Jauh.

Empat huruf penghasil sebuah rasa bernama rindu, satu kata yang mewakili ribuan kilometer jarak membentang, pelopor sebuah hati yang kerap dilanda gunda gulana.

Mulanya terasa mudah karena alat komunikasi saat ini memiliki banyak solusi. Tak perlu khawatir, selama jaringan memadai, maka rindu akan pecah saat suara dan gambar nampak di sela hati yang tak menentu. Ribuan kilometer jarak hanya wacana, lebihnya sudah ada solusi yang mematahkan asumsi jika hubungan jarak jauh itu tak perlu dikencangkan.

Ketika itu fajar menyapa dengan kabut tipis masih melingkup di awal bulan Desember, kepulan asap dari napas yang menggigil menjadi pembuka hari Minggu. Segelintir orang mungkin lebih menyukai dekapan selimut dengan penghangat ruangan yang bekerja. Tapi ada segelintir orang lain yang memilih menerjang hawa dingin dengan keluar dari singgasana untuk menyempil keluar menuju ladang kasihnya.

Chanyeol menjadikan diri layaknya kimbab; tergelung banyak pakaian hangat dengan bibir yang memucat. Sepagi ini dia menerjang jalanan yang masih sepi. Tidak lagi dengan sepeda, tapi memberanikan diri datang dengan mobil hitam mengkilat yang ia sebut modal. Iya, modal. Modal untuk memberikan sebuah kenangan terbaik sebelum burung besi membawa Baekhyun berkelana di negeri seberang.

Sedikit memoles cerita. Chanyeol tak luput sebagai korban perasaan yang sedang kebingungan dengan hatinya. Bukan tentang hubungan yang menggantung, melainkan bagaimana dia harus meringkas kegelisahan kala berjauhan dengan Baekhyun adalah faktor utama.

Percayalah. Itu tidak mudah.

Chanyeol tak bisa menjamin apapun. Dia mungkin akan berubah menjadi seonggok lelaki dengan kehalusan hati yang parah. Asal itu Baekhyun, ia tak menjadikan masalah besar dengan cap apapun yang akan ia peroleh.

Beberapa bulan belakangan dia memiliki topangan hidup baru dari eksistensi si mungil yang terkadang galak. Hatinya bergantung dengan rasa cinta pada gadis itu, hari-harinya tak pagi abu-abu mengingat Baekhyun selalu datang dengan porsi pelangi yang indah. Tapi sekarang semua akan seperti lembaran baru berjudul Long Distance Relationship. Sebuah ujian kepercayaan atas hubungan yang terbentang jarak.

"Aku ingin dipeluk." Semanja itu, dengan kepulan asap dingin yang siap melepas Baekhyun pergi ke negeri seberang, Chanyeol tak ubahnya lelaki dengan hati kerdil yang butuh diperhatikan. "Yang erat."

Dan apa yang bisa Baekhyun perbuat selain merealisasikannya? Tubuhnya yang mungil sedikit berjinjit untuk mengalungkan tangan di sekitar leher Chanyeol dan mengusak si lelaki yang mendadak manja.

"Makanlah dengan tepat waktu. Belajar yang rajin dan jangan terlalu sering keluar malam. Paham?"

"Hm." Chanyeol mengangguk singkat, mengeret semakin kuat pelukannya pada Baekhyun yang beraroma vanila. "Kalau libur, aku akan datang menemuimu."

"Itu harus."

"Kau jangan terlalu cantik. Biasa saja. Kalau bisa jadilah jelek, jangan mengikuti trend di sana."

"Kenapa begitu, hm?"

"Nanti ada yang melirikmu bagaimana?!" Oh ayolah, Chanyeol benar-benar seperti anak balita, terlebih sekarang ia sedang mengenakan kacamata bulat yang menyerupainya seperti Harry Potter.

"Biar saja. Mereka punya mata…."

"Baekhyun,"

"…dan aku hanya punya satu hati untuk menjagamu sampai aku kembali."

Perpisahan yang sungguh dramatis. Bahkan Jaehyun yang mengekor dengan Jennie yang terseduh tangis karena ditinggal sang kakak mulai merasa drama ini terlalu berlebihan.

Baekhyun hanya pergi dengan embel-embel menuntut ilmu, sedang Chanyeol menganggap itu perpisahan menyakitkan yang akan membuatnya patah hati berkeping-keping.

Hingga waktu keberangkatan tiba, drama itu berjalan tanpa ada jeda. Jaehyun memutuskan untuk pulang terlebih dahulu sebelum Jennie terkena flu parah. Tinggallah Chanyeol dengan seribu ton hati yang berat untuk melepas dan rasanya ingin berbuat bodoh dengan menyobek tiket Baekhyun.

"Aku harus pergi. Jaga diri baik-baik, ya?"

Chanyeol mengangguk kecil.

Hanya pasrah yang bisa dia lakukan. Selebihnya ia mencari serpihan kekuatan yang akan ia bondong menjadi penegak diri selama Baekhyun pergi.

Satu pergerakan kecil Baekhyun dapat dari dorongan hatinya. Tak pernah berpikir akan menjadi semanis ini kala ia menangkup rahang Chanyeol dan mendekatkan dua hidung mereka untuk sentuhan yang tak akan terlupa.

Bukan hanya itu saja, Baekhyun adalah yang pertama menyongsong lunak dingin yang sedari tadi mengerucut untuk ia lumat perlahan seperti yang ia pelajari dari film.

Ini mungkin terkesan amatir.

Biarlah.

Baekhyun hanyut dalam tiap kecap lumatan yang ia lakukan dengan tangan semakin melingkar di leher.

Ada balasan dari semua itu. Chanyeol menjadi pihak agresif dengan sepakan lidah yang mengabsen deretan gigi rapi Baekhyun dan menarik kuat bibir manis kekasihnya itu.

Bandara telah berubah menjadi kebun bunga yang bersemi di tengah musim dingin. Pandangan orang sekitar hanya leburan dari kupu-kupu yang mendadak terbang dengan sayap indah mereka.

Sampai ketika napas tak bisa Baekhyun jangkau karena terlalu menikmati ciuman itu, Baekhyun menjauhkan perlahan dengan keadaan bibir yang membengkak.

Ciuman panjang ini terjadi saat mereka akan terpisah jarak.

Kenangan yang sungguh ironi berbalut madu asli yang teramat manis. Baekhyun bersumpah akan ia jadikan bingkai yang menghiasi hari-harinya dengan tumpukan rindu yang siap dia tampung untuk ia berikan pada Chanyeol saat mereka bertemu kembali.

"Sebentar,"

Chanyeol mencegah saat Baekhyun baru satu langkah akan pergi.

Sekiranya ada sesuatu yang tertinggal, Baekhyun justru mendapat bisikan syahdu tepat di telinga hingga membuat senyumnya tak kuasa ia bentang lebar-lebar.

"Aku mencintaimu."

Lantas mereka benar-benar terpisah.

Burung besi mengudara dengan gagah dan membawa Baekhyun pergi jauh. Sisa dari semua ini hanya aroma vanila yang Chanyeol tetapkan tak akan berbagi dengan siapapun. Kelak jika ia terpojokkan oleh rindu, akan ia redam semua itu dengan aroma yang tersisa.

Dasar budak cinta.

Chanyeol terkesima oleh hatinya yang baru kali ini menjadi gila pada seorang wanita. Hari-hari setelah Baekhyun pergi tak begitu bagus. Kesibukan di kampus ia harap bisa mengikis rindu itu—sementara. Nyatanya, membuang jauh-jauh apa yang ia rasakan pada Baekhyun tak semudah membalikkan telapak tangan.

Ada jebakan yang menahan Chanyeol untuk semakin protektif dengan menanyakan kabar lewat pesan. Denting notifikasi sejauh ini berbalas cukup apik, mereka paham benar apa arti kominikasi pada hubungan yang terbentang jarak.

Terasa lama untuk menunggu waktu di mana mereka akan kembali di atas tanah yang sama. Chanyeol merasa ini sudah berabad-abad meski nyatanya baru beberapa bulan saja.

Baekhyun merubah gaya rambutnya sedikit kecoklatan—dia tahu saat mereka melakukan video call. Itu sangat cantik, bahkan Chanyeol rasa Baekhyun semakin menawan dengan kulit seputih salju. Sial, ia benar-benar rindu.

Semua itu menjadikan bibit protektif semakin mengembang. Sedikit pergerakan saja Chanyeol khawatir akan ada mata keranjang yang melirik. Terlebih Baekhyun yang sekarang semakin mengenal gaya masa kini, jangan ditany bagaimana kekhawatiran itu membuat Chanyeol menghentakkan kaki khawatir.

Terkadang lelaki itu bertahan dengan rasa sabar dan percaya yang ia kukuhkan. Meski pergolakan batin antara mempercayai atau mengkhawatirkan sering terjadi, Chanyeol berusaha tidak lepas kendali karena ia sadar betul Baekhyun bukan orang yang suka terkekang.

Hingga suatu hari, suatu waktu di mana Chanyeol lolos dari kesabaran yang ia kukuhkan sendiri, mereka terlibat pertengkaran karena Baekhyun pergi ke café dengan teman tanpa memberi kabar pada Chanyeol.

"Kau pikir itu benar?" Chanyeol menahan nada tinggi di tengah tugasnya yang belum terselesaikan.

Jika saja Baekhyun berkata sebenarnya tanpa beralasan apapun, Chanyeol akan memaklumi.

Sedikit kebohongan akan mengotori kepercayaan, begitu yang Chanyeol pahami. Ia tak suka jika hal kecil saja disembunyikan.

Tak ada yang salah dengan pergi bersama teman. Chanyeol tidak seketat itu untuk mengekang pergerakan Baekhyun. Dia butuh jujur.

"Tidak. But I have a reason."

"Berbohong itu hal buruk yang tak perlu suatu penjelasan saat kejujuran bisa kau lakukan."

"Aku hanya pergi bersama teman! Kenapa kau tidak bisa menerima itu?"

Nada suara Baekhyun di seberang sana mulai meninggi.

Chanyeol mengacak asal rambutnya, mendesis tepat di batas kesabaran karena ia paham jika amukannya akan menyakiti Baekhyun.

"Yang tidak bisa kuterima adalah kenapa berbohong padaku, Baek? Aku tidak akan melarang karena itu hakmu! Itu hidupmu!"

"Sekarang kau bilang begitu, tapi jika aku berkata sebenarnya kau pasti mengatakan banyak hal tentang ini-itu yang bisa kutarik kesimpulan jika aku tidak usah pergi dengan teman." Baekhyun membela. "Selama ini kau seperti itu! Aku seakan tidak boleh bergaul padahal aku hidup di sini juga butuh orang lain. Kalau aku apatis, siapa yang akan menolong saat aku kesusahan?!"

Kembali Chanyeol menghela napas berat yang ia telan sendiri.

"Aku tidak pernah mempermasalahkan kau jika pergi dengan teman-temanmu."

"Tapi aku memberimu kabar."

"Apa bedanya dengan aku sekarang? Kau seperti meremehkan kepercayaan yang kau berikan. Apa aku terlihat seperti orang yang akan berkhianat?!"

"Jaga bicaramu, Baek."

"Kenapa? Memang benar, kan? Selama ini kau selalu meragukan apa yang sedang ku lakukan. Aku tidak akan macam-macam karena aku tahu batas diriku seperti apa!"

"Cukup, Baek!"

Baiklah, lepas sudah kontrol diri Baekhyun.

Malam itu, di waktu bagian Korea Selatan, untuk pertama kali pertengkaran hebat menjadi torehan warna hitam di kertas hubungan mereka. Ego seperti menguap, rasa jual mahal seakan mendidik mereka pada kekerasan hati untuk tidak memulai kata maaf lalu memperbaiki.

Gelisah sama-sama mereka rasakan di dua tempat berbeda. Mungkin sekitar satu minggu. Tidur tak pernah senyenyak biasanya, makan tak pernah senikmat biasanya, dan hidup tak sebergairah biasanya.

Baekhyun menyadari jika pertengkaran kala itu sebenarnya bisa cepat mereka selesaikan. Apa yang tak bisa diluruskan seharusnya bisa mereka perbaiki. Sebenarnya dia tak suka hubungan menjadi kacau karena suatu hal yang bisa dibicarakan. Dia akan membenarkan, meluruskan, dan memperbaiki karena nyatanya Baekhyun rindu masa manis di mana ia bersama Chanyeol.

Seminggu sebelum ujian akhir semester digelar, Baekhyun nekat kembali ke Korea dengan banyak maksud. Dia akan pulang melepas rindu pada keluarga serta melepas rasa bersalah pada Chanyeol yang dua minggu tak menghubungi.

Sadar apa yang ia ucapkan dan ia lakukan salah, Baekhyun akan menemui Chanyeol secara langsung untuk meminta maaf; suatu hal yang mereka butuhkan untuk meredam semua ini.

Perjalanan jauh yang memakan waktu itu membawa Baekhyun kembali ke Korea. Dia rindu segala hal dari kampung halamannya ini.

Tujuan pertama Baekhyun tentu rumah Chanyeol. Dia kesampingkan rumah untuk memperbaiki hubungannya dengan Chanyeol. Tapi saat Baekhyun tiba di pertigaan dekat rumah Chanyeol, ia memiliki perasaan tak begitu baik karena melihat Chanyeol pergi. Apa yang akan dia lakukan saat waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam?

Insting membawa Baekhyun untuk membuntuti lelaki itu dengan taksi yang ia tumpangi. Sedikit terkejut saat Baekhyun tahu Chanyeol berhenti di sebuah bar dengan segenap wajah mengeras.

Chanyeol nampak luwes masuk ke sana, sedang Baekhyun meragu dengan kekhawatiran yang bermacam-macam.

Semua terpampang jelas dan nyata. Baekhyun tercubit saat Chanyeol duduk bergabung dengan beberapa orang dan di antara mereka adalah wanita-wanita berpakaian minim. Mungkin teman kuliah.

Tapi yang membuat Baekhyun tidak suka adalah saat ia tahu Chanyeol terlalu dekat seakan jarak antara teman dan wanita bayaran sudah samar. Air mata di pelupuk mulai menumpuk. Baekhyun tak bisa menahan, ia bergerak random ketika Chanyeol akan menenggak isi gelasnya yang Baekhyun yakin adalah alkohol.

"Baekhyun?!" Pekik Chanyeol kala itu.

Baekhyun tak berkat apa-apa. Ia berlutut tepat di depan tubuh Chanyeol dan menarik pengait celana lelaki itu. Tak banyak waktu yang ingin Baekhyun ulur, ia membuka sisa celana yang masih membingkai tubuh Chanyeol lalu menyiramkan minuman berisi es batu itu ke dalam sana; sebuah kehidupan laki-laki yang amat berharga.

Baekhyun pergi dengan genangan air mata yang bisa Chanyeol lihat.

Semua ini salah paham, Chanyeol berani bersumpah.

Tapi Baekhyun sudah terlanjur dingin, sedingin adik kecilnya yang tersiram minuman berisi es batu.

Lalu saat Chanyeol bisa menarik pergelangan tangan kasihnya itu, ia tertohok oleh dua kata.

"Kita putus!"

.

.

Tbc

Basyud : namanya prolog, dikit aja ye kan wkwk.. happy reading and happy Sunday gaes. I love you so much, muahhh…