Biker Billionaire #1 : A Wild Ride

Original story by Jasinda Wilder

Cast : Park Chanyeol – Byun Baekhyun

Length : Chaptered

Rated : M

Genre : Romance

A/N : Cerita ini remake dari novel karya Jasinda Wilder yang berjudul Biker Billionaire #1 : A Wild Ride. Novel Inggris bergenre romance erotic yang memiliki tiga series dan A Wild Ride ini series pertamanya. Untuk beberapa bagian ada yang di cut juga dialog ada yang saya ubah demi kenyambungan cerita karena novel ini adalah novel straight tetapi saya ubah jadi boy x boy. Semoga tidak mengecewakan! btw sorry for typo TT

Warnings : BOY x BOY! CHAPTER INI FULL NC!

.

.

.

.

Chanyeol mengangkat tubuhku dan membawaku ke tempat tidur. Menempatkanku di tengah-tengah tempat tidur, kemudian perlahan membuka tautan tali jubah mandiku.

Ia menarik satu ujung ke sisi yang lain, membuat tubuhku telanjang di bawahnya. Memamerkan tubuhku ke udara yang dingin, dan matanya melebar.

"Ya Tuhan, kau seksi Baek." Suaranya rendah saat memujiku.

Aku menggelengkan kepala, Sehun bukanlah orang yang suka memberi pujian, itulah mengapa saat mendengar Chanyeol memujiku sedikit membuatku tidak percaya diri.

Chanyeol adalah tipe orang yang bisa saja mendapatkan supermodel atau aktris papan atas, bukan lelaki sepertiku.

"Kau memiliki tubuh yang sempurna." Tangannya menelusuri perutku, naik ke atas diantara dadaku, menyentuhnya, mencubitnya, dan menggosok ibu jarinya di atas putingku.

"Aku tak sabar untuk mencicipi dirimu seutuhnya."

Hanya dengan sentuhan tangannya pada kedua dadaku, dapat membuatku melengkung dan menggeliat. Lalu ia mendekatkan bibirnya ke bahuku, mencium dengan ujung lidahnya dan turun kembali diantara dadaku.

Aku tenggelam dalam aksinya, hanya dapat berbaring di sana dengan tanganku di punggung juga bahunya, kepalaku miring ke belakang dan mataku sedikit terpejam.

Aku merasakan sesuatu yang tebal menekan di atas penisku yang sejak tadi menegang tanpa di sentuh. Dan kupikir entah bagaimana caranya ia telah melepas celananya tanpa ku sadari, tapi ternyata itu adalah jarinya. Menelusuri di sekitar penisku yang mengeluarkan pre-cum, membesar dan basah, kemudian jarinya menari di atas kepala penisku. Membuatku nyaris terengah.

Aku menekan tulang belakangku ke tempat tidur, dan teringat bahwa sejak tadi tujuan awalku adalah ingin menyentuh dirinya. Kemudian aku mendorong celana jeansnya turun dari pinggulnya, dan ia membantuku dengan menarik celananya lepas tanpa ragu.

Tanganku menyentuh bokongnya lagi, dan aku kagum pada kenyataan bahwa bokongnya pun berotot juga kencang.

Bibir Chanyeol perlahan turun ke bawah, mencium tulang rusukku, perut, pusar, hingga kedua tulang pinggulku. Setelahnya Chanyeol mengangkatku dan menarikku ke ujung tempat tidur, membuat lututku berada di bahunya dan lidahnya menjilati paha bagian dalamku. Ujung hidungnya menyentuh penisku, janggutnya yang pendek menggesek pahaku.

Aku semakin melebarkan lututku terbuka, melengkungkan punggung karena merasa lidah Chanyeol menemukan kepala penisku, kemudian berputar-putar dalam lingkaran yang lambat.

Lidah itu benar-benar gesit, menciptakan kenikmatan untukku dalam gerakan yang terampil, membawaku ke atas lalu kembali turun. Kemudian Chanyeol meraup semua kemaluanku dalam gua hangatnya, menggerakkan kepalanya berputar saat pinggulku mulai melengkung.

Aku terengah hampir merintih, juga sangat dekat dengan pelepasanku tapi Chanyeol melambatkan temponya. Aku membungkuk untuk menempatkan jariku di rambutnya, mengacak-acak dan mencengkram, tapi tidak memaksa untuk kepalanya semakin tenggelam ke arahku, lebih tepatnya hampir.

Chanyeol tertawa di antara pahaku, mengantarkan hawa panas yang membuatku mengerang. Dia melakukannnya lagi, tetapi bukan tertawa melainkan bernafas lambat. Nafas panasnya yang membuatku liar.

Ia kemudian kembali memasukkan milikku ke dalam mulutnya, membawaku semakin dekat pada pelepasan. Gerakannya benar-benar lambat, mengeluarkan milikku untuk menjilatnya ke atas sedikit, kemudian memasukkannya kembali. Lidahnya menari di atas kepala penisku sampai aku mengejangkan pinggulku.

Setelahnya aku datang, lebih keras daripada yang pernah ku alami sebelumnya. Aku datang begitu keras sampai melihat bintang, dan aku benar-benar menjerit dengan keras.

Aku bukan orang yang banyak mengeluarkan suara saat berhubungan seks, tidak pernah. Bahkan saat pengalaman yang paling intens sebelumnya, suara paling keras yang ku keluarkan adalah terengah-engah saat klimaks. Juga tubuhku sedikit bergetar yang mana tak bisa ku cegah.

Tapi ini adalah ledakan, sebuah ledakan nuklir yang meluncur keluar membakar ke perutku dan membuat anggota tubuhku gemetaran.

Chanyeol merangkak kembali di tempat tidur, kemudian aku menariknya untuk menempalkan kedua belah bibirku pada miliknya. Mencicipi rasaku sendiri di bibirnya, aku tak peduli dan malah menyukainya.

"Apakah kau pernah mengalami apa yang aku lakukan padamu sebelumnya?" Chanyeol bertanya di sela-sela ciuman kami.

"Sekali, dan itu sangat kikuk juga tidak menyenangkan bagi kami berdua. Itu adalah saat aku dan Sehun pertama kali mulai berkencan." Jawabku sembari membawa jariku turun mengusap punggungnya. "Tapi ini tidak seperti apa yang pernah aku rasakan, dimana aku belum pernah datang begitu keras dalam hidupku."

Dia hanya tertawa. "Oh, kau berada dalam perjalanan yang liar, aku baru saja mulai. Dan itu membuatmu mau ikut."

Chanyeol membaringkan tubuhnya di tempat tidur, dan kami berdua bercumbu. Hanya berciuman, lidah saling membelit satu sama lain, dan desahan pelan yang berasal dari diriku.

Aku terengah-engah saat ciuman kami terpisah, kemudian tanganku menjelajah ke seluruh tubuhnya. Aku menelusuri dadanya dengan jariku, berputar di putingnya kemudian membiarkan jariku mengikuti lekukan cengkungan antara otot perutnya. Akhirnya jariku menemukan bentuk V di mana otot perutnya mengarah menuju pangkal pahanya, kemudian menghilang di balik celana boxer.

Miliknya keras karenaku, menonjol dengan jelas di balik celana boxer-nya, kepala kemaluannya hampir muncul keluar di atasnya. Aku melirik dan Chanyeol hanya mengangkat alis padaku, tersenyum dengan satu sudut mulutnya. Berbaring di sana menungguku, satu tangannya di punggungku sedang tangan yang lain jatuh dengan malas di sepanjang dadanya.

Satu jariku masuk ke dalam celana boxer abu-abu miliknya dan menyenggol ujung kejantanan Chanyeol. Dia tersentak, perutnya mengempis masuk. Aku menatapnya, melihat kilat kegelisahan di dalam matanya.

Aku ingat dia setahun tanpa melakukan ini, jadi sedikit kegelisahan bisa dipahami. Aku bertanya-tanya apakah ia akan sampai dengan cepat karena sudah begitu lama. Itu mungkin saja terjadi dimana kegugupannya muncul, mungkin ia juga bertanya hal yang sama sepertiku.

Aku berpikir untuk mengatakan padanya bahwa Sehun –nama yang melintas dipikiranku, dan membuatku merasakan getaran jijik- belum pernah bertahan lebih dari beberapa menit, paling lama. Tapi entah bagaimana, bahkan jika Chanyeol hanya dapat bertahan selama tiga puluh detik, itu akan menjadi tiga puluh detik yang lebih baik dari semua menit milik Sehun yang ia beri padaku.

Menepis segala pemikiran tentang Sehun, aku segera menarik celana boxer Chanyeol turun melewati pinggulnya. Kemudian ujung kemaluannya melompat bebas, membuatku hampir mengerang saat melihat miliknya.

Aku bergerak ke bawah, menyentuh kemaluan Chanyeol hanya dengan ujung lidahku di kepalanya. Chanyeol menarik nafas dalam memlalui hidung dan aku menatapnya sambil tersenyum.

"Kau tak perlu melakukannya Baek." Katanya.

"Aku ingin."

"Pernahkah kau melakukannya?"

"Sekali semacam itu." Kataku sembari menarik seluruh boxernya lepas, kemudian Chanyeol melemparnya ke samping menggunakan kaki.

"Semacam itu?" Dia melengkungkan alisnya, satu sifat yang aku pelajari dari berbagai macam ekspresi milik Chanyeol.

"Itu tidak berjalan dengan baik." Aku mengangkat bahu, mengabaikan masa laluku.

Dia mengusap rambutku dengan jarinya. "Jika kau ingin,"

Aku menanggapinya bukan dengan kata-kata melainkan menggenggamnya dengan kedua tangan. Satu kepalan di atas yang lain, dan kepala kejantanannya masih satu inchi di atas jari-jariku, atau bisa juga lebih. Dia begitu besar, lebar dan bulat dengan lengkungan lembut dari pangkal hingga ujungnya.

Aku menelusuri lubang kecil di ujungnya dengan ibu jari dan cairan bening berlomba-lomba keluar. Kemudian menundukkan kepalaku untuk mencicipinya, membuat dia tersentak dan kemaluannya terayun-ayun bersamaan saat ia menarik nafas.

Sangat sensitif.

Aku mengusap ke atas dan ke bawah dengan tanganku, tapi aku sadar kalau miliknya kering. Jadi aku membawanya ke dalam mulutku, membiarkan air liurku melapisinya. Membuat milik Chanyeol licin, dan aku memompanya lagi secara perlahan.

Pinggulnya mulai berputar membuatku merasa lebih berani sekarang. Matanya sedikit terpejam, dadanya naik turun secara perlahan, tangannya menggenggam selimut tempat tidur. Aku memasukkan kepalanya kedalam mulutku, mencicipinya di lidahku kemudian mengeluarkannya kembali untuk menganggumi miliknya sekali lagi.

"Penggoda." Chanyeol tertawa. "Ya Tuhan. Kau membuatku gila."

Aku menatapnya, Chanyeol memegang miliknya di tanganku dan menaik-turunkan tanganku di sepanjang kemaluannya lagi. "Maaf aku tidak bermaksud menggodamu, hanya saja milikmu begitu indah."

Dia tersenyum padaku lalu melempar kepalanya ke belakang dan melengkungkan punggung saat aku membawa miliknya lagi ke dalam mulutku. Melebarkan bibirku semampunya untuk menyesuaikan ukurannya. Aku memompa telapak tanganku di sekelilingnya, membawanya ke dalam mulutku hingga menabrak bagian belakang tenggorokanku. Menariknya keluar lagi, tidak semuanya dan ia mencengkram selimut sampai jari-jarinya memutih.

Aku mengulanginya lagi, kali ini mendorongnya lebih dalam ke tenggorokanku. Dia tersentak, ketika ia hampir sampai di tenggorokanku dan aku suka suaranya, suka kekuasaan yang ku miliki atas dirinya. Sekarang aku mulai berirama, menaik-turunkan miliknya di dalam mulutku, juga menggerakan tanganku di pangkalnya seirama dengan mulutku.

Pinggulnya bergerak putus asa, miliknya semakin membesar membuat mulut dan tanganku bergerak semakin cepat. Jari-jarinya memutih menggenggam selimut dan ia terengah rendah.

Aku membiarkan satu tanganku untuk bermain pada kedua bola kembarnya, menangkup kantung itu di telapak tangan dan jari-jariku. Memijat selembut yang aku bisa. Mereka begitu lembut, kulit keriput yang kencang dan ketat. Chanyeol menggertakkan giginya memberi peringatan. "Aku datang, oh Tuhan aku datang sekarang."

Kemudian dia datang dengan keras, melepaskan banjir panas ke dalam mulut dan tenggorokanku. Bolanya berdenyut di tanganku dan kemaluannya bergetar saat ia datang. Aku memeras dengan keras, menghisap hingga pipiku cekung, membuat Chanyeol mengerang lagi dan menggeliat di tempat tidur. Membungkuk ke depan kemudian melengkungkan punggungnya.

Setelahnya Chanyeol segera menarikku ke dadanya dan aku meringkuk merasa terlingkupi dalam pelukannya, dikelilingi oleh ototnya dan kasih sayang yang lembut.

"Oh. Tuhan." Suara Chanyeol serak dan masih terengah-engah. "Kau membuatku datang dengan begitu keras juga sangat mengagumkan."

Aku merasakan sensasi bangga saat mendengar pujian itu. Aku tahu aku akan melakukannya lagi hanya untuk mendapatkan reaksi dari dirinya, merasakan kekuasaan atas tubuhnya, dan memberinya kenikmatan yang jelas aku milki.

Jemariku menelusuri otot-ototnya, sementara tangan Chanyeol naik dan turun di atas punggungku, menggelitik tulang ekorku dan masuk ke dalam celah pantatku. Bergerak naik dari pinggul ke bahuku lalu kembali ke pantatku, memberikan belaian juga remasan di sana.

Aku tidak bisa menjauhkan tanganku dari kemaluannya, jadi aku segera membawa miliknya ke dalam genggamanku lagi. Menyentuhnya, merasakan sensasi yang aneh dari sutra dan baja. Penis milik Chanyeol lembut dan lemas, jatuh di tanganku yang anehnya terasa berat.

Perutku tegang penuh antisipasi saat ia mulai menegang di bawah sentuhanku. Aku ingin dia di dalam diriku, hanya dengan membayangkan miliknya masuk ke dalam lubangku yang basah dan licin membuat tubuhku gemetar.

"Ya Tuhan, Baek kau membuatku siap untuk melakukannya lagi." Kata Chanyeol.

Miliknya belum sepenuhnya menegang, tapi hampir berdiri tegak lurus terhadap tubuhnya. Dia menarik tubuhku ke arahnya, mengangkatku dengan satu tangannya. Kemudian aku duduk mengangkangi lututnya dan memegang miliknya di tanganku sekali lagi.

Dia mengulurkan tangan untuk membuka laci di meja sebelah tempat tidur, merobek satu kondom dari bungkusnya. Aku mengambil kondom itu darinya dan membentangkan di atas kepalanya, menggulung ke bawah dengan kedua tangan secara bergantian. Saat sudah terpasang, Chanyeol mengangkatku dengan memegang pinggulku, membimbingku ke arah kejantanannya. Aku memegang miliknya dengan satu tangan dan mulai memasukan ujung kepalanya ke dalam lubangku.

Aku menahan tubuhku di atasnya sejenak, menatap matanya membuat tatapan kami bertemu.

Aku membenamkan diriku ke bawah dalam satu gerakan lambat, terengah-engah, mulutku gemetar saat dia meregangkan milikku yang ketat menjadi lebih lebar untuk menerima dirinya.

Ya Tuhan miliknya besar.

Chanyeol mengerang saat aku melingkupinya, suara geramannya yang rendah membuatku menjadi liar. Aku menyangga tubuhku dengan tangan di dadanya dan memutar pinggulku dengan pelan, tidak tergesa-gesa untuk membiarkan lubangku menyesuaikan ukurannya.

Dia bahkan belum masuk sepenuhnya ke dalam dan aku sudah menuju ke arah orgasme. Aku tak bisa bernafas merasakan dirinya di dalam diriku, dan malah bertambah buruk saat Chanyeol memegang dadaku dengan tangannya, memutar putingku, mencubit dengan tangannya yang besar.

"Apa aku menyakitimu?" Chanyeol bertanya, nyaris belum menggerakkan pinggulnya sama sekali. "Kau begitu ketat, luar biasa ketat."

Aku menggeleng, menarik nafas untuk berbicara. "Tidak, kau sempurna. Tapi tolong jangan terburu-buru."

Aku mengangkat pinggul hingga membuatnya hampir keluar dariku dan dia mendorong ke arahku, ingin menenggelamkan drinya lagi. Lalu aku menghempaskan diriku, membuat milik Chanyeol sepenuhnya masuk ke dalam diriku hingga ke dasar.

Setelahnya aku tak dapat menahan orgsme ku, dan cairan milikku mengotori dada juga perut Chanyeol. Aku ambruk ke atas tubuhnya, melumat bibirku ke bibirnya, nafas terengah, dan bulir-bulir keringat mengalir di tulang punggungku.

Chanyeol mulai bergerak, denyutan bertahap dan dorongan yang lembut. Setiap gerakkannya mengirim sensasi mendebarkan ke seluruh tubuhku, menyesakkan nafas, membuat desahan lolos dari bibirku.

Aku menyesuaikan ritmenya, hanya sedikit bergerak masuk dan keluar, lenganku di lehernya, seluruh tubuhku menempel di tubuhnya. Keringat kami bertemu dan nafas kami bersatu. Bibirnya menyentuh bahuku dan jari-jarinya mencengkram pinggul juga pahaku, berusaha mengambil kendali.

Aku merasakan otot-ototnya tegang dalam sentuhanku dan tiba-tiba ia mengangkatku membuat tubuhnya berada di atas tubuhku. Dia berat tapi tidak menekanku, sekarang miliknya di dorong sepenuhnya tapi tidak terlalu keras. Mulutnya menemui putingku dan ia menggigit tonjolan sensitifku dengan giginya, membuat jeritan kecil dariku.

"Ya Tuhan kau begitu responsif." Katanya. Jemarinya bergerak menyingkirkan poni basah yang menutupi dahiku.

Kemudian dia menelusuri bibirnya di leher dan turun ke dadaku, meninggalkan jejak ciuman yang basah.

"Responsif?" Kataku terkesiap.

"Bagaimana kau bereaksi terhadap apa yang aku lakukan padamu. Kau mengeluarkan desahan setiap kali aku menyentuhmu dan aku menyukainya."

Kali ini ia bergerak dengan semangat, menarik keluar diriknya lebih jauh kemudian mendorongnya kembali. Membuatku hanya bisa mengerang setiap menerima gerakan pinggulnya.

"Aku biasanya tidak begitu berisik." Kataku sembari mencium pipi, rahang dan bibirnya.

"Jangan berhenti," Ujar Chanyeol. "Aku menyukai suara yang kau buat."

"Kalau begitu jangan berhenti apa yang sedang kau lakukan."

"Tidak akan terjadi."

Dan setelahnya Chanyeol menarik penisnya keluar hingga hanya ujungnya yang ada dalam diriku. Mengaitkan kakiku di atas bahunya dan menekuk lututku. Sehingga berat tubuh bagian bawahku kini di sangga oleh penisnya dan kakiku ada di bahunya.

Tanganku mencengkram selimut, mencakar dengan putus asa saat ia mulai mendorong dirinya dalam diriku. Lambat pada awalnya kemudian kecepatannya mulai meningkat. Pinggulku menempel di pinggulnya dan sekarang aku menerima miliknya sepenuhnya, seluruh miliknya masuk ke dalam lubangku dan kepala penisnya menyentuh prostatku.

Desahanku semakin keras, dan dia bergabung dengan menggeram seperti binatang buas. Ototnya berkilat karena keringat, dorongannya bertambah cepat dan aku merasa getaran kecil mulai menjalar di pahaku.

Tanganku bergerak untuk menyentuh milikku yang menegang sejak tadi, sadar bahwa sama sekali belum tersentuh olehku. Mengocoknya dengan cepat seirama dengan gerakan Chanyeol di lubangku yang juga tak kalah cepat. Getarannya semakin terasa, membuat gerak tanganku semakin cepat.

Punggungku melengkung, getarannya menyebar seperti api kebakaran, membuatku menjerit seperti kerasukan. Seluruh tubuhku mengejang, padahal aku belum sepenuhnya orgasme.

Setelahnya aku menjerit lebih keras dari suara yang pernah aku keluarkan ketika pelepasan ku sampai, aku seperti melihat bintang. Titik-titik putih di seluruh pandanganku, titik-titik kecil tak berwana menyebar keluar satu sama lain sampai seluruh duniaku menjadi putih. Chanyeol menyusul berteriak beberapa saat kemudian. Miliknya berdenyut mendorong dalam irama staccato, dan aku merasa dia akan klimaks. Kejantanan Chanyeol terus tenggelam dalam diriku, kupikir aku sedang di robek menjadi dua bagian oleh kenikmatan. Dan Chanyeol terus mendorong hingga ia benar-benar datang.

Sebuah pemikiran melintas dalam benakku, aku ingin dia datang tanpa pelindung dalam diriku. Hingga aku bisa merasakan benihnya mengalir di lubangku.

Entah bagaimana kakiku sudah berada di tempat tidur dan tubuh Chanyeol berada di atasku. Miliknya masih berdenyut di dalam diriku, menikmati sisa-sisa terakhir dari sensasi dalam tubuhku.

Nafasku kembali menjadi terengah-engah, pusing yang memabukkan, dan aku menyadari sebagian penyebab aku melihat bintang secara harfiah karena orgasme ku begitu intens.

Aku tersedak, dadaku naik turun, dan setelahnya tangisku tak terkendali, menjerit dan gemetar. Chanyeol menyadarinya, ia segera berguling dari atasku dan memegang pipiku dengan tangannya. "Aku menyakitimu." Dia nampak takut atas pemikirannya itu. "Kau menangis."

Aku menggeleng, memaksa bernafas melalui paru-paruku, berusaha mendorong pergi air mata yang terus keluar.

"Tidak, Chanyeol." Aku berguling jatuh ke atas dadanya dan lengannya membungkusku. "Aku menangis karena aku... karena kau menyetubuhiku sampai aku tak bisa bernafas."

"Apa itu berarti sesuatu yang bagus?" Chanyeol mencari jawaban ke dalam mataku, masih tampak cemas.

"Oh Tuhan, ya tentu." Aku tak bisa menjelaskan agar dia paham apa yang baru saja aku alami. "Kau sudah menghancurkanku, tahu."

"Apa?" Dia tampak panik.

Aku tertawa menyadari betapa lucu kedengarannya. "Maksudku, kau telah menghancurkan harapanku terhadap semua pria lain. Mustahil bagi siapapun yang bisa melakukan hal itu lagi padaku."

Chanyeol menghela nafas lega. "Sialan, kau mengagetkanku."

"Maaf, aku tak bisa mengungkapkan bagaimana rasanya. Aku tak tahu bahwa seks bisa seperti itu."

Dia menyeringai, meletakkan tangannya di pinggangku kemudian menangkup pantatku.

Aku menggoyangkan pantatku, menyukai bagaimana ia menyentuhku. Dan setelahnya aku khawatir tentang seberapa sering aku mengucapkan kata 'suka' padanya.

"Jadi, apa itu artinya lumayan untukmu?" Tanyaku.

Chanyeol segera menatapku tidak percaya. "Kau bilang apa itu artinya lumayan?" Dia berguling di atasku dan aku merasakan tekanan benda setengah keras di perutku.

Aku mengeluarkan suara senang yang rendah di tenggorokanku, kagum bahwa ia bisa siap lagi secepat ini.

"Ini adalah seks terbaik dalam hidupku." Chanyeol menurunkan bibirnya ke bibirku dan menciumku dengan kelembutan.

"Omong kosong." Kataku.

Dia tertawa mendengus. "Aku tak pernah bicara omong kosong pada pembual."

Kemudian aku mengulurkan tanganku ke bawah dan membelai miliknya yang mulai membesar, menyadari bahwa ia masih mengenakan kondom, lemas dan basah. Aku menariknya bebas dan meletakkannya di meja samping tempat tidurnya.

Chanyeol mengangkat alisnya ke arahku, lalu meraih satu kondom lagi. Aku segera menghentikannya. "Kita tak perlu itu."

Aku menyentuhnya lagi, menggerakkan tanganku pada miliknya yang licin. Dia mengerang, menekan dahinya ke dahiku, sekarang miliknya sudah sepenuhnya ereksi.

Aku menariknya masuk ke dalam diriku, tapi dia masih ragu-ragu, mencoba untuk menariknya keluar.

Seorang pria yang luar biasa.

"Aku ingin tanpa pelindung." Kataku. "Aku ingin merasakan milikmu keluar dalam diriku."

TBC

Yeollowbanana' s note

Jujur gue pusing pas ngetranslate chapter ini wkwk soalnya ada beberapa narasi yang gimana ya, berat banget buat di mengerti /yaelah

Si penulis asli ini kayak pake kalimat 'istilah' gitu loh, misal artinya tuh cuma "nikmat" tapi sama dia dibikin panjang kayak "getarannya menjadi gempa bumi, berubah menjadi pergeseran tektonik" aduh otak gue ga nyampe tolong

Makanya ada beberapa yang gue ubah, intinya tetep sama kok cuma supaya lebih ringan aja.

Tau ga sih ngetik ginian gue malah ngebayangin dojin sama hyesung wkwkwk

disini hawt bukan karena banyak desahannya, tapi detail dari cara mendeskripsikan kejadiannya itu bikin bayangan semakin meliar wkwk

Jangan lupa review, follow, dan fav! Sampai jumpa di chapter terakhir!