-oO-タマサ-Oo-

••

Disclaimer: Around Us Ent., and more. But story and plot are mine.

Rated: M

Genre: Drama Hurt

Main Pairing: JunSeob

Slight Pairing: JunSeung, DooKwang, and others.

Warning: YAOI, Boyslove, AU, OOC, typo.

Don't like don't read!

-oO-タマサ-Oo-

••

Chapter 04

••

"Jinwoon-ah...!"

Yoseob melambaikan tangannya dan berlari kecil menuju tempat duduk taman. Jinwoon, memakai jaket biru bertudung dan celana jeans gelap sedang duduk di sana, tersenyum lebar melihat Yoseob yang telah tiba. Saat sudah berada di hadapan Jinwoon, Yoseob merapikan rambutnya dengan jemari tangannya, sedikit terengah karena berjalan terburu-buru sejak turun di halte bus terdekat.

"Hyung, kau baik-baik saja?" tanya Jinwoon khawatir. Ia merogoh saku celananya dan mengambil sebungkus tissue untuk diberikan pada Yoseob, "aku sudah menawari untuk menjemputmu, mengapa kau menolaknya?"

"Aku tak ingin merepotkanmu," jawab Yoseob. Ia mengusap keringatnya dengan tissue, "jarak kantorku dengan rumahmu terlalu jauh." Jangan tanya bagaimana Yoseob bisa tahu di mana tempat tinggal Jinwoon, karena diam-diam Yoseob rajin bertukar pesan dengan Jinwoon selama ini –meski mereka berdua tidak pernah bertemu lagi sejak pertemuan pertama di kafe dulu. Jinwoon selalu mengajaknya bertemu, dan Yoseob tidak pernah mengiyakan ajakan tersebut karena tak ingin Jinwoon berharap lebih padanya. Namun berbeda dengan kali ini, Yoseob dengan sengaja mengajak Jinwoon terlebih dahulu. Belakangan ia baru sadar kalau sedikit berlebihan dalam menghindari Jinwoon, sementara ia tahu ia masih butuh banyak informasi penting mengenai Junhyung darinya.

Soal Jinwoon yang kini memanggilnya 'hyung', Yoseob tertawa jika mengingat ini. Di hari kedua setelah ia berkenalan dengan Jinwoon, pemuda itu meminta maaf pada Yoseob karena telah bersikap tidak sopan dengan memanggilnya 'Yoseob' saja. Meskipun ia tertarik pada Yoseob, dan sedalam apapun ia menyukainya, tetap saja itu bukan alasan untuk bersikap tidak sopan padanya. Dan untuk menghargai sikapnya yang berani meminta maaf, Yoseob belajar memanggil Jinwoon dengan akrab.

"Bukan masalah untukku," Jinwoon mengambil tissue bekas Yoseob dan membuangnya di tempat sampah dekatnya, "kau pasti lelah karena bekerja."

Yoseob menggeleng pelan, "tidak juga."

"Baiklah," pemuda jangkung itu menepuk kedua tangannya, "kemana kau ingin pergi?"

"Maukah kau menemaniku mencari peralatan kamera? Aku membutuhkan lensa baru untuk kameraku."

"Kau membawa kameramu?" tanya Jinwoon sedikit tidak yakin. Saat Yoseob meringis dan menepuk tas slempangnya, Jinwoon langsung melebarkan matanya. Satu kebiasaan penting Yoseob, ia selalu membawa kameranya kemanapun ia pergi –kebiasaan yang mulai muncul sejak beberapa tahun belakangan ini. Semenjak neneknya meninggal, Yoseob sering merasa kesepian mengingat keluarganya di Jepang selalu mengisolasinya dari dunia luar. Yoseob memilih mengalihkan rasa sepinya dengan hal lain; menghabiskan waktu luangnya dengan belajar fotografi. Seungho-hyung selalu menemaninya berjalan-jalan sepulang kuliah atau bekerja, mencari spot foto terbaik agar Yoseob tidak merasa bosan.

"Kalau sekarang kita pergi naik mobilku, tidak masalah bukan?" tanya Jinwoon. Yoseob tertawa kecil mendengar pertanyaan Jinwoon.

"Tentu saja tidak," jawabnya. Jinwoon hanya diam, menatap Yoseob dengan pandangan yang sulit diartikan, seolah melamunkan sesuatu. Yoseob yang merasa sedang diperhatikan tentu saja menjadi bingung sehingga menghentikan tawanya. "Jinwoon-ah?" Yoseob menyentuh lengan Jinwoon perlahan, tersenyum kecil saat Jinwoon mengedipkan matanya berkali-kali.

"Ah," Jinwoon tertawa canggung sambil menggaruk kepalanya, "maaf Hyung. Melihatmu tertawa membuatku terpesona. Apakah aku sudah pernah mengatakan padamu kalau tawamu itu membuatmu terlihat semakin tampan?" Yoseob menggeleng. Apa barusan Jinwoon merayunya? Dasar mulut manis! "Apalagi kau memakai kemeja begini. Sungguh... kau sangat seksi, Hyung." Yoseob melebarkan kedua matanya dan menunduk untuk memperhatikan penampilannya. Yoseob memang masih memakai pakaian kerjanya –sebuah kemeja abu-abu bergaris vertikal putih, dan celana kain yang pas dengan kedua tungkai kakinya. Yoseob yakin meskipun sederhana, ia selalu cocok dengan tipe pakaian begini. Seungho-hyung berkali-kali menyebutnya sangat sempurna jika berpakaian begini.

"Oh... ya...," Yoseob mengusap lengannya, "aku langsung ke sini setelah dari kantor. Apakah penampilanku mengganggu?". Meskipun ia tahu penampilannya sempurna, ia harus tetap pada karakter yang ingin ia bangun, sebagai pemuda lugu yang baik hati.

"Tidak. Yang mengganggu mungkin adalah cara orang-orang memperhatikanmu nanti. Kau terlihat seperti seorang idol, Hyung. Kau yakin kau tidak ingin mendaftar di agensi?" tanya Jinwoon lagi. Pemuda itu memang pernah menanyakan keinginan Yoseob soal menjadi idol, dan jawaban Yoseob saat itu adalah tidak.

Ia kembali ke Korea bukan untuk hal-hal mencolok seperti itu. Yang harus ia lakukan hanya menarik perhatian Junhyung dan mempermainkannya. Ia mungkin membutuhkan pekerjaan, untuk memperlancar penyamarannya, tapi tidak dengan menjadi idol. Ia takut, orang akan lebih mudah mencari tahu latar belakangnya. Sekarang pun, ia sering khawatir berlebihan jika ia berpapasan dengan rekan bisnisnya yang mungkin saja akan membongkar penyamarannya.

Sebagai jawaban, Yoseob hanya tertawa kecil lalu menarik tangan kanan Jinwoon, "kita berangkat sekarang!"

••

-oO-タマサ-Oo-

••

"Kau lapar?"

Yoseob memasukkan kameranya ke dalam tasnya, lalu mengambil kantong karton yang diberikan karyawan toko. Jinwoon mengangguk, tanpa bicara mengambil alih kantong belanja Yoseob dan membawanya. "Bagaimana kalau es krim?" Yoseob menawari.

"Kau mau makan es krim malam-malam begini?" tanya Jinwoon tak percaya. Yoseob mengangguk ragu. "Kau tak takut gemuk, Hyung?"

"Olahraga. Tenang saja."

"Baiklah. Aku tahu kafe yang es krimnya enak," Jinwoon mengulurkan tangannya yang kosong ke pinggang Yoseob dan menuntunnya keluar toko. Kalau boleh jujur, Yoseob merasa tidak nyaman dengan cara Jinwoon, tapi ia tak memiliki kesempatan untuk mengatakannya langsung pada Jinwoon. Salah bicara, Jinwoon bisa tersinggung dengan perkataannya.

Saat mereka berdua berjalan berdampingan melalui banyak toko dan gerai makanan, Yoseob menyadari ada banyak orang yang memperhatikannya dengan pandangan menusuk. Yoseob ingin menoleh ke belakang, memelototi mereka balik agar mereka paham betapa terganggunya Yoseob, namun Jinwoon menahannya lebih dulu dengan menarik pinggangnya agar lebih mendekat pada Jinwoon.

"Acuhkan saja mereka," bisik Jinwoon. Ia mempercepat jalannya, sehingga mau tak mau Yoseob mengimbanginya.

"Sebenarnya apa yang salah dari penampilanku?" Yoseob mengulangi pertanyaannya, seolah ia tak tahu apa alasan orang-orang memperhatikannya. Ya, seolah.

"Tidak ada, Hyung. Kau sempurna. Berhenti mengkhawatirkan penampilanmu!"

"Baiklah..."

"Kita sudah sampai," Jinwoon menghela nafas lega saat mereka sudah sampai di cafe tujuan. Ia melepaskan pegangannya di pinggang Yoseob, "maafkan aku Hyung, tapi jika tidak memelukmu begitu, mereka akan berpikir kau adalah seorang idol." Yoseob tak menjawab, hanya sesekali mengedipkan matanya. Alasan bodoh, bilang saja kalau kau memang ingin memelukku, batin Yoseob.

Memangnya mengapa kalau orang berpikir dia adalah idol? Memangnya apa yang akan orang lakukan terhadapnya? Lagipula, menurut Yoseob, justru dengan memeluk Yoseob di sepanjang perjalanan kemari, membuat perhatian orang-orang semakin tertuju padanya. Yoseob menahan dirinya untuk tidak mendengus, mereka berdua bisa saja terlihat seperti pasangan gay yang sedang menghabiskan waktu bersama-sama dengan berjalan-jalan di mall seperti ini. Semua hanya karena Jinwoon memeluknya tadi.

Mereka berdua segera memesan secangkir kopi karamel dan es krim sundae, lalu memilih meja di dekat pinggir dinding kaca. Jinwoon sempat ingin menolak tadi, tapi Yoseob dan mata polosnya membuat Jinwoon luluh dan menurutinya. Baru saja mereka duduk, dan Yoseob akan membuka mulut untuk kembali berbincang dengan Jinwoon, Yoseob merasakan ponsel di saku celananya bergetar. Yoseob tersenyum pada Jinwoon, mengambil ponselnya dan mendapati orang yang paling ia hindari saat ini sedang meneleponnya.

Yong Junhyung.

Yoseob mengedikkan kepalanya, menimbang antara menerima panggilan tersebut atau tidak namun kemudian memilih untuk mengabaikannya, seperti sebelum-sebelumnya. Sudah 2 minggu ini ia menghindar dari Yong Junhyung, menolak semua panggilan darinya. Ia sengaja melakukannya, hanya untuk mempermainkan emosi Junhyung. Yoseob meletakkan ponselnya ke meja saat panggilan terputus, tersenyum canggung pada Jinwoon karena pemuda itu menatapnya aneh.

"Teman," Yoseob menjelaskan tanpa ditanya. Jinwoon mengangguk mengerti tanpa bertanya lebih jauh. Beberapa detik kemudian ponsel Yoseob bergetar lagi. Yoseob mendengus kesal. Mengapa Junhyung tidak pernah berhenti mengganggunya? Yoseob sedang bersama Jinwoon saat ini, bagaimana kalau pemuda itu bertanya? Jawaban apa yang akan Yoseob berikan?

"Orang yang sama?" tanya Jinwoon. Yoseob mengangguk dan memutuskan untuk langsung menolak panggilan tersebut. "Mengapa tidak kau terima?"

"Tidak penting," jawab Yoseob singkat. Tepat sekali pesanan mereka datang, sehingga ada alasan untuk Yoseob menghentikan pertanyaan Jinwoon. Jinwoon sempat menggumamkan terima kasih pada pelayan dan tertawa kecil saat pelayan tersebut pergi dengan wajah tersipu malu. Yoseob tersenyum miring, pelayan itu mungkin terpesona dengan ketampanan Jinwoon. Mungkin. Jinwoon cukup tampan untuk ukuran pemuda seumurannya.

"Oh," Jinwoon tiba-tiba berseru kecil, Yoseob sedikit terkejut tapi ia tak mempermasalahkan itu sama sekali, "kali ini ponselku yang mengganggu." Jinwoon diam sebentar melihat layar ponselnya dan menerima panggilan tersebut sambil berbisik lagi, "Junhyung-hyung."

Yoseob membeku mendengar perkataan Jinwoon. Junhyung? Mengapa ia menghubungi Jinwoon? Segera setelah Yoseob menolak menerima panggilan darinya? Apa mungkin–

Yoseob memalingkan pandangannya keluar kafe. Dari balik dinding kaca ia memperhatikan satu persatu pengunjung mall. Junhyung pasti ada di tempat ini. Kalau tidak, mengapa ia langsung menghubungi Jinwoon? Mengapa Jinwoon? Dia tak mungkin tahu kalau Yoseob terus berhubungan dengan Jinwoon selama ini! Yoseob mengeraskan rahangnya. Suasana yang ramai membuatnya kesulitan menemukan Junhyung di antara banyaknya pengunjung yang lain.

"Hyung, bagaimana kau bisa tahu?" Yoseob menoleh kembali pada Jinwoon. Apa yang Junhyung katakan pada Jinwoon? "Hei... darimana kau tahu itu juga?" Jinwoon menatap Yoseob sambil tersenyum lebar. Yoseob tak mengatakan apapun, hanya menatap Jinwoon tanpa ekspresi. Yoseob mengerti sekarang. Junhyung ingin bertindak seolah sedang memergokinya dengan Jinwoon. Pria itu... Yoseob menggenggam sendok es krimnya dengan erat, memangnya dia pikir dia siapa?

Yoseob mengerjap saat ada bayangan seseorang yang berdiri di balik dinding kaca, tepat di sampingnya. Yong Junhyung. Tangan kanannya masih menempelkan ponsel di telinganya, mulutnya bergerak-gerak entah mengatakan apa. Sementara matanya menatap lurus tepat di kedua mata Yoseob. Raut wajahnya dingin, membuat Yoseob bertanya dalam hati, bagaimana mungkin Jinwoon bisa berbicara sambil tertawa di ponselnya?

"Hyung, kemarilah!" Jinwoon melambaikan tangannya pada Junhyung, tanpa sadar memancing masalah bagi Yoseob. Sungguh, ini bukan saat yang tepat untuknya bertemu dengan Junhyung. Tidak di tempat seramai ini, dan tidak di hadapan Jinwoon.

"Jinwoon-ah," panggil Yoseob pelan. Ia menurunkan tangan Jinwoon agar berhenti melambai pada Junhyung, "untuk apa kau mengajaknya bergabung dengan kita?"

"Ah," Jinwoon menepuk keningnya, "maafkan aku Hyung. Apa kau keberatan kalau aku mengajak Junhyung-hyung bergabung?"

"Kalaupun aku bilang tidak, apakah kau akan mengusirnya?" gumam Yoseob sambil menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Dasar Jinwoon bodoh! Kalau kau benar-benar menyukaiku, kau pasti akan menyesali ini nanti, batin Yoseob geram. Jinwoon mungkin baru sadar kalau ia telah membuat kesalahan, jadi ia menempelkan kedua telapak tangannya, memberikan gestur maaf pada Yoseob, namun tak ditanggapi Yoseob sama sekali. Ia menyilangkan tangan di dada, apalagi ketika ia mendapati Junhyung sudah berdiri di samping meja mereka. Yoseob berdecak, mengalihkan pandangan ke arah lain, tak menanggapi tawa canggung Jinwoon.

"Duduklah di sampingku, Hyung," Jinwoon menepuk kursi kosong di sampingnya. Dari bayangan di dinding kaca Yoseob bisa melihat bagaimana Junhyung terus memperhatikannya. Yoseob menghela nafas.

Oh God... ini pasti akan memakan banyak waktu...

••

-oO-タマサ-Oo-

••

"Ada hubungan apa kau dengan Jinwoon?"

Saat ini Yoseob sedang duduk di mobil Junhyung, dalam perjalanan pulang menuju apartemennya. Entah apa yang Junhyung katakan pada Jinwoon, sehingga Jinwoon setuju agar Junhyung saja yang mengantar Yoseob pulang. Semenjak dari mall, hingga setengah perjalanan ini, tak ada percakapan apapun yang keluar dari mulut mereka berdua. Yoseob sendiri pun sama sekali tak ada niat untuk memulai percakapan lebih dulu, bahkan sejak kedatangan Junhyung ke kafe tadi. Pertanyaan barusan memang percakapan pertama mereka terhitung sejak terakhir kali mereka bertemu, malam di mana mereka melakukan seks yang lalu.

"Teman," jawab Yoseob singkat. Ia memandang lurus ke depan sambil kedua tangannya memainkan sabuk pengaman.

"Mengapa kau menolak menerima panggilan dariku selama ini?"

"Masih bekerja."

"Bahkan di malam hari?"

"Aku fotografer. Jam kerjaku fleksibel, atau boleh dibilang rumit."

"Baiklah," Junhyung mengusap mulutnya dengan telapak tangan kirinya sementara tangan kanannya masih memegang kemudi, "lalu apa penjelasanmu mengenai kejadian tadi di kafe? Kau ingin beralasan kalau kau sedang bekerja? Dengan Jinwoon?"

"Aku sudah lama tidak bertemu Jinwoon."

"Begitu pun denganku!" potong Junhyung langsung dengan keras. Yoseob mengeratkan pegangannya pada sabuk pengaman. Ia tidak takut, ia hanya berpura-pura takut untuk meyakinkan Junhyung bahwa ia bisa mendominasi Yoseob. Yoseob menarik nafas panjang, masih enggan menoleh ke arah Junhyung, dan Yoseob yakin hal inilah yang membuat Junhyung semakin kehilangan kesabaran.

"Kau tidak tahu betapa frustasinya aku saat tidak melihatmu keesokan harinya, dan bahkan hingga berhari-hari kemudian kau terus menghindariku. Aku mencari tahu di mana keberadaanmu dan hebatnya, aku mendapatkan informasi itu justru dari Jinwoon. Kita pernah bercinta namun aku tak tahu apapun tentangmu, sementara Jinwoon justru lebih tahu segalanya tentangmu. Jinwoon! Yang baru saja kau sebut teman!" Yoseob mengeraskan rahangnya. Rasanya ia ikut geram mendengar cara Junhyung membentaknya. Junhyung punya hak apa terhadap Yoseob hingga berani memarahi Yoseob seperti ini? Apa ia pikir dengan bercinta sekali membuatnya punya alasan bersikap posesif pada Yoseob? Yoseob tersenyum miring memikirkan kata bercinta. Itu bukan bercinta. Apa yang mereka lakukan malam itu bukan bercinta, itu hanya seks. One Night Stand. Yang Yoseob dapatkan malam itu bukan perasaan cinta yang menggebu-gebu layaknya yang Junhyung rasakan –jika memang benar dia merasakannya–, hanya perasaan jijik yang berlebihan hingga Yoseob enggan mengingatnya lagi.

"Tidak bisakah kau mengurangi kecepatan? Kupikir ini terlalu cepat...," Yoseob menoleh ke samping, menyadari kalau Junhyung mulai mengendarai mobilnya dengan tidak terkendali. Ini belum terlalu larut sehingga jalanan tidak begitu sepi. Junhyung memang cukup ahli dalam menyetir melihat bagaimana mobil mereka dengan lincah melewati mobil-mobil lain. Tapi Yoseob tak ada niat sama sekali untuk mati muda bersama pria brengsek di sebelahnya ini.

"Apa yang kau khawatirkan? Kau ragu jika aku bisa menjagamu, sama seperti yang tadi kukatakan pada temanmu Jinwoon?" Junhyung menoleh sambil mengedikkan kepalanya, masih tanpa mengurangi kecepatannya. Yoseob menggeleng.

"Jadi kau cemburu padanya? Kupikir Jinwoon adalah temanmu juga?"

"Aku bahkan sudah menganggapnya seperti adikku sendiri. Tapi kalau itu kau, aku tidak masalah kalau harus bersaing dengannya."

"Kau egois, Yong Junhyung."

"Egois?"

"Kau bersikap seolah kau kekasihku," Yoseob menoleh ke arah Junhyung dan menatapnya dingin, "tanpa pernah menanyakan bagaimana perasaanku."

Junhyung tersentak. Ia mengalihkan pandangan ke depan dan menelan ludah kasar. Yoseob bisa melihat bagaimana tangan Junhyung meremas setir mobil dengan kuat seolah ingin menghancurkannya sebelum ia mendadak menepikan mobilnya di tepi jalan dan mematikan mesin mobilnya. Yoseob mendengus, apa lagi yang diinginkan pria ini? Dan sungguh, ketika Junhyung melepaskan sabuk pengamannya dan dengan gerakan cepat mencondongkan tubuhnya lalu mencium Yoseob, Yoseob sama sekali tidak siap untuk menghindar.

Yoseob menggeliat, berusaha melepaskan ciuman Junhyung apalagi ketika ia bisa merasakan Junhyung menggigit bibir bawahnya. Yoseob membelalak ketika diam-diam Junhyung menurunkan tuas bangku Yoseob sehingga sandaran Yoseob turun, mempermudah akses untuk Junhyung.

"Junhyung!" Yoseob berseru saat ia berhasil mendorong wajah Junhyung. Matanya menatap marah pada pria itu, sementara dadanya naik turun terengah-engah, "menjauh dariku sekarang juga...," bisiknya bergetar. Junhyung menggeleng, tak menjauhkan dirinya dari Yoseob sama sekali. Kedua tangannya berada di sisi tubuh Yoseob, mengurung pria manis itu agar tidak bisa melepaskan diri.

"Tidak sebelum kau menjelaskan ke mana kau selama ini," bisik Junhyung. Bibirnya berada tepat di depan bibir Yoseob. Hampir menempel, sehingga setiap ia berbicara, bibir mereka berdua saling bergesekan. Yoseob tak peduli jika Junhyung tahu ia sempat berjengit barusan.

"Aku sibuk. Bukankah aku sudah mengatakannya tadi?" Yoseob menoleh ke samping, menghindari Junhyung yang kini justru menciumi lehernya.

"Kau benar-benar menghindariku? Mengapa?" Yoseob bisa merasakan bagaimana lidah Junhyung mulai menjilati pangkal leher dan dagunya. Yoseob mengangkat kedua tangannya, mendorong Junhyung ke belakang dengan lebih kuat namun percuma.

"Aku perlu waktu untuk berpikir...," kali ini bahu Junhyung yang ia dorong, "menyingkirlah!"

"Aku akan menjauh hanya jika aku mau!" Junhyung meremas kedua pergelangan tangan Yoseob dan menahannya di sisi Yoseob, "kupikir kita saling tertarik satu sama lain."

"Tapi aku bukan milikmu–"

"Maka jadilah milikku," sela Junhyung. Tangan kanannya menyentuh dagu Yoseob dan mengecup bibirnya, "hanya itu yang kuinginkan."

••

To be continued...

••

-oO-タマサ-Oo-

••

2527 words, done!

What i wanna said just...I miss them. All of them.••Mind to review?See you next chapter!Ciao!