Disclaimer : All Character belong to Masashi Kishimoto.

Warning: Mature Content, OOC, yuri, Typo. Dll...

Author Note : Maaf saya malah nulis ff baru lagi padahal banyak yang belum selesai. Mau bagaimana lagi soalnya ide-ide terus menerus bermunculan jadi terpaksa saya tulis biar sedikit lega dan gak dihantui lagi. Nama kerajaan di sini diambil dari planet yang muncul di starwars karena saya malas mikir untuk bikin original name. Oh ya ada Sedikit adegan Yuri. DLDR

Genre : Reverse Harem, Romance, mideval fantasy.

.

.

Game of Deception

.

Part 1

.

.

Kebohongan menusuk lebih tajam dari sebilah pedang. Bila itu benar mungkin aku sudah mati berkali-kali. Kalimat itu menggema dalam sanubari Sang ratu saat melangkah dengan anggun melintasi koridor menuju ruang singgasananya diiringi pengawal dan dayang-dayang. Sebuah mahkota yang terbuat dari logam mulia berhiaskan batu berharga bertengger di atas kepalanya yang bersurai pirang platina. Ujung gaunnya yang terbuat dari beludru berwarna ungu menyapu lantai terseret mengikuti setiap langkah yang dia ambil. Wajah yang telah dirias untuk menonjolkan keindahan parasnya absen dari emosi, tetapi sepasang netra berwarna aquamarine memancarkan keteguhan hati. Dia tak akan membiarkan para pejabat dalam rezimnya mengatur kehidupannya sebab dia adalah pemegang kekuasaan tertinggi di Naboo dan nasib kerajaan ini sepenuhnya berada ditangannya.

Wanita yang kini berusia dua puluh tahun itu duduk dengan tenang menghadapi wajah-wajah tegang para penasihatnya. Sang perdana menteri membungkuk untuk menyampaikan keluhannya.

"Yang Mulia, Kami semua telah berdiskusi. Anda tidak mungkin memerintah sendirian jadi kami ingin menyarankan anda menemukan suami secepatnya."

"Apa yang salah dengan pemerintahanku perdana menteri? Naboo terlihat aman dan makmur tiga tahun aku berkuasa."

"Pendapat anda benar, Yang mulia. Tidak ada yang salah. Kami semua mengagumi kecerdasan dan kebijaksanaan anda sebagai pemimpin di usia muda. Hanya saja seorang wanita duduk sendirian di atas tahta kerajaan ini yang tidak berafiliasi dengan kerajaan mana pun membuat posisi kita tampak lemah."

"Ayahku tak pernah butuh dukungan dari kerajaan lain untuk membuat Naboo tetap aman." Bantah sang ratu.

"Anda harus paham. Almarhum ayah ada adalah seorang kesatria dan jenderal perang yang tangguh. Beliau adalah seorang pria yang disegani oleh raja-raja lainnya."

"Dan kau perdana menteri secara tak langsung mengatakan aku tidak punya kharisma seperti ayahku."

"Maaf, Yang mulia. Saya tak bermaksud menyinggung anda, tetapi anda hanya seorang wanita muda. Di luar kerajaan kita, wanita di pandang sebelah mata. Mahluk lemah yang tak punya kompetensi untuk menjalankan tugas seorang laki-laki apa lagi memimpin negara karena itu anda menempatkan Naboo di posisi yang lemah."

Ino bersandar tangannya meremas bantalan lengan singgasana yang ia duduki untuk mengontrol kemarahannya. Di ruangan ini terselip musuh yang berlagak sebagai sekutu. Ia harus berhati-hati. Sedikit saja ia salah melangkah mereka akan memiliki alasan untuk menyingkirkannya. "Aku akan memikirkan usulanmu perdana menteri. Aku ingin memilih suamiku sendiri."

"Sebaiknya anda segera melakukannya dengan memikirkan keselamatan kerajaan ini. Mungkin anda belum tahu pangeran ke dua mustafar tengah menabuh genderang perang dengan kerajaan lainnya. Hanya tinggal menunggu waktu sebelum pria ambisius itu berpikir untuk menaklukkan Naboo."

Ino menarik nafas panjang, Mustafar adalah negeri yang penuh kekacauan dan perang saudara. Bagaimana bisa sebuah negeri yang hancur dari dalam sanggup melakukan invasi ke negara tetangganya. Terkecuali seseorang telah berhasil memadamkan pertikaian di negeri yang didominasi gunung-gunung berapi itu.

"Jendral Hatake, Apa berita ancaman dari Mustafar benar adanya?"

Seorang pria dengan rambut perak membungkuk memberi hormat pada sang ratu. "Informasi yang disampaikan perdana menteri adalah fakta yang mulia."

"Lalu apa pendapatmu Jenderal? Mustafar sangat jauh dari negara kita. Mengapa kita perlu takut pada mereka?"

"Karena mereka sangat kuat. Mustafar selalu dilanda perang dan konflik. Setiap penduduknya adalah prajurit yang tahu bagaimana menggunakan senjata. Kali ini mereka semua bersatu di bawah klan Uchiha. Itachi pria yang ambisius dan kejam. Dia sendiri mengakhiri perang saudara dengan membunuh setiap bangsawan di Mustafar dan mengangkat dirinya menjadi raja. Alderaan telah jatuh dalam waktu kurang dari setahun dan pasukan yang dipimpin adiknya Sasuke Uchiha tak akan berhenti sampai di sana. Mereka ingin membuat semua kerajaan tunduk pada mereka dan membangun satu kekaisaran. Saya takut bila mereka memutuskan menyerang Naboo kekuatan militer kita tak akan siap."

Perdana menteri berdiri di sebelah sang Jenderal. "Kami memohon dengan sangat anda memikirkan masalah ini. Naboo memerlukan sekutu. Pastinya banyak kerajaan lain yang juga terancam dengan keputusan agresif klan Uchiha. Lagi pula yang mulia, kami tak ingin anda menanggung beban negara ini sendirian. Anda terlalu muda untuk ini."

"Terima kasih atas perhatianmu, Perdana menteri. Izinkan aku berpikir sejenak. Aku akan menyampaikan ideku beberapa hari lagi. Aku tahu keputusan ayah melakukan politik isolasi tak membantu posisi kita saat ini. Tentu ketika dalam keadaan damai negeri ini bisa berdikari, tapi sekarang sepertinya kita harus membuka perbatasan dan siap menerima perubahan."

"Kami setuju dan akan menunggu keputusan anda untuk membuat langkah selanjutnya."

.

.

Suara pedang beradu bergema di tembok batu ruang latihan pasukan kerjaan Naboo. Ino dengan lincah menghindari serangan lawannya yang memiliki teknik dan kekuatan lebih baik. Ia menepis pedang lawan yang mengincar lengan kanannya lalu dengan cepat Ino berputar menusukkan senjatanya ke sisi kiri bawah mengincar kaki musuhnya tetapi serangan Ino terbaca. Belum sempat mengenai sasarannya pedang Ino teradang oleh board sword milik pria itu. Dengan satu sentakan pedang Ino terlepas dari genggamannya dan jatuh ke berdenting ke lantai.

"Anda menang lagi, Jenderal." Ino memungut senjatanya.

"Kemampuan anda meningkat pesat Yang mulia." Puji Kakashi Hatake pada Ratunya.

Seulas senyum sedih menghiasi wajah wanita itu, "tapi aku tak akan pernah bisa menjadi kesatria yang tangguh seperti ayahku."

"Jangan berkecil hati, Yang mulia. Anda telah memenangkan perang anda sendiri."

"Jenderal apa menurut anda wanita sepertiku bisa menjadi pemimpin yang kuat dan bijak? Aku merasa anggota senat dan pejabat kerajaan tidak mempercayaiku."

"Saya orang yang percaya setiap orang memiliki kemampuan. Anda mungkin memimpin dengan cara yang berbeda dengan mendiang raja terdahulu, tetapi tidak berarti anda akan gagal. Mereka hanya butuh waktu untuk melihat anda lebih dari sekedar boneka pajangan."

"Apa anda pernah berpikir untuk menikahiku dan menjadi raja, Jenderal? Anda adalah orang kepercayaan ayahku dan juga bangsawan tertua di Naboo. Dengan prestasi anda, senat tak akan keberatan anda memimpin kerajaan ini."

Pria bermata kelabu itu tersenyum tipis. "Saya tersanjung karena anda mempertimbangkan saya menjadi pendamping anda, tetapi sayang sekali pernikahan di antara kita tidak akan membawa perubahan bagi kerajaan ini. Kita perlu tambahan pasukan dari negara lainnya."

"Apa kau mengusulkan aku mencari suami dari negara lain yang bisa menyokong Naboo?"

"Benar, Yang mulia."

"Bagaimana aku bisa menjamin suamiku tidak punya niat untuk menyabotase takhtaku dan menjadikan Naboo sebagai jajahan mereka."

"Itu tergantung kemampuan anda mengontrol suami anda. Percaya atau tidak wanita punya caranya sendiri untuk mengendalikan suaminya."

"Sepertinya aku akan mengadakan turnamen untuk menemukan calon suami. Aku ingin menikah dengan pria terkuat."

"Untuk membuka kerajaan kita harus mempersiapkan keamanan, Yang mulia. Begitu pintu gerbang dibuka kita tak akan bisa menghentikan arus manusia ke dalam istana. Saya mengkhawatirkan keselamatan anda."

"Itu pekerjaan utama anda. Memastikan setiap orang yang datang ke Naboo tunduk pada aturan kita dan anda salah sangka bila menduga ancaman terhadap anggota keluarga kerajaan datang dari luar. Aku memutuskan untuk mempercayaimu Jenderal. Ayahku tidak meninggal karena sakit. Beliau diracuni secara perlahan. Hanya aku, tabib istana dan perdana menteri yang tahu tentang ini. Penyidikan telah berjalan tanpa hasil dan menuduh seseorang hanya akan menimbulkan keributan di negeri ini."

Kakashi Hatake tampak syok mendengar berita itu. "Jadi..."

"Musuh kita berada dalam istana. Berhati-hatilah Jenderal."

"Yang Mulia, Saya akan melindungi anda dengan nyawa saya." Ujar pria itu dengan serius. Ia selalu menghormati rajanya dan ia tak akan membiarkan putri satu-satunya Inoichi Yamanaka mendapatkan malapetaka.

"Terima kasih Kakashi. Aku tak akan mati sebelum memberikan Naboo pemimpin berikutnya."

Sang ratu menyarungkan pedangnya. Rambut pajangnya yang terikat dalam gaya ekor kuda bergoyang mengikuti langkahnya keluar dari arena latihan. Empat orang pengawal mengiringinya kembali ke kamar tidurnya. Ia harus bersiap untuk makan malam.

Pintu kamar Ino terbuka. Empat orang pelayan dengan seragam berwarna putih dan toska membungkuk menyambutnya. Seorang wanita dengan rambut pirang pasir mengenakan gaun sederhana berwarna hitam membungkuk paling akhir.

"Shion, Aku ingin mandi sekarang dan makan malam di kamar saja."

"Baiklah, Yang mulia." Sang kepala dayang segera menginstruksikan tiga orang dayang mempersiapkan air mandi bagi ratu mereka dan mengirim satu orang ke dapur istana. Setelah itu Shion membantu ratunya melepaskan baju zirah yang melindungi tubuh wanita paling berkuasa di Naboo.

Satu per satu pakaiannya di tanggalkan dan Shion pun memakaikan jubah sutera untuk menutupi tubuh ratunya. Dengan bertelanjang kaki Ino melangkah ke pemandian. Puluhan lilin berpendar di setiap sudut ruangan yang lembab oleh uap panas yang berasal dari sebuah kolam pemamdian besar yang terbuat dari batu alam. Wewangian bunga menguar memanjakan indra penciuman semua orang yang berada di sana. Ino menaiki anak tangga dan melepas jubahnya dengan hati-hati wanita itu turun mencelupkan tubuh polosnya dalam kolam yang airnya dipenuhi kelopak mawar. Ia mendesah pelan menikmati air hangat membasuh rasa lelah dan menenangkan otot-ototnya yang kaku. "Kalian boleh pergi, tapi Shion tetap disini."

Ketiga dayang yang berdiri dengan patuh mengelilingi kolam itu segera membungkuk dan meninggalkan ruang pemandian.

"Mengapa kau melamun di sana Shion. Bantu aku mandi."

"Baiklah yang mulia." Wanita itu menanggalkan gaunnya kemudian bergabung dengan Ino.

Shion bukanlah dayang biasa. Mereka berteman diam-diam dari kecil. Shion yang sedikit lebih muda dari dirinya selalu berada di istana karena orang tuanya adalah pelayan. Ino selalu menjaga jarak dengan gadis-gadis bangsawan Naboo lainnya. Dia merasa mereka tak menyukai Ino. Lagi pula bermain bersama anak-anak pelayan selalu lebih seru dan menyenangkan. Shion telah menjadi dayang pribadinya selama lima tahun dan mereka juga punya sebuah rahasia kecil.

Ino melipat tangannya di pinggir kolam dan meletakan dagunya di sana. Matanya setengah terpejam menikmati tangan Shion memijat pundaknya.

"Bagaimana hari anda, Yang mulia."

"Sama seperti biasa Shion. Pertemuan membosankan dengan para penasihat. Mereka menginginkan aku menikah."

"Apa anda akan melakukannya?"

"Tak ada pilihan lain, tapi aku akan memilih sendiri siapa yang pantas menjadi suamiku. Sebentar lagi Naboo akan di penuhi kesatria, raja dan pangeran dari penjuru negeri dan aku akan membuat mereka saling bunuh di tempat ini."

"Anda akan membuka gerbang kerajaan? Negeri ini sudah dua puluh tahun putus hubungan dengan dunia luar."

"Sudah saatnya negeri ini berbenah, kita tak bisa selamanya terkunci dalam utopia. Kedamaian ini semu, Shion. Dengan mengunci diri kita tak pernah tahu kenyataan yang terjadi di luar sana."

Tangan sang dayang meluncur turun dari bahu ke punggung Ino lalu menangkup dan memijat sepasang payudara ratunya.

"Apa anda ingat kartu-kartu ramalan saya?"

"Hm..m, Tentu saja." Ino menikmati pijatan lembut di dadanya. Paling tidak sentuhan Shion membuatnya mampu melupakan masalah kerajaan ini untuk sesaat. Sebagai seorang wanita apa lagi ratu. Ino harus menjaga kesuciannya sampai hari dia menikah, tapi siapa bilang ia tak boleh menikmati sedikit hiburan. "Kau meramalkan kehancuranku bukan?"

"Benar, Yang mulia. Cinta akan membawa kehancuran bagi anda."

"Aku percaya nasib bisa diubah, takdir buruk dapat dihindari."

"Saya berharap, kata-kata anda benar. Anda butuh usaha yang keras untuk mencoba lari dari takdir."

"Aku harap kau tak akan cemburu bila aku menikah nanti."

Ino tak bisa melihat senyum tipis yang tersungging di bibir dayang itu. "Saya tidak berani, Saya hanya pelayan yang berusaha memuaskan semua keinginan anda, Yang mulia ratu."

"Kau satu-satunya orang yang tahu siapa aku Shion."

"Saya bahagia menerima kehormatan itu."

Ino berbalik untuk mencium gadis yang lebih muda itu.

.

.

.

Berita tentang Naboo dan ratunya telah tersiar ke mana-mana. Para kesatria, bangsawan dan pangeran begitu antusias ingin meminang pemimpin kerajaan yang sering disebut sebagai eternal spring. Berita itu juga terbawa hingga ke Jakku. Sebuah negeri yang tandus penuh dengan padang pasir. Iklim yang tak bersahabat membuat masyarakatnya begitu keras tetapi negeri ini kaya akan minyak dan mineral meski jarang sekali terlihat rerumputan hijau menghiasi tanah gersangnya.

Gaara of Jakku Putra mahkota kerajaan berniat untuk mengikuti turnamen yang diselenggarakan di Naboo. Untuk pertama kalinya selama dua puluh tahun orang-orang bisa mengunjungi negeri yang konon begitu indah. Dia tidak tahu seperti apa rupa sang ratu, tetapi Gaara yakin bisa bekerja sama dengan Naboo akan membuat bangsanya lebih kuat.

Gaara menaiki kudanya, seekor kuda jantan dengan surai berkilau berwarna hitam. Kakaknya menatap dengan khawatir.

"Apa kau yakin perjalanan ini akan berfaedah? Naboo cukup jauh dan kau juga tak kekurangan wanita di sini."

"Aku ingin melihat dunia Temari, Jakku terlalu sempit untukku. Lagi pula bila aku bisa membuat perjanjian dengan Naboo. Kita tak perlu lagi pusing dengan urusan perdagangan dan mendapatkan makanan."

"Aku paham akan keinginanmu mencari petualangan, tapi jangan lupa kau adalah putra mahkota."

"Apa kau lupa aku adalah kesatria terbaik di kerajaan ini. Aku bisa menjaga diriku. Lagi pula ayah masih memiliki Kankuro."

"Jakku akan kehilangan banyak bila sesuatu terjadi padamu adikku. Aku harap bisa mencegahmu pergi."

"Percayalah padaku, aku pasti kembali. Pastikan ayah tidak berbuat bodoh selama aku pergi."

Gaara memacu kudanya, Sang pangeran pergi hanya diikuti oleh satu lusin pengawal dan sebuah kereta berisikan hadiah bagi Ratu Naboo. Yamanaka Ino. Ia tak sabar untuk melihat wanita yang konon kecantikannya menandingi para peri.

.

.

.

Istana Mustafar berdiri di atas kawah gunung berapi. Rajanya Itachi Uchiha tak ubahnya reinkarnasi seorang iblis. Dia duduk di singgasana berwarna hitam. Sama seperti warna jubah dan rambutnya. Senyum dingin tersungging di bibirnya ketika membaca surat yang berada di tangannya. Dengan cepat otak cerdasnya membuat rencana. Queen of Naboo telah menjadi pembicaraan banyak orang. Dia sendiri ingin memiliki kerajaan yang sepanjang tahun memiliki musim semi. Sebenarnya ia telah mengutus Sasuke untuk menaklukkan negara-negara tetangga dan merampas kekayaan mereka untuk Mustafar. Itachi butuh sumber daya sebanyak-banyaknya untuk mendirikan kekaisaran dan memakmurkan rakyatnya yang telah lama menderita akibat perang saudara yang panjang dan iklim yang tak bersahabat dan Naboo serta kekayaannya adalah sebuah jawaban. Ia tak perlu lagi mengirimkan prajurit untuk berperang untuk menaklukkan Naboo. Dia hanya perlu mengirimkan Sasuke dan memenangkan turnamen. Menjadikan adiknya raja dan Naboo akan menjadi milik mereka tanpa pertumpahan darah. Dengan begitu dia juga bisa menjauhkan Sasuke dari takhtanya. Satu-satunya pria yang bisa menjungkalkannya dari takhta hannyalah adiknya. Dengan membuat adiknya pergi berperang ia telah mengamankan posisinya serta memperluas kekuasaannya. Dia harus membuat Sasuke tetap sibuk dan loyal padanya karena Itachi tak akan sanggup menyingkirkan adiknya seperti yang lain. Itachi memutuskan menulis surat pada pejabat di Naboo untuk menyatakan adiknya akan mengikuti turnamen itu.