Disclaimer :
Naruto [Masashi Kishimoto] and Sword Art Online [Reki Kawahara]
Tapi cerita ini sepenuhnya milik author.
Author tidak mengambil keuntungan materi apapun dari fanfiksi yang di-publish.
.
Notice Me, Baby
Romance, Friendship, Family, Drama, and etc.
Rate : M
Type : Crossover
.
Warning! : OOC, OC, Typo(s), Miss-Type, AU, AR, AT and many more.
.
Chapter 5 I'm Yours
.
.
Deru ombak berkejaran dengan riang. Angin semilir berhembus menyapu rambut Asuna yang terurai panjang. Di samping kanannya tengah berdiri seorang pemuda yang mana telah lama berteman dengannya. Pemuda itu adalah Naruto, yang secara tidak sengaja berkenalan di media sosial lalu memutuskan untuk bertemu. Tanpa terasa waktu pun terus bergulir, mengantarkan keduanya menuju pertemanan yang keempat tahun.
"Asuna …."
Sambil menoleh ke arah Asuna, Naruto berusaha menggenggam tangan kanan Asuna dengan tangan kirinya. Ia kemudian kembali menatap horizontal pantai sambil menunggu matahari terbenam.
Gaun berwarna krim muda itu membalut tubuh Asuna yang mungil. Ditambah sandal tidur yang bercorak lebah menambah kesan jika Asuna masihlah terlalu muda untuk bersanding dengan Naruto. Ia begitu imut dan juga menggemaskan. Terlebih sifat Asuna yang membuat Naruto mulai menyadari jika ia menyayanginya sepenuh hati. Pegangan tangan itu semakin erat Asuna rasakan. Sedang ia hanya dapat melihat sikap yang dilakukan Naruto kepadanya.
"Kau tahu, Asuna. Aku bukan seorang pria yang mudah mengucapkan isi perasaanku. Kau lihat di sana, burung-burung berterbangan berpasangan. Mereka bermain bersama dengan riangnya. Membuat sebuah komitmen untuk kelangsungan hidup mereka. Dan aku …."
Sejenak Naruto terdiam, mencoba mengatur ulang napasnya yang mulai tidak stabil. Lalu ia pun melanjutkan perkataannya lagi.
"Aku ingin, aku ingin seperti burung-burung itu. Aku ingin kita membuat sebuah komitmen. Kau mau kan?" tanya Naruto kepada Asuna sambil memutar badannya menghadap ke arah Asuna.
"Naruto-kun …."
Asuna sungguh tidak percaya, setelah sekian lama akhirnya Naruto mengatakan sesuatu yang telah lama ia tunggu. Pemuda yang mengenakan kardigan hitam dan jeans berwarna orange itu mulai mendekat ke arahnya.
"Asuna … aku … mencintaimu …."
"…"
Tiba-tiba Asuna merasakan kelembutan yang menyentuh bibirnya. Di hadapan ombak yang berkejaran, di saksikan burung-burung yang berterbangan, Naruto mencium bibir Asuna sambil memegang kedua tangannya.
Asuna terdiam, ia tidak dapat melakukan apapun saat itu. Hanya dapat merasakan hangat dan manisnya kecupan bibir Naruto yang menyentuh setiap saraf-saraf permukaan bibirnya. Napas lembut yang Naruto hela begitu terasa menyatu dengan napasnya. Seolah-olah sedang menyalurkan sebuah perasaan yang telah lama terpendam.
"Hei, lihat!"
Tanpa keduanya sadari, Kiba melihat pemandangan romantis itu dari balik jendela kamarnya. Seruan yang Kiba berikan mampu membuat Gaara terbujuk untuk ikut melihat adegan yang sedang terjadi.
"Naruto?! Bagaimana bisa?"
Gaara tampak terheran saat melihat temannya itu bercumbu dengan Asuna.
"Tidak ada yang tidak mungkin, Gaara. Mereka itu saling mencintai. Namun, teman kita saja yang terlalu bodoh. Untuk mengungkapkan rasa cinta yang begitu mudah, membutuhkan waktu bertahun-tahun."
Kiba mengejek Naruto yang menurutnya terlalu bertele-tele dalam menjalani sebuah hubungan. Tidak seperti dirinya yang sebentar lagi akan segera bertunangan dengan sang kekasih.
"Kau ini, beda orang beda pemikiran. Mungkin saja Naruto memang tipe pria yang sangat memikirkan sesuatu dengan masak," Gaara berkilah, ia membela Naruto.
"Kau pikir seperti sedang memasak sebuah hidangan makan malam? Cinta itu jangan dibuat terlalu rumit. Jika suka, katakan saja. Daripada terburu diambil orang? Kau akan menyesal seumur hidupmu."
Kiba pun tidak mau kalah berdebat tentang cinta bersama Gaara yang nyatanya masih melajang.
"Teman-teman!"
Tiba-tiba Shikamaru datang dan menghentikan pembicaraan mereka.
"Shikamaru, ada apa? Apa terjadi sesuatu? Bukannya kau sedang pergi tadi?" tanya Gaara yang merasakan atmosfer aneh saat kehadiran Shikamaru yang tiba-tiba.
"Kita harus segera membantu Naruto, kalau tidak ini akan membahayakannya," jawab Shikamaru.
"Maksudmu?"
"Ayo, cepat bergegas!"
Shikamaru kemudian mengajak kedua temannya keluar dari kamar penginapan. Mereka berjalan cepat menuju pintu masuk pantai.
Entah apa yang akan mereka lakukan, tapi sepertinya ini berhubungan dengan Naruto, temannya.
.
.
.
Sepuluh menit kemudian…
Jam di tangan sudah menunjukkan pukul enam sore waktu setempat. Pemandangan sunset itu mereka nikmati bersama. Keduanya tengah bersantai di atas ayunan yang berada dekat dengan pondok penyewaan.
Terlihat Naruto yang memangku Asuna sambil menyandarkan diri pada ayunan. Keduanya menikmati senja dalam penuh rasa suka cita setelah sekian lama saling bertahan untuk mengucapkan apa yang ada di dalam hati mereka.
"Asuna, sepertinya kita terlihat seperti sepasang suami-istri yang sedang berbulan madu. Apakah kau tidak merasakan hal itu?"
Naruto memeluk Asuna dari belakang dengan erat. Sepertinya sudah tidak ada lagi yang harus ia tahan saat ini. Ia tidak ingin kehilangan Asuna dan merasakan kesepian lagi.
"Naruto-kun, ini seperti mimpi bagiku," ucap Asuna yang tidak percaya.
"Mimpi? Tidak, Asuna. Ini nyata. Tapi kau belum menjawab pertanyaanku sejak tadi. Apakah Kirito memberatkanmu?"
Pertanyaan dari Naruto lantas membuat Asuna melepaskan pelukkan erat kedua tangan Naruto yang melingkar di perutnya.
"Asuna, ada apa?"
Naruto menghancurkan momen indah itu, yang membuat Asuna segera menjauh dari dirinya.
"Maaf, aku harus pergi."
Asuna kemudian beranjak pergi meninggalkan Naruto. Seketika itu juga Naruto segera bangkit lalu mengejar Asuna.
"Asuna, tunggu!"
Naruto memegang tangan kanan Asuna, menahannya agar tidak segera pergi. Dan hari yang mulai gelap itu menjadi saksi atas pertengkaran pertama mereka.
"Naruto, aku tidak bisa bersamamu. Karena aku─"
"Karena kau sudah bersama Kirito?"
Naruto lantas membalikkan badan Asuna agar menghadap ke arahnya. Ia kemudian memegang kedua lengan Asuna agar Asuna mendengarkan setiap ucapannya.
"Asuna, dengarkan aku. Aku tahu siapa sebenarnya Kirito. Aku tahu penyakit apa yang pernah diidapnya. Aku ingin menyelamatkanmu, Asuna. Aku ingin kau menjauh darinya," ujar Naruto.
"Hanya itu?" tanya Asuna sambil menatap kedua mata Naruto.
"Tidak. Aku ingin selalu bersamamu."
Naruto kemudian menarik badan Asuna mendekat kepadanya. Ia kemudian memeluk erat badan mungil itu dan seakan tidak ingin melepasnya.
"Apapun yang terjadi, aku akan tetap mencintaimu. Dan walaupun kau tidak menjawab pertanyaanku, aku akan tetap bersamamu, Asuna."
Ucapan dari Naruto itu lantas membuat Asuna menangis dalam dekapan dan hangatnya tubuh sang Uzumaki. Kini Asuna merasakan sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Sebuah perjuangan membuahkan hasil yang sangat manis. Cintanya terbalas setelah bertahun-tahun lamanya.
"Naruto-kun,"
"Percayalah janjiku, Asuna."
Perlahan Asuna mengangkat kedua tangannya, lalu membalas pelukkan Naruto.
Asuna mengalami dilema saat ini. Ia bingung haruskah tetap bersama dengan cintanya, Naruto. Ataukah harus kembali kepada Kirito yang notabene merupakan seorang pengidap penyakit kejiwaan yang belum sembuh total. Tentunya secara sekilas Asuna akan memilih Naruto, tetapi Asuna mempunyai utang budi yang sangat banyak kepada Kirito. Ia tidak tahu harus bagaimana untuk melunasi utang-utangnya itu. Karena hidup tidak hanya membutuhkan cinta semata, tetapi juga membutuhkan uang.
.
.
.
Pukul 7 malam, waktu setempat.
Asuna kembali ke dalam kamar penginapannya. Ia merasa sudah waktunya kembali sebelum Kirito melihat dirinya bersama Naruto. Asuna pun membuka pintu kamarnya. Kamarnya terlihat begitu gelap karena belum sempat menghidupkan lampu.
"Kau sudah pulang?"
Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang mengagetkan jantungnya. Suara itu begitu tidak asing.
KLIK
Lampu kamar pun dihidupkan. Dan terlihatlah jika Kirito tengah duduk di atas sebuah sofa dengan santainya.
"Ki-kirito-nii …."
Seketika itu juga Asuna gemetaran karena melihat Kirito sudah terlebih dahulu berada di dalam kamarnya.
Kirito kemudian berjalan mendekati Asuna. Rasa gugup dan takut itu mulai membelenggu dirinya. Ia begitu takut jika Kirito mengetahui hubungannya bersama dengan Naruto. Kirito pun kemudian berbisik di telinga kiri Asuna. Membisikkan sesuatu yang membuat Asuna ketakutan.
"Kau tidak pergi untuk mengkhianatiku, bukan?" tanya Kirito sambil mengeluarkan sesuatu dari saku celananya lalu mendorong Asuna ke dinding kamar.
Rupanya yang Kirito keluarkan itu adalah sebilah pisau lipat yang kemudian ia arahkan ke wajah Asuna yang mulus.
"Kau ingin merasakan bagiamana rasanya tersayat hidup-hidup, Asuna?"
Perlahan Kirito mengusap pipi kiri Asuna dengan pisau yang ia pegang. Sontak atmosfer di dalam kamar itu begitu mencekam.
Sifat kejam Kirito akhirnya dialami oleh Asuna, ia begitu merasa takut saat pisau itu menyusuri pipinya. Dan ia hanya dapat memejamkan kedua mata, pasrah terhadap apa yang akan Kirito lakukan kepadanya.
BRAKKK
Tak lama, pintu kamar didorong paksa dari luar.
"Jangan bergerak!"
Seketika itu juga Kirito menjatuhkan pisau yang ada di tangan kanannya setelah mengetahui siapa yang datang. Ternyata yang datang adalah dua orang polisi yang mengarahkan pistolnya ke arah Kirito.
"Anda ditahan karena telah melakukan pengancaman! Mari ikut kami!"
Satu orang polisi memborgol kedua tangan Kirito ke belakang. Sedang yang satunya mengamankan barang bukti.
"Asuna … kau!"
Kirito geram, ia merasa jika Asunalah yang telah merencanakan semua ini untuknya.
"Kirito-nii …."
Asuna sendiri tidak tahu mengapa tiba-tiba dua orang polisi datang dan menggebrak pintu kamarnya. Namun, selang beberapa saat kemudian Naruto datang bersama ketiga temannya dan berpapasan dengan Kirito yang diboyong oleh kedua orang polisi yang menangkapnya. Tatapan tajam kedua mata Kirito begitu mengarah kepada Naruto. Sepertinya Kirito mengetahui siapa dalang dibalik semua ini.
Kirito pun dibawa menuju kepolisian setempat dan digugat atas tuduhan pengancaman yang dilakukan olehnya.
.
.
.
Setengah jam kemudian…
Kini Naruto, Shikamaru, Gaara dan Kiba tengah berada di dalam kamar Asuna. Mereka menceritakan kronologi sebenarnya atas penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Mereka duduk berjauhan. Shikamaru berdiri di depan jendela, Kiba berdiri di dekat lemari, sedang Gaara duduk di sofa. Sementara Naruto duduk di samping kiri Asuna, di atas tempat tidurnya.
"Asuna, kau harus membela dirimu. Kau tidak boleh membiarkan dirimu sengsara seperti ini. Kirito itu gila!"
Kiba tampak emosi saat mengetahui kebenaran akan Kirito dari Shikamaru. Ia pun mengeluarkan unek-unek di dalam hatinya.
"Itu benar, Asuna. Apalagi kau seorang wanita. Terlalu berbahaya jika dekat-dekat dengan seseorang yang seperti itu," Gaara menambahkan.
"Tap-tapi, aku─"
"Asuna …."
Naruto kemudian ikut berkata sambil menggenggam tangan kiri Asuna dengan tangan kanannya.
"Kau sekarang sudah menjadi tanggung jawabku. Maka biarkan aku yang bertanggung jawab terhadap dirimu."
"Tapi, Naruto-kun. Aku mempunyai utang yang banyak kepadanya, aku tidak mampu untuk melunasi utang-utangku itu," sela Asuna sambil menahan tangis.
"Utang? Kau mempunyai utang kepadanya?" tanya Naruto memastikan.
"Iya, selama ini … aku dibiayai olehnya. Aku tidak tahu sudah berapa banyak utangku kepadanya, Naruto-kun. Aku … tidak bisa memungkiri hal ini."
Sejenak Naruto pun terdiam, begitu juga dengan Kiba dan Gaara yang tampak ikut berusaha untuk memahami masalah yang sedang diderita Asuna. Sementara Shikamaru seperti memikirkan sebuah solusi atas permasalahan ini.
"Asuna, aku akan berusaha melunasinya. Kalau perlu aku akan menjual mobilku untuk melunasi utang-utangmu," ucap naruto yang sontak mengagetkan KIba dan Garaa.
"Naruto!"
Kiba dan Gaara tidak percaya saat mendengar perkataan Naruto yang akan menjual mobilnya demi membayar utang-utang Asuna.
"Naruto-kun …."
Begitupun dengan Asuna yang merasa terharu atas apa yang Naruto ucapkan.
"Shikamaru, apa kau memikirkan sesuatu yang lain?" tanya Gaara kepada Shikamaru.
Shikamaru kemudian berjalan mendekat ke arah temannya. Ia kemudian mengatakan sesuatu hal kepada ketiga temannya dan juga Asuna.
"Ada baiknya kita segera mengurus masalah ini. Aku khawatir Kirito akan mudah lepas dari tuduhan penangkapannya. Kita harus segera kembali ke kota dan menemui ayah dari Kirito. Karena kalau tidak, Kirito akan datang dan membalas semua yang telah terjadi kepadanya. Dan aku sangat mengkhawatirkan Asuna kali ini. Jadi sebaiknya kita segera kembali."
Saran yang Shikamaru berikan, ada benarnya. Bagaimanapun Kirito merupakan anak dari seorang pengusaha yang sukses, yang memiliki banyak uang. Bisa saja dia memberikan jaminan kepada pihak kepolisian agar segera membebaskannya walaupun secara bersyarat.
Asuna pun segera membereskan barang bawaannya sambil ditemani oleh Naruto dan ketiga temannya. Selepas dari itu, Asuna ikut bersama Naruto membereskan semua barang bawaan kekasihnya dan secepatnya kembali ke kota.
.
.
.
Perjalanan panjang mereka lalui bersama. Gaara duduk menyetir mobilnya yang mana ditemani Kiba di kursi depan mobil. Sedangkan Naruto, Asuna bersama Shikamaru duduk di kursi tengah mobil. Di dalam mobil tersebut tampak Asuna yang tertidur di bahu kiri Naruto. Keduanya pun berpegangan tangan bak sepasang kekasih yang tidak ingin berpisah.
Namun, ada suatu kejanggalan saat perjalanan mereka pulang ke kota. Sebuah mini sedan tampak mengikuti mobil yang dikendarai oleh Gaara.
"Kau lihat itu, Sikamaru?"
Gaara bertanya kepada Shikamaru yang masih terjaga di malam hari, padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi waktu sekitarnya.
"Ya, aku melihatnya. Sudah kucatat nomor polisi mobil itu," jawab Shikamaru santai.
Di dalam mobil itu, hanya Gaara dan Shikamarulah yang masih terjaga. Sedang Kiba, Naruto dan Asuna tampak tertidur karena rasa lelah yang melanda.
"Kau tahu, kita bagaikan penjaga pengantin baru," celetuk Gaara memecahkan kesunyian.
"Ya, tetapi tetap saja ada perusuh yang sebentar lagi akan segera bertunangan."
Shikamaru menyindir salah seorang temannya, yaitu Kiba Inuzuka.
"Hah, kau selalu mencelaku, padahal kau sendiri belum laku."
Tiba-tiba Kiba terbangun dari tidurnya saat mendengar ejekan dari Shikamaru.
"Telingamu begitu peka terhadap suara, Kiba." Gaara menambahkan sambil menahan tawanya.
"Ya, tentu saja. Kelima inderaku berfungsi dengan baik. Maka dari itu jangan mencoba membicarakanku saat aku terlelap."
WUSSSSSSH
Saat tengah asik berbincang, mobil yang ditumpangi mereka tiba-tiba ada yang menyalip dengan cepat.
"Hei, kalian lihat mobil yang melaju cepat tadi?" Kiba bertanya sambil melihat ke arah luar kaca mobil.
"Itu mereka," jawab Shikamaru.
"Siapa?! Kau jangan membuatku takut, Shikamaru!"
Kiba pun merasa kesal akan perkataan Shikamaru yang seolah-olah menakutinya.
"Gaara, lajukan mobil pada kecepatan seratus kilometer perjam. Dan cepatlah sampai di pintu masuk kota," ujar Shikamaru kepada Gaara.
Gaara pun mengangguk. Ia kemudian melajukan mobilnya dengan cepat. Sementara Kiba seperti mengerti apa yang dimaksudkan oleh temannya itu. Shikamaru lalu menelepon seseorang menggunakan kata sandi yang artinya hanya diketahui olehnya.
Tak lama berselang dari itu, sekitar pukul tiga pagi waktu setempat, mereka tiba di pintu masuk kota yang tampak ramai polisi. Dan ternyata sedang diadakan razia senjata tajam oleh pihak kepolisian setempat. Gaara pun melajukan mobilnya dengan perlahan saat melewati kawasan razia tersebut.
"Benar ternyata yang kau maksudkan, Shikamaru."
Kiba melihat mobil yang melintas cepat itu terkena razia polisi.
Naruto pun terbangun dari tidurnya karena keributan yang terdengar di kedua telinganya.
"Apakah kita sudah sampai?" tanya Naruto sambil mengucek mata dengan tangan kanannya.
"Naruto, sepertinya kau harus lebih berhati-hati. Kirito kini mengincarmu." Shikamaru memperingatkan temannya.
"Maksudmu?"
"Kau lihat saja mobil berwarna merah itu. Mobil itu milik Kirito tetapi dikendarai oleh orang lain."
Shikamaru menunjukkan mobil berwarna merah yang tengah diparkirkan polisi ke tepi jalan.
"Astaga, darimana kau mengetahuinya, Shikamaru?" tanya Naruto yang heran.
"Tidak sulit bagi si nanas mengetahuinya, Naruto. Dia kan bekerja di divisi lalu lintas kota."
Gaara mencoba mengingatkan Naruto akan pekerjaan temannya itu.
"Astaga, aku terlupa."
"Hatimu selalu dipenuhi oleh Asuna hingga tidak mengingat kami lagi."
Kiba mendramatisir keadaan, membuat Naruto tersudutkan. Dan seketika Naruto menjadi tidak enak hati.
"Mengapa kau berkata seperti itu, Kiba? Aku kan hanya─"
"Sudah-sudah, lima menit lagi kita akan tiba di rumahku. Asuna akan kusediakan kamar kosong di samping kamar kita berempat."
Gaara menutup keributan temannya sambil melajukan kendaraannya dengan kecepatan yang stabil. Mereka pun akhirnya terselamatkan dari bahaya yang mengancam.
Memang benar, mobil yang menyalip kendaraan Gaara adalah mobil milik Kirito. Kirito menyuruh seseorang untuk menghentikan langkah kaki Naruto dalam mendapatkan Asuna. Dia berniat untuk menghabisi Naruto dengan sekali tembakkan peluru.
Dendam itu begitu menggelapkan mata hati Kirito. Ia tidak berusaha menyadari akan kekurangannya dan malah menyalahkan orang lain. Buruk muka, cermin dibelah.
.
.
.
Dengan dukungan dari kedua orang tua Gaara yang bekerja di Departemen Keamaan Kota, keesokkan harinya Naruto bersama Gaara menemui orang tua dari Kirito, Sugou. Di kediamannya yang megah dan juga terjaga ketat.
"Jadi, kalian datang mengadukan ulah anakku?"
Sugou tampak tidak peduli dengan segala yang dikatakan oleh Gaara dan Naruto. Ia begitu bersikap masa bodoh terhadap anaknya.
"Paman, anakmu sudah mengancam seorang gadis yang terbelenggu karena utang. Apa kau tidak merasa malu dengan perbuatan anakmu sendiri?' tanya Gaara menyahuti pertanyaan Sugou.
"Aku tidak peduli lagi dengannya. Jika gadis itu mempunyai utang kepada anakku, maka bayarlah kepadaku jangan kepadanya. Karena dia tidak mengerti uang."
Bukannya memberikan solusi atas perbuatan anaknya yang membahayakan Asuna, Sugou malah memikirkan uang.
"Keterlaluan kau, Paman! Aku begitu menyesal bertemu denganmu hari ini. Dan mungkin juga Kirito menyesal memiliki ayah sepertimu!"
Naruto begitu berani berkata seperti itu di hadapan ayah kandung Kirito. Yang sontak saja membuat Sugou menjadi marah besar dan rasa tidak enak hati yang melanda diri Gaara.
"Keluar kalian dari sini! Terserah apapun yang akan kalian lakukan terhadap Kirito. Tapi bayarlah utang-utang itu segera kepadaku!" seru Sugou yang mengusir keduanya.
Naruto sungguh ingin marah dan melawan, namun Gaara menahannya.
"Baiklah, Paman. Jika nanti terjadi sesuatu terhadap anakmu, maka jangan salahkan kami."
Gaara kemudian menutup pembicaraan. Ia segera pamit, undur diri dari hadapan ayah kandung Kirito. Sedang Naruto tampak menahan kesal akan sikap acuh Sugou terhadap Kirito, anaknya sendiri.
.
.
.
Malam yang indah telah tiba. Untuk tetap menjaga Asuna dari gangguan Kirito, Naruto memutuskan untuk mengizinkan Asuna tinggal bersamanya di dalam apartemen miliknya. Ia tidak ingin kehilangan Asuna lagi. Rasanya jika itu terulang, ia tidak akan sanggup menjalani kehidupan ini.
"Asuna."
Sejenak Naruto menyapa Asuna yang sedang membereskan pakaiannya untuk dimasukkan ke dalam lemari yang disediakan oleh Naruto.
"Kau tahu, rasanya aku ingin segera meminangmu saja. Apa kau keberatan?" tanya Naruto kepada Asuna sambil duduk di pinggir tempat tidurnya.
"Menikah maksudmu kah, Naruto-kun?"
Asuna pun menghentikan aktivitasnya sejenak, ia ingin menanggapi perkataan Naruto terlebih dahulu.
"Iya, apa kau mau?" tanya Naruto lagi.
"Naruto-kun, apa kau serius?"
Asuna masih tidak percaya atas pertanyaan Naruto yang tampak serius itu.
"Iya, bagaimana jika kita melakukannya esok?"
"Ha?"
"Kita menikah besok, Asuna."
Asuna pun terdiam seketika. Ia bingung untuk mengatakan hal apa saat ini kala Naruto berkata demikian. Terlebih umurnya masih terlalu muda untuk mengikat sebuah janji suci.
Ia kemudian duduk di samping kiri Naruto, lalu berusaha menuturkan pemikirannya.
"Naruto, masih banyak hal yang harus kuraih. Aku tidak ingin mengecewakan keluargaku di desa. Tujuanku datang ke kota adalah untuk meraih kesuksesan. Tapi jika kau serius dengan ucapanmu, maukah kau menungguku dua tahun lagi?"
Kali ini Asuna serius, sisi dewasa dari dalam dirinya mulai muncul di hadapan Naruto. Yang membuat Naruto semakin menyayangi dirinya.
"Asuna …."
Naruto kemudian menarik badan Asuna untuk mendekat kepadanya. Ia kemudian memeluk Asuna sambil mengusap rambut Asuna yang tergerai panjang.
"Aku mencintaimu."
Perkataan cinta itu menutup percakapan keduanya di malam ini. Mereka kemudian beristirahat bersama. Melepas lelah setelah melewati perjalanan yang panjang.
.
.
.
Keesokkan paginya, Asuna seperti biasa merapikan semua yang berada di dalam apartemen milik Naruto. Ia seperti ibu muda yang mengurus rumah tangga dengan baik. Membuat sang Uzumaki bertambah mencintai dirinya.
"Asuna, aku ingin keluar sebentar. Kau mau ikut?" tanya Naruto kepada Asuna yang sedang mengelap meja makan.
"Em, tidak. Aku rasa aku akan membereskan apartemen ini terlebih dahulu," jawab Asuna sambil tersenyum.
"Baiklah, jangan keluar sampai aku kembali. Dan kunci pintu dari dalam, ya?"
Naruto mengingatkan Asuna, ia masih khawatir akan ulah Kirito yang nekat.
"Hu-um."
Asuna pun mengangguk─mengiyakan perkataan Naruto. Ia kemudian mengantarkan Naruto keluar apartemen lalu segera mengunci pintu itu dari dalam, sesuai dengan pesan Naruto.
Selang dua puluh menit kemudian, Naruto kembali ke apartemennya. Ia mengetuk pintu apartemen, namun Asuna tidak membukakan pintu.
"Asuna, aku pulang!"
Naruto sedikit berteriak lalu kemudian kembali mengetuk pintu. Tetapi tetap saja tidak ada jawaban dari dalam. Ia kemudian memegang gagang pintu itu lalu berusaha membukanya yang mana ternyata pintu tidak terkunci.
"Astaga."
Tiba-tiba saja rasa cemas melanda Naruto, atmosfer takut mulai menghantuinya. Dalam degup jantung yang tidak beraturan, ia segera masuk ke dalam apartemen untuk mencari Asuna. Namun Asuna tidak ada di dalam apartemennya itu.
"Asuna! Kau di mana?"
Naruto pun membuka kamarnya, tetapi Asuna tidak berada di dalam kamar. Ia pun menuju ke dapur, tetapi tetap saja tidak ditemukan keberadaan Asuna. Hingga akhirnya ia membuka pintu kamar mandi.
"Astaga! Asuna!"
Ia melihat Asuna sudah tergeletak di atas lantai kamar mandi.
"Asuna!"
Naruto segera menggendong Asuna keluar dari dalam kamar mandi. Tiba-tiba saja perasaan takut itu memenuhi seluruh alam pikirannya. Tanpa banyak menunggu, Naruto membawa Asuna ke luar apartemennya, lalu segera membawa Asuna ke rumah sakit.
.
.
.
Kini Naruto tengah menunggu hasil diagnosa dokter atas apa yang terjadi pada Asuna. Ketiga temannya pun ikut datang ke rumah sakit tempat di mana Naruto berada. Dan berusaha menyemangati Naruto.
Selang satu jam kemudian, sang dokter yang menangani Asuna kemudian memberikan kabar.
"Dengan Tuan Naruto?" tanya sang dokter kepada Naruto dan ketiga temannya.
"Saya sendiri," jawab Naruto dengan cepat.
Dokter itu kemudian mengajak Naruto masuk ke dalam kamar tempat di mana Asuna berada dan menceritakan apa yang telah terjadi.
"Tuan Naruto, Nona Asuna terkena serangan jantung. Dan kini … dia telah tiada," ucap sang dokter.
Seketika Naruto terdiam setelah mendengar penuturan dokter tersebut. Ia tidak percaya jika Asuna telah tiada.
"Ap-apa? Kau hanya bercanda, kan?" tanya Naruto tidak percaya.
"Ini benar, Tuan. Nona Asuna telah pergi meninggalkan kita."
Sontak saja Naruto merasa dunianya telah hancur seketika. Rasa sakit itu menjalar cepat ke seluruh tubuhnya. Hampir saja ia kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Ia kemudian memundurkan langkah kakinya ke belakang.
"Tidak, tidak mungkin. Asuna tidak mungkin pergi meninggalkanku!" teriak Naruto lalu berlari cepat ke arah Asuna yang terbaring di atas tempat tidur.
"Asuna! Bangun, Asuna! Kau tidak boleh pergi meninggalkanku! Katakan jika ini hanya bercanda. Ya, kan? Ini hanya bercanda!"
Naruto seperti orang gila, ia mengguncang-guncangkan tubuh Asuna yang sudah tidak bernyawa.
"Tuan, tenangkan dirimu," ucap sang dokter berusaha menenangkan Naruto.
"Tidak! Asuna belum mati, dia tidak mungkin pergi meninggalkanku. Tidak mungkin!"
Naruto kemudian menangis, ia memeluk tubuh Asuna dengan erat.
"Asuna, kumohon bangunlah, Asuna …."
Bulir-bulir air mata itu seakan tidak dapat terbendung lagi. Naruto melepaskan rasa sesak yang sedang berkecamuk di dalam dadanya.
"Asuna ... kumohon ... bangunlah."
Dalam isak tangisnya, Naruto memohon kepada Asuna agar segera kembali. Tetapi pada kenyataannya, Asuna memang telah tiada.
"Tidak. Tidaaaaakkkkk!"
Ia menjerit, memenuhi ruang tempat di mana Asuna berada. Teriakannya begitu histeris hingga membuat Shikamaru, Gaara dan Kiba ikut masuk ke dalam ruang rawat.
Kedua orang suster yang ikut menangani Asuna terlihat menangis karena pemandangan memilukan yang mereka lihat di depan kedua mata mereka sendiri. Kisah haru ini membuat dokter dan kedua perawat itu menundukkan kepalanya. Mereka pun tidak dapat melakukan apa-apa untuk menolong Naruto dalam menyelamatkan nyawa Asuna. Karena setiba di rumah sakit, jantung Asuna sudah tidak berdetak lagi.
.
.
.
Duka itu masih menyelimuti Naruto. Namun kini Naruto harus merelakan kepergian Asuna. Satu persatu pelayat pergi meninggalkan makam Asuna. Hanya tinggal Kiba, Gaara dan juga Shikamaru yang masih setia menemani Naruto yang kini tengah mengusap batu nisan Asuna dengan tangan kanannya.
"Asuna. Aku tidak menyangka jika akan secepat ini kau pergi meningglkanku. Kau begitu tega, Asuna."
Naruto kemudian melepas kaca mata hitamnya. Terlihat kedua matanya yang sembab karena terlalu banyak menangis. Pakaian serba hitam itu mewarnai perpisahan Naruto dengan seseorang yang dicintainya.
"Apakah ini alasan mengapa kau tidak menjawab pertanyaanku, Asuna. Aku belum mendengar kau mengucapkan kata cinta untukku. Kau terlalu terburu-buru pergi, Asuna. Kau tahu, aku sakit. Rasanya aku tidak mampu melanjuti kehidupanku lagi."
Naruto terisak, ia menangis di depan makam Asuna. Yang membuat ketiga temannya kemudian mendekat kepadanya.
"Naruto, ikhlaskan Asuna. Dia mencintaimu, namun takdir berkata lain. Biarkan dia tenang di alam sana, Naruto."
Gaara berusaha menenangkan keadaan Naruto yang sedang kacau-balau. Sebagai teman tentunya tidak ingin melihat temannya terlarut lama dalam kesedihan.
"Naruto ... jodoh, rezeki dan maut sudah ada yang menentukan. Kau harus berlapang dada menerimanya. Asuna pun tidak ingin seperti ini. Tetapi sekuat apapun melawan takdir, kau tidak akan pernah sanggup untuk melawannya, Naruto."
Shikamaru merangkul temannya itu. Begitupun dengan Kiba dan Gaara yang ikut merangkul Naruto.
Dan akhirnya kata cinta itu tidak sempat terucap, Naruto hanya bisa meratapi kesedihannya. Bayangan Asuna masih teringat jelas di pikirannya. Rasanya baru kemarin ia bertemu dengan Asuna. Namun kini ia telah ditinggalkan oleh sang gadis.
Mereka berempat kemudian pergi meningglkan makam Asuna. Dan tak lama hujan pun turun membasahi makam Asuna. Seakan mewakili tangisan Asuna di alam sana.
.
.
.
Sepulang dari makam, Naruto terduduk di pinggir kasurnya. Mencoba mengenang kembali hal-hal yang telah ia lewati bersama Asuna selama tiga tahun terakhir. Ingatan Naruto akan sosok Asuna masih teringat jelas. Saat Asuna tertawa, bermanjaan dengannya hingga merapikan apartemennya tanpa meminta imbalan apapun. Senyum manis Asuna mewarnai hari-hari Naruto selama tiga tahun belakangan ini. Pakaian Asuna yang masih tersimpan rapi di dalam lemari itu ia ambil. Menciumi harumnya lalu memeluknya seakan memeluk Asuna.
Air mata itu tidak berhenti mengalir, menangisi kebodohan dirinya yang meninggalkan Asuna di detik-detik terakhir hidupnya. Andai saja Naruto tidak pergi─keluar sebentar, mungkin Asuna masih ada bersamanya sekarang ini. Namun kembali lagi kepada takdir. Semuanya sudah tertulis dan ini hanyalah sebagai jalan kepulangannya. Walau menyakitkan, mau tidak mau tetap harus diterima. Karena itulah takdir.
.
.
.
Asuna …
Kau adalah cahaya bagiku.
Kau permata bagiku.
Kau juga bidadari surgaku.
Kau tau, Asuna?
Kini aku sendiri di dalam derai air mata yang mengalir.
Rasanya aku ingin menantang Tuhan atas skenario yang Dia berikan kepadaku.
Aku begitu menyesali perbuatanku, sikapku dan sifatku selama ini terhadapmu.
Andai saja waktu dapat terulang, aku ingin satu bulan setelah kita bertemu segera mengucapkan kata cinta itu.
Namun, aku dengan kebodohanku membiarkanmu menunggu terlalu lama.
Hingga di detik-detik terakhir kita bersama aku baru sempat mengatakannya.
Dan kini aku harus melepas kepergianmu selama-lamanya.
Asuna …
Tunggu aku di sana.
Aku akan datang menemuimu.
Dan berharap kita akan terus bersama hingga akhir dunia.
Asuna …
Ai shite iru.
Forever and Evermore.
.
.
.
Derai air mata itu mewakili keadaan Naruto yang sedang bersedih. Cintanya tidak dapat berumur panjang dan ia harus merelakan semuanya. Namun, cinta sejati itu tidak akan pernah mati walaupun nyatanya mereka telah berbeda dimensi.
.
.
.
TAMAT
.
.
.
Yo.
Senang dapat menyelesaikan fanfiksi ini. Walaupun harus berakhir dengan kesedihan.
Seperti biasa, di dalam setiap fanfiksi ada pesan atau maksud yang ingin kusampaikan. Aku belajar dari seseorang, jika setiap karya tulis itu baiknya memiliki pesan moral untuk disampaikan.
Dan kali ini aku ingin menyampaikan, jika menunda-nunda sesuatu urusan/pekerjaan itu tidaklah baik. Kerjakanlah suatu urusan hingga terselesaikan dengan baik, lalu segeralah beralih kepada urusan yang lain.
Aku juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua reviewer, follower dan favoter fanfiksi Notice Me, Baby. Spesial buat Chiichan, terima kasih karena telah banyak membantu dalam pengembangan fanfiksi ini.
"Suki da yo, Senpai."
Ara~ara