Enjoy!

Park Jimin sedikit kesal hari ini, mungkin karena paginya di awali tanpa kafein dan pintu yang di gendor brutal saat Ia belum membuka mata. Itu pemilik kontrakan yang menagih uang sewa bulanan, padahal Jimin sudah berjanji akan melunasi tunggakannya besok setelah gajinya di ambil. Tapi Ahjumma berdandan menor itu malah ngomel-ngomel pada Jimin, kalau tidak segera di lunasi Jimin harus angkat kaki dari sana. Sialan memang, tunggu saja setelah gajian akan Jimin lemparkan Uang itu ke wajah berbedak tebalnya. Tapi jangan, Jimin orangnya menjunjung tinggi adab kesopanan, Ia lelaki 23 tahun yang santun.

Tak berakhir disitu, Jimin harus mengejar bus karena terlambat berangkat kerja, bahkan tak sempat sarapan karena harus mendengar omelan tak penting pemilik kontrakan, untung saja Jimin sabar. Jadi disinilah Ia, menggosok lantai loby sebuah gedung perusahan dengan perut kosong, rasanya lemas dan perutnya bergemuruh perih. Nasib buruk memang.

Jimin bekerja sebagai office boy, pekerjaannya bersih-bersih setiap pagi hingga petang, namun kadang kala Jimin kerja lembur jika di butuhkan. Gajinya lumayan untung memenuhi kebutuhannya sehari-hari dan membiayai sekolah adiknya yang masih tingkat atas.

Sebenarnya Jimin Ingin melanjutkan sekolah hingga tingkat sarjana mengambil jurusan arsitektur, namun apa daya, Ia yatim piatu dan mempunyai seorang adik yang masih butuh sekolah membuat Ia harus mengubur impiannya dan memulai bekerja full setelah tamat sekolah tingkat akhir.

Jimin tak menyesal, asalkan adiknya bisa sekolah. Maka Jimin akan bekerja banting tulang demi mewujudkan Impian adiknya yang bercita-cita menjadi dokter.

"Jimin-ah, kau oke? Wajahmu pucat"

"Taehyung, aku tak apa. Mungkin karena tak sarapan tadi"

"Aigoo, padahal sarapan sangat penting. Ini ambilah. Aku dari kantin tadi"

Sebungkus roti lapis Taehyung berikan pada sahabatnya yang tampak mengenaskan.

"Gomawo, aku akan memakannya nanti"

"E-hey! Makan sekarang, aku tak mau mengurusmu jika kau tiba-tiba pingsan".

Lengan Jimin Ia tarik ke kursi panjang di dekat dinding mengabaikan tongkal pel yang jatuh menghantam lantai. Sekarang mereka di koridor yang cukup sepi, jadi mencuri kesempatan untuk sarapan singkat tak jadi masalah.

"Baiklah aku akan makan, kau pemaksa seperti biasa".

"Ini karena aku peduli padamu bodoh"

"Arraseo. Gomawo~"

Senyum lebar Penuh syukur dari Jimin membuat Taehyung lega. Sahabatnya ini memang harus di paksa baru mau makan. Diperhatikannya Jimin yang melahap roti lapisnya dalam dua kali gigitan, kentara sekali lapar.

"Kenapa tak sarapan? Jihyun tak membuat makanan?"

"Bukan, ada sedikit masalah dengan pemilik kontrakan". Jimin meneguk air mineral yang di sodorkan Taehyung. Mendesah penuh syukur saat lambungnya terisi makanan.

"Sudah kubilang, pindah saja dari sana. Di tempatku ada kamar yang kosong, lumayan luas untuk kau dan Jihyun"

"Tidak, dari tempatmu jauh dari sekolah Jihyun, lagian hari ini aku akan melunasi sewa bulanan. Jadi tak usah khawatir"

"Baiklah, tapi jika kau berubah pikiran kabari aku"

"Tentu saja. Ngomong-ngomong terima kasih rotinya. Akan kutraktir kau lain kali"

"E-hey! Lupakan saja. Aku harus ke atas, pagi ini banyak sekali yang meminta kopi"

"Yak! Kau ada pekerjaan malah datang kemari"

"Biarkan saja, nanti aku beralasan pantry kantor sedang ramai. Bye"

"Ck kebiasaan"

Jimin menggelengkan kepalanya, sudah biasa menghadapi tingkah se enaknya dari Taehyung sejak mereka masih di sekolah.

Jimin sebenarnya heran dengan Taehyung, anak itu tidak miskin tapi tak mau lanjut sekolah malah kerja jadi OB. Tampang cukup oke, kenapa tak jadi artis saja ya?

Pernah sekali mereka berdua iseng ikut audisi menjadi Idol, sudah lolos seleksi tapi tidak tahan dengan masa pelatihan yang menyiksa lahir batin. Maka belum genap sebulan mereka berdua sepakat berhenti dan melamar kerja jadi OB di kantor management Artis itu.

Iya, mereka bekerja jadi OB di kantor Bighit Entertaiment setelah gagal jadi Idol. Usulan Taehyung setelah melihat lembar pencari kerja di papan informasi. Jimin setuju saja karena gajinya lumayan di bandingkan harus kerja di minimarket atau jadi pelayan kedai.

"Jimin-ssi, tidak makan siang?"

"Sedikit lagi, kaca bagian sini belum selesai ku bersihkan"

"Nanti saja, waktu istirahat sudah hampir habis. Ayo"

Benar saja, sekarang sudah pukul duabelas lewat banyak, tapi pekerjaannya belum juga kelar, ini karena Jisung teman satu timnya tak datang karena sakit, maka Jimin harus bekerja extra hari ini. Ah, bisa Ia lanjutkan nanti yang penting istirahat dulu.

"Tunggu aku Seungwoon"

"Cepatlah. Kantin bisa penuh"

Jimin membereskan alat bersih-bersih dengan cekatan, mendorongnya masuk ruang penyimpanan dan menyusul kawannya menuju kantin.

Sambil menunggu lift, Seungwoon melirik Jimin.

"Hari ini kita akan lembur, ada acara penting makanya kita di minta membantu di hall kantor"

"Benarkah? Aku tak tahu, ada acara apa kira-kira?"

"Ulang tahun perusahaan. Pasti akan sangat melelahkan"

"Benar, jadi tetap semangat Woon-ah"

Jimin menepuk pundah kawan yang lebih pendek darinya itu.

Benar dugaan Jimin, acara ulang tahun perusahaan benar-benar meriah, sejak tadi mereka sangat sibuk mengurus ini-itu, Jimin kebagian menjadi salah satu pelayan untuk mengantarkan minuman dan makanan kecil pada tamu undangan, setelan butler yang Ia pakai sedikit tak nyaman karena ukurannya yang pas di tubuh, bahkan ketua timnya memerintahkan mereka untuk di tata penampilannya, Jimin sedikit risih ketika polesan make up tipis menempeli wajahnya, jangan lupa rambut hitamnya di tata sedemikian rupa hingga keningnya terlihat karena gaya rambutnya yang berbeda, tak jauh kawannya Taehyung juga mendapat perlakuan yang sama, setelah dilihat-lihat cocok juga mereka berpenampilan seperti ini, tapi fokus mereka hanya menjalankan tugas dengan baik tanpa menyadari tatapan terpesona dari beberapa tamu undangan dan beberapa artis pada dirinya, Jimin tentu tak peka saat beberapa kerumunan wanita memperhatikan dirinya lebih lama.

"dude, kalian menyihir hampir semua tamu undangan, selamat"

"apa maksudmu hyung? Kami bukan penyihir"

Jimin meletakan nampan yang berisi gelas-gelas kosong di atas meja pantri kantin, Ia baru kembali setelah mengganti gelas-gelas berisi sampanye di aula pesta.

"tak usah pura-pura Jimin, kau menjadi perhatian para tamu dengan penampilanmu itu"

Sungwoon tertawa saat wajah Jimin tersirat kaget, Jimin cepat-cepat mengecek resleting celananya sendiri, bisa saja itu terbuka tapi tidak.

"bodoh, maksudku bukan itu, ckck.."

Jimin di tinggalkan dengan tanda tanya besar menggantung di atas kepalanya.

"dasar hyung aneh"

Sudahlah, tugasnya masih banyak, maka di angkatnya kembali nampan yang sudah terisi dengan gelas-gelas sampanye yang baru, kembali senyum Ia pasang di wajah rupawannya, Ia harus bekerja dengan baik agar uang tipnya bertambah banyak jadi Ia bisa mengajak Jihyun makan daging sapi yang enak.

"permisi, aku butuh tisu"

Langkah Jimin berhenti di meja pojok aula, di sudut ruangan yang sedikit jauh dari keramaian seorang lelaki manis berkulit putih susu sedang menikmati segelas whiskey seorang diri, Jimin menaikan alis memperhatikan lelaki bersurai permen kapas, wajahnya memerah hampir menyaingi rambutnya. Rupanya lelaki itu mabuk.

"sebentar tuan, akan saya ambilkan"

"tidak, bawakan aku sebotol whiskey lagi, cepat"

Suaranya sedikit bergetar saat memerintah, ada lelehan air mata di pipinya.

"Yi Joung keparat, bocah sialan! Kau tidak boleh meninggalkanku! Apa kau gila!? Hik.. Awas saja kau hik!"

Bagus sekali, di penghujung acara seperti ini Jimin harus berhadapan dengan orang mabuk. Orang ini sepertinya baru saja di campahkan kekasihnya, dan apa perlu Jimin juga harus mendengar ocehannya?

"tuan, anda butuh air putih bukan whiskey, ini minumlah"

Jimin dengan sopan menawarkan segelas air, namun di tampik dengan kasar oleh lelaki manis itu.

"aku tak butuh air keparat! Aku butuh whiskey! Berikan aku whiskey! Aku mau mabuk sampai mati saja hik! Keparat kau Yi Joung!"

Sekarang malah teriak-teriak menarik perhatian dari tamu undangan, dapat Jimin dengar bisik-bisik dari orang-orang disana, gawat! Jika begini akan menimbulkan kesalah pahaman. Jimin harus bertindak sebelum semua menjadi kacau.

"tuan, saya bisa memberi anda whiskey lagi tapi tak disini, mari ikut saya"

Kepala pink itu mendongak, wajahnya benar benar kacau dengan lelehan air mata, bibirnya terpout imut dengan tatapan anak kucing terlantar, sungguh menguji iman seorang Park Jimin yang lemah akan godaan seperti ini.

"hey mr. Pelayan, bawa aku pergi dari sini. Disini membuatku jengah, cepat"

Si mabuk memeluk Jimin sembari mengusal manja di dada Jimin yang di serang tiba-tiba terkejut bukan main, maka dengan hati-hati Ia melepaskan jas yang Ia kenakan dan menutup bahu lelaki yang tak begitu tinggi itu, tangannya merangkul pinggang si pucat, merasakan lekuk tubuh itu begitu indah.

"merepotkan saja, hey tuan, berdiri yang benar, aku tak bisa memapahmu jika begini"

Butuh usaha keras untuk membuat simanis mabuk itu berdiri, rupanya orang ini mabuk berat. Sial sekali hari ini, terpaksa Jimin menyelipkan tangan kirinya ke bawah ketiak si lelaki manis yang masih menggigau tak jelas itu, sekuat tenaga Jimin mengangkat tubuh ringkihnya yang ternyata ringan itu.

"apa ini? Apa perutmu isinya angin semua?" Jimin memutuskan membawa si lelaki mabuk ke luar ruangan, walau tak kenal dengan lelaki manis ini, tapi Jimin punya rasa empati terhadap sesama, katakanlah itu salah satu sifat buruknya. Selalu menolong orang lain.

"setelah apa yang ku korbankan selama ini, dengan mudahnya kau berpaling. Kau lelaki brengsek Yi Joung-ssi, lihat saja apa yang akan ku lakukan padamu hik!"

Jimin menatap datar pada lelaki dalam gendongannya, dalam kondisi seperti ini Ia masih bisa menyumpahi orang lain, Jimin berdecak lidah hingga memutuskan untuk bertanya.

"tuan sadarlah, saya akan mengantar anda pulang, katakan alamat anda dimana?"

Di guncangnya tubuh si manis, setelah di gendong lama bisa berat juga ternyata, dan lelaki pucat itu hanya menjawab dengan seringainya yang terlihat menggemaskan di mata Jimin.

"heh, Yi Joung? Kau datang eoh? Hehe"

Sayu mata itu menatap Jimin yang bengong, apa ini? Apa sekarang si manis mabuk menyangka dirinya adalah kekasih?

Jimin menggeleng prihatin, ternyata orang patah hati bisa menjadi tak waras.

"nde, aku datang menjemputmu, apa kau membawa mobil? Biar ku antar pulang"

Tak ada pilihan lain, Jimin terpaksa berpura-pura menjadi Yi Joung atau apalah nama orang itu, si rambut pink dalam gendongannya semakin mengeratkan pelukan, di benamkan wajahnya yang merah itu ke ceruk leher Jimin dan mengendus seperti kucing.

"Yi Joung kau mengganti parfummu? Aku suka wanginya hmm"

Jimin tak tahan lagi, semakin lama si mabuk semakin terasa berat, di edarkan pandangannya di sekitar, sekarang mereka berada di lantai tiga tempat di mana studio para produser berada, kebetulan ada satu pintu yang terbuka, Jimin memutuskan untuk masuk kesana yang ternyata seperti ruang rapat, tak apalah asal Ia bisa beristirahat sejenak. Si mabuk yang masih asik mencium leher Jimin merengek protes saat tubuhnya di rebahkan pada kursi pijat tapi sesaat kemudian melenguh saat dirinya menyentuh permukaan kursi yang lembut. Jimin bisa bernafas lega, keningnya basah karena keringat, untung saja Ia rajin olahraga sehingga mengangkat lelaki mabuk itu tak begitu sulit.

"lihat dirimu, apa kau tak khawatir jika ada orang jahat yang mengerjaimu saat mabuk seperti ini?"

Jimin berdecak kesal terlebih lelaki itu sudah lelap dalam tidur, Jimin semakin pusing di buatnya, tetapi Ia tak tega juga meninggalkan orang ini sendirian, tak ada pilihan lain, mungkin lebih baik Ia menemani orang ini disini.

Jimin duduk menyender pada kursi di samping si mabuk yang sudah tidur, tubuhnya terasa remuk dari dalam karena seharian Ia tak pernah beristirahat cukup, diliriknya jam dinding sekarang sudah pukul sebelas malam lewat, Ia belum mengabari Jihyun karena malam Ini mungkin saja Ia tak pulang, lagi-lagi Jimin menghela nafas. Di pandanginya lama wajah yang lelap itu, jika diperhatikan cukup menarik, kulitnya begitu putih dan mulus tanpa cacat, bulu matanya tak begitu panjang tetapi cukup lebat, hidungnya tak begitu mancung, tapi bibirnya sangat menarik, tipis tapi penuh, tanpa sadar Jimin menelan ludahnya, Ia seperti pernah melihat orang ini, tapi dimana ya? Jimin kembali mengingat-ingat, rasanya belum lama Ia pernah bertemu orang ini, Jimin masih berpikir ketika suara dering telepon menggangunya. Jelas itu bukan miliknya mengingat semua barangnya berada di loker karyawan, dan benar saja, itu milik si lelaki mabuk, Jimin merogoh saku celana si mabuk, disana tertera sebuah nama yang tak asing bagi Jimin

'RM is calling'

"RM? Rapper sekaligus produser paling terkenal di Bighit"

Jimin masih memproses informasi didalam kepalanya hingga panggilan itu berhenti kemudian sebuah pesan ktalk masuk.

"hyung kau dimana?"

"kau sudah pulang?"

Jimin kembali melirik si pria mabuk itu, setelah memutuskan, Jimin menghubungi RM alih-alih membalas pesan, mungkin RM bisa datang menjemput si mabuk di sini.

Tak butuh lama panggilan Jimin langsung di jawab.

"hyung, kau sudah pulang"

Tanpa basa-basi RM langsung bertanya, nampaknya rapper itu khawatir.

"maaf, pemilik handphone ini sedang tidur, saya-"

"siapa kau? Dimana Suga hyung? Apa yang kau lakukan padanya?"

Oke, Jimin mulai panik, orang ini terus memberondong dengan pertanyaan interogasi, Ia harus menjelaskan semuanya

"maaf, saya Jimin salah satu karyawan di Bighit ent, kebetulan saya menolong pemilik handphone ini yang sekarang sedang mabuk, saya bukan orang jahat, sungguh berani sumpah"

Berbicara panjang dalam satu tarikan nafas ternyata melelahkan juga, Jimin menarik nafas panjang setelahnya.

"oh, maaf kupikir sesuatu yang buruk terjadi pada Suga hyung, jadi dimana kalian sekarang? Apa Suga hyung baik-baik saja?"

"Ia sedang tidur sekarang, bisakah anda menjemputnya di lantai tiga gedung Bighit? Kami berada di ruang meeting, saya tak bisa mengantarnya pulang karena tak tahu alamatnya"

"begini, bisakah saya meminta tolong pada anda Jimin-ssi? Saya tak bisa menjemputnya sekarang karena saya ada urusan penting"

"begitu, jadi saya harus bagaimana?"

Jimin menghela nafa pendek, surai hitamnya Ia usap kebelakang dan memijit pelipisnya. Jimin pusing.

"bisakah anda mengantarnya pulang? Saya mohon bantuan anda dengan sangat, saya akan sangat berterima kasih kepada anda"

"baiklah, kirimkan alamatnya, saya akan mengantarnya dengan taksi"

"Suga hyung membawa mobil, apa anda bisa menyetir Jimin-ssi?"

"saya bisa, baiklah kirimkan saja alamatnya"

Jimin melirik pada saku celana Yoongi, disana menyembul kunci mobil milik lelaki itu. Jimin bernafas lega. Telepon di tutup kemudian satu pesan masuk lagi, sebuah alamat.

"wow, ini apartment mewah, apa orang ini artis? Tunggu, namanya Suga?"

Lama Jimin menatap lelaki manis itu, dan sekarang Jimin sudah tau siapa dia. Suga atau Agust.D salah satu produser terkenal di korea yang juga bekerja di Bighit ent, pantas saja Jimin seperti pernah melihatnya.

"wah, ternyata kau Agust.D itu? Ku kira kau lelaki kekar yang penuh tatto, ternyata aslinya manis seperti ini". Jimin terkekeh mengetahui fakta yang selama ini tak Ia ketahui.

"waktunya mengantarmu pulang putri tidur"

Kembali Jimin membopong Suga yang masih terlelap tak merasa terusik, benar-benar jelmaan Putri tidur. Jimin memilih lift menuju ke basement dan menemukan mobil putih milik Suga, di tidurkannya lelaki manis itu di kursi samping kemudi, dan melajukan mobilnya menuju apartment si manis.

TBC

Okay, karena ceritanya cukup panjang, maka bagian ini di bagi menjadi beberapa part ya, hehe