihatkan senyum menawannya dan dapat Baekhyun dengar beberapa pekikan dari para wanita.

Ia memang seindah itu.

"Selamat malam."

Baiklah, mengapa Baekhyun rindu suara berat itu?

"Sebelumnya, saya tidak menyangka ternyata pestanya akan seperti ini. Saya menantikan pesta kecil dengan keluarga—terima kasih, Sehun-ssi, dan juga pesta di luar ruangan sembari menikmati langit malam, terima kasih lagi, Sehun-ssi."

Semua terkekeh akan guyonan—sarkas Chanyeol. Entah niatnya benar sekedar candaan, atau benar sebuah sarkasme.

"Namun terima kasih semua yang telah hadir…."

Suara Chanyeol bagai mengecil di benak Baekhyun, wanita itu terus terfokus pada senyum jenakanya yang ia lempar sembari memberi pidato pembukaan.

Ada yang berbeda pada diri Baekhyun, wanita itu menyadari sedari ia memperlihatkan sisi lemahnya pada Chanyeol, dan bagaimana pria itu benar menjauhinya bahkan mengatakan ia membuat kesalahan, membuat sang puan semakin … jatuh.

Mungkinkah ia mulai mendapati kembali respeknya pada Park Chanyeol? Semua yang dirasakan kini hanya takjub akan eksistensinya.

Sejak kapan Baekhyun menajdi seperti ini? Ia merasa seperti marshmellow.

"…terakhir. Saya tahu, ini sedikit kekanakan juga tua. Namun izinkan saya untuk berdansa singkat sebagai bentuk kebahagiaan saya hari ini. Tidakkah semua orang akan melakukannya nanti?"

Senyum kecil Baekhyun perlahan hilang, bukan karena kemungkinan tidak ada yang mengajaknya berdansa, karena Park Chanyeol tengah menatapnya.

Tidak.

Tangan Baekhyun mengepal di atas pahanya.

"Jadi izinkan saya untuk melakukan dansa pertama,"

Jangan.

"Dengan tamu special saya,"

Jangan kau berani katakan.

"Manager Byun. Byun Baekhyun-ssi?"

Dan Baekhyun tidak percaya ia sempat jatuh kepada tipu daya seorang Park Chanyeol. Kini, ia terperangkap.

Man always be man. Jadi apa itu berarti Park Chanyeol akan terus menajdi seorang bajingan?

Semua mata sontak tertuju padanya, sisi wanita berkelas Baekhyun pun kembali menguasai, tidak membiarkan kulitnya nampak memerah karena amarah atau semua orang akan berpikir ia tengah merona seluruh tubuh.

Suasana di sekitarnya dipenuhi berbagai ekspresi, marah, jengkel, tidak percaya, juga bahagia. Park Chanyeol termasuk yang terakhir, senyumnya tak juga pudar selama melangkah mendekati Baekhyun di kursinya.

"May I?" Chanyeol bertanya dengan senyum—seringaian.

Dengan senyuman pula Baekhyun menerima uluran tangan itu. Tidak membiarkan dirinya dicap wanita tidak tahu diri, tidak sopan santun, tidak memiliki tatak rama, dan lainnya hanya karena menolak permintaan berdansa sang pemilik acara.

Musik klasikal kembali terdengar, kini lebih mendominasi. Chanyeol membawa Baekhyun ke tengah ruangan sebelum menempatkan tangannya di pinggul sang wanita, mulai membawanya menciptakan langkah kecil dengan mata saling terpikat. Keduanya jelas menjadi pusat perhatian.

"Anda benar-benar sesuatu." Gumam Byun Baekhyun masih dengan senyum. Chanyeol sedikit menahan tawa.

"Kau memakai dress dariku."

"Saya kira anda sadar telah membuat kesalahan."

"Ya, terhadap rumahmu. Menyukaimu bukanlah kesalahan."

"Dan anda mulai lagi."

"Aku akan menggantinya, semua biaya perbaikan."

"Terima kasih, namun semua sudah saya lunasi."

"Aku tinggal mengirim uangnya ke rekeningmu."

"Anda tahu rekening saya?"

"Aku juga tahu k sewa rumahmu berakhir akhir tahun nanti."

"Jadi anda seorang stalker sekarang."

"Apa yang bisa kulakukan saat wanita yang kusuka terus menolakku? Hanya mengawasi dari jauh."

Baekhyun mendengus, "jadi karena itu anda mengundang saya?"

"Tidak, aku benar ingin menyampaikan sesuatu."

"Ajakan tidur lagi?"

"Permintaan maaf."

Sial, aku sudah menurunkan harapan tadi. Ini sangat tidak disangka.

"Untuk menghancurkan rumahku?"

"Bersikap layaknya seorang bajingan."

"Saya senang anda sadar."

Kembali, Park Chanyeol menahan tawa. Kemudian perhatian keduanya sedikit teralih oleh bergabungnya pasangan-pasangan lain ke lantai dansa. Sial, ini sangat fiktif dan menggelikan. Mengapa juga Chanyeol harus melakukan hal seperti ini.

"Dan permintaan maaf lagi."

"Kali ini untuk?"

"Membuatmu terikat denganku."

Bibir sang wanita sedikit terangkat, "anda berpikir dengan sebutan tamu special dan dansa bersama kita akan memiliki skandal? Saya yakin ini bukan pertama kalinya."

"Kau salah keduanya. Ini adalah pertama kalinya, dan juga dansa bukanlah alasan mereka akan menyebarkan rumor," Chanyeol mendekatkan wajahnya pada Baekhyun, meninggalkan beberapa pekikan nafas terkejut termasuk dari Baekhyun sendiri yang sontak berusaha menjauh, namun gagal karena si Park segera melingkarkan lengannya pada pinggang.

Melihat bagaimana reaksi panik tertahan Baekhyun, Chanyeol tersenyum. Ia pun beralih untuk berbisik ditelinga sang puan, "ini alasan mereka menyebarkan rumor."

Dan kecupan pada bahu itu terjadi dengan tidak senonohnya. Singkat, namun sangat yakin dapat menyebabkan berjuta gosip setelahnya.

Kali ini Baekhyun sungguh mendorong tubuh Chanyeol, walau tak sepenuhnya memiliki arti karena pria itu sama sekali tidak berkutik. Ia kembali menatap Baekhyun yang membelalak nyalang dengan senyum.

"Kau begitu cantik."

Jemari yang menelusuri wajahnya itu hampir Baekhyun tepis dengan kasar.

Chanyeol akhirnya melangkah mundur, memberikan sedikit jarak di antara mereka. Tangannya masih ia letakkan di pinggang Baekhyun kala ia menuntun sang wanita kembali ke mejanya.

Lalu ikut duduk di meja yang sama.

Baekhyun masih terdiam, terus membuang muka hingga Luhan berdiri di dekat meja, perempuan itu membungkuk sopan.

"Bagaimana reaksi mereka? Sesuai ekspektasi?"

Luhan terkejut bukan main. Cara Chanyeol bertanya membuatnya terdengar seperti ia ikut campur dengan semua kejadian tadi. Padahal kenyataannya ia hampir berteriak serta melempar stilettonya ke kepala sang atasan.

Diam-diam Luhan melirik Baekhyun, aura sang wanita masih sangat berkelasnya, hanya saja dapat dirasakan sedikit suasana mendung di sana.

Ya, Baekhyun saat ini tengah mengumpati semua yang ada. Di dunia memang tidak ada yang benar peduli pada kita kecuali diri kita sendiri.

"Sangat mengejutkan, Tuan Park. Saya dan tamu lainnya sangat ingin mendengar penjelasan anda." Dan Luhan berdoa semoga Baekhyun tidak salah paham padanya.

"Akan segera ku berikan." Chanyeol melempar lirikan pada Baekhyun. Luhan ingin sekali mencolok matanya.

"Apa ada yang anda butuhkan?"

"Waktu." Baik Chanyeol maupun Luhan terkejut, Baekhyun menjawabnya dengan luar biasa dingin namun masih terlihat anggun. Ia menoleh kea rah Chanyeol.

"Ayo bicara sebentar."

"Kukira kau tidak akan meminta, sayang."

Chanyeol kembali membawanya, kali ini menaiki tangga hingga melewati pintu kaca si pembatas balkon. Di sana sang wanita sontak menyentak tangan Chanyeol dari pinggang. Tamparan itu hampir membekas di pipi kiri jika si jangkung tidak cekatan menahannya.

Maka Baekhyun pun menampar dengan tangan kirinya.

Oh astaga Byun Baekhyun!

Sepertinya cara kerja tubuh Baekhyun lebih cepat dari otaknya sekarang.

"Aw," ujar Chanyeol, jemarinya mulai mengusap pipi kirinya. Yang menyebalkan; tidak ada raut menyesal di sana, "aku akan menganggap aku pantas mendapatkannya."

"Kau memang pantas."

"Baik, aku memang pantas mendapatkannya."

"Sebenarnya apa lagi yang kau inginkan, Park Chanyeol?"

"Mengapa kau sulit sekali mengerti? Harus berapa kali kukatakan jawabannya adalah dirimu?"

"Hentikan semua omong kosong itu, dan langsung ke intinya."

"Sebenarnya bagaimana kau ingin aku menjawab? Huh?"

Apa Park Chanyeol mulai kehilangan kesabarannya juga?

Dan kenapa Byun Baekhyun tidak dapat menjawab?

"Aku … ingin kau berhenti bermain-main."

"Saat ini aku sedang menunjukan aku tidak main-main." Remasan pada tangan kanan Baekhyun membuahkan desiran darah yang tidak biasa.

"Kau hanya ingin memperlihatkan kekuasaanmu."

"Mengapa kau sangat yakin?"

"Karena itulah dirimu."

"Apa kau memang sekaku itu? Sehingga tidak dapat menerima perubahan seseorang?"

"Memang perubahan apa yang kau miliki?"

"Bahwa aku serius menginginkanmu, Byun Baekhyun. Aku menyukaimu. Bukan hanya untuk tidur denganmu, tapi juga berhubungan denganmu. Memiliki ikatan serius."

"Aku sadar sikapku sebelumnya salah, namun sikap menolakmu juga menjadi alasan aku melakukannya, setelah dipikir-pikir. Jadi kau juga salah."

...baiklah.

Kuasa bebas Chanyeol bergerak, membelai wajah Baekhyun lembut dan lagi-lagi membuat darah Baekhyun terpompa cepat di dalam tubuh.

"Saat ini aku hanya ingin kau menjadi milikmu seutuhnya, bagaimana pun caranya."

"Jika kau tidak akan membuka hatimu untukku maka aku akan membukanya secara paksa. Dan biarlah keterpaksaan itu akan terus bersamamu."

Tak ada sepatah kata keluar dari Baekhyun.

Semua bagian dari dirinya tengah berperang satu sama lain. Terbagi menjadi tim jatuh untuk Chanyeol, atau terus memberontak.

Ada juga yang memerintahkannya untuk pindah ke luar negeri dan hidup dengan identitas baru.

"Sial, kau memang secantik itu."

Diam masih menjadi mode seorang Byun Baekhyun, cukup lama hingga Chanyeol tidak tahu lagi harus bagaimana.

"Katakan sesuatu…."

"Park Chanyeol-ssi."

"Ya?"

"Bagaimana aku harus menanggapi ucapanmu?"

Kali ini malah Chanyeol yang dibuat kebingungan. Apa ini pertanda baik?

"Uhm … 'ayo coba berkencan'?"

"Lalu kau akan membuangku setelahnya?"

"Kau sungguh akan terus berpikir seperti itu? Aku harus melakukan apalagi…." Rasanya ia mulai jengah.

Dan betapa terkejutya seorang Park Chanyeol kala si mungil terkekeh pelan.

"Keputusasaan seorang Direktur Park."

"Itu membuatmu bahagia?"

"Sedikit terhibur, bukan hanya kau yang memiliki sisi mendominasi."

"Ah, benar. Byun Baekhyun yang dominan." Gerakan tangan Chanyeol bagai tak terbaca, naluri itu menuntunnya untuk memeluk pinggang sang wanita.

"Dan Park Chanyeol yang suka memaksa." Sementara Baekhyun menerimanya.

Keduanya kembali terdiam hanya unuk saling bertukar tatap. Masing-masing dari mereka bagai memiliki perasaan berkecamuk di dalam diri dan entah mana yang benar.

Rasa bahagia?

"Boleh aku mengatakan ini? Kau terlihat sangat cocok dengan warna merah marun, ini membuatku semakin jatuh untukmu."

"Gaun darimu memang sangat indah, sedikit disayangkan aku sudah memiliki dress marun lainnya."

"Aku tahu, kau memakainya saat pesta tuan Shin."

"Dan anda mengingatnya."

"Menurutmu kenapa apa aku sampai tergila-gila padamu seperti psikopat?"

"Karena memang itu diri anda?"

Chanyeol mengangkat bahunya singkat, "dapat diterima."

"Dan karena saya cantik?"

"Yang satu itu jelas kebenarannya—tapi mengapa kau tiba-tiba bicara dengan formal lagi?"

"Kesadaran saya telah terkumpul dengan sempurna. Kekacauannya sudah berlalu."

"Aku suka kau berbicara informal, itu membuat kita terasa lebih dekat. Aku ingin membuatmu merasa nyaman Byun Baekhyun, mengetahui warna kesukaanmu atau kebiasaan burukmu saat tidur. Aku ingin mengetahui cerita kehidupanmu, kopi kesukaanmu atau kesulitan yang kau alami dengan thesismu. Juga menghafal wangi rambutmu."

Baekhyun terkekeh kecil, itu membuat Chanyeol ikut melempar tawa.

"Aku ingin mengenalmu secara keseluruhan. "

Tapi dengan menyebalkannya, Baekhyun masih terkekeh juga, tak berapa lama ia bertanya di tengah tawanya;

"Anda berlatih mengatakan itu?"

Chanyeol tertangkap menghafal semua kalimat. Sial.

"...ya. 3 hari, 2 malam, sampai sebelum masuk ruangan tadi."

Kini keduanya terkekeh.

Oh Tuhan, situasinya semakin intens.

"Tinggal bersamaku, Baekhyun-ssi."

Baekhyun baru saja berteriak dalam hati.

"Masih terlalu awal untuk itu."

"Aku suka yang cepat."

"Jadi kau suka hubungan kita—"

"'Hubungan kita akan berlangsung cepat', kau akan mengatakan itu 'kan?"

Baekhyun terkekeh tertahan, "kau mulai mengenal jalan pikiranku."

"Jalan pikiran yang menyebalkan, ingin ku bantu mengaspalnya ulang dengan pikiran positif."

"Entahlah, semua tentangmu selalu terlihat negatif."

"Begitu? Jadi jika aku mengajakmu menginap di tempatku malam ini, apa yang kau pikirkan?"

Tanpa butuh waktu lama wajah Baekhyun menjadi semerah bajunya.

Kontrol pikiranmu, Baekhyun! Dan jangan menyeringai, Park Chanyeol!

"Aku hanya berkata menginap, kemana pikiranmu pergi?"

"Saya tidak mengerti yang anda bicarakan."

"Tidak sesuci itu, huh?"

"Saya juga wanita dewasa yang pernah…,"

"Yang pernah?"

"…yang pernah berhubungan … cinta."

Chanyeol setengah mati menahan gemas.

"Apa sulitnya mengatakan bercinta?"

"Saya tidak mengerti yang anda bicarakan."

"Oh Tuhan."

Dan kala kegemasan itu tak dapat ditahan lagi, pertemuan bibir pun tidak dapat terhindar. Chanyeol mendorong dirinya mencicipi bibir Baekhyun untuk pertama kali dengan sedikit lumatan. Sang puan tidak melawan—tak juga membalas, dan kala dirasa Chanyeol semakin bertindak lebih, ia menyudahi ciuman pertama mereka.

Sang pria memerlihatkan cengiran bahagianya, ini pertama kali Baekhyun melihat ekspresi itu.

"Oh Byun Baekhyun, apa yang sudah kau perbuat." Kepala itu kembali mendekat, berniat memberikan kecupan singkat sebagai penutup.

"Direktur Park."

Jika suara Luhan tidak membuatnya sontak berhenti dan menoleh. Menatap sang sekretaris yang berdiri tak jauh dari mereka.

Baekhyun pun langsung mendorong tubuh Chanyeol menjauh, sial.

"Maaf mengganggu, namun semua tamu telah menunggu sedari tadi. Rasanya tidak sopan meninggalkan mereka lebih lama lagi."

Chanyeol lupa ia sedang berada di tengah acara.

"Apa kau sudah di sana sedari tadi?" Namun ia malah menanyakan hal tidak penting.

"Saya baru saja tiba."

"Jadi kau tidak melihat apapun?"

"Saya menutup mata ketika anda mulai berciuman."

Semakin lama bergaul dengan Sehun, sekretarisnya semakin mirip dengan pria pucat itu.

Seharusnya Chanyeol juga marah akan jawaban tidak sopan itu, bukan tersipu seperti anak muda.

"Mari, Tuan?"

"Ya." Jawab Chanyeol sebelum membersihkan tenggorokkannya. Tangannya meraih tangan Baekhyun. Si wanita merah padam itu sedikit terjangkit kala lawannya itu mulai berjalan—menyeretnya.

"Apa yang anda lakukan?"

"Memperkenalkanmu sebagai kekasihku, apa lagi?"

"Chanyeol-ssi."

"Ah, apa kita langsung saja ke tahap bertunangan?"

.

.

.

END

Gosh ini gaje banget HAHAHAHAHAHAHAHA.

I'm going to be honest kalau cerita ini ga punya dasar sama sekali. Aku cuma tiba-tiba nulis bagian awal chanbaek ketemu di pesta, diterusin dalam rangka sayang kalo dianggurin padahal ga punya ide dan boom, malah kayak gini jadinya.

Anyway, hi! I'm new here, kalian bisa panggil aku sulli, heejin, sujeong, sinb, tapi aku paling suka dipanggil yura. Aku yang biasanya jadi pembaca sekarang belagu pengen nyoba publish cerita. Tolong hujat aku karena cara bawain ceritanya sangat tidak jelas.

Maaf kalo banyak kekurangan, aku masih belajar. Dan maaf juga kalo kesannya terlalu maksa, karakter pemain terlalu plinplan dan lain-lainnya.

Beneran aku bikin dengan otak pas-pasanku hehe.

Oke, itu aja. Sampai bertemu lagi di ff lainnya itupun kalo ada?

Last, mind to review?

Kalau banyak yang mau, bisa jadi aku bikin sequel hehehe *sogokan janji agar review*

Okay.

Ppay!