Ps: sebaiknya yang sudah lupa dengan ff ini bisa baca lagi bagian satunya, supaya nyambung dan gak bingung.

.

Lebih baik baca di wattpad saja karena aku melengkapi dengan sedikit gambar dan video musik demi mendukung cerita. Shinkyu88 hanya saran : )

,

Selamat membaca

.

.

.

.

Alat-alat pembersih telah diletakan kembali ke tempatnya semula. Kini hanya tersisa papan tulis penuh coretan guru yang harus di bersihkan agar siap untuk dipakai lagi esok.

Tengah asik menghapus papan tulis itu tiba-tiba sahabatnya datang membawa minuman dingin. Untuk melepas dahaga setelah piket mereka.

Kyungsoo tersenyum sebagai ucapan terimakasih dan Baekhyun mengangkat bahu, merasa tak keberatan. Setelah memastikan kelas beres, mereka pulang bersama dengan berjalan beriringan dikoridor sambil sesekali melempar tawa dan obrolan.

"Kyungsoo, ku pikir Jongin menyukaimu" Baekhyun merangkul bahu pemuda yang lebih pendek darinya dan memberikan tatapan menggoda.

Tersipu malu, Kyungsoo menyelipkan surai pendeknya kebelakang telinga. "Uh kau yakin?"

Bukan rahasia umum jika Jongin memperlakukan Kyungsoo secara spesial bahkan lebih dari semua pacar lakukan. Jongin mengantar jemput Kyungsoo setiap hari, kemanapun, kapanpun, membelikannya es cream, suka memandang Kyungsoo diam-diam dan yang terparah dia pun suka mencuri ciuman di pipi. Masih banyak lagi yang tak bisa Kyungsoo sebutkan karena jika harus dijabarkan mungkin satu buku tidaklah cukup.

Tentu saja setiap perlakuan manis itu mengakibatkan perasaan Kyungsoo makin tumbuh dan berkembang. Kyungsoo tak bisa menolong dirinya sendiri untuk tak jatuh dalam pesona Kim Jongin.

Tingkah Jongin yang tak ditutupi disadari oleh semua orang teman-teman, guru bahkan orang tua mereka namun sayangnya justru Jongin sendiri, yang tak mau mengakui.

Sebenarnya Kyungsoo baik-baik saja akan fakta itu selama ini, hingga saat dia ingin ke kelas Jongin untuk mengajaknya makan siang Kyungsoo merasakan patah hati untuk pertama kali.

"Jongin kau pacaran dengan Kyungsoo kan?!" suara bass Chanyeol selalu bisa Kyungsoo kenali. Kemudian tawa dari beberapa orang menyusul disertai siulan dan guyonan menggoda lain.

Dibalik tembok Kyungsoo mengkerut menunggu jawaban Jongin dengan antisipasi tinggi. Jantungnya bertalu-talu menghantam dadanya gugup.

Suara tawa Jongin yang melengking menghantarkan rasa hangat namun semua itu sirna tatkala jawaban yang Jongin lontarkan memukul telak relung hati dan meruntuhkan semua harapan yang dipupuk selama ini.

"Tentu saja, tidak."

Tanpa sadar Kyungsoo menahan nafas sejenak dan meremat seragam sekolahnya, matanya mulai basah, tak sanggup menahan desakan air mata.

Teman-teman Jongin berteriak tak percaya, beberapa kembali tertawa seakan mencemooh Kyungsoo yang tengah mencuri dengar, bersembunyi di luar kelas mereka.

"Kami cuma teman kok"

suara Jongin yang biasa mampu menenangkan kini justru memberikan sengatan nyeri. Kaki Kyungsoo bergetar dan dia tak bisa menahan diri lagi untuk lari.

Lari... menyelamatkan diri dari luka.

Pergi dari cinta pertamanya.

Sejak saat itu Kyungsoo mencoba berhenti berharap lagi, mengubur cintanya dalam-dalam hingga menyakiti diri sendiri.

Seharusnya Kyungsoo sudah terbiasa akan status mereka tetapi ketika Jongin kembali menawarkan pelukan hangat, berbagi kecupan mesra dan elusan sayang dikepala, rasa yang Kyungsoo tahan malah meluap dengan lancang.

Jongin sudah menganggapnya sahabat dari kecil semestinya Kyungsoo paham akan status yang tak bisa diubah itu namun lagi-lagi sampai kini, mereka beranjak dewasa. Rasa sakit itu tak pernah terbiasa untuknya. Sakit itu tak bisa Kyungsoo usir pergi juga.

Nyeri itu kian mengaga, menyakiti Kyungsoo tak terkira.

.

.

We're not Friend

©Shinkyu

Kaisoo Fanfiction

.

.

"Hyung, kita ke restoran lain saja." Kyungsoo memilih beranjak, Kabur. Sama seperti dulu. Menyelamatkan dirinya dari rasa sakit hati yang selalu Jongin berikan.

Dipenuhi rasa bingung dan canggung karena tatapan marah Jongin serta raut sedih Kyungsoo membuat Suho serba salah, dia mengangguk begitu saja, tak tahu lagi harus berbuat apa. Sementara wajah Jongin sudah sangat merah menahan amarah, bagaikan siap meledak kapan saja.

"Kau pikir akan kemana dengannya hah?!" intonasi Jongin naik satu okaf, beberapa pengunjung lain bahkan mulai menengok ke arah mereka, mencari asal suara.

Tangan Jongin mencengkram pergelangan Kyungsoo, sangat kuat hingga Kyungsoo merasa tulangnya akan remuk sebentar lagi.

"Jongin! Lepaskan!" susah payah Kyungsoo memberontak namun Jongin bagaikan patung, tak bergerak seincipun. Kekuatannya jauh diatas Kyungsoo.

"Jongin-ssi—"

"DIAM!"

Jongin berteriak memotong perkataan Suho yang tampak akan menengahi. Suaranya yang menggelegar juga mampu membuat Kyungsoo berhenti mencoba melepaskan diri.

Kini mereka sukses mencuri perhatian seisi restoran Italia itu. Menyadari banyaknya pasang mata yang mengintimidasi juga beberapa jepretan kamera Soojung yang sedari tadi diam mulai bergerak tak nyaman. Bagaimanapun dia merupakan publik figur diantara para lelaki yang tengah bersitegang tersebut. Pasti Soojung yang paling merugi akan keributan ini.

"Jongin." gadis cantik itu menarik tangan Jongin yang bebas. Tatapan matanya ketakutan dan diliputi ke cemasan yang luar biasa. Karirnya bisa dalam masalah jika dia terlibat skandal buruk.

Jongin balas memandang Soojung, paham akan ketakutan yang tersirat dari mimik gadis itu membuat rasa ibanya sedikit terketuk. Perlahan genggamannya pada Kyungsoo terlepas begitu saja dan membiarkan Soojung menggengam tangannya.

Tidak mengetahui perbuatan reflek itu memberikan perih yang tak terkira di perasaan sahabatnya.

Kyungsoo menunduk memegang tangannya bekas cengkraman Jongin dengan senyum kecut.

"Gwenchana?" Suho menyentuh bahunya khawatir. Menyadari kepedulian Suho Kyungsoo tak bisa membendung air mata yang mati-matian dia tahan. Dia menggeleng, mengambil tasnya cepat dan berlari meninggalkan mereka. Dia tak akan pernah menunjukan seberapa lemah dia didepan Jongin dan kekasih wanitanya itu.

"Kyungsoo!" Jongin terkejut luar biasa, hendak menyusul Kyungsoo namun Suho menahannya.

"Aku memang baru mengenalmu dan Kyungsoo" tatapan mata Suho yang biasa sopan dan ramah kini tampak dingin, tak bersahabat.

Alis Jongin berkerut tak nyaman dengan tangan Suho di tubuhnya, dia menepis Suho dengan mudah.

"Lepaskan dan enyahlah."

"Seharusnya aku yang berkata seperti itu." komentar Suho tenang.

"Apa maksudmu?" Jongin menantang.

Suho tersenyum miring sebelum melanjutkan. "Kau yang harus melepaskan dan enyah dari kehidupan Kyungsoo, bukan aku." dia membalikan kata-kata Jongin sebelumnya dengan telak.

"Berkacalah, kau hanya bisa menyakitinya saja." Suho lantas pergi meninggalkan Jongin yang tertohok akan ucapannya.

Jongin akan menyusul mereka namun Soojung lagi-lagi menahan lengannya.

"Jongin, antar aku pulang"

Sial, kenapa sih dia ditahan terus? Niat ingin marah diurungkan saat dilihatnya netra Soojung sudah berkaca-kaca siap menumpahkan air mata. Jongin menghela nafas panjang.

Disatu sisi ingin menyusul Kyungsoo namun dia juga tak mungkin meninggalkan Soojung begitu saja. Apa lagi banyak yang sudah mengambil gambar mereka. Setidaknya Jongin harus mengantarkan gadis itu dengan selamat ke rumahnya.

.

.

.

"Ini minumlah."

Suho meletakan secangkir teh hangat dihadapan Kyungsoo, sebelumnya dia menemukan pemuda mungil itu di salah satu taman tak jauh dari restoran, sedang duduk dan menumpahkan air mata sendirian. Akhirnya Suho menyarankan untuk pindah ke apartemen miliknya karena letaknya tak jauh dari sana. Sehingga Kyungsoo bisa puas menangis atau bersedih sesuka hati tanpa di perhatikan oleh orang lain.

"Sebenarnya kau punya masalah apa dengannya?" Tanya Suho penasaran tak bisa menahan diri lagi.

Jemari Kyungsoo saling meremas melampiaskan keresahan. Dia menundukan kepala enggan beradu pandang. "Namanya Kim Jongin, dia te-manku."

Alis Suho berkerut, seolah tak setuju akan perkataan yang Kyungsoo lontarkan "Aku melihat luka dalam dirimu." Suho membantah yakin. "Mengapa sepasang teman bisa seperti kalian?"

Kyungsoo membuang mukanya. "Aku tak mengerti maksudmu, hyung." dia mengelak dengan suara pelan.

"Kyungsoo, ekpresi terlukamu sama sepertiku saat memergoki pacarku ketahuan selingkuh dulu."

Kyungsoo tak membantah juga tak berani membenarkan.

"Kau mencintainya bukan?"

Sengatan nyeri dimatanya sungguh menyakitkan, mati-matian lelaki itu menahan diri untuk tak menangis lagi. Mengingat kembali cintanya yang tanpa harapan untuk Jongin.

"Tapi dia tak cinta aku, hyung. Apa yang harusku lakukan?" tanyanya lemah, tak berdaya.

"Kupikir kau salah, dia pasti memiliki perasaan juga padamu." sangah Suho, mengambil tempat untuk duduk disamping Kyungsoo dan merangkul bahu rapuh itu mencoba memberinya dukungan.

"Itu bukan cinta, mungkin hanya kepeduliannya sebagai sahabat."

Kyungsoo tetap bersikeras. Jikalau memang cinta Jongin pasti akan menjadikannya pacar sejak dulu, tidak membiarkan hubungan mereka tanpa kejelasan sampai sekarang.

"Hei, dia cemburu saat melihatmu bersamaku"

Suho teringat kembali saat dia mengantar Kyungsoo kemarin juga ketika mereka di restoran sebelumnya. Sikap Jongin kasar sekali padanya bahkan seakan tak mau repot-repot menutupi rasa tak suka padanya.

Sorot mata Kyungsoo meredup. "Aku tidak yakin hyung, jika dia cinta seharusnya dia menjadikanku pacarnya saja. Tapi dia hanya ingin kami berteman." gumamnya bingung.

"Entahlah alasannya, namun aku yakin dia menyukaimu juga." Suho mengacak rambut pendek Kyungsoo singkat.

Kyungsoo terkekeh, semangatnya sedikit bangkit akibat ucapan Suho. Dia menata kembali rambutnya kemudian selintas ingatan akan tujuan mereka makan bersama teringat lagi.

"Maaf makan siang kita jadi berantakan. Oh jadi bagaimana soal pameran lukisan besok? Sebenarnya mengapa kau harus mengajakku?"

"Begini pameran lukisan itu milik mantan kekasihku—" Suho mendesah tak rela. Pandangannya menerawang, mulai bercerita. "—dan aku diundang, ternyata mendekati hari H kami malah putus. Tadinya tak ingin datang tapi aku tak mau menjadi pengecut yang kabur dari kenyataan."

Pekataan Suho mengigatkan akan dirinya yang selalu kabur dari masalah dengan Jongin. Kyungsoo tertohok memaksakan sebuah senyuman.

"Lalu gunanya aku apa? Memang mengapa kau putus dengannya?"

"Harga diriku akan jatuh jika datang sendiri sementara dia bersama pendampingnya" Suho memutar bola mata.

Kening Kyungsoo bekerut merasa heran. "Tunggu, secepat itu dia mempunyai penggantimu?"

"Kyungsoo bukankah sudah kubilang, ekpresi wajahmu yang terluka saat melihat Jongin dan gadis tadi itu mencerminkan aku? Karena pacarku selingkuh."

"Maaf" Kyungsoo menundukan kepalanya.

"Sudahlah, tak apa."

"Um, jadi aku akan pura-pura jadi pacarmu?" Kyungsoo kembali memastikan.

"Hm, hanya semalam" balas Suho agar Kyungsoo tak keberatan. Tiba-tiba sebuh ide terlintas dalam kepalanya. "Ah ini pas sekali."

"Apanya?"

"Bagaimana jika kita membuka mata Jongin secara paksa? Bukan dalam maksud sebenarnya tapi kita sadarkan dia akan perasaannya?" tawar Suho antusias.

"Aku tak mengerti"

Perkataan Suho terlalu berbelit-belit dan memiliki makna yang sulit.

Suho mendengus. "Begini terkadang orang akan menyadari seberapa berharganya pasangan mereka saat kehilangan. Kau harus pura-pura berpacaran denganku didepan Jongin juga agar dia cemburu dan menyadari perasaannya untukmu" jelasnya panjang lebar.

"Sebenarnya aku telah berbohong padanya kalau kau calon suamiku"

Malu-malu Kyungsoo mengakui. Kemarin dia sangat marah dan dikuasai emosi sehingga melontarkan perkataan begitu saja.

Suho mendelik. "Pantas saja, Jongin seakan siap menghabisiku di restoran tadi." kini dia tahu alasan mengapa Jongin seperti akan membunuhnya dalam sekali pandang.

"Tapi apa tidak apa-apa hyung? bukan kah aku jadi memanfaatkanmu?" Kyungsoo bertanya tak enak. Dia sebenarnya tak mau merepotkan Suho apalagi masalah cinta seperti ini. Sungkan rasanya. Terlebih sikap Jongin terkadang kekanakan dan kasar sekali. Suho bisa habis dipukuli jika berbuat macam-macam.

"Tidak, aku juga memanfaatkanmu kok. Kita saling membantu

" Suho tersenyum pengertian, mengacak rambut Kyungsoo lagi. Walau baru akrab dengan Kyungsoo dia sudah menganggapnya seperti adik sendiri. Pemuda mungil itu sangat kaku namun memiliki sisi menggemaskan tanpa dia sadari.

"Terimakasih kalau begitu hyung" Kyungsoo balas tersenyum hingga bibirnya berbentuk hati.

"Aku akan menjemputmu pukul tujuh oke?"

"Baiklah" Kyungsoo mengangguk semangat, tak sabar untuk memulai rencana mereka.

.

.

.

Gadis itu berdiri didepan rumah mewahnya, memandang sang pria dengan rona bahagia. Tak sia-sia dia mengajak Jongin makan bersama dan meskipun harus terlibat diantara pertengkaran Jongin, Soojung sama sekali tak keberatan jikalau Jongin akan mengantarnya pulang seperti ini.

"Terimakasih sudah mengantarku, Jongin-ssi."

"Bukan masalah. Oh ya, aku minta maaf soal kejadian tadi." Jongin tersenyum sungkan bagaimanapun Soojung artis yang telah bekerja sama dengannya. Sebelumnya mereka memiliki hubungan profesional yang baik. Jongin jadi merasa bersalah, kini malah meninggalkan kesan buruk. Apa boleh buat, cemburu memang kerap kali membutakannya.

Soojung tersenyum malu-malu, dia gadis yang berfikiran sederhana tak mau berburuk sangka akan kejadian di restoran sebelumnya.

"Gwenchana, kita bisa makan bersama lain kali." ujarnya menenangkan sambil merapihkan surai panjangnya kebelakang telinga.

Sorot mata Jongin menjadi datar. Paham betul maksud tersirat gadis itu. Dia harus memutus harapannya sebelum perasaan Soojung berkembang makin jauh.

"Soojung, ku rasa tak akan ada lagi lain kali. Aku pergi."

Dia membalikan tubuhnya begitu saja meninggalkan gadis itu tanpa berbasa-basi lagi. Hal yang biasa ia lakukan pada tiap gadis yang dekat dengannya. Menyingkirkan mereka sebelum perasaan tumbuh tak semestinya. Jongin dengan mudah bisa membuang mereka tanpa menoleh lagi, namun pengecualian untuk Kyungsoo. Sahabatnya, yang mengisi ruang kosong selama bertahun-tahun dalam dada. Tak bisa tergantikan atau dihapuskan walau ribuan kali mencoba.

"A-pa?" Soojung menganga, terkejut luar biasa mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan seperti ini. Jongin tak mau mereka berhubungan lagi? Yang benar saja. Bahkan para aktor atau idol sekalipun mengejarnya namun mengapa Jongin sedikitpun tak tertarik padanya?

Padahal dari dulu Soojung sudah berusaha menarik hati sutradara muda itu. Bersikap manis dan memberikan perhatian lebih, tetap saja Jongin selalu membangun dinding pembatas yang tak bisa Soojung lewati.

Mungkin kali ini Soojung harus menyerah, mendapatkan Jongin sama dengan mustahil dan sia-sia saja.

.

.

.

Sepanjang perjalanan Jongin mengemudi dengan sembrono, dia bahkan hampir menabrak penyebrang jika tidak memiliki reflek mengerem yang baik.

Raga Jongin disana namun angan berkelana, memikirkan seseorang yang bahkan tak mau mengangkat satu pun telpon darinya.

Dia membenturkan kening ke kemudi dan mencengram stirnya dengan frustasi. Sehancur apapun Jongin saat ini, Jongin masih sulit mengakui bahwa perasaannya telah berlabuh pada sahabatnya sendiri.

Berat hati lelaki itu pergi kembali bekerja lagi walau fikiran dan hati tak sejalan mengiringi. Dia harus tetap melanjutkan hidup meskipun sebagian dari hati ingin bertemu dan mendekap sahabatnya saat ini.

.

.

.

"Kau memandanginya hampir satu jam."

Suara Taemin menyadarkan Jongin dari kegiatannya memandangi foto Kyungsoo di layar ponselnya.

"Hey, kau datang?" sapa Jongin canggung, tertangkap basah. Semoga Taemin tidak berfikiran dia orang mesum karena terus melihat foto Kyungsoo.

Taemin mengangguk singkat dan mengambil tempat duduk disampingnya. Dia memanggil bartender untuk memesan segelas alkohol dengan kadar rendah. Tak mau beresiko mabuk karena Taemin mengemudi mobil sendiri.

"Tak biasanya kau datang ke tempat seperti ini bro."

Dari ekor matanya Taemin melihat beberapa botol yang dapat dipastikan milik Jongin. Walau begitu tampaknya Jongin belum mabuk berat. Tak heran sejak kuliah Jongin memang memiliki kadar alkohol yang tinggi.

"Kau ada masalah?"

Taemin menyadari Jongin bukan orang yang membuang waktunya ke bar untuk minum apalagi mencari perempuan. Jongin tipe berambisi memanfaatkan waktu dengan baik dan apalagi Kyungsoo; sahabat dekat Jongin itu terobsesi dengan kesehatan tubuh, maka Jongin tak diperbolehkan untuk minum walau satu gelas. Terkecuali pada moment tertentu yang mengharuskan mereka untuk minum bersama atau jangan-jangan Jongin begini karena Kyungsoo?

"Kyungsoo kan?" tebak Taemin telak.

Mendengar nama orang yang terus mengusiknya, kepala Jongin terangkat. Dia tersenyum mencoba menyembunyikan rasa sakit.

Disini Jongin sendiri meratapi nasib sementara mungkin disana Kyungsoo tengah bersama calon suaminya, bercanda dan memikirkan masa depan mereka dengan suka cita.

Lelaki tan melepaskan tawa dipaksakan, menertawai jalan hidupnya yang tak akan lagi sama. Baru sehari Kyungsoo menjauh dan pergi namun rasanya Jongin siap untuk mati.

"Kyungsoo akan menikah dengan orang lain."

Sorot mata Taemin berubah prihatin. Menghantam telak perasaan Jongin, ya.. dia memang patut di kasihani.

Botol ke tiganya Jongin tegak lagi hingga cairan mengandung alkohol tinggi itu tumpah keluar membasahi leher hingga kemejanya tetapi Jongin terlihat sama sekali tak peduli.

"...dan Kyungsoo," Lanjut Jongin menahan desakan untuk menangis. "Dia marah padaku, dia tak mau aku menemuinya lagi." bisiknya sedih, bagikan sudah tak memiliki harapan hidup lagi.

"Jongin." panggil Taemin sendu, ikut merasakan kesedihannya. Mereka berteman sejak kuliah walau tak seakrab seperti bagaimana hubungan Jongin dengan Kyungsoo. Mereka kerap kali hangout bersama.

Setiap bertemu, Jongin selalu membicarakan Kyungsoo. Tentang bagaimana lelaki itu yang memasak makanan sama tiap hari jumat. Bagaimana senyumnya yang berbentuk hati atau senandung merdu Kyungsoo saat dia mandi.

Pancaran mata Jongin dulu sangat bahagia. Taemin dapat merasakan tiap senyuman dan tawa dari tiap tutur katanya ketika bercerita segala tentang Kyungsoonya.

Perasaan Jongin sudah Taemin sadari dari semua tingkah lakunya. Terlihat jelas sekali, apalagi Jongin terus memandang Kyungsoo dengan cara berbeda, bagaikan Kyungsoo adalah sesuatu yang paling berharga.

Maka dari itu Taemin mengubur perasaannya dalam-dalam karena belum sempat dia berjuang mendapatkan hati Jongin, Taemin tahu bahwa dia sudah kalah bahkan sebelum dia dapat mencoba.

Rasa cintanya sudah ia relakan dari lama, kini berganti dengan kasih sayang sebagai teman semata. Taemin bahagia jika Jongin pun bahagia walau bukan karena dia alasannya namun sampai saat ini mengapa mereka tak kunjung bersama juga?

"Kau sudah menghubunginya?"

Bagaimanapun Taemin sudah merelakan Jongin untuk Kyungsoo. Dia takkan membiarkan hubungan Jongin dan Kyungsoo malah hancur seperti ini.

"Berulang kali." sahut Jongin, tertawa miris. Dia menegak minuman keras lagi terus menerus hingga tandas.

"Hentikan bodoh!" Taemin merebut botol itu kesal. "Kau hanya menyiksa dirimu! Cepat telpon saja dia sekarang!"

"Tapi—"

"Telpon lagi." potong Taemin sambil berkacak pinggang.

Jongin membuang nafasnya kemudian mengambil smartphone di dalam saku jeans yang ia kenakan. Dia menuruti menelpon Kyungsoo dan lagi-lagi tak Kyungsoo angkat.

"Bagaimana?" tanya Taemin harap-harap cemas.

Jongin menggelengkan kepala. Pundaknya menurun lelah.

"Sekali lagi"

"Tae—"

"Ayo Jongin!" dia mendorong ponsel Jongin lagi, menolak untuk menyerah demi kebahagiaan Jongin sendiri.

Tanpa bisa menolak Jongin kembali menelpon Kyungsoo lagi dan entah keberuntungan dari mana Kyungsoo menjawabnya setelah deringan kedua.

"Halo?"

Suara Kyungsoo yang lembut mampu melumerkan hati Jongin. Pria berkulit tan itu menutup wajahnya terharu bahwa Kyungsoo masih mau berbicara dengannya setelah tindakan dan perkataannya yang egois dan kekanakan.

"Kyungsoo? A-ku—" Jongin melirik Taemin meminta pertolongan.

Sedangkan Taemin hanya mengangkat bahunya dan tersenyum bagaikan seorang ayah yang lega melihat anaknya berhasil.

Sebenarnya terlalu banyak yang ingin Jongin sampaikan hingga dia bingung sendiri untuk memulai dari mana.

Haruskah diawali dengan; bagaimana kabarmu?

Apakah kau makan dengan baik?

Aku minta maaf.

dan aku mencintaimu.

Andaikan bisa Jongin utarakan. Andaikan Jongin tidak takut menjalin hubungan. Mungkin semuanya akan lebih mudah untuk mereka.

"Halo, kau disana Jongin?"

Suara merdu yang syarat akan perhatian itu selalu mampu menghangatkan kebekuan dalam dada. Jongin bertahan sekuat tenaga, berusaha membendung air mata.

"Jongin kau mendengarku?"

Kyungsoo aku minta maaf.

Wajah terluka Kyungsoo direstoran terbayang lagi, mencengkram kuat dadanya.

Aku minta maaf, membuatmu bersedih.

Aku mencintaimu, tolong dengarlah perasaanku.

Maafkan aku.

"Kyung—"

"Jongin, aku sedang bersama dengan Suho hyung. Jadi jangan menelpon lagi. Kau mengganggu."

Hatinya kemudian jatuh, tak terselamatkan. Hancur menjadi kepingan kecil yang tak bisa lagi di satukan. Seiring dengan panggilan yang diputuskan bersamaan dengan musnahnya semua harapan.

"Tidak apa-apa" Taemin langsung merangkul pundaknya setelah Jongin menatap smartphonenya putus asa. "Kau masih memiliki kesempatan besok, jangan menyerah."

Tetapi ketika besok tiba dan waktu perlahan meninggalkannya. Persahabatan mereka tak kunjung membaik juga. Kyungsoo sulit ditemui seakan sengaja menghindari. Sudah berkali-kali Jongin menunggu di depan apartemen namun Kyungsoo tetap tak terlihat juga. Entah dimana dia bersembunyi, akhirnya Jongin harus kembali pulang dengan berat hati.

Dimalam hari Jongin sengaja datang lagi, bersembunyi di sudut gelap lorong apartemen Kyungsoo. Tiba-tiba Kyungsoo datang dengan mengendap-ngendap, berusaha keras memasuki apartemennya tanpa menimbulkan suara.

Melihat usaha keras Kyungsoo untuk berusaha lari darinya membuat hati Jongin nyeri. Memang seberapa fatal kesalahannya hingga Kyungsoo tak mau melihatnya lagi? Jongin tak terima jika seperti ini.

Dia akan memaksa Kyungsoo keluar dari apartemen itu hingga sosok Suho datang menyusul Kyungsoo, dengan jasnya yang mewah dan rambut yang tertata rapih khas eksekutif muda. Menghentikan langkah kaki Jongin.

Kyungsoo membuka apartemennya dengan kegembiraan yang tersirat. Dia tersenyum lebar menyambut Suho, mata bulat berbinarnya tenggelam oleh pipinya yang tembam.

Dulu senyum itu hanya ditunjukan padanya kini Jongin harus rela membagi dengan orang lain. Dia mengepalkan tangan hingga buku jarinya memutih menahan diri untuk tak berbuat bodoh dengan menghajar Suho saat ini. Kyungsoo pasti akan membencinya selamanya jika menghancurkan wajah rupawan calon suaminya itu.

Jongin berdecih.

Semua rencananya untuk balas dendam pada Suho sirna saat Kyungsoo keluar dari apartemen dengan pakaian yang berbeda. Dia mengenakan jas putih dan hitam, rambutnya ditata keatas. Manis sekali. Jongin mengumpat lagi.

Suho mengulurkan tangan dan sialnya Kyungsoo langsung menyambut tangan itu dengan senang hati.

Memang mereka pangeran dan tuan putri apa?

Jongin melotot marah pada tangan mereka yang bertautan.

Kyungsoo tertawa ketika Suho melontarkan kata-kata yang tak bisa Jongin dengar jelas.

Jongin tak melepaskan pandangan sampai mereka tiba di depan mobil Suho. Seperti lelaki gentle Suho membukakan pintu untuk Kyungsoo dan Kyungsoo terkikik genit. Memandang Suho dari balik bulu matanya, tersipu malu.

What the fu*k, demi celana dalam monggu. Apa-apaan sih sikap itu?!

Saat mobil mereka melaju pergi, Jongin tak kuasa menahan diri. Dia mencengkram rambutnya dan berteriak frustasi.

.

.

.

Kyungsoo terus melihat kebelakang tepatnya pada bangunan apartemen yang mulai mengecil. Senyum geli tak kunjung hilang, mengembang di bibirnya mengingat kembali tingkah bodoh Jongin beberapa saat lalu.

"Kau lihat itu?" Suho tertawa, meliriknya geli.

Kyungsoo menganggukan kepala.

Memangnya Jongin kira Kyungsoo tidak mengetahui bahwa dia bersembunyi? Tubuh atletis Jongin terlalu besar untuk disembunyikan. Tentu saja dia menyadari sehingga memilih memulai menjalankan rencana, berakting romantis dengan Suho.

"Kurasa kita berhasil hyung" ujar Kyungsoo senang, mengingat kembali bagaimana raut kesal Jongin. Rasanya Kyungsoo tak pernah melihat Jongin seterganggu itu sebelumnya. Dia benar-benar mengemaskan dan sangat menyeramkan ketika marah. Kyungsoo bahagia sekali, menyadari bahwa dia memiliki efek sebesar itu pada Jongin.

"Apa kataku!" Suho mengangkat dagunya bangga dan Kyungsoo memutar bola matanya. Dasar Menyebalkan.

"Berapa lama kita dipameran?" tanya Kyungsoo mengalihkan pembicaraan.

"Hanya sampai Yixing melihat kita, setelah itu kita akan pulang. Mungkin tidak sampai dua jam."

Alis Kyungsoo terangkat jahil. "Jadi mantanmu bernama Yixing?"

"Hentikan" Suho menggerutu.

.

.

.

Semua lukisan itu sangat indah, walau ada beberapa yang abstrak dan tak Kyungsoo pahami. Coretan dalam kanfas dan perpaduan warna sungguh memanjakan mata. Meskipun pengetahuan Kyungsoo soal seni terbilang nol dia merasa bahwa karya Yixing luar biasa.

Sebuah lukisan, menggambarkan sosok anak kecil dengan air mata mengalir indah menarik perhatiannya. Kyungsoo berhenti melihat-lihat dan memilih fokus pada lukisan itu membiarkan Suho pergi mengambilkannya minum.

"Hei."

Kyungsoo menoleh kaget, sosok lelaki memakai jas elegan tengah memandangnya dengan senyuman.

"Kau mengemaskan sekali, pantas Suho memacarimu sekarang." komentar orang asing itu ramah, berdiri disamping Kyungsoo ikut mengagumi lukisan.

"E-m ku-rasa begitu."

Kedatangan sosok itu mengagetkan Kyungsoo terlebih topik pembicaraan yang dia angkat mengenai Suho tak pernah Kyungsoo sangka. Kyungsoo bahkan bingung harus berespon seperti apa.

"Aku Yixing. Suho pasti sudah bercerita padamu." gumam Yixing terus menatap lukisannya kosong.

Kelopak mata Kyungsoo terbelalak, dia melangkah mundur. Kaget dan tak menyangka Yixing justru menyapanya ramah. Kyungsoo kira saat dia setuju untuk mendampingi Suho ke pesta Yixing, Kyungsoo akan mendapatkan hinaan atau cacian kasar namun Yixing malah beramah tamah dengannya.

"Kenapa kamu terkejut begitu?" Yixing tertawa geli. "Tenang lah aku takkan berkata kasar apalagi sampai memukulmu."

Kyungsoo menghembuskan nafas lega. Sepertinya dia kebanyakan nonton drama.

"Aku kekasih Suho yang baru." ucap Kyungsoo takut-takut. Mungkin Yixing bersikap baik padanya karena tidak melihat Suho datang bersamanya tadi.

Yixing meliriknya sekilas. "Aku tahu kok." dia berespon singkat. "Tidak apa-apa, asal Suho bahagia dengan pilihannya sekarang. Aku tak keberatan. Lagi pula aku tak memiliki ikatan apapun dengannya, jadi tidak pantas jika harus marah atau membencimu."

"Ah" Kyungsoo mengusap lehernya sungkan. Bagaimana mungkin ada orang sebaik ini? Jika dia diposisi Yixing dan Jongin yang membawa pacar barunya mungkin Kyungsoo akan melototi pacar Jongin itu hingga matanya keluar.

"Lalu pacar baru mu mana?" rasanya Kyungsoo ingin memukul mulutnya yang kelepasan bertanya. Lancang sekali dia, oh ya ampun.

Yixing terkekeh dan menggeleng sendu. "Tidak pernah ada pacar baru, sebenarnya Suho salah paham namun dia terlalu keras kepala untuk mendengarkan penjelasanku" ungkapnya dengan suara lirih.

Sepertinya Yixing bicara jujur, Kyungsoo bisa melihat raut sedih dalam setiap untaian kata yang Yixing ucapkan. Menujukan seberapa menyesal dia atas apa yang terjadi. Kyungsoo membenarkan dalam hati walau Suho baik hati terkadang dia terlalu sombong untuk mendengarkan perkataan orang lain, tidak suka dibantah dan paling menjaga harga dirinya. Karena itu pula lah alasan keberadaan Kyungsoo saat ini.

"Tetapi, jika memang ini jalan terbaik untuk kami, aku tak keberatan kok, sungguh." tambah Yixing dengan senyuman tulus. Kyungsoo merasakan hatinya mencelos.

"Yixing kemari sebentar" seorang wanita berpakaian resmi memanggil pria itu dan Yixing langsung mengangguk.

Sebelum pergi Yixing menoleh padanya menyesal. "Maaf aku lupa bertanya namamu?" dia mengulurkan tangannya. Kyungsoo langsung menyambut jabat tangan itu tanpa pikir panjang.

"Kyungsoo, Do Kyungsoo."

"Senang mengenalmu, Kyungsoo" balas Yixing sambil tersenyum kecil. "Setelah ini tolong jaga Suho untukku" tambahnya dan berlalu.

"Tunggu!" Kyungsoo menarik lengan Yixing, menahannya agar tak pergi dulu. "Tidak seperti itu.. A-aku" dia merasa harus menjelaskan sesuatu. Karena jalan cinta Yixing dan Suho tidak benar jika harus berakhir seperti ini. Lagi pula Kyungsoo merasa bersalah saat Yixing memintanya menjaga Suho seperti itu. Bagaimana pun Kyungsoo hanya pacar palsu yang memanfaatkan keberadaan Suho untuk kepentingannya juga.

"Kalian sudah saling kenal?" suara Suho memutus perkataan dan perdebatan batin Kyungsoo.

"Kami hanya mengobrol sebentar." jawab Yixing pelan enggan memandang Suho. Dia memilih memusatkan perhatian pada Kyungsoo, lalu mengambil kartu nama miliknya dan meletakan di atas telapak tangan si mungil. "Jika ada yang ingin kamu katakan, hubungi saja aku" lantas pergi begitu saja, meninggalkan Kyungsoo dan Suho berdua.

Sempat Kyungsoo lihat, Yixing melirik Suho diam-diam sebelum membalikan badan. Selepas kepergian Yixing, Suho pun tanpa sadar terus memperhatikan mantannya itu dengan sorot rindu yang tersirat.

Senyum Kyungsoo tersungging, menyadari satu hal. Mereka masih saling mencintai satu sama lain.

"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Suho penasaran.

"Rahasia!" Kyungsoo memeletkan lidahnya.

"Yah! Tidak sopan, aku bosmu!"

Kyungsoo tertawa, meletakan kartu nama Yixing di dadanya.

.

.

.

Dokumen diatas meja kerjanya sudah menumpuk bagikan sebuah gunung. Kyungsoo melotot begitu Suho yang kembali datang dan meletakan setupuk dokumen baru.

"Hyung..." rengek Kyungsoo manja.

"Panggil aku sajangnim jika di kantor!" perintah Suho galak. "Kerjakan ini dan jangan membantah."

Kyungsoo meletakan kepalanya diatas meja dengan lesu. Suho bagaikan tengah menghukumnya karena tak mau bercerita mengenai pembicaraan dengan Yixing seminggu lalu.

Waktu terus saja berlalu, sejak pertemuan tak mengenakan di restoran dan Jongin yang bersembunyi di luar apartemen. Kyungsoo tak melihat Jongin lagi. Memang Kyungsoo tak mau mengangkat panggilan dan kini Jongin pun tampaknya berhenti mencoba menghubunginya lebih dulu.

Mungkin lelaki itu telah menyerah dan menyadari bahwa Kyungsoo memang pantas dibuang. Dia menghela nafas panjang.

"Jika kau membuang nafas seperti itu kau akan cepat mati."

"Kamjagya!" Kyungsoo menekan dadanya, shock saat Baekhyun tiba-tiba sudah berdiri di belakang bangku yang ia duduki.

"Aku kesini karena penasaran, bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Jongin dan rencanamu, berjalan lancarkan?"

Kebiasaan Baekhyun, suka sekali mengajaknya bicara bahkan saat masih jam kerja mereka. Untung saja Suho sudah pergi setelah meletakan dokumen kerjaan untuknya.

Mengenai rencana, Baekhyun sudah tahu. Kyungsoo menceritakannya karena kata Baekhyun dia adalah shipper Kaisoo nomor satu harus selalu up to date mengenai perkembangan hubungan mereka. Baekhyun kasian pada Kyungsoo dan Jongin karena mereka sama-sama Jomblo. Tidak memiliki masa depan cerah sepertinya.

"Ya.. Tidak ada kemajuan signifikan. Jongin malah tak menghubungiku. Tapi aku tetap saja diantar jemput oleh Suho hyung. Aku mulai merasa tak enak merepotkannya terus. Sepertinya aku menyerah saja"

"Yah" Baekhyun memukul kepala Kyungsoo keras. Menyadarkannya agar tak mudah putus asa dan tebal muka pada Suho. Sesekali bos mereka itu memang perlu dimanfaatkan.

"Jangan berhenti bodoh, aku yakin Jongin sedang sekarat karena merindukanmu. Sekarang yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana membuat Jongin makin cemburu." Baekhyun mengelus dagunya memasang mode berfikir.

Kyungsoo mengusap kepalanya yang menjadi korban tangan bar-bar Baekhyun. "Entahlah." sahutnya sambil meringis.

"Ah! Kita akan makan bersama hari minggu kan?! Kau bisa bawa Suho hyung dan bermesraan di depan Jongin!"

Kelompok pertemanan mereka, Kyungsoo, Jongin, Chanyeol dan Sehun kerap kali merencanakan menghabiskan weekend bersama walau cuma sekedar menonton film dan makan siang. Menjaga agar ikatan pertemanan tak putus akibat kesibukan. Minggu ini rencananya mereka akan berkumpul, setelah sekian lama tak bertemu, menurut info katanya Sehun akan membawa pacarnya yang baru.

Kyungsoo meringis, jika nanti dia bersama Suho, Sehun dan pacar barunya dan Baekhyun tentu saja dengan Chanyeol, mereka bahkan sudah menikah. Lalu Jongin? Sendirian?

Membayangkan saja Kyungsoo sudah tak tega. Namun mau bagaimana lagi. Biar saja. Anggap sebagai hukuman karena Jongin itu raja pemberi harapan palsu dan suka mengantungkan perasaannya dari kecil.

.

.

.

Sehun mendobrak pintu kamar Jongin, mendapati pria tan itu tengah merokok.

"Yah!"

Syuting mereka memang sudah rampung dan karena itu pula Jongin langsung menghilang begitu saja. Sulit dihubungi bahkan tak pernah menunjukan batang hidungnya di kantor.

"Kemana saja? Sulit sekali menghubungimu"

Jongin menunjuk mengunakan dagunya, terlalu malas bicara. Ke arah ponselnya yang hacur, berantakan kini hanya tersisa serpihan kecil. Agar mencegahnya menelpon Kyungsoo terus menerus seperti seorang maniak.

Sehun menganga, tak habis fikir dengan jalan fikiran sahabatnya.

Kumpulan asap mengantung rendah di kamar yang kacau balau, tumpukan pakaian berceceran di mana-mana dan makanan instan berserakan dilantai. Sehun mendapati adanya beberapa makanan basi di samping tempat tidur. Dia hampir muntah.

"Apa-apaan sih kau ini?" decaknya kesal. Mengambil rokok yang tengah Jongin hisap dan melemparnya ke asbak. "Hentikan!"

Sehun tahu Jongin kerap kali merokok jika sedang stress namun itu sudah lama sekali. Hampir empat tahun lalu.

Tanpa perduli Jongin mengambil satu batang rokok lagi. "Pergilah" pintanya pelan kembali menghisap rokoknya acuh.

Sehun menggeram. "Terserah! Tapu kau tidak lupakan? Hari minggu nanti kita akan makan bersama dengan Kyungsoo dan yang lain."

Mendengar nama Kyungsoo, Jongin yang tiduran mengabaikan keberadaan Sehun menjadi sedikit bereaksi dengan menegakan tubuhnya. "Kyungsoo?" ulangnya antusias.

"Luhan ingin bertemu karena kalian teman baikku dan katanya Kyungsoo akan membawa pacarnya juga."

Alis Jongin berkerut tak suka. "Apa?" desisnya tajam.

"Entahlah, maka dari itu kau harus datang"

Jongin meremas rokok ditangan, tidak perduli bila sumbu api rokok tersebut membakarnya. Dadanya sudah terlanjur panas mendengar Kyungsoo berani membawa Suho di pertemuan pertemanan mereka.

.

.

.

"Kau harus datang bersamaku! Ingatlah rencana kita"

Ditempat lain Kyungsoo terus merengek pada Suho melalui telpon.

"Do Kyungsoo hari minggu adalah saatnya aku beristirahat." di sebrang sambungan Suho menggerutu.

"Ayolah hyung!"

Tut

Tut

Kyungsoo memandang ponselnya tak percaya, teganya Suho memutuskan panggilan begitu saja! Menyebalkan.

.

.

.

Dering ponselnya tak juga berhenti, Suho mengerang mengacak rambutnya kesal. Dia mengangkat panggilan Kyungsoo dengan setengah hati.

"Hyung, tolong!" teriakan Kyungsoo mengagetkan Suho.

"Apa?"

"Cepat ke cafe di sebrang kantor, ada Jongin. Tolong aku Jongin memaksaku untuk ikut dengannya!" celoteh Kyungsoo sambil sesekali histeris.

Secepat kilat Suho mengambil kunci mobilnya di meja. Dia bahkan tersandung kakinya sendiri saat hendak memakai sepatu. "Aku akan sampai dalam lima menit"

Begitu tiba Suho malah mendapati Kyungsoo tengah minum cofee di salah satu meja dengan santai.

"Do Kyungsoo apa-apaan ini? Dimana Jongin?"

Bahu Suho menurun lemas. Dia memperkirakan akan dihadapkan dengan keributan dimana Jongin sedang mengamuk mengacak-acak isi cafe. Namun nyatanya Kyungsoo hanya menipunya.

"Duduklah dulu aku akan memesankanmu minum" Kyungsoo mengibaskan tangannya. Tidak perduli dengan keringat yang membasahi kening atasannya itu dan juga penampilannya yang berantakan. Dia memesankan Suho jus agar bisa mendinginkan emosinya.

Suho mengetukan jemarinya di meja tak sabaran. Menunggu Kyungsoo menjelaskan. Kyungsoo malah asik bermain ponsel, entah chating dengan siapa.

"Berjanjilah padaku, jika orang itu datang, kau harus mendengarkan tanpa menotong penjelasanmya." ancam Kyungsoo dengan mata melotot.

"Apa maksudmu?" tanya Suho bingung. Sebenarnya kemana arah pembicaraan ini.

"Berjanjilah!" Kyungsoo menyentak tak sabaran. Makin membuat Suho heran. Suho tahu bawahannya itu memang kerap kali bersikap aneh namun sekarang Suho sama sekali tak memiliki titik terang tujuan Kyungsoo membawanya ke sini.

"Sebaiknya aku pergi saja." putus Suho pada akhirnya sambil merapihkan kembali jaket yang ia kenakan. Langkah kakinya sontak terhenti begitu kehadiran orang yang paling ia rindukan berdiri dihadapannya.

"Yixing?" panggil Suho tak percaya. Yixing tampaknya sama bingung sepertinya. Sementara Kyungsoo tersenyum puas.

"Aku kesini karena Kyungsoo meminta datang." Yixing segera menjelaskan, takut Suho berfikiran macam-macam.

"Yixing hyung, duduklah." si pelaku tanpa dosa menarik Suho dan Yixing untuk duduk berhadapan sementara dia sendiri merapihkan barangnya kemudian berdiri berniat pergi meninggalkan mereka berdua agar meluruskan kesalahpahaman.

"Suho hyung, ingat kau harus berjanji." pinta Kyungsoo lagi, suaranya lebih hangat dan bersahabat dibanding sebelumnya. Mengingatkan akan janji pada Suho untuk mendengarkan penjelasan Yixing kali ini. Dia menepuk punggung Suho sebelum meninggalkan mereka berdua untuk bicara.

Suho mengangguk, perhatiannya sepenuhnya berpusat pada Yixing yang tengah menunduk malu.

Setiap langkah yang Kyungsoo ambil, harapan terus dia panjatkan. Untuk kebaikan Suho dan Yixing. Dia memperhatikan mereka dari balik kaca cafe, kali ini Suho mendengarkan dengan patuh. Mengikuti janji yang Kyungsoo inginkan. Saat mereka saling melempar senyum dan tangan mereka bertautan di atas meja. Kyungsoo berbaik dengan senyuman lega.

Tugasnya telah selesai, Kyungsoo berharap Suho dan Yixing bahagia.

.

.

.

Pintu apartemen itu Kyungsoo dorong pelan menampilkan kediamannya yang gelap dan sepi. Kyungsoo menghela nafas lemas, meletakan sepatunya di rak lalu melengang menuju kamar.

Suasana yang sepi mengingatkannya pada seseorang yang selalu menemani. Kyungsoo memasuki kamarnya dengan berat hati. Dia jatuhkan tubuh letihnya ke atas kasur hingga terpantul beberapa kali.

Bayangan seseorang itu terus terlukiskan dalam benaknya. Dia mengerutu mencoba memejamkan mata.

"Kyungsoo"

Suara baritone yang ia rindukan terdengar memasuki telinga. Kyungsoo menoleh kaget ke sisi kosong di sampingnya tempat Jongin biasa tidur disana.

Sosok Jongin tersenyum lebar, memandangnya dengan menggoda.

"Kemarilah, tidur lebih dekat denganku"

Jongin mengulurkan tangannya. Senyum hangat tak juga lepas dari parasnya yang tampan.

Desakan air mata beruntun memintanya menyerah. Liquid bening itu sudah menggenangi matanya siap untuk tumpah. Sejak kecil mereka tak pernah terpisah walau sehari, rasanya aneh sekali tak melihat satu sama lain seperti ini.

Keberadaan Jongin selalu mampu membuat Kyungsoo lemah dan tak berdaya. Jongin menawarkan rumah yang selalu menyambutnya ketika Kyungsoo lelah. Lalu tanpa Jongin harus kemana dia pulang? Harus pada siapa Kyungsoo mengadu?

Kyungsoo mengulurkan tangan berniat menyatukan tangan mereka tetapi sebelum bersentuhan sosok Jongin hilang, terhapuskan meninggalkan kehampaan.

Hati Kyungsoo kini terasa kosong. Dia menutup wajahnya yang mulai memerah karena menahan tangisan kesedihan. Seberapa keras pun Kyungsoo menghindar atau berpura-pura kuat pada dasarnya dia tetap membutuhkan Jongin, merindukan keberadaan lelaki itu.

Dia menggelengkan kepala, mencoba mengenyahkan siluet Jongin. Secepatnya menghapus matanya yang mulai berair kemudian beranjak menuju dapur untuk menegak segelas air agar fikirannya bisa fokus lagi.

Setelah melepas dahaga, gelas kosong itu Kyungsoo letakan di meja kemudian ekor mata reflek melirik tempat biasa dia memasak yang kini kosong.

"Hey" tubuh mungil Kyungsoo tiba-tiba didekap oleh Jongin dari belakang.

"Kau mengagetkan ku tahu!" omel Kyungsoo mengancungkan spatulanya. Walaupun suaranya terdengar kesal, dia tidak menghindar atau berusaha melepaskan diri malah kembali melanjutkan acara memasaknya tanpa perduli keberadaan Jongin yang menganggu pergerakan.

Jongin merundukan wajah ke perpotongan leher Kyungsoo dan tertawa disana.

"Sepertinya enak"

Kyungsoo menoleh dengan alis terangkat, tangannya masih sibuk mengaduk sup ayam untuk sarapan mereka.

"Dari mana kau tau? Kau bahkan belum mencobanya"

"Sudah" balas Jongin sambil mengecup leher Kyungsoo yang terbuka. Yang dia maksudkan adalah kulit Kyungsoo bukan masakannya.

"Yah!"

Kyungsoo bahkan tak bisa membayangkan bagaimana meronanya dia waktu itu.

Bibirnya terangkat membentuk senyum sendu. Lamunannya buyar saat dering poselnya mengagetkan.

"Kau merencanakanya agar aku datang hari minggu kan?" tanya Suho tanpa basa basi. Suara atasannya itu terdengar senang. Mungkin benar perkiraan Kyungsoo, mereka telah berbaikan dan rujuk kembali.

"Tidak kok, aku memang sudah lama merencanakan tetapi kau kan membuatku sibuk terus hyung. Jadi baru ada waktu tadi. Lagi pula aku benar-benar berharap kalian kembali bersama." Kyungsoo memberi alasan dengan jujur. "Tetapi, Jika kau jadi berubah fikiran karena tindakanku dan akan datang bersamaku hari minggu nanti, aku akan senang, anggap saja sebagai bonus."

"Terimakasih banyak, Soo. Tentu aku akan membantumu."

Kyungsoo tersenyum lebar. Dia kini memiliki alasan bertemu Jongin lagi. Semoga bersama Suho nanti Jongin akan benar-benar cemburu dan menyadari bahwa hubungan mereka bukan sekedar teman biasa. Kyungsoo sangat berharap Jongin membuka matanya untuk perasaannya sendiri.

.

.

.

"Kapan dia akan datang?" Kyungsoo mengaduk jus jeruknya gelisah, dia bahkan sudah memesan kue namun tak tersentuh sama sekali. Terlalu sibuk menanti kedatangan Jongin.

"Kurasa sebentar lagi" jawab Baekhyun, mengecek jam tangannya.

"Kyungsoo tak sabar menunggu pacarmu ya?" ledek Chanyeol jahil. Suami Baekhyun itu dari dulu suka sekali menggodanya dan Jongin karena di lingkup persahabatan, mereka benar-benar terlihat seperti orang pacaran namun tanpa disangka malah Chanyeol dan Baekhyun yang menjalin hubungan lebih dulu.

Kyungsoo tersenyum miris. Malas menanggapi. Sudah bosan saat orang-orang mengira bahwa dia dan Jongin memiliki hubungan romantis seperti itu.

Suho datang kemudian dengan senyuman lebar dan seikat bunga mawar, Kyungsoo mengangkat alisnya tinggi. Sepertinya mood Suho sedang baik sekali. Disekeliling pria itu Kyungsoo dapat merasakan kerlipan bintang yang berkilau. Dia menyodorkan bunga itu sambil berbisik.

"Terimakasih untuk kemarin, ini untukmu"

Kyungsoo mendengus namun tak bisa menyembunyikan raut gembiranya, syukurlah rencana sederhananya menyatukan Suho dan Yixing kembali.

"Ehem."

Mendengar suara tak asing itu membuat Kyungsoo terhenyak, buru-buru mendorong tubuh Suho yang mencondong padanya kemudian membuang muka gugup. Jongin pasti salah paham akan apa yang dia lihat.

"Duduk lah disini." Chanyeol berinisiatif memecah kecanggungan diantara mereka dengan menunjuk bangku kosong disampingnya dan Jongin menuruti tanpa berkata-kata.

Wajah Kyungsoo terangkat ragu-ragu dan mendapati Jongin juga sedang menatapnya dalam.

Jantungnya langsung bertalu-talu, menghantam dadanya keras.

Penampilan Jongin memang sedikit berantakan, dengan rambut yang tak tertata, jaket jeans dan topi berwarna merah walau begitu justru menambahkan kesan sexy dalam dirinya.

Jutaan kupu-kupu bagai berterbangan dalam perut, Kyungsoo menangkup pipinya yang memerah. Tanpa bisa dicegah dia kembali jatuh cinta pada sahabatnya.

Sehun datang kemudian bersama pacarnya yang bernama Luhan. Luhan pria yang lebih tua dari mereka, sangat cantik dan mudah bergaul. Kini mereka bahkan sudah akrab dan mulai ramai oleh perbincangan yang mengalir. Hanya Jongin dan Kyungsoo yang lebih pendiam dari biasanya, tampaknya sibuk dengan fikiran masing-masing.

"Kamu pacar Kyungsoo?" pertanyaan Sehun pada Suho mengagetkan Kyungsoo. Suasana menjadi hening dengan semua pasang mata mengarah pada mereka.

Suho terlalu canggung untuk menjawab sementara Kyungsoo gugup luar biasa karena Jongin terus menatapnya tajam dari tempat duduknya. Andaikan ada lubang, Kyungsoo ingin masuk saja dan menghilang.

"Bukan pacar" Jongin menjawab sengit. Dia menopang dagunya, menatap Kyungsoo dengan senyum penuh ejekan. "Melainkan calon suami, benar?"

Sakit hati yang Jongin rasa membuatnya marah pada keadaan, pada Kyungsoo yang bahkan bisa melihat lelaki lain dibandingkannya.

Padahal Jongin rasa dia yang terbaik untuk Kyungsoo, bukan lelaki bernama Suho itu.

Kyungsoo tak sanggup membalas hanya menundukan kepalanya, tak bisa mengelak. Bibirnya sudah tertekuk kebawah. Kecewa akan sikap kasar Jongin padanya, padahal dia merindukan lelaki itu setengah mati.

"Benar." Suho memilih buka suara. "Kami akan segera menikah" dia merangkul pundak sempit Kyungsoo, merapatkan tubuh mereka. Seperti biasa harga diri Suho terlalu tinggi untuk mengalah pada Jongin.

Kyungsoo terkejut akan tindakan Suho, dia mencoba melepaskan tangan Suho dengan sopan namun Suho tetap bersikeras tak membiarkannya. Mata bulatnya berkelana memperhatikan ekspresi teman-teman akan informasi palsu itu.

Baekhyun tersenyum penuh arti, sudah mengetahui bahwa yang dikatakan Suho adalah kebohongan belaka. Chanyeol mengganga tampaknya dia luar biasa terkejut. Sehun menatap Kyungsoo seakan dia sudah gila. Luhan hanya tersenyum mengucapkan selamat dengan tulus. Dia tak mengetahui bagaimana hubungannya dengan Jongin. Sementara Jongin, lelaki tan itu mengaduk minumannya dengan lemas. Seakan nyawanya telah hilang entah kemana.

Kyungsoo setia memperhatikan Jongin walau teman-teman yang lain mulai bertanya mengenai hubungannya dengan Suho tetapi Kyungsoo tak perduli. Jongin kini beralih memotong kuenya, kasar sekali sampai meja mereka ikut bergerak. Tenanganya yang besar dan tak terkontrol. Dia seakan sedang melampiaskan emosinya kemudian tangannya yang tanpa kendali itu menyengol gelas Sehun disampingnya hingga jatuh ke lantai dan pecah berserakan.

"Ah maafkan aku." gumamnya tanpa merasa bersalah.

Kyungsoo mengigit bibirnya kuat, mencegah untuk tak simpati melihat Jongin yang tampak mengenaskan, berjongkok dan mulai memunguti pecahan gelas satu persatu dengan tangannya sendiri.

"Hei biarkan pelayan saja yang mengurusnya." Sehun mencoba menarik lengan Jongin, memintanya untuk berdiri tapi Jongin langsung menepisnya hingga Sehun tak percaya akan tindakan kasar Jongin.

"Ada apa dengannya?" Chanyeol bersuara cemas.

Darah yang menetes di lantai menjadi saksi bahwa Jonginnya tengah terluka.

"Jongin jangan begini" pinta Kyungsoo sedih, ikut berjongkok, meminta Jongin melepaskan pecahan kaca dengan lembut.

Tubuh Jongin tak bergerak, bahkan tak membalas menatap Kyungsoo di depannya. Lelaki tan itu menuruti melepaskan pecahan gelas membiarkan darah makin menetes membasahi lantai.

"Sebaiknya aku ke apotik." Baekhyun berdiri menawarkan bantuan diikuti Chanyeol yang segera mengambil kunci mobilnya.

"Tidak apa-apa" Jongin menolak, menggeleng pelan. Mengangkat wajahnya memandang Kyungsoo penuh rasa sakit. "Aku baik-baik saja"

Saat itu Kyungsoo merasa hatinya diremat oleh tangan kasat mata.

Jongin tersenyum sekilas lalu berdiri dan segera ke toilet untuk membersihkan tangannya.

"Tidak, kau pembohong." bisik Kyungsoo pada punggung Jongin yang menjauh.

Teman-teman mereka saling berpandangan, bingung mengenai apa yang terjadi. Suho berinisiatif menghampiri Kyungsoo.

"Kau baik-baik saja?"

Tanpa menyahut Kyungsoo sedikit berlari menyusul Jongin tetapi Suho mengikuti dan menariknya sebelum memasuki toilet, mencegah Kyungsoo untuk bertindak sembrono.

"Hyung aku tak tahan lagi Jongin terluka." gumam Kyungsoo resah. Dia tak mau melukai Jongin lebih dari ini.

Tidak apa-apa jika dia yang tersakiti. Kyungsoo ikhlas asal bukan Jongin. Walau mungkin Jongin akan menganggapnya hanya teman selamanya, Kyungsoo akan berusaha menerima status mereka.

"Kyungsoo bertahanlah. Kupikir Jongin sebentar lagi akan menyerah." ucap Suho memojokannya ke dinding, memintanya untuk serius karena mereka sudah bersandiwara sejauh ini. Akan sia-sia jika dihentikan begitu saja.

Kyungsoo tak tahan untuk menangis, dia menutup tangannya dengan telapak tangan. Tersedu-sedu menumpahkan kesedihan dan Suho memeluknya, mencoba sebaik mungkin menenangkan.

Mereka tak menyadari di balik dinding Jongin berdiri kaku, baru keluar dari toilet. Menyaksikan bagaimana Suho mendekap tubuh mungil itu dengan hancur.

Ibu jari Suho mengusap air mata Kyungsoo perlahan, penuh kelembutan.

"Bulu mata mu ikut jatuh." Suho terkekeh, mencoba menghibur. dia memiringkan kepala untuk mengambil bulu mata Kyungsoo di bawah matanya

Sosok Jongin membeku bagaikan disiram oleh air dingin. Kepalanya menunduk tak kuasa lagi menahan kehancurannya menyaksikan kini Kyungsoo berciuman dengan calon suaminya sendiri.

Dulu hanya Jongin yang bisa memeluk dan mencium Kyungsoo seperti itu, kini tempatnya sudah tergantikan. Seharusnya Jongin sadar dan menyingkir saja, agar jalan Kyungsoo menjadi mudah.

Dia tak ada hak untuk memiliki perasaan cemburu seperti ini. Jongin tak berhak untuk sakit hati.

Sepantasnya Jongin bahagia melihat Kyungsoo bahagia tetapi yang ada hanya nyeri yang tak terkira. Jongin tak bisa menipu dirinya lagi, dia tak kuasa pura-pura baik-baik saja. Maka dia pergi menyelamatkan dirinya sendiri dari patah hati, kehilangan cintanya yang baru ia sadari.

"Terimakasih hyung." Kyungsoo mengusap air matanya sendiri. "Tetapi ku rasa kita harus menyudahinya, aku bersungguh-sungguh tak kuasa lagi berpura-pura seperti ini. Aku ingin bersama Jongin lagi walau cuma sekedar teman. Aku tidak apa-apa asalkan bersama Jongin sudah cukup untukku."

Suho tak bisa membantah lagi. Pria itu menepuk punggung Kyungsoo mengijinkannya bertindak sesuka hati.

Ketika memasuki toilet Kyungsoo mendapati toilet itu kosong, tanpa ada tanda-tanda keberadaan Jongin disana. Dia putuskan kembali kemeja dan menunggu bersama teman-teman mereka namun sampai dua jam Jongin tak juga datang.

Satu persatu teman-teman mereka berpamitan, Suho pun menawarkan mengantarkannya pulang namun Kyungsoo menolaknya dia akan tetap menunggu. Meskipun sudah berkali-kali menghubungi dan tak Jongin angkat juga.

Kyungsoo tetap menanti sampai kursi-kursi di naikan, pelayan menghampiri dan mengusir Kyungsoo untuk pergi dengan berat hati Kyungsoo berdiri, menyadari Jongin tak akan kembali lagi.

Padahal dia ingin bicara, mengakhiri pertengkaran mereka namun sepertinya Jongin tak ingin melihatnya lagi. Kyungsoo berjalan ditengah kegelapan, seorang diri, memikirkan apa yang telah terjadi dengan air mata yang mengalir. Menangisi cintanya yang mungkin akan berakhir dengan menyedihkan.

.

.

.

Tidak terhitung lagi sudah berapa lama Jongin menghilang, Kyungsoo sudah lelah untuk menunggu dan berharap. Mungkin Jongin memang tak mau melihatnya lagi atau dia sudah menyerah padanya.

Hingga disuatu malam yang sunyi tak berbintang dan tak ada satu pun orang yang berkeliaran dijalan. Jongin mengetuk pintu apartemennya. Penampilannya berantakan, kumis pun mulai tumbuh, kantung matanya bahkan sudah menghitam dan Kyungsoo berusaha keras tak melarikan tangannya untuk merapihkan surai Jongin yang acak-acakan.

"Aku harus bertemu calon suamimu." ungkap Jongin hampa.

Kyungsoo mengigit bibir. "Apa?" dia menahan diri agar tak memeluk Jongin sekarang. Kyungsoo tak ingin Jongin jijik dan lari darinya.

Bola mata Jongin bergerak kesekeliling arah, dia tampak ragu dan gelisah. "Aku harus memberitahukan hal-hal yang kamu sukai dan juga yang tidak sukai padanya."

Desakan air mata sudah membendung. "Mengapa kamu harus berbuat seperti itu?" tanya Kyungsoo lagi dengan suara parau.

Jongin tersenyum tulus walau matanya sudah tak ada binar bahagia lagi. "Karena dia akan menggantikan posisiku untuk menjagamu dan kau pasti akan lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya, dibandingkan aku."

Kyungsoo menutup telinganya tak mau mendengar omong kosong Jongin. Hatinya tak kuasa menahan rasa sakit lagi. Bukan ini yang ia inginkan. Tidak mau semudah itu Jongin melepaskan.

"Berhenti, jangan bicara lagi."

Alis Jongin berkerut. Dia sudah mati-matian belajar merelakan, sudah menghukum dirinya sendiri untuk tak bertemu Kyungsoo dan membiasakan dirinya tanpa kehadiran Kyungsoo lagi. Jongin akhirnya bisa berdiri disini, didepan Kyungsoo walau hatinya hancur.

"Kyungsoo tenanglah, aku sudah merelakan mu. Maafkan aku yang egois, sekarang aku akan mendukungmu sebagai sahabat." ungkapnya putus asa. Tidak apa-apa jika Kyungsoo bersama dengan lelaki lain asalkan Jongin masih bisa melihat Kyungsoo sesekali sebagai teman. Jongin yakin dia bisa bertahan hidup.

Disisi lain Jongin tak tahu, bahwa bukan ini yang Kyungsoo mau. Dia tak ingin Jongin merelakan dan menyerah padanya. Semudah ini Kyungsoo dilepaskan, Kyungsoo merasa tak berharga.

"Cukup! Aku tidak ingin menjadi sahabatmu lagi" Kyungsoo berteriak. Dia mulai muak dengan kata sahabat diantara mereka.

"Apa? Tidak! Kyungsoo! Berhenti." teriak Jongin panik, mencoba menahan Kyungsoo yang akan menutup pintu tetapi pergerakan Kyungsoo begitu cepat hingga pada akhirnya kini dia diluar sendirian. Memandang apartemen Kyungsoo nanar.

"Dia bahkan tak mau bersahabat denganku lagi" Jongin bergumam sedih. Tidak memiliki harapan. "Soo, bagaimana aku bisa bertahan setelah ini?" tanyanya lirih, sepoian angin menjadi saksi betapa hancurnya Jongin saat ini.

Dibalik pintu Kyungsoo terduduk dilantai, memeluk lututnya sendiri.

.

.

.

"Kim Jongin, Apa yang kau lakukan?!"

Minseok melebarkan matanya, terkejut. Tak percaya. Adik lelaki satu-satunya yang ia miliki merokok. Walau ia tau adiknya bandel dan kadang bersikap semena-mena. Tetapi merokok adalah hal yang paling tabu di keluarga Kim. Kesenangan dengan merusak tubuh sendiri merupakan perbuatan yang tolol. Tidak beretiket. Dia tak tahu bahwa Jongin memang suka merokok jika sedang depresi.

Segera ia merebut rokok di mulut adik nya kasar, tak peduli serpihan rokok tersebut mengenai jemarinya yang lentik. Panas rokok tak bisa dibandingkan dengan panas dadanya. Melihat adik yang paling ia sayangi hancur di hadapan matanya mampu membuat ia tak bisa berkata-kata. Niat untuk mengunjungi apartemen Jongin untuk memberikan makanan hilang sudah ketika melihat betapa berantakan Kai, Apartemennya yang gelap gulita bersama rokok dimulut sungguh tak terduga.

Kim Minseok menarik napas panjang dan berat. "Ada apa denganmu?" tanya nya lirih. Hatinya hancur, adiknya hanya diam memandang kedepan. Tatapan Jongin begitu kosong. Minseok bersama Jongin tapi tidak dengan Jiwa adiknya. Jongin hidup tapi bagai tak bernyawa.

"Nunna, apa yang harus ku lakukan" tubuh jangkung itu terjatuh, berlutut didepan kakak nya. Seketika Minseok langsung memeluk kepala adiknya.

"Kenapa rasanya sesakit ini" Jongin menenggelamkan wajahnya pada perut kakaknya. Seakan mencari topangan.

Minseok dapat merasakan Jongin menangis. Dressnya basah, sama sekali tak menganggunya. Adiknya yang kuat, walau harus terjatuh dari sepeda. Tak pernah sedikitpun mengeluarkan air mata. Hal apa yang mampu membuat Jongin sehancur ini?

"...Bukan kah ini yang ku mau dari dulu. Aku tak mau menjalin hubungan..."

Jongin menjauhkan dirinya dari Minseok. Ia berjalan mengambil rokok kemudian memantiknya. "...tapi kenapa sesakit ini saat aku harus meninggalkannya?" ia menghembuskan asap, berkata sambil sesekali terbatuk. Paru-parunya ternyata sudah tak mampu menerima zat asing rokok tersebut. Tak peduli. Jongin terus menghisap rokok itu, seperti mencoba menyakiti dirinya sendiri. Setidaknya sesak didadanya tidak sebanding dengan rasa sakit yang Kyungsoo alami.

"Dia tak ingin bertemu dengan ku lagi."

"Siapa yang kau maksud? Dia siapa?" Tanya Minseok mendekati, merebut rokok Jongin dan membuangnya lagi walaupun begitu Jongin sama sekali tak protes.

"Kyungsoo.." Jongin mendudukan dirinya, meremat rambutnya dengan frustasi dan mulai cerita segalanya pada Minseok dari bagaimana perasaannya pada Kyungsoo dan ketakutannya jika harus menjalin hubungan dengan orang lain. Kakaknya itu memang orang terdekatnya setelah ibunya maka bukan hal asing lagi jika Jongin membagi kisah hidupnya pada Minseok.

Setelah mendengarkan, Minseok mengelus rambut Jongin sayang. Prihatin karena perpisahan orang tua mereka meninggalkan trauma pada adiknya sampai sulit menjalin hubungan.

"Katakan saja pada Kyungsoo bahwa kau menyesal dan ungkapkan cintamu padanya, minta ia untuk menjadi kekasihmu."

Bola mata Jongin bergerak gelisah dan tubuhnya mulai gemetaran. Dia mengigiti kukunya sendiri mencoba mencari kegiatan agar tidak terlalu ketakutan.

"Ayah bilang ketika kita menjalin hubungan cinta pada akhirnya kita hanya akan dibuang, ditinggalkan dan anak-anak mereka akan menderita, seperti kita nunna" gumam Jongin cemas. "Aku tidak mau anakku bernasib sama sepertiku"

Minseok terhenyak mendengarnya tak menyangka sedalam itu trauma yang Jongin pendam selama ini. Ayah mereka telah menanamkan suatu doktrin yang salah bagi Jongin kecil yang terus teringat oleh Jongin bahkan ketika dia telah beranjak dewasa.

"Maka dari itu kamu tak berani menyatakan cintamu? dan hanya menjadikan Kyungsoo teman saja?"

Jongin mengangguk dan Minseok menariknya kedalam sebuah pelukan hangat. "Jongin apa yang dikatakan ayah tak sepenuhnya benar, semua cinta tak akan pasti berakhir sedih seperti keluarga kita. Kamu bukan ayah, kamu berbeda dengannya. Kamu tak akan menyakiti pasanganmu kelak. dan aku yakin kamu dan Kyungsoo akan menjaga anak-anak kalian dengan baik kan?"

"Kyungsoo menyukai anak-anak" timpal Jongin antusias.

Minseok tersenyum. "Kalian takkan terpisahkan dan jika pun kalian harus berpisah karena suatu alasan. Kalian akan mengerti itu merupakan jalan hidup kalian. Apapun yang terjadi perpisahan itu memang siap membayangi tetapi mungkin adanya perpisahan merupakan jalan terbaik. Ayah berpisah dengan ibu karena mereka mencoba berhenti saling menyakiti satu sama lain. Nunna percaya, hubunganmu dan Kyungsoo tak akan berakhir seperti itu. Kalian akan terus bersama lebih dari selamanya. "

Mata Jongin berkaca-kaca membayangkan hari tuanya bersama Kyungsoo, saling berbagi pelukan hangat. Meminum teh di sore hari menyaksikan anak dan cucu mereka berlarian di pekarangan. Membayangkannya saja Jongin sudah merasa sangat bahagia.

"Perpisahan dan masalah bukan tidak bisa diatasi dengan takut dan kabur seperti ini." lanjut Minseok menghapus air mata adiknya. Walaupun Jongin sudah dewasa baginya Jongin tetaplah adiknya yang kecil. "Kau harus menghadapinya dengan berani dan mengatasinya agar bisa bahagia lagi. Semua itu menjadikanmu lelaki yang makin kuat dan segalanya pasti akan terlewati jika kau tabah dan menjalaninya dengan senyuman."

Minseok menarik pipi Jongin agar bibirnya mengembang dan Jongin terkekeh karena perbuatan kakaknya itu.

"Teruslah tersenyum seperti ini walau hatimu bersedih, kamu akan baik-baik saja. Kejar lah cintamu sebelum kau menyesal dan jagalah, bahagiakan, jangan membiarkan Kyungsoo terluka atau menangis lagi, maka kalian tak akan terpisah seperti bagaimana ayah dan ibu kita."

Jongin mengangguk, menubruk tubuh Minseok dengan pelukan lega. Dia sangat beruntung memiliki Minseok dalam hidupnya.

Dalam diam Minseok berjanji dia akan membantu adiknya kali ini, dia takkan membiarkan Jongin menderita lagi.

.

.

.

"Halo, Kyungsoo?" Minseok menelpon Kyungsoo karena saat dia ke apartemennya, tak menemukan siapapun. Dia tidak tahu saat ini Kyungsoo tengah berada dimana.

Jongin dan Kyungsoo sama-sama menderita karena kesalahan pahaman yang mereka buat sendiri.

"Minseok nunna?" suara Kyungsoo terdengat kaget.

"Jongin... " kemudian Minseok mulai menjelaskan perihal apa yang terjadi pada adiknya, agar Kyungsoo memahami trauma Jongin dan mengerti bahwa hubungan mereka patutlah diperbaiki.

Respon Kyungsoo hanya menangis, tanpa berkomentar lebih jauh. Minseok berharap Kyungsoo dapat membuka hatinya lagi untuk adiknya.

.

.

.

Kediaman Do masihlah tak berubah, entah kapan terakhir kali Kyungsoo pulang. Mungkin tahun lalu saat natal. Kini dia memilih menenangkan diri di kediaman orang tuanya. Terlalu depresi jika harus sendirian diapartemen sementara bayangan Jongin selalu menghantui. Suho bahkan dengan senang hati memberinya cuti.

Lalu sore itu, Kyungsoo tengah melamun memikirkan apa yang telah terjadi dan masa depan yang akan Kyungsoo jalani tanpa Jongin hingga pintu kamarnya di ketuk tiba-tiba.

"Kyungsoo ada Jongin dibawah." suara ibunya memanggil sama seperti saat Kyungsoo kecil saat Jongin meminta Kyungsoo untuk bermain.

"Aku tidak mau bertemu dengannya." mata Kyungsoo sudah berembun. Dia belum mampu, belum siap bertemu lagi dengan pemilik hatinya itu. Setelah mendengarkan penjelasan dari Minseok rasa bersalah menghinggapinya hingga Kyungsoo tak tahu lagi harus menghadapi Jongin bagaimana.

"Dia bilang akan terus menunggu"

Kyungsoo menggeram kesal, lupa akan sifat keras kepala Jongin. Akhirnya dia turun dengan berat hati dan jantung yang berdebar-debar. Sudah lama mereka tak bertemu, bagaimana keadaan Jongin sekarang?

Siluet tubuh seorang pria terbalut jas hitam berdiri gagah di depan pintunya, tanpa sadar Kyungsoo menahan nafas.

"Hey"

Jongin tersenyum manis. Matanya kini membentuk bulan sabit. Rambutnya yang dulu di cat coklat kini berwarna hitam alami dan terpotong rapi. Tetapi keringat di keningnya membuat Kyungsoo bertanya-tanya.

"Ada apa denganmu, kau berkeringat?"

Seharusnya Kyungsoo balik menyapanya atau menayakan kabar bukan malah keceplosan menanyakan keringat Jongin. Rasanya Kyungsoo ingin menenggelamkan dirinya saja.

"Tidak apa" Jongin membalas singkat tak mau memperpanjang. "Aku membawakanmu kerang."

Kyungsoo mengangkat alisnya.

"Kemarikan tanganmu"

Kyungsoo mengulurkan tangannya ragu-ragu, saat Jongin meletakan benda itu kening Kyungsoo berkerut. Meneliti benda ditangannya dengan serius. Benda itu keras, berbentuk aneh dan berwarna keunguan. Kyungsoo tak memiliki ide benda apa ditangannya ini. Hanya satu yang terlintas dalam benaknya.

"Jongin ini batu." seru Kyungsoo yakin.

"Ini kerang, Soo." sentak Jongin tak mau kalah.

Mata Kyungsoo berkaca-kaca teringat kembali saat masa kecil mereka. Jongin suka sekali membawa benda aneh untuknya saat pulang sekolah dan pada akhirnya mereka akan berdebat sama seperti saat ini.

"Baiklah, terimakasih." lagi-lagi Kyungsoo mengalah sama seperti saat kecil, tak mau mengecewakan lelaki di hadapannya.

"Ayo ikut aku." ajak Jongin menarik lengannya.

"Kemana?" Jongin tak menjawab hanya terus menuntun Kyungsoo ke bukit belakang rumahnya yang ditumbuhi ilalang.

Mereka duduk bersama, berdampingan sambil memperhatikan pemandangan matahari sore dan ilalang yang tertiup angin. Kyungsoo memejamkan mata menikmati buaian angin di kulitnya ketika kelopak matanya terbuka Jongin tengah menatapnya dalam.

"Kyungsoo kau tak ingin bersahabat denganku lagi kan?" tanya Jongin dengan senyuman. "Baiklah, aku juga ingin berhenti bersahabat denganmu"

"Apa?" Kyungsoo tercengang.

"Ayo kita berhenti berhubungan seperti itu." pinta Jongin lirih memandang Kyungsoo tepat dimata.

Kyungsoo berkaca-kaca. Mengerti akan arah pembicaraannya.

"...dan mari kita meningkatkan hubungan. Ke jenjang lebih serius lagi" dia mengambil tangan Kyungsoo yang mungil, membawa tangan kecil itu kedalam genggamannya dan menciumnya lembut.

Jemarinya menyisir surai pendek Kyungsoo yang tertiup angin sore. Lalu tangannya turun, mengusap pipi Kyungsoo lembut. "Supaya aku bisa menciummu tanpa alasan, kita bisa tidur berpelukan sambil mengobrol mengenai kegiatan setiap hari, Kau bisa membuatkan sarapan untukku dengan memakai kemejaku."

Kyungsoo mendekap Jongin, menangis haru di dadanya.

"...dan aku akan memelukmu sambil membisikan I love you" lanjut lelaki tan itu, tersenyum di helaian rambut Kyungsoo.

Jongin mengelus punggung Kyungsoo secara perlahan. "Maafkan aku baru menyadarinya, maafkan aku kau harus menderita dan menyimpan perasaan selama ini." ucapnya benar-benar menyesal Kyungsoo harus merasakan semua rasa sakit karena traumanya.

Kyungsoo menggeleng dalam pelukannya. "Tidak, aku juga salah karena tak sadar kalau kau menderita krisis hubungan."

"Tidak apa-apa, setelah ini kita harus saling terbuka mengenai apa yang kita rasakan dan membuka pakaian juga" celoteh Jongin main-main.

"Yah!" Kyungsoo memukul dada Jongin dengan kepalan tangannya. Lantas melepas pelukan mereka dengan wajah merona. Malu sekali memeluk Jongin lebih dulu.

Jongin mengacak rambutnya gemas. "Jangan menangis lagi. Disini sakit jika kau terus menangis seperti ini. Apalagi karena aku alasannya." rayu Jongin menekan dadanya seakan ada luka bersarang disana.

"Ini tangisan bahagia." gerutu Kyungsoo dengan senyuman yang berbentuk hati.

Tak kuasa menahan diri Jongin mencium senyuman itu. Ciuman mereka hanya berlangsung beberapa detik saja karena Kyungsoo menepuk dadanya keras.

"Hei kau tidak membuang kerangku kan?"

Kening Kyungsoo berkerut tak mengerti. Kenapa tiba-tiba menanyakan benda itu. "Maksudmu batu?"

"Ei" Jongin mendelik masih tak terima. Dia masih saja menganggap benda aneh itu kerang.

Kyungsoo terkekeh geli. "Tidak, ini." sahutnya mengulurkan benda yang dimaksud Jongin dari kantung jaketnya.

Jongin mengambilnya lalu menekan sesuatu hingga batu itu terbuka indah, didalam batu unggu itu tersimpan sebuah cincin putih bermahkotakan sebuah berlian.

"Jongin..." Kyungsoo kehabisan kata-kata. Dia memandang Jongin dan cincin itu bergantian. Terlalu takut untuk menebak maksud Jongin sebenarnya.

"Ayo kita meningkatkan hubungan dari teman biasa ke teman yang mengarungi rumah tangga bersama." Jongin memandang Kyungsoo penuh damba, seakan Kyungsoo adalah sesuatu yang paling berharga baginya di alam semesta. "Do Kyungsoo, menikahlah denganku"

Rasanya jantung Kyungsoo berhenti berdetak karena penyataan tiba-tiba itu. Baru saja Jongin meminta mereka untuk meningkatkan hubungan. Kyungsoo tak menyangka yang dimaksud Jongin adalah seperti ini. Bahwa mereka akan menikah.

"Kamu tahu aku yang paling mencintaimu di dunia ini, jadi jangan tolak aku."

Tadinya Kyungsoo terharu namun jadi berganti geli karena Jongin masih saja mengancamnya. Bagaimana mungkin Kyungsoo bisa menolak, Jongin seharusnya tahu bahwa dia adalah bagian dari hidup Kyungsoo.

Kyungsoo memutar matanya, pura-pura sebal namun bibirnya tersenyum lebar. "Mengapa buru-buru sekali melamarku?"

"Kamu terlalu lama menunggu, kita sudah terlalu lama menyimpan perasaan." ujar Jongin sambil memasangkan cicinnya di jari mungil milik Kyungsoo. Cincin putih itu sangat pas bagaikan memang tercipta hanya untuk Kyungsoo.

"Aku bahkan belum mengatakan ya." gumam Kyungsoo meneteskan air mata bahagia begitu cicinnya sudah terpasang di jarinya. Dia menarik leher Jongin, merengkuh tubuh itu erat. Tak membiarkan Jongin beranjak sedikitpun. "Aku mencintaimu."

"Aku sudah melihat jawabannya dari kedua matamu." bisik Jongin ditelinga Kyungsoo yang memerah. Balas mendekap pinggangnya. Dalam hati berjanji takkan membiarkan Kyungsoo pergi lagi, takkan melepaskannya selamanya. "Aku pun mencintaimu, sangat mencintaimu lebih dari segalanya di dunia ini."

Kyungsoo mengangguk penuh haru. Membiarkan Jongin menciumi seluruh wajahnya, penuh kerinduan.

"Geli, Jongin! Hentikan!"

"Tidak!" elak Jongin walau Kyungsoo berusaha mendorong mukanya menjauh. Bibirnya tetap mengerucut terus mencoba menciumi Kyungsoo. Mereka tertawa bersama saling berguling di padang rumput dan ilalang.

"Suatu saat nanti kamu takkan meninggalkanku kan? Kita takkan berpisah kan?" Jongin menyuarakan kecemasannya, trauma akan hubungan masih menghantui terkadang.

"Hanya maut yang memisahkan kita" sahut Kyungsoo mengerti akan ketakutan Jongin. Dia mengelus rahangnya, menenangkan pria itu lalu memberikan kecupan di bibir.

"Terimakasih." Jongin meraup tubuh mungil Kyungsoo. Agar masuk kedalam pelukan hangatnya. Menghirup harumnya Kyungsoo yang sangat ia rindukan. Kelopak mata Jongin terpejam walaupun dia senang Kyungsoo kembali padanya namun satu hal masih menganggu.

"Maaf karena harus mengambilmu dari calon suamimu, padahal kau akan menikah tapi aku malah melamarmu."

Tatapan Kyungsoo bergulir, memandang kesembarang arah. Jongin memincingkan matanya menyadari ada sesuatu yang tak beres sedang terjadi.

"Calon suami... Itu t—idak ada. Aku berbohong. Karena ingin kamu ce-mburu."

"Apa!" Jongin berteriak tak percaya dan Kyungsoo langsung melarikan dirinya. "Do Kyungsoo! Yah!" dia mengejar pujaan hatinya itu sambil tertawa merasa ditipu.

Dia menarik tangan Kyungsoo hingga si mungil tersentak, menabrak dadanya.

Mereka berpandangan saling menyelami pancaran mata lalu tersenyum satu sama lain. Jemari Jongin berkelana mengelus halusnya wajah Kyungsoo dan Kyungsoo memejamkan mata menikmati buaian tangan Jongin. Kemudian wajah mereka kembali bertemu, berciuman seiring dengan terbenamnya matahari.

Hari penuh dengan rasa sakit telah berakhir, kelak kebahagiaan mereka telah menunggu dengan pakaian pengantin yang akan mengikat mereka selamanya.

Dulu Kyungsoo akan sebal jika Jongin mengatakan mereka hanya teman. Kini dia menerima dengan senang hati. Karena mereka adalah teman.

Teman yang mengarungi rumah tangga bersama sebagai sepasang suami.

END

OMG hampir 10.000 kata :'( pantes tanganku cangkeul. Dan aku baru sadar Minseok satu-satunya yg aku jadiin GS. Paboya -_- tapi semoga kalian suka yaa! Sampai bertemu lagi di fanfic-ku yang lain.

Silakan Riview anggapan kalian tentang ff ini. X)