Disklaimer: Haikyuu © Haruichi Furudate. No profit gained from this fanwork. Dedicated for Rexa Anne's Personal Birthday Party. Prompt: Events – Chrismast.


Malam Bodoh

Matsukawa melangkah gegas. Ada rokok terjepit di antara celah bibirnya. Sembari menghisap rokok, sembari berjalan pula, ia menengadahkan wajah, melihat sebuah jendela yang lampunya menyala kekuningan.

Jalanan kota sudah mulai dihiasi merah-hijau, tanda natal sebentar lagi tiba—walau sebetulnya masih lama, sekitar dua puluh harian lagi. Matsukawa tidak begitu suka. Tapi Hanamaki suka. Hmmm, bicara soal Hanamaki, saat ini ia dalam perjalanan menuju rumah pemuda itu—yang lampu jendela kamarnya kekuningan. Matsukawa merapatkan jaket. Ia hisap kembali rokok itu. Anak tangga dinaiki. Satu, dua, tiga, sepuluh. Bel ditekan. Ia bisa mendengar suara gaduh—apakah Makki tersandung kaki meja lagi, batinnya. Tak lama, pintu terbuka.

Hanamaki sembunyi di balik pintu.

Sekarang apa lagi.

"Mau main petak umpet, Makki?"

Hanamaki tertawa renyah. "Aku mau main tebak-tebakan."

Rokok diapit jari-jemari. "Oh, oke. Main tebak-tebakan," sahutnya datar.

"Kejutan apa yang menunggumu di balik pintu, Mattsun?"

Matsukawa pura-pura berpikir. "Makki."

"Apa?"

"Kau jadi kejutanku, kan?"

Pemuda itu tertawa lagi. Kali ini lebih keras. Matsukawa bisa membayangkan ada semburat kemerahan di pipi Hanamaki—atau justru senyuman konyol. Jangan bilang dia menyiapkan pistol bohongan lagi seperti tahun lalu, kemudian menyemprot mukanya dengan air yang sudah dicampur pewarna, yang sulit hilang dalam beberapa hari?! Astaga. Jangan lagi!

"Makki, jangan pistol mainanmu lagi."

"Kalau bukan pistol mainan?"

"Kau mau bikin aku mati berdiri?"

"Pistolku, Mattsun, pistolku. Kau sudah lama berkenalan dengannya, kan."

Sekarang pipi Matsukawa jadi merah. "Oke, jadi, langsung saja. Apa kejutan yang menungguku di balik pintu atau aku memaksa masuk dan memperkosamu sampai pagi sampai kau tidak bisa bangkit dari tempat tidurmu."

Lagi-lagi, suara tawa itu. Jadi gemas. "Dasar Mattsun … hentai."

Matsukawa mendorong pintu secara paksa.

"Oke, oke! Sabar, oke?"

Santa Klaus muncul. Matsukawa rasanya seperti mati berdiri. Hanamaki berpakaian a la Santa Klaus—minus jenggot putih? Kenapa dia malah pakai lipstik merah. Merahnya menyala pula. Ia melongo dengan mulut setengah terbuka. Hanamaki puas tertawa. Puas banget.

"Lihat ekspresimu! Mattsun, kau tampak bodoh!"

Makki, kau yang tampak bodoh dengan kostum Santa Klaus-mu. Matsukawa membatin.

"Aku sempat berpikir kau akan keluar dengan pakaian luar biasa seksi. Dengan bra dan celana dalam berenda. Tapi lihat … Santa Klaus! Di malam natal yang masih dua puluh hari lagi! Demi Tuhan, Makki!"

"Justru karena itu!"

Matsukawa jadi tertawa. Ia membuang puntung rokoknya lalu menyerobot masuk dan memeluk Hanamaki—dan mengangkat bokongnya ke atas. Keduanya puas tertawa sampai perut terasa keram dan sakit. Hanamaki berkali-kali menciumi mukanya. Ia lupa pemuda itu mengenakan lipstik. Pasti banyak jejak bibir yang tercetak. Tapi, ah, terserah. Matsukawa mau menikmati malam yang bodoh bersama pacar bodohnya.


[after story]

"Lain kali aku mau kau yang jadi Santa."

"Tidak masalah."

Sepasang mata Hanamaki terlihat berbinar di antara keremangan lampu kamar yang kekuningan. "Santa akan datang menggauliku! Tidak sabar menunggu malam natal! Aku suka natal!"

Bantal melayang ke arah muka Hanamaki. "Aku lebih suka berbuat nakal ketimbang merayakan malam natal."

"Nakal dan natal. Kita bisa melakukan kedua hal itu, kan, Mattsun?"

Alis tebal Matsukawa yang khas dan menggelikan itu terangkat sedikit. "Berdoa saja semoga Tuhan tidak mengutuk kita berdua."[]


11:38 PM – December 6, 2018