But, I'm Not a Human

Chanyeol – Baekhyun – Sehun

[Boys Love. Mpreg. Hurt?]

Alur suka-suka!

(2)

.

.

.

.

Sehun tidak melihat bagaimana bentuk papanya saat di TKP, tapi ia datang tergopoh dengan kaki gontai ke Rumah Sakit untuk proses kremasi. Sehun berdiri paling depan dinding kaca, menatap pilu api yang melahap tubuh hancur Baekhyun, merasa sangat frustrasi ketika liuk api mengejeknya setiap kali ia menangis. Memang benar, ini adalah air mata pertama dan akan menjadi yang terakhir untuk papanya. Ah, apa ia pernah menangis dalam doanya untuk keselamatan Baekhyun ketika mengunjungi gereja? Tidak, Sehun tidak melakukan itu. Yang ia ingat hanya Luhan, dan kebenciannya terhadap pengkhianatan Chanyeol sehingga berpikir meminta Tuhan menggunakan kuasanya untuk membuat sang Daddy menyesal.

Tapi Sehun tidak tahu ternyata Tuhan juga membencinya. Dengan cara menjemput Baekhyun sebagai pengabulan doa.

...

Jangraeshikjang terasa sangat kaku ketika ibu dan adik laki-laki Baekhyun menginjak lantai suci untuk memberikan penghormatan terakhir. Hati ibu mana yang tidak sakit, setelah lama tidak bertemu tapi tiba-tiba datang kabar bahwa putranya meninggal dengan cara yang tak layak. Yoona memegangi dadanya agar tetap sadar saat bingkai potretan Baekhyun sedang tersenyum dikelilingi bunga berwarna-warni. Tapi kaki terus melangkah patah-patah sebelum jatuh terduduk di depan peti berwarna cokelat mengilap, seolah memberitahu bahwa dalam peti itu Baekhyun akan tinggal.

Sehun menunduk dalam, menyembunyikan wajah tak tahu malunya dari sang nenek yang menangis histeris. Membuat para tamu lain tak berani bersuara selain memberikan tatapan prihatin. Taehyung masih berusaha mengelus pundak ibunya sambil menenangkan, karena mereka sedang berada di rumah duka yang seharusnya terlewati dengan khidmat dan hormat.

"Ibu, kak Baekhyun tidak akan bisa tenang jika ibu seperti ini. Jangan buat kakak tak ingin pulang ke Rumah Tuhan, tempatnya bukan lagi di sisi kita." Sang anak bungsu berbisik pelan ditelinga ibunya, berharap ada sedikit ketenangan.

Yoona meneleng bengis, pada seseorang yang berdiri seakan tidak punya dosa dihadapannya. Beberapa detik dihabiskan dengan tatapan kebencian yang wanita renta itu layangkan, betapa sejujurnya ia muak melihat orang-orang kaya.

"Kau.. senang?" Chanyeol menunduk dengan tangan tertaut ke depan, "Begini cara kau menepati janjimu padaku, Chanyeol-ssi?"

-ssi, adalah panggilan yang tidak pernah berubah dari ibu mertua yang selalu menganggapnya orang asing.

"Maaf_"

"Apa bagimu janji itu adalah hal sepele? Apa kau tahu, setiap malam aku berharap bahwa Baekhyun benar-benar bahagia telah memilihmu. Belakangan anakku sendiri sering beralasan ketika aku ingin bertemu, aku pikir karena ia benar-benar sibuk mengurusmu dan putranya yang tidak tahu diri. Tapi.. setelah aku memergokimu jalan dengan lelaki lain_"

Yang pertama kali membelalakkan mata tak percaya adalah Sooyoung, ibu Chanyeol yang berdiri di sisi lain, menggunakan hanbok hitam dengan pita tersemat dirambut pendek halusnya. Kemudian bisik-bisik penasaran dari tamu sedikit mengganggu Daniel, yang merupakan kepala tim bedah Rumah Sakit Coseon. Pria itu menatap tajam siapapun yang berani membicarakan atasan sekaligus karibnya, Park Chanyeol terhormat.

"_aku tahu, bahwa sebenarnya Baekhyun takut aku bertanya tentang rumah tangganya. Anakku sendiri takut berbohong padaku lebih banyak lagi dengan mengatakan kalau ia baik-baik saja. Astaga, Baekhyunku.. dia sudah malang sejak kecil ditinggal ayahnya. Apa kau sekejam itu membuat hati Baekhyunku terluka?"

Yoona tertawa miris, menutup wajahnya dengan kedua tangan dan terisak sendirian seolah tak mau si bajingan itu tahu bahwa ia pun sama terlukanya dengan mendiang Baekhyun.

Taehyung bertemu tatap dengan ekspresi tak tergambar Sehun, kelopak mata keponakannya itu memerah sembab. Jadi teringat, dulu sekali, ketika Sehun masih berumur tujuh tahun, ia sering mengajak Sehun bersepeda di taman kota. Pergi ke danau untuk memancing bahkan diam-diam mengajari keponakannya itu bermain petasan dan kembang api.

Tapi, beranjak musim, Sehun tumbuh menjadi pria angkuh, seperti Daddynya.

Pelan-pelan, Taehyung membuang muka. Merasa tak pantas menatap keponakannya yang begitu sempurna.

"Ibu, ayo bangun. Masih ada beberapa kerabat yang ingin memberikan penghormatan pada kakak." Taehyung menopang tubuh Yoona dengan baik, kemudian melirik Chanyeol dan Sehun sebelum berbalik meninggalkan Jangraeshikjang.

Hendak melayani beberapa tamu untuk makan dan minum selagi beberapa orang yang baru datang bergantian menyalakan dupa dan memberi hormat terakhir.

Sooyoung meluruskan pandangan pada putra tunggalnya yang sejak tadi tak berani mengangkat dagu, entah malu karena pengakuan dadakan Yoona tentang jalan dengan lelaki lain atau rasa bersalahnya begitu besar. Ia bukan tipe ibu yang suka mencampuri masalah, tapi ia juga tidak tahu tentang putranya yang berselingkuh karena dulu Chanyeol sangat kukuh ingin menikahi Baekhyun. Seolah akan mati jika bukan Baekhyun istrinya. Merasakan aura lain dari kanannya, Sooyoung melirik dan mendapati Yonghwa mengepalkan tangan marah dengan mata tertuju pada Chanyeol.

Astaga, kenapa tidak ada sedikitpun ketenangan di rumah duka ini? Sooyoung merasa kasihan dengan mendiang Baekhyun, yang pasti sedih melihat kekacauan antar keluarganya.

Daniel membantu memegangi Yoona ketika wanita itu akan memakai alas kaki, tersenyum seperti malaikat saat akhirnya benar-benar membantu ibu dari istri karibnya keluar dari area Jangraeshikjang agar Yoona bisa sedikit berpikir lebih jernih.

"Ah, aku akan mengambil minum. Sebaiknya kau tunggu disini bersama ibu, Taehyung-ah." Suruh Daniel saat mereka menjumpai kursi panjang di dekat karangan bunga duka.

Taehyung mengangguk setelah duduk disamping ibunya, ia sudah mulai terbiasa mendengar Daniel memanggil Yoona dengan sebutan ibu. Karena pria itu dikatakan sangat dekat dengan Chanyeol, ibarat, Daniel seperti adik baginya.

"Tidak apa-apa, bu. Tuhan sudah menakdirkan kakak untuk menemui-Nya lebih awal. Kita tidak bisa mengelak, 'kan?" Si bungsu mengelus rambut ibunya yang kemudian dibawa ke belakang telinga.

Lengkap sudah penderitaan Taehyung, sejak masih bayi ditinggal lari oleh ayah kandung dan sekarang harus menerima kakak satu-satunya yang paling ia sayangi mati dibunuh. Sekarang, Taehyung hanya memiliki ibu yang sudah menua. Hanya kadang rasa takut itu muncul tiba-tiba, dari keduanya, siapa yang akan pergi lebih dulu?

...

Berturut-turut langit mendung dengan angin agak kencang, seakan langit mengerti bahwa kepergian Baekhyun masih meninggalkan duka dibanyak hati orang-orang. Terutama Park Sehun, pria bodoh yang diam saja ketika papanya disakiti, yang diam saja ketika Daddynya berselingkuh, yang memilih melarikan diri daripada menghabiskan waktu menemani papanya. Sering kali kalimat 'jika saja waktu bisa diulang' terlintas dibenak orang-orang yang menyesal telah menyia-nyiakan kesempatan dan Sehun menjadi salah satu hamba yang memanjatkan doa, 'bisakah Tuhan mengembalikan papa meski dalam wujud orang lain?'.

Tapi reinkarnasi adalah omong kosong. Kalau pun Baekhyun dilahirkan kembali, maka ia menjadi milik orang lain yang pasti akan hidup lebih bahagia.

"Masuk saja, paman."

Taehyung tersenyum canggung, sudah lama ia tidak berinteraksi dengan keponakannya. Terakhir kali, sepuluh tahun yang lalu.

"A-ah, tidak perlu. Aku.. hanya ingin mengambil barang-barang milik kakakku. Mana tahu, kalian akan membuangnya."

Kulit dahi Sehun berlipat kecil.

"Kami tidak akan membuang kenangan mendiang papa."

"Baiklah, kalau begitu biarkan ibuku setidaknya memiliki bekas pakaian mendiang kakak." Taehyung bernegosiasi di atas halaman rerumputan, sedangkan Sehun berdiri dilantai teras dan terlihat lebih pucat dari kulitnya.

"Apa halmeoni.. membenciku, paman?"

"Kita tidak sedang membicarakan itu, Sehunie."

Kelopak mata Sehun terbuka sedikit lebar, panggilan manis itu sangat berbeda ketika pamannya ucapkan, terasa mirip dengan Baekhyun. Seolah papanya baru saja memanggil namanya.

"Bisakah kau mengambilnya? Hari sudah semakin sore, ibu tidak mungkin terlalu lama sendirian di kedai."

Sehun tersentak, dengan pikiran kosong ia berbalik memasuki rumah sampai beberapa menit kemudian datang kembali membawa setumpuk pakaian papanya. Wangi khas tubuh bercampur parfum sama-sama menampar Sehun dan Taehyung telak, seolah Baekhyun berdiri di antara mereka.

"Kalau begitu aku pamit. Terima kasih." Sang paman tersenyum simpul dan melangkah mundur perlahan menuju mobil pick up bututnya, tapi sebuah kalimat tertinggal diujung lidah, jadi ia menoleh ke belakang, "Apa kau masih merasa sedih?"

Sehun mengangguk.

"Dulu sekali, ketika aku kecil, kakak pernah mengatakan satu kalimat yang bisa membuatku bertahan sampai sekarang saat aku merasa paling menyedihkan tak memiliki ayah. 'Seseorang akan bersama dengan siapa yang ia cintai'. Kau tahu artinya?" Taehyung tersenyum mengingat waktu Baekhyun suka menjawil hidungnya, "Meskipun kau tidak bisa melihat orang itu dengan mata terbuka, maka tutup mata dan lihat jauh ke dalam hatimu, kau akan merasakannya."

"Kakak sangat mencintaimu, maka pasti ia akan lebih memilih tinggal dihatimu, putranya."

Satu lelehan asin melewati pipi kanan Sehun mengetuk lantai teras. Ucapan pamannya terasa sangat menohok bahkan sampai suara deru pick up mulai menjauhi komplek.

Apa Tuhan mengizinkan Sehun menginjak surga untuk mencari Baekhyun dan bersujud dikakinya memohon maaf?

Tidak semudah itu.

...

Salah satu pengurus Jihoon dengan berat hati menelpon Chanyeol, meminta tolong agar membujuk anak asuhannya untuk makan karena sejak hari kematian Baekhyun, Jihoon tidak mau makan apapun kecuali meminum susu kotak. Tentu saja, Chanyeol datang tanpa rasa keberatan bersama Daniel.

Jihoon terus duduk disudut kamar dekat tirai yang terbuka dan menyembunyikan tubuhnya disana seperti anak lima tahun tengah merajuk. Ketika Chanyeol mendekatinya untuk mulai merayu, baru lah Daniel tertegun melihat rupa Jihoon yang tak tertutup tirai jendela.

Anak itu..

"Jihoon tidak mau makan sebelum paman Baekhyun datang! Jangan membujuk Jihoon karena Jihoon tetap tidak mau!" Si gembul melempar apapun yang bisa diraih bahkan menendang-nendangkan kakinya marah pada Chanyeol.

Benarkah anak itu..?

"Sepertinya Jihoon harus dibawa ke psikiater."

"Jihoon tidak sakit!" Teriak Jihoon semakin marah, semua orang mengiranya memiliki mental bermasalah, kecuali Baekhyun. "Jihoon hanya ingin paman Baekhyun!"

"Niel, kau mengenal psikiater Jeong, 'kan?"

Daniel mengerjap sambil menetralkan napasnya yang sejak tadi tertahan.

"Ah? Ya. Haruskah aku membuat janji?"

"Ya, secepatnya."

"JIHOON TIDAK SAKITTT!"

...

Tubrukan es kristal mengetuk gelas kaca ketika Kyungsoo mencampaknya asal ke dalam champagne. Bunyi sandi apartemen yang ditekan mengalihkan lirikannya sebelum diganti oleh decihan sinis ketika Chanyeol muncul dengan semrawutan.

"Kenapa terlambat?"

"Maaf, aku ada sedikit urusan dengan tetangga."

"Si anak tengil itu?"

Chanyeol mengernyit selagi melepas mantelnya. Dalam hati keheranan, mengapa Kyungsoo tahu soal Jihoon? Tapi, ia sama sekali tidak memusingkan itu. Barangkali ia pernah menceritakan kilas tentang Jihoon yang lebih dekat dengan mendiang istrinya.

"Iya, kasusnya tidak mau makan padahal dia memiliki penyakit lambung."

"Kenapa kau lebih memedulikannya daripada aku, hm?" Kyungsoo bertanya kesal, kemeja pendeknya bergoyang ketika ia turun dari kursi bar mini dan berdiri di hadapan sang kekasih, "Apa aku sampah?"

"Sstt, jangan merendahkan dirimu, sayang." Jempol besar Chanyeol mengusap bibir merah Kyungsoo yang basah karena champagne, "Kau lebih dari apapun."

"Lebih dari istri tololmu itu?"

Chanyeol tersenyum miring, "Dia lah yang sampah jika dibandingkan denganmu, Park Kyungsoo." lalu melumat belah bibir kekasihnya dan merasa segila bajingan saat merasakan pahit champagne.

Padahal, sebenarnya Chanyeol sedang diperalat oleh sesosok yang selama ini Kyungsoo puja dan menjual jiwanya sendiri sebagai tumbal. Dalam gelutan lidah dan kecipak basah liur, Kyungsoo tersenyum seolah menjadi manusia paling bahagia karena Chanyeol jatuh ke genggamannya meskipun dengan cara iblis.

...

Yoona terlihat sibuk melayani beberapa pengunjung, belum lagi ada saja yang meminta soju dan mie dingin tambahan. Walau wajah lesu dan senyumnya tidak setulus hari lalu, wanita itu tetap berusaha sebelum maniknya menangkap seseorang berpostur tinggi berdiri di pintu terpal kedainya.

"Oh? Kau datang lagi?" Tanpa diduga kedua sudut bibirnya tertarik begitu saja, senang menyambut pria yang beberapa hari ini terus datang, "Mari duduk."

"Terima kasih, Ajumma." Pria itu duduk di meja yang Yoona sediakan, lalu mengucapkan kata terima kasih lagi ketika dua botol soju dan semangkuk mie dingin disajikan. "Aku tidak melihat si laki-laki itu?"

Yoona mengernyit selagi duduk dihadapannya, "Maksudmu Taehyung? Ah iya, putraku sedang mengantar barang ke rumah temannya."

Pria itu mengangguk lalu menyeruput bihun yang melemas digenangan kuah lezat.

"Sepertinya aku melihatmu sebelumnya, apa kau pernah mengunjungi kedaiku bersama Daniel?"

Sumpit besi yang mengapit mie terhenti bersamaan dengan kunyahan, pria itu mengangkat pandangannya kemudian bertemu dengan tatapan teduh Yoona. Ragu, ia mengangguk sambil bergumam uhm yang seolah tak masalah.

"Ah, begitu. Pantas saja kau tidak asing. Siapa namamu?" Yoona tersenyum saat menunggu bibir pelanggannya ini tergerak untuk mengucapkan nama,

"Kim Mingyu."

.

.

.

[to be continued–]