Disclaimer : I do not own Naruto / Harry Potter

Warning : SasuFemNaru, semi-canon, banyak narasi

Rating : Teens

Genre : Adventure, Drama, slight Romance

A/N : buat penunggu loyal ff ini, selamat! karena pada akhirnya aku update xD silakan tinggalkan review bagi yang berkenan.

selamat membaca!

ooOoo

Malam hari berjalan dengan cepat. Naruto ingat saat di mana para clone menghilang begitu memberitahunya bahwa keadaan aman dan tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Mereka memberinya ingatan baru tentang adanya beberapa jenis hewan liar semacam rusa, gajah, jerapah, dan bahkan singa.

Namun, dari bermacam-macam jenis hewan itu, tidak ada yang masuk dalam kategori ancaman bagi Naruto. Perempuan pirang tersebut bahkan menghabiskan satu jam terakhir waktu jaganya dengan ditemani beberapa ekor rusa yang kebetulan mendekatinya setelah ia mengaktifkan Sage Mode untuk merasakan keberadaan barrier agar terasa lebih familier.

Para hewan menyukainya ketika ia diliputi oleh energi alam, Naruto sendiri tidak masalah untuk dikelilingi oleh mereka setelah tahu bahwa para hewan di sini tidak semenyebalkan hewan-hewan di Elemental Nations. Misi Level-S yang dulu dijadikan Tsunade sebagai pengalih perhatian Naruto dari perang ternyata telah memberi trauma yang cukup membekas di diri perempuan itu, terima kasih banyak. Sejak para gorila super besar mencoba untuk menciumnya, Naruto dengan senang hati menjauhkan diri dari segala jenis binatang hanya untuk berjaga-jaga.

Dibandingkan dengan apa yang ia hadapi di rumah, hewan liar di sini malah tergolong jinak. Naruto tidak sabar untuk melihat hewan lain yang tergolong sebagai hewan magis.

Pengalih perhatian baru itu berhasil membuat malamnya berlangsung cepat. Ia bahkan tidak sadar ketika Sasuke menghampirinya dan memberi tahu bahwa jam jaganya telah habis.Tidak mempermasalahkan Sasuke yang telah bangun sebelum dibangunkan olehnya, Naruto pun langsung kembali ke tenda dan terlelap selama empat jam.

Matanya yang terbuka empat jam kemudian semata-mata dikarenakan oleh aroma sedap ikan bakar yang berasal dari luar tenda. Perutnya yang sejak kemarin siang belum diisi apa pun langsung bereaksi begitu menangkap aroma tersebut. Dengan rasa kantuk yang sudah menghilang, Naruto tentunya segera keluar tenda atas dorongan rasa lapar.

Dari sudut matanya, Naruto melihat Sasuke yang tengah duduk bersila di depan nyala api sambil memegang empat buah ikan yang tengah dibakar. Tanpa pikir panjang, Naruto segera menghampiri dan duduk di sampingnya. Ia menyambar dua tusuk ikan di tangan kanan Sasuke dan lanjut membakarnya sendiri. Tindakan itu hanya mendapatkan respon berupa kerlingan. Keheningan meliputi mereka karena tidak ada yang berinisiatif untuk angkat bicara. Hingga kemudian, ketika ikan mereka matang dan ketika Naruto hendak menyantapnya dengan air liur yang hampir menetes, Sasuke menahan tangannya yang tengah mengarah ke mulut.

Menoleh dengan wajah merengut, Naruto mendapati Sasuke mengedikkan dagunya ke sungai.

"Cuci wajah dulu," ujarnya pendek. Ia semakin menjauhkan ikan bakar dari tangan Naruto. Ketika melihat Naruto yang hendak menyela, ia menambahkan, "Liurmu membekas di mana-mana."

Dengan reflek, Naruto segera menyapukan punggung tangannya ke mulut. Namun, seperti yang ia duga, tidak ada apa pun di sana. Kecuali jika noda hitam bekas arang bisa disebut sebagai liur.

Menyadari bahwa Sasuke hanya mempermainkannya, Naruto bersungut kesal. Ia tidak akan mendapatkan noda menjengkelkan di wajah jika tadi Sasuke tidak membuatnya mengecek kondisi wajah. Tangan yang tadi ia gunakan untuk mengusap sudut mulutnya ternyata telah hitam oleh arang, tidak heran wajahnya jadi ikut menghitam.

"Kau akan membayarnya," ungkap Naruto seraya bangkit dan meletakan ikan bakar di atas daun yang digunakan Sasuke sebagai wadah.

Sasuke menikmati makan pagi tanpa beban yang berarti. Dengan ringan, ia berujar, "Hanya itu yang bisa membuatmu mencuci wajah."

Tidak sampai dua menit hingga Naruto kembali ke tempatnya. Ia segera menyambar ikan porsinya dan memakannya dalam waktu yang singkat meski tidak sesingkat ketika ia memakan ramen. Batinnya sedikit merutuki ketiadaan ramen. Namun, ikan bakar juga tidak buruk. Perutnya selalu bersedia diisi oleh berbagai jenis makanan kalau sudah benar-benar darurat.

Begitu selesai dengan makanan dan kembali mendapatkan konsentrasi, Naruto teringat akan hasil observasinya malam tadi--mengenai barrier yang ternyata juga membutuhkan teknik segel Uzumaki.

Sasuke yang sedang membersihkan sisa api guna menghilangkan jejak pun menolehkan kepala. Ia menatap Naruto seolah perempuan itu baru saja mengucapkan kalimat paling retoris selama hidupnya.

"Apa masalahnya?" tanyanya ketika Naruto tidak menjelaskan lebih lanjut.

Memperbaiki ikat rambutnya yang kendur, Naruto melayangkan tangannya ke depan, seolah sedang menunjukan lebar barrier kepada Sasuke.

"Ukurannya, tentu saja. Kau sendiri yang bilang." Matanya kemudian mengerling pada pegunungan yang mengelilingi lembah tempat mereka berada. Naruto mengerutkan alis. "Aku tidak bisa menyegel sesuatu yang lebih besar dari gunung hanya dalam sekejap, bahkan dengan bantuan Shukaku sekalipun."

"Siapa bilang kau harus menyegelnya dalam sekejap?" tanya Sasuke yang langsung membuat kerutan di dahi Naruto semakin jelas. "Penutupan barrier ini akan memakan waktu yang cukup lama. Kau bisa melakukannya secara bertahap selama proses penutupan barrier."

Mengejapkan mata, Naruto menyunginggkan cengiran malu--malu karena tidak memperhatikan hal detail semacam itu padahal dia sudah menjadi shinobi dalam jangka waktu yang tidak singkat. Sasuke mendengkus ketika melihatnya. Ia menyuruh Naruto untuk membongkar tenda dan mereka pun mulai bekerja sepuluh menit kemudian.

Dengan Naruto yang telah kembali memakai jubah hitamnya, mereka berdiri tepat di depan barrier yang hanya dapat dilihat oleh Sasuke.

Menurut lelaki itu, barrier yang ada di depan mereka saat ini adalah salah satu dari beberapa titik yang rusak paling parah. Naruto bisa merasakan energi yang kuat dari sana, seolah udara kosong tersebut mengandung lava yang menguarkan panas yang tak terhingga. Meskipun rasa dari energi tersebut tidak bisa disebut sebagai 'panas' namun, deskripsi itulah yang paling mendekati. Naruto memang tidak terbakar secara fisik. Namun, barrier itu seolah mengeluarkan uap yang membuatnya gerah meski di saat bersamaan juga membuatnya seolah dipenuhi oleh adrenalin dari energi itu sendiri.

Bagaimana bisa ada kekuatan yang terasa saling berkontradiksi di saat yang bersamaan? Perasaan menolak namun juga menarik ini sedikit membingungkan Naruto.

Mengaktifkan Rikudō Sennin Mode sekaligus Kyūbi Chakra Mode, cahaya kekuningan yang amat terang pun melingkupi Sungai dan Lembah Affric di dini hari. Letak barrier yang cukup jauh dari pemukiman merupakan keuntungan bagi mereka karena berarti tidak akan ada pihak yang menuntut penjelasan atau hal merepotkan lain begitu mendapati pemandangan asing semacam ini. Orang-orang yang tinggal di desa Cannich hanyalah warga biasa. Mereka bukan penyihir ataupun shinobi. Tidak mungkin ada shinobi yang tinggal di sini.

Merasakan tambahan chakra yang begitu besar, Naruto pun menyayangkan keadaan yang membuatnya dan Sasuke tidak bisa menggunakan Kurama Mode dan Susanō untuk mempercepat proses penutupan segel. Dengan chakra sebanyak ini, Naruto bisa bergabung dengan Kurama seperti saat ketika mereka melawan para musuh di Perang Besar Shinobi Keempat. Meski sudah lama tidak menggunakannya, Naruto yakin kombinasinya dengan Kurama masih bagus.

Tapi, apa yang dikatakan Sasuke memang benar. Mereka tidak bisa menarik perhatian dan membuat masalah yang sebenarnya bisa dihindari. Lagi pula mereka memiliki cukup banyak waktu guna menyelesaikan misi ini. Sepuluh bulan bukanlah waktu yang singkat.

Melepaskan segel tangan andalannya, sekitar lima ratus Kage Bunshin pun segera memenuhi sungai tersebut. Mereka semua berada dalam mode yang sama seperti Naruto asli. Jubah kejinggaan mereka berkobar. Warna cerahnya semakin menyinari lembah yang tadinya begitu gelap.

Menyuruh dua puluh bunshin untuk mengumpulkan energi alam dalam Sage Mode, Naruto sedikit mengernyit ketika sadar bahwa ia tidak bisa membuat bunshin lebih banyak lagi ketika berada dalam mode ini. Para Naruto berbaris secara horizontal. Mereka menempatkan diri di titik-titik barrier yang lemah dan mengacungkan ibu jarinya begitu menyelesaikan formasi.

Mengangguk pada prajurit buatannya, Naruto menoleh pada Sasuke.

"Aku akan menyalurkan chakra padamu ketika persediaan chakramu melemah. Sedangkan aku sendiri akan mendapatkan persediaan chakra dari para bunshin yang mengumpulkan energi alam, bagaimana?" tanya Naruto menawarkan.

Sasuke mengangguk singkat. Ia merentangkan tangan kanannya ke samping dan membentuk segel tangan dengan tangan kiri Naruto. Segel tangan itu sama persis seperti apa yang mereka gunakan untuk meruntuhkan Mugen Tsukuyomi. Mengapit mereka berdua, para bunshin berjejer dengan rapi. Mereka yang berada tepat di samping Naruto dan Sasuke mengulurkan tangan sebelum menyatukan kepalan tangannya dengan dua orang tersebut.

Untuk bunshin yang lain, mereka menyatukan kepalan tangan dengan sesama bunshin sehingga semuanya menyatu. Tangan chakra dari tubuh mereka terulur ke tiap titik yang dianggap lemah. Begitupula dengan Naruto asli. Ia menggunakan tangan chakra untuk menyalurkan titik energi paling lemah. Sedangkan Sasuke menggunakan lengan Susanō guna menyalurkan energi tersebut.

Dengan formasi yang demikian, mereka pun memulai proses penutupan barrier selama dua puluh jam dengan sela istirahat lima belas menit tiap lima jam sekali. Di hari itu, keduanya sadar bahwa mereka harus mengubah jadwal misi dan menjalankan misi di malam hari agar tidak dicurigai oleh siapa pun begitu merasakan kehadiran beberapa orang di siang ataupun sore hari.

Jika tidak dialihkan oleh para bunshin Naruto yang bertugas mengumpulkan energi alam, orang-orang yang bermukim di dekat lembah pasti sudah berdatangan dan menyebabkan masalah. Untungnya, bunshin Naruto cukup tangkas dan mampu mengalihkan perhatian para warga yang tidak sengaja mendekati tempat tersebut. Mereka mampu menjauhkan para warga serta memastikan mereka tidak kembali dengan tiba-tiba.

Berkonsentrasi penuh pada kontrol chakra yang digunakan untuk fūinjutsu, Naruto hampir kolaps begitu mereka memutuskan untuk menyudahi penutupan barrier di hari pertama mereka ini. Selama sehari itu pula, mereka hanya memakan ikan bakar dan buah-buahan yang ditemukan tidak jauh dari tempat mereka berada. Istirahat selama lima belas menit sangatlah cukup.

Mengeluarkan banyak chakra juga bukan masalah besar bagi Naruto. Namun, mengontrol chakra dalam kurun waktu yang sangat lama sangatlah melelahkan. Menggunakan jutsu segelnya, Naruto bertugas untuk memastikan energi yang mereka salurkan sampai ke titik-titik yang tepat. Ia harus memastikan bahwa kepingan mosaik yang hilang bisa kembali terisi di tempat yang kosong.

Lembah dan sungai yang gemerlap oleh cahaya kejinggaan langsung berubah menjadi gelap begitu Naruto memutuskan segel tangannya dari Sasuke. Ratusan bunshin menghilang dengan kepulan asap yang disertai suara poof unik. Mantel chakra jingga di tubuh Naruto mengurai dan menghilang. Kakinya langsung terasa seperti jelly. Pandangannya memburam dan ia akan roboh sekaligus tenggelam ke dalam air kalau saja kedua bahunya tidak segera ditangkap oleh lelaki yang ada di sampingnya.

Berada dalam kondisi yang tidak jauh berbeda dari Naruto, Sasuke segera menghampiri tepi sungai dan membaringkan Naruto sebelum ia sendiri ikut roboh di sampingnya. Mereka berdua berbaring bersisian, merasa sangat lemas karena energi yang terkuras habis-habisan, seolah keduanya habis bertarung mati-matian. Faktanya mereka hanya berdiri dan menyalurkan energi ke pembatas tak kasat mata di tengah-tengah sungai itu.

Mengamati langit malam yang bertabur bintang, Naruto mengerjap.

Dunia ini benar-benar tidak seburuk yang ia kira.

oOo

Dua hari adalah jangka waktu yang dijanjikan Tim Barrier guna mengerjakan misi. Sedangkan untuk Tim Pencari, mereka cenderung memiliki waktu tak terbatas. Kurotsuchi, Kiba, dan Ino hanya perlu fokus pada pencarian para ninja pelarian tanpa harus memikirkan masalah dunia sihir. Yang harus mereka lakukan adalah memberi laporan kepada rekannya yang lain. Jadi, malam itu, para anggota shinobi yang tersisa sedang berkumpul di Kamar 312 di mana dua dari empat penghuninya masih belum kembali.

Sosok bertopeng burung merpati tengah mempelajari gulungan perkamen yang berisi lokasi titik-titik keamanan Hogwarts. Perempuan berambut merah muda yang tidak tertutup tudung tengah memindai denah rel kerena api yang membawa para siswa Hogwarts dari London ke Skotlandia. Sementara orang termuda dari mereka semua sedang membaca rincian keamanan Hogwarts yang mayoritas menggunakan 'mantra pelindung.'

Duduk di tepi tempat tidur sambil mengamati ketiga orang tersebut adalah Temari. Tangan kanannya memegang gulungan yang merupakan surat balasan dari Aliansi Shinobi. Beberapa meter dari mereka, Shikamaru sedang berdiri di samping jendela sambil memainkan korek api. Pandangannya menerawang ke langit, melihat bagaimana kegelapan malam dihiasi oleh bulan serta bintang-bintang.

Kalau saja mereka sudah mendapatkan laporan misi dari kelima rekannya, ia pasti akan sangat menikmati acara menonton awan ini. Sayangnya, Ino sama sekali belum menghubunginya sejak berangkat misi dua hari lalu. Begitupula dengan kapten mereka. Keadaan ini telah menimbulkan kecemasan kecil untuk para shinobi di ruangan itu. Hal ini dikarenakan oleh keadaan yang seharusnya tidak ambigu sekarang.

Kemarin siang, ketika Shikamaru dan Temari berkunjung ke Grimmauld Place No. 12 mereka dikenalkan dengan dua anggota Orde yang lain. Mereka adalah Sirius Black dan Molly Weasley. Kemudian, seperti yang telah diprediksikan oleh Temari, dua orang itu langsung menanyakan keredibilitas keduanya untuk melindungi Hogwarts.

Dua orang yang sudah menyiapkan mental untuk tidak tersinggung pun hanya mengangap lalu keraguan mereka sebelum mulai menjelaskan perbedaan budaya yang ada. Dari percakapan itu, Shikamaru menemukan fakta bahwa mereka memang seratus persen warga sipil biasa. Ia bisa melihatnya dari kebiasaan bersekolah hingga usia tujuh belas dan menganggap tabu sebuah pertarungan. Ketika mereka mengatakan adanya pendidikan lanjutan di tempat yang disebut universitas, Shikamaru sedikit berjengit karena membayangkan betapa repotnya berada di sekolah selama kurun waktu yang begitu lama.

Di hari kedua ini, mereka tidak pergi ke mana pun. Temari dan Shikamaru terjebak dengan berbagai dokumen yang harus dikerjakan sementara tiga rekannya yang lain sibuk mendatangi Stasiun King Cross di London yang berhasil membuat tiga orang tersebut saling memukul satu sama lain agar berhenti bersikap aneh dan mulai beradaptasi dengan situasi yang ada. Alat transportasi yang mereka sebut sebagai mobil itu mengejutkan Sai tidak hanya sekali.

Sakura dan Hinoko diharuskan untuk mencekal Sai agar lelaki itu tidak mengeluarkan refleks yang membuat mereka dicurigai oleh orang lain ketika menggunakan Henge. Langsung melompat ke atap begitu dikejutkan oleh klakson mobil tampaknya terlalu berlebihan. Sakura masih ingat tatapan aneh orang-orang ketika melihat kejadian itu. Menyamar di lingkungan yang teramat asing ternyata lebih susah dari biasanya. Tim Penjaga sedikit lega ketika menyadari bahwa Naruto tidak sedang bersama mereka.

Refleks terkejut dari perempuan berambut pirang kekuningan itu jauh lebih parah dibanding Sai. Mereka tidak mau ganti rugi seandainya Naruto secara tidak sengaja merusak fasilitas publik dengan Rasengan tiap kali ia terkejut dengan banyaknya alat transportasi yang disebut mobil.

Elemental Nations belum menggunakan alat semacam itu. Mungkin para warga sipil sudah mulai menggunakannya, tapi jumlah mereka jelas-jelas bisa dihitung dengan jari.

Menyudahi lamunan ketika mendengar ucapan Sai, Shikamaru membalikkan badan menghadap mereka semua.

"Kita punya dua minggu untuk mempersiapkan pengamanan. Aku tidak menemukan masalah apa pun dengan keadaan ini. Yang perlu kita waspadai adalah orang-orang non-sihir," ujarnya sambil menggulung perkamen yang berisi data keamanan Hogwarts.

Hinoko menimpali, "Kenapa kita harus mewaspadai para muggle?"

"Karena dunia sihir tersembunyi dari muggle," balas Sakura. Ia kemudian mengernyitkan alis. "Kalau begini kita harus bekerja malam-malam. Penjagaan di stasiun itu tidak akan jadi masalah bagi kita. Yang membuat segalanya merepotkan adalah kamera tersembunyi dan alarm."

"Kita urus dua benda itu dulu kalau begitu," balas Hinoko dengan ringan. "Teknologi mereka mungkin memang lebih canggih tapi peralatan tersebut cukup familier dengan apa yang digunakan di dalam ANBU."

Menganggukan kepala, Sai menambahkan, "Dulu ketika klan Uchiha dicurigai, ANBU selalu bertugas jaga di markas pengintaian yang merupakan pusat kendali kamera tersembunyi. Kakashi-san menceritakan ini ketika dia menjelaskanku tentang dunia muggle."

Masih memainkan korek apinya, Shikamaru berujar, "Kau sudah diberitahu deskripsi dunia muggle tapi masih sulit menyesuaikan diri?"

Dengan suara yang tidak mengandung emosi sedikitpun, Sai menimpali, "Menurut buku yang kubaca, proses adaptasi dengan lingkungan baru memerlukan waktu paling tidak satu minggu hingga kau benar-benar bisa menerima perbedaan yang ada. Kita tinggal di sini baru selama dua hari saja."

Mengabaikan Sai dengan mengibaskan tangannya, Shikamaru menghampiri mereka dan duduk di samping Temari. Aliansi Shinobi telah memberi balasan laporan misi dengan memberitahu kondisi di sana. Mereka mengatakan bahwa Konoha sedang bermasalah dengan Orochimaru. Masalah ini memang tidak langsung tertuju kepada sannin itu, tapi mereka berkaitan dengannya. Inilah mengapa mereka semua cemas dengan ketiadaan kabar dari lima rekannya yang lain. Tambahan informasi yang baru mereka dapat memang cukup meresahkan.

"Ino dan yang lain pasti baik-baik saja," ungkap Sakura mencoba untuk menenangkan diri. Ia menarik topengnya ke atas kepala sebelum kemudian mendaratkan punggung di atas tempat tidur. "Kaburnya para nukenin dan pelaku penerobosan Kastil Hōzuki akan segera kita temukan. Mereka bertiga akan langsung mengabari kita jika sudah mengetahui posisi mereka."

Meloncat dari tempat tidur Sai dan bergabung dengan Sakura, Hinoko berdecak. Ia ikut melepas topeng ANBU-nya.

"Si Gengo itu sangat merepotkan-shi. Kupikir lidahnya sudah kurusak, apa yang dipikirkan si penerobos kastil ketika membebaskannya?" tanyanya dengan dahi mengerut.

"Di antara para nukenin itu juga terdapat Kido Tsumiki, mantan eksekutif ANBU yang tahun kemarin membuat masalah karena Kakashi-sensei berniat mengurangi budget militer untuk dialokasikan ke projek yang lain. Dia telah memalsukan chakra kyūbi dan menyamar sebagai Sasuke-kun dengan penyamaran yang sangat sempurna, hampir menyerupai kemampuan Zetsu Putih. Dia bahkan bisa memalsukan Sharingan," timpal Sakura. Ia memijit keningnya ketika ingat betapa merepotkannya mantan anggota Ne yang satu itu.

"Kemudian ada dua orang dari Aliansi Persenjataan Ryūha. Mereka membuat masalah di awal tahun setelah Tsunade-sama menanggalkan nama Hokage. Keduanya sama-sama mempunyai kekkei genkai berupa elemen es," sambung Sai. "Identitas penerobos penjara ini masih belum diketahui namanya, desa masih mencaritahunya melalui Orochimaru setelah mendapat fakta bahwa dia dulu adalah bawahannya."

Menyimpan korek api ke dalam saku celana, Shikamaru menghampiri tempat tidur yang berada di depan Sakura dan duduk di sana. Matanya beberapa kali mengerling pada tanda segel Hiraishin yang tercetak di lantai kayu samping tempat tidur tersebut, mengharapkan kemunculan dua rekan yang berjanji akan kembali hari ini. Namun, tiap kali ia mengerling ke sana, yang dilihatnya hanyalah tanda segel dan lantai kayu alih-alih Naruto dan Sasuke.

Apa yang membuat mereka tidak juga kembali?

Mengembalikan fokusnya pada percakapan mengenai para nukenin yang kabur, Shikamaru berujar, "Siapa pun orang ini, dia memilih tahanan yang berkemampuan tinggi. Entah apa tujuannya, tapi kita harus menangkap mereka dulu sebelum mereka mengganggu kestabilan dunia sihir."

"Mau tidak mau kita harus membantu Tim Pencari kalau begitu," Sakura menanggapi. "Apakah tidak masalah kalau kita mengirimkan bantuan untuk mereka dan meninggalkan Hogwarts begitu saja kalau muncul masalah darurat?"

Temari yang sejak tadi diam pun menyeringai. Ia mengibaskan tangannya.

"Jangan khawatir begitu, Sakura. Kita semua tim. Pembagian tugas semata-mata hanya untuk mempermudah pelaksanaan misi. Aku dan Shikamaru di sini tidak ikut hanya sebagai Mediator, kau tahu. Kami berdua tetap merupakan shinobi yang mampu bertarung dengan baik. Melindungi sekumpulan warga sipil di kastil tua bukanlah masalah besar."

Sakura tertawa begitu mendengarnya.

"Kukira kemampuanmu menumpul karena terlalu sering berada di belakang tumpukan kertas."

"Kata seseorang yang menghabiskan hampir seluruh waktunya di rumah sakit."

Mengerang atas balasan sarkasme Temari, Sakura pun berkata, "Shikamaru, kau benar-benar tahan sekamar dengannya?"

Sebelum lelaki itu sempat menjawab, Hinoko sudah menginterupsi mereka lebih dahulu dengan gelak tawanya. Ia mengutarakan sesuatu yang membuat dua teman sekamarnya memerah, kemudian menyembunyikan diri di belakang Sai sebelum Temari ataupun Shikamaru melakukan sesuatu padanya.

Percakapan mereka setelahnya menjadi lebih ringan begitu meninggalkan topik misi yang mereka tanggung sekaligus masalah yang mereka hadapi. Lima orang yang berada di kamar itu menatap jam dinding begitu menyadari malam yang sudah semakin larut. Lonceng jam yang berada di lantai dasar seolah menggema hingga ke ruang 312 yang berada di lantai tiga. Sudah hampir tiga jam mereka berada di sana. Dari pukul sepuluh hingga pukul dua belas malam, namun hingga kini masih belum ada tanda-tanda adanya kabar ataupun kembalinya Tim Barrier.

Hinoko yang merupakan anggota termuda diantara mereka semua pun kentara sekali telah menahan kuap. Matanya sedikit memerah dan Temari mampu memakluminya karena perempuan itu secara dua hari berturut-turut telah berangkat misi di pagi buta. Berbeda dengan Sai ataupun Sakura, Hinoko belum pernah menjalani misi panjang yang memakan waktu hingga berbulan-bulan. Ia juga masih baru di dunia shinobi meski sudah ditempatkan di dalam ANBU.

Namun, perbedaan pengalaman tetaplah berpengaruh besar. Karenanya, Temari menyarankan Hinoko untuk segera kembali saja ke kamar mereka dan beristirahat. Ia atau Shikamaru akan membangunkannya ketika giliran jaganya telah tiba.

Sepeninggalan Hinoko, Sakura menata gulungan perkamen yang diberikan Dumbledore pada mereka. Ia meletakannya di atas nakas sebelum kembali menatap Temari dan Shikamaru.

"Sebaiknya kalian juga bergabung dengan Hinoko-chan. Biar aku dan Sai yang menunggu mereka."

Shikamaru yang langsung bangkit pun mendapatkan rengutan dari Temari.

"Baiklah."

"Kau tidak ingin menemui mereka?" tanya Temari ragu.

Berjalan menghampiri pintu, Shikamaru membalas dengan nada bosannya.

"Kita akan bertemu dengannya besok."

Tidak punya pilihan lain, Temari mengekori Shikamaru.

"Kenapa kau sangat yakin? Bagaimana kalau mereka berada dalam masalah?"

Mendengus pelan, Shikamaru meraih kenop pintu dan membuka pintu tersebut. Ia menoleh melalui bahunya, melihat Temari yang menatapnya heran.

"Dua anak itu selalu berada dalam masalah. Kau tidak perlu mengkhawatirkannya. Yang perlu kita khawatirkan adalah ketika mereka tidak mendapat masalah apa pun," jelasnya ringan, gagal melihat kerutan di dahi Temari yang semakin kentara. "Lagi pula, kita membicarakan Naruto. Mereka pasti terlambat karena Naruto ketiduran."

Temari melihat Sakura yang kembali mengibaskan tangannya menyuruh mereka berdua untuk segera pergi. Dalam beberapa detik saja, dua Mediator itu telah beranjak dari kamar 312. Sakura menghampiri Sai yang sedang membuka-buka buku Hogwarts yang dibawa Naruto. Sejak dua hari lalu pasca sampainya mereka di sini, Sai memang belum sempat membaca buku itu karena misi dan juga karena Sakura yang memonopoli buku. Keingintahuan Sai akan dunia sihir sama besarnya dengan Sakura. Mereka sesekali mengobrolkan topik tentang dunia sihir dan kelihatannya lelaki itu belum puas dengan jawaban yang diberikan Sakura atas pertanyaan yang diutarakan olehnya.

Diambilnya perkamen lain yang tadi tengah dianalisis oleh Sai. Sakura mengumpulkannya dengan dua benda serupa yang tadi diletakan di atas nakas. Setelahnya, Sakura melepas jubah hitam dan kembali berbaring di tempat tidur. Dengan mata terpatri pada langit-langit kamar, ia teringat koran berjudul Daily Prophet yang sempat ia baca ketika menunggu makan malam yang disediakan Madam Rosmerta. Ketegangan yang dialami dunia sihir tampak amat kentara melalui pemberitaan tersebut. Menurut apa yang dibacanya, posisi klien mereka ini tampak cukup penting hingga ia ditakuti oleh Kementerian Sihir.

Kementerian Sihir adalah pihak yang memegang kekuasaan terbesar di sini, bukan? Mereka akan segera mengetahui siapa Sakura dan yang lain cepat atau lambat karena dirinya dan teman-temannya berada di pihak Dumbledore. Kementerian yang sedang berkontra dengannya pasti akan mencari-cari celah guna menjatuhkan sang Kepala Sekolah. Skema politik yang kental sudah terbayang di kepala Sakura. Ia sedikit bergidik ketika membayangkannya. Berurusan dengan pihak pusat akan begitu menyusahkan. Misi yang mereka emban akan terhambat dan mereka bisa mempersulit teman-teman mereka yang berada di Elemental Nations jika pihak sihir ini mengetahui asal-usul mereka ataupun mengetahui masalah barrier.

Kakashi-sensei pasti sudah mengantisipasi hal semacam ini, kan? Sakura harap mantan gurunya itu telah memperhitungkan kemungkinan yang demikian ketika ia memutuskan untuk mengirim mereka ke sini. Perang Dunia Shinobi Keempat baru saja berakhir dua tahun lalu. Perdamaian yang mereka capai masih sangat dini. Anak-anak yang pulih dari trauma peperangan masih sedikit. Sakura sering mendiskusikannya dengan Ino dan sesekali dengan Naruto ketika mereka kebetulan punya waktu bersama. Terlibat dalam konfik besar yang lain bukanlah sesuatu yang diinginkannya sekarang ini. Namun, firasatnya sebagai shinobi mengatakan yang demikian.

Selain itu, Naruto pasti tidak akan tinggal diam kalau seandainya sesuatu yang besar terjadi di sini. Terlebih jika sesuatu itu membahayakan nyawa teman-temannya dan nyawa orang-orang yang tidak bersalah.

Di dalam Daily Prophet, Dumbledore begitu yakin atas kembalinya Pangeran Kegelapan--entah siapa pun ini karena menurut Sakura si pangeran terlalu narsis dengan menyebut dirinya 'pangeran.' Bahkan Madara yang amat sangat kuat tidak memberi julukan apa pun untuk dirinya sendiri meski para ninja menyamakannya dengan dewa--pasca Turnamen Triwizard beberapa bulan lalu.

Kehadiran orang ini secara spontan langsung menyerukan kata bahaya di kepala Sakura. Pengalamannya ketika melihat Kaguya secara langsung sangatlah menganggu. Aura abadi yang dikeluarkan sang Dewi Kelinci sukses membuat lututnya terasa seperti agar-agar. Kala itu, ia bertanya-tanya apakah Naruto dan Sasuke merasakan hal yang sama. Sakura baru mengetahuinya beberapa bulan setelah mereka mendapatkan tangan artifisial. Baik Naruto dan Sasuke sama-sama mengakui ketakutannya dengan berkata bahwa mereka tidak menikmati pertarungan melawan sosok berkekuatan dewa semacam itu lagi.

Jadi, pertanyaannya, si Pangeran Kegelapan ini tidak berada di level yang sama seperti Kaguya, bukan?

Seberapa besar kekuatannya? Sihir gelap apa yang membuatnya sangat ditakuti oleh para penyihir di dunia ini? Selain itu, sebenarnya, seberapa besar bahaya yang bisa ditimbulkan oleh sihir?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut begitu menguras konsentrasi Sakura sehingga ia terlambat menyadari suara gedebuk yang berasal dari lantai kayu di samping tempat tidur Naruto. Kesadarannya baru pulih ketika mendapati Sai yang menjauhkan buku dan beranjak dari tempat tidur guna menghampiri suara sumber suara gedebuk itu.

Mengerjap dan bangkit dari posisi tidurannya, Sakura melebarkan mata ketika mendapati Sai yang tengah berusaha memapah Naruto ke atas tempat tidur namun ditolak dengan keras kepala. Ia mencoba bangkit dengan tenaganya sendiri, membuatnya berjalan dengan agak sempoyongan. Di sisi lain, Sasuke sedang duduk di tepi tempat tidur dengan kedua tangan memijat masing-masing pelipisnya. Dengan topeng yang tidak terpakai, Sakura mendapati wajah pucatnya yang tampak lebih pucat dari biasanya.

Tersandung oleh kakinya sendiri, Naruto mengumpat rendah. Ia hampir terjatuh dan menimpa Sasuke kalau saja Sai tidak menahan kedua bahunya.

"Aku baik-baik saja, Sai, jangan perlakukanku seolah--"

"Kau kelihatan seperti orang sekarat, Dickless."

"Yarou! Tutup mulut atau kau dapat konsekuensinya!"

"Kau bahkan sekarang tidak bisa berdiri dengan tegap, Naru-chan."

"Fuck off, Sai," desis Naruto. Ia mendorong lelaki itu menjauh sebelum mendaratkan punggungnya di atas tempat tidur. "Ketika chakraku pulih kau akan mati."

Sai memberi senyum palsu andalannya dan bergeser ke samping ketika Sakura menyerobot ke arah mereka. Ia duduk diantara Sasuke yang tengah menutup matanya dan Naruto yang tengah berbaring dengan kaki masih menggantung di atas lantai. Ketika mendapati wajah khawatir Sakura, Naruto segera melayangkan cengiran lelah sambil melambaikan tangan padanya.

"Merindukanku, Sakura-chan?"

Sakura merengut. Ia menahan keinginan untuk memukul kepala Naruto saat itu juga.

"Apa yang terjadi? Kenapa kalian sepucat ini?" ungkapnya sambil menarik Naruto untuk duduk.

Perempuan pirang itu mengerang pelan karena dipaksa untuk bangkit. Ia ikut menutup mata seperti Sasuke ketika Sakura meletakan kedua telapak tangannya masing-masing di punggung kedua temannya. Chakra kehijauan mulai bersinar dari sana, Naruto merasakan aliran hangat yang menghilangkan rasa lelahnya secara perlahan.

"Efek perbaikan barrier," gumam Sasuke ketika merasa baikan.

"Mm-hm," bantu Naruto.

Sakura berdecak. "Kalian harus beristirahat setelah ini."

Naruto menggeleng.

"Aku sudah beristirahat."

"Dia ketiduran selama dua jam."

"Kau membangunkanku sejam lebih awal, Teme."

"Itu karena kau hampir hanyut."

"Kenapa juga kau memilih tepi sungai yang sangat menjorok ke sungai?"

"Karena aku tahu kau bakal ketiduran dan memperlambatku."

"Jerk," ungkap Naruto sepenuh hati. "Kenapa kau bisa tetap terjaga? Aku memiliki lebih banyak chakra dari--oh! Kau menyerap semua sisa persediaan chakraku!"

Sasuke hanya mengedikkan bahu sebagai jawaban.

Sakura memukul punggung mereka berdua, membuat keduanya berjengit.

"Tidak bisakah kalian diam?"

Sedikit meringis, Naruto bergumam, "Kau sendiri yang menanyai kami, Sakura-chan," ungkapnya membela diri. Ia mengerling pada Sai yang sedang duduk di depan mereka tanpa berkomentar sepatah kata pun. Naruto memandangnya curiga. "Apa yang kau pikirkan?"

Sai kembali memberikan senyum palsunya. Matanya menatap Naruto, Sakura, dan Sasuke secara bergantian.

"Tidakkah kalian merasa dejá vú?"

Ucapan Sai dibalas dengan kesunyian. Naruto segera mengalihkan pandangannya. Sakura menghela napas pelan, sedangkan Sasuke tidak memperlihatkan respon apa pun. Setelah terdiam selama beberapa saat, Naruto membasahi tenggorokannya dan bergumam, "Yeah," tanpa menguatarakan hal lain.

Sepanjang sisa waktu Sakura menyembuhkan mereka, keempat orang itu tidak ada yang bicara. Mereka semua seolah terpaku oleh pikirannya sendiri hingga kemudian Sakura memberi tahu bahwa ia sudah selesai dan membolehkan keduanya untuk beristirahat. Sasuke menggumamkan terima kasih pada Sakura--yang dibalas dengan anggukan kaku--sebelum kemudian menyambar handuk yang disediakan oleh penginapan dan menghilang dari balik pintu dengan Henge seorang lelaki berambut kecoklatan.

Naruto segera beringsut ke kepala tempat tidur dan melipat kakinya. Wajahnya yang tadi pucat sudah mulai kembali mendapatkan ronanya. Ia menaikan sebelah alis kepada Sakura dan Sai dan bertanya, "Jadi, apa yang kulewatkan selama dua hari ini?" ]

TBC

a/n:

konflik dan musuh shinobi alias nukenin yg di sini banyak yg kuambil dari seri light novel naruto shinden yah. author gabisa ngarang tokoh antagonis sendiri jd memanfaatkan apa yg sudah ada saja xD

sekian!