Disclaimer: Semua tokoh dalam "Naruto" adalah ciptaan Masashi Kishimoto dan cerita ini dibuat hanya demi hiburan semata.
Konoha, 23 September 2017.
Pesta ulang tahun ke tujuh belas seorang gadis pirang, malam itu baru saja selesai. Pukul sebelas, ia meninggalkan restoran dan diantar pulang ke rumah kakek-nenek oleh kekasihnya. Ia masih diliputi rasa gembira, bahkan sampai setelah pemuda tadi meninggalkannya di depan rumah.
Namun, belum sampai jauh ia memasuki gerbang, kegembiraannya berubah jadi kewaspadaan saat dilihatnya sosok asing keluar dari rumah. Orang itu menoleh, seketika melumpuhkan gerak kaki si gadis, lalu kabur melalui jalur belakang.
"Nona," panggil salah seorang penjaga yang tersungkur, "pergilah ... sekarang!"
"Paman Kisame, Paman Kakuzu!" pekik gadis itu.
"Cepat!" hardik penjaga tadi.
Ia tersentak dan malah lari ke rumah. Saat ia makin dekat dengan bangunan mewah itu, terciumlah bau anyir tajam menguar dari dalam rumah hingga membuatnya mual. Tetapi, ia tetap nekat masuk dan mengabaikan suara gerbang yang dipukuli.
Tubuhnya gemetaran begitu mendapati sesuatu yang membuatnya bersumpah tak akan pernah bisa ia lupakan. Di lantai, sang kakek tergeletak bersimbah darah. Dari balik meja besar, neneknya muncul dengan menyeret badan dengan sisa tenaga sebelum akhirnya pingsan.
Neraka ... ini neraka! Ia memohon untuk dapat berkata-kata dan ia berusaha mati-matian.
"To ...," gagapnya, "tolong ... TOLONG! TOLONG!" Gadis itu berhasil meraung.
MADDENING RIDDLES
o
o
o
o
o
Riddle #1
Enam bulan diwarnai oleh empat kasus pembunuhan keji yang belum terselesaikan; Konoha kembali dengan cerita baru yang membuat kepolisan naik darah. Gilanya lagi, pembunuhan kelima ini menjadikan Dan Kato, pria berusia 60 tahun yang juga merupakan direktur eksekutif di perusahaan multinasional pertambangan emas, sebagai korban.
Semoga saja kasus itu dapat segera dipecahkan sebelum kepala para polisi yang pecah. Atau, paling tidak kasus lain yang lebih dulu kelar.
Menentukan mana yang lebih cerdik antara penjahat dan polisi bagai terjebak dalam hirearki ayam-telur. Para penjahat yang berhasil memasuki rumah seorang Dan Kato pastilah cerdik. Andai salah satu penjaga rumah Dan tak bertahan sebentar demi memukuli gerbang dengan batu sebelum tewas, mungkin para warga tak akan segera tahu. Seorang tetangga bernama Matsunaga Hideo juga tak akan melapor.
Namun, dalam situasi krusial ini, masih saja ada masalah lain. Seorang asisten kepala inspektur Biro Investigasi Kriminal Konoha Metropolitan Police Department (MPD), datang membawa kabar tak baik.
"Hanya tersisa tim Ebisu dan tim Omoi, Letnan Sabaku! Tim Aoba baru saja turun," ujar pria muda itu.
Saat dilihatnya wanita itu hendak membuka mulut, ia pun berdehem.
"Flamingo masih mengikuti seminar Interpol di Azerbaijan dan baru tiba lusa," imbuhnya.
"Cari tahu di peta ...," geram sang letnan, "DI MANA AZERBAIJAN BERADA!"
Dan vas bunga pun melayang brutal ke lantai. Untung, asistennya sudah tahan banting dalam menghadapinya.
Sabaku Temari, sang kepala inspektur MPD, sedang naik pitam. Pasalnya, ia hampir kehabisan personel di divisi ini. Kebanyakan dari mereka sudah turun menangani empat kasus pembunuhan misterius sebelumnya, sementara yang lain bertugas dalam pengejaran gembong narkoba dan mafia senjata ilegal. Belum lagi, kasus yang dianggap mangkrak oleh media pejajaran dan masyarakat terkait penyerangan seorang anggota Komite Anti Korupsi militan dan dugaan makar oleh beberapa tokoh aktivis militan.
Ia tak tahu harus mengandalkan siapa lagi. Personel yang tersisa rencananya akan diturunkan untuk menangkap para pelaku trafficking dan ia tidak mungkin meminta bantuan pada Korps Lalu Lintas, demi Tuhan!
Di tengah kekalutannya, seorang pria masuk tanpa mengetuk. Temari hanya diam, gengsi mengakui bahwa pria itu adalah bala bantuannya. Apalagi, masker itu tampak ... sudahlah!
"Yo!" sapa pria itu sebelum dilihatnya pecahan-pecahan vas porselen di lantai.
Tak ada jawaban. Temari hanya memicing dan bersedekap.
"Wah, besok kubawakan vasku! Kau pasti suka bentuknya," lanjut pria tadi sambil mengarahkan kedua telapak tangan ke depan dada, lalu tertawa rendah.
Bibir Temari tetap terkatup rapat. Bukan saatnya mengumpat dan lupakan urusan personal!
"Hempaskan pantatmu di kursi dan kita akan bicara," balas Temari, akhirnya.
Hatake Kakashi, pria berusia 45 tahun yang mengabdi setia pada National Police Agency (NPA), adalah saingan yang juga mantan suami Temari. Pria itu mengangkat alis, kemudian duduk santai seperti di kantornya sendiri. Ia pandangi sang mantan istri yang masih menekuk wajah.
Dengan menanggalkan kewibawaan—dan karena itu hanyalah sampah belaka jika berhadapan dengan Kakashi—Temari menyulut rokok setelah batang terakhir habis tak sampai lima belas menit yang lalu. Kakashi tak suka dengan kebiasaan itu, namun sekarang adalah pengecualian. Ia tahu, Temari sedang pusing setengah mati meski salah satu penyebabnya ialah dirinya sendiri. Berulang kali ia mencoba menawari bantuan, tetapi ditolak atas nama kekhususan.
Biro kepolisian regional mana pun tidak memiliki otoritas atas Konoha MPD. Itu satu kekhususannya sehingga diperlukan upaya lebih untuk membuat mereka mau bekerjasama. Namun, NPA bukanlah biro dengan strata sejajar. Mereka tetap punya kuasa untuk mengorganisir kepolisian prefektur di seluruh Hi No Kuni dan itu termasuk MPD meskipun untuk menjalin kerjasama di antara keduanya, NPA harus melewati proses prosedural, seperti mengutus Departemen Komunikasi.
Tentu saja Kakashi bukan utusan dari departemen itu. Ia adalah seorang kepala inspektur Biro Investigasi Kriminal NPA. Satu-satunya alasan mengapa ia tidak pernah mengirim utusan adalah karena ia tahu itu sama saja dengan menggarami lautan.
Dan kenyataan bahwa Kakashi berada di NPA dengan jabatan setara setelah dua bulan perceraian mereka pun membuat Temari makin ingin mematahkan tulang bison. Di matanya, pria itu jadi jauh lebih arogan, bahkan menyebut tawaran tadi sebagai wujud kemurahan hati dari "anak sulung" kepolisian negara.
Temari keki bukan main saat mengingat perkataan itu, lalu diembuskannya asap rokok ke atas.
"Lupakan dulu perasaan cintamu padaku, Temari," ujar Kakashi yang disambut oleh dengusan sinis, "sebab situasinya makin meresahkan dan NPA terpaksa turun."
Terpaksa? Oh, tidak adakah redaksi yang lebih memanjakan telinga daripada itu?
"Kasus itu bahkan baru masuk, Hatake," balas Temari.
Kakashi mendecak tiga kali, membuat si mantan makin kesulitan menahan emosi.
"Kau bisa memukul bokong Aoba, nanti. Kau menurunkannya ... ah, ya, ngomong-ngomong, dia bersaudara dengan Izumo," selorohnya.
Sial! Izumo adalah polisi NPA yang berpangkat sama dengan Aoba. Temari akan pertimbangkan saran Kakashi, nanti, tapi untuk apa? Toh, apa yang dikatakan pria itu memang benar. Angka kriminal yang belakangan makin menggila ini tak urung membuat polisi yang seharusnya berfungsi di bidang manajerial pun ikut turun.
Temari masih bergeming, mencoba bernegosiasi dengan egonya sendiri dan akhirnya menerima bahwa MPD-lah yang membutuhkan NPA. Bukan dirinya pribadi.
"Baiklah!" balas Temari.
"Uchiha Sasuke," tawar Kakashi.
Mata Temari melebar. Jujur, itu adalah tawaran yang bagus, tapi ... .
"Bocah arogan didikanmu itu?"
Kakashi mengangguk, lalu mencondongkan tubuhnya pada Temari. Ia bermaksud meminta jawaban.
"Kenapa harus dia?" Temari mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
"Firasatku bagus."
Temari mendesah. Alasan omong kosong itu selalu digunakan Kakashi sejak zaman megalitikum. Tapi, pilihan apa lagi yang ia punya? Ia cukup tahu, bocah arogan yang Kakashi sebutkan tadi merupakan "kartu AS" berpangkat inspektur dalam Biro Investigasi Kriminal NPA yang tahun lalu berhasil memecahkan teka-teki hilangnya katana Mifune, sang samurai legenda yang hidup ratusan tahun lalu. Selain itu, ia pernah berhasil menemukan sarang teroris sebelum pasukan polisi khusus membekuk mereka. Ia pun langsung mendapat rekomendasi kenaikan jenjang karir dua tahun lebih cepat dari seharusnya.
"Baik." Temari mengalah. Lagi. "Dengan satu syarat."
XxX
"Apa?!" desis Uchiha Sasuke.
Ia tak terima. Kesepakatan yang dibuat oleh dua kepala inspektur NPA dan MPD itu sungguh tidak masuk akal. Di sana, disebutkan bahwa MPD setuju untuk bekerjasama kalau dua personel MPD dilibatkan. Mereka akan bergabung, lusa, setelah kembali dari seminar Interpol.
Ia pun mulai curiga kalau Kakashi melibatkan urusan pribadi. Siapa yang tak tahu kisah romansa gagal mereka? Di sisi lain, mengingat miskinnya perhatian Kakashi terhadap kedua buah hatinya, dugaan tadi juga tidak mungkin. Namun, tetap saja ia tak bisa menerima perjanjian sialan mereka.
Inspektur Uchiha Sasuke memang bukan orang yang mudah dan tak suka disentuh. Seorang serigala penyendiri yang dipaksa bekerjasama dan jika ia mau bekerja dengan tim, maka ia akan melakukannya dengan orang-orang yang ia pilih sendiri. Sayang, tugas tetaplah tugas. Saat surat mandat turun, ia tak dapat menggunakan haknya lagi. Dan ia tak suka menjadi dualis meski dalam penanganan kasus ini, dialah yang akan menjadi kaptennya.
"Ini Dan Kato, Sasuke. Direktur Freeport," ujar Kakashi.
"Karena bayarannya tinggi dan Anda kehilangan prinsip?" tuduh Sasuke.
Kakashi menaikkan alis kirinya. "Salah satunya. Tapi, bagaimanapun juga prinsip utamaku adalah-"
"Firasat," potong seorang wanita dengan dua cepol rambut saat masuk bersama ketiga orang lainnya dan seekor anjing pelacak.
Tenten adalah satu-satunya polisi wanita di NPA yang paling dapat Sasuke terima. Ia cukup tomboi, gesit, berani, dan andal dalam menggunakan senjata manual sekalipun. Ketiga rekan lain berpangkat sersan seperti dirinya. Mereka Kankurou, Kiba, dan Sai, sedangkan anjing putih tadi bernama Akamaru.
Kini, tim Sasuke yang hampir utuh, berdiri berjajar. Mereka sangat siap menerima tugas, terlebih kasus ini akan mengantar mereka ke jenjang karir yang lebih tinggi alias naik pangkat jika berhasil mereka selesaikan sesuai harapan.
"Jadi, kalian turun atau tidak?" tanya Kakashi.
Sasuke menahan diri agar tak menghela napas. Ia merasa, entah mengapa, kalau syarat itu akan membuat rambut bagian belakangnya bertambah mencuat. Di sisi lain, ia membutuhkan kenaikan pangkat juga seperti mereka bertiga. Lagi pula, ini hanya pembunuhan konglomerat, bukan? Paling motifnya juga itu-itu saja. Mudah ditebak. Kalau begitu, maka ia tak harus berlama-lama berurusan dengan dua polisi MPD yang disebut Kakashi. Selain itu, mereka juga baru bergabung dua hari lagi.
Kabar itu akhirnya membuat Sasuke agak senang. Artinya, masih ada sehari untuk menyembunyikan hasil penyelidikannya dari dua orang itu. Ia ingin tahu, seberapa hebat mereka sehingga Temari ngotot mengajukan keduanya dan bukan yang lain, atau yang saat ini sedang diturunkan sementara. Apalagi, seminar Interpol?
Lumayan menarik untuk permainan, pikir Sasuke. Ia pun kembali menatap Kakashi dan mengangguk. Tak lama kemudian, rekan kerjanya yang menjabat inspektur, Namikaze Naruto, datang dengan wajah sedikit kacau. Pria pirang itu pasti tak terburu-buru kembali ke sini. Jasnya agak lecek.
"Maaf, sudah membuat kalian menunggu. Aku hampir tidur, tadi," ujarnya.
"Tak masalah. Dinas pagimu kuganti dengan penugasan khusus, jadi kau bisa ke markas jam berapa pun untuk laporan. Sekarang, pergilah!" kata Kakashi.
Kelima polisi tersebut memberi hormat sebelum meninggalkan markas. Mereka berangkat menuju tempat kejadian perkara.
XxX
Pukul 01.12
Garis polisi melintang di mana-mana, sementara jenazah dua penjaga rumah Dan Kato sudah diamankan. Sasuke menunjukkan lencana, tanda pengenal, beserta surat tugas, barulah Aoba mengizinkan mereka masuk.
Masing-masing anak buah Sasuke memulai investigasi sesuai pembagian kerja yang ia buat. Setelah mereka bubar, ia mengamati seisi ruangan dan menjadi heran. Untuk rumah yang diduga dirampok, keadaan ini terlalu rapi. Hanya guci antik, kaca lemari buku, dan kaca meja yang pecah. Benda lainnya adalah tongkat golf yang menjadi pencabut nyawa Dan setelah perlawanan yang sia-sia.
Tiga polisi MPD yang telah berada di sana mendekati Sasuke. Mereka ingin melihat bagaimana cara kerja si polisi NPA yang terkenal dingin dan arogan itu. Ia pun mengenakan sepasang sarung tangan lateks untuk melakukan observasi pada jenazah Dan.
Kondisi wajah jasad Dan sudah sulit dikenali. Tengkorak belakangnya pecah, sementara luka tusukan dan sayatan ada di sana-sini. Korban mendapat sembilan luka tusuk dan sembilan luka sayatan, termasuk di kedua matanya. Ketiga polisi lainnya bersungut-sungut lantaran merasa kinerja mereka dipertanyakan.
Observasinya selesai sebelum salah satu dari mereka menekankan bahwa apa yang mereka laporkan sama saja. Namun, alih-alih peduli, Sasuke malah makin membuat mereka tersinggung tanpa bisa melawan. Ia hanya memberi isyarat pada mereka untuk mengamankan jasad Dan sebelum media yang tidak kredibel berdatangan.
NPA memang sedang membuat kebijakan untuk membatasi gerak para wartawan yang mengatasnamakan kebebasan pers demi mengambil gambar-gambar jasad kasus pembunuhan siapa pun, apalagi figur penting. Hal itu terpaksa dilakukan guna mengurangi liarnya penyebaran foto-foto atau konten sadis di tengah masyarakat.
Di tengah penyidikannya terhadap barang-barang bukti lain, Kankurou kembali saat Naruto masih menanya-nanyai Hideo, si pelapor kejadian. Tim Aoba yang sudah di sana sejak satu jam yang lalu kian geram atas tindakan NPA dan merasa laporan mereka dianggap sampah.
"Tidak ada kerusakan sedikit pun pada semua pintu, Taichou," lapor Kankurou.
Sasuke mengangguk sambil melepaskan sarung tangan. Setelah itu, Tenten kembali dari pertemuannya dengan tim forensik dan melaporkan hasilnya.
Berdasarkan keterangan, terdapat darah segar yang ditemukan di beberapa titik, mulai dari teras sampai belakang rumah. Saat ini, tim forensik sedang melakukan tes DNA untuk mencocokkan darah milik siapa itu. Pelaku, Dan, atau saksi kunci yang hidup. Cuma itu kemungkinannya, sebab saksi kunci yang merupakan istri korban juga ditemukan berdarah-darah sebelum dilarikan ke rumah sakit, sedangkan kedua penjaga rumah bernama Kakuzu dan Hoshikage Kisame itu langsung tak berkutik di tempat mereka diserang. Si pelaku memukul mereka dengan patung batu sedang di dekat pos penjagaan.
"Tidak ada barang yang hilang, Taichou. Bahkan, tidak ada lemari yang terbuka dan bagian dalamnya rapi. Trackimo-ku juga tak menunjukkannya," lapor Sai.
"Sama. Tak goresan sedikit pun di tempat-tempat penyimpanan barang berharga, kecuali bekas hasil konfrontasi, seperti hasil penyelidikan Anda. Akamaru bahkan hanya ...," ujar Kiba.
"Hanya?" tanya Sasuke menuntut.
"Entahlah. Kurasa, kita tunggu saja hasil dari tim forensik," jawab Kiba, lalu melirik Akamaru yang bertingkah aneh.
Anjing itu bahkan tak berlari ke arah darah korban dan malah berputar-putar sambil menunduk, mengendus-endus lantai. Selanjutnya, suaranya terdengar seperti rintihan panjang dan berulang-ulang.
"Hentikan, Akamaru!" hardik Kiba saat anjingnya mulai melolong hingga semua orang saling berpandangan ngeri, kecuali Sasuke yang hanya memicing pada si anjing pelacak.
Motif perampokan gugur seketika. Motif termudah kedua adalah dendam, entah masalah pribadi atau hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Bagaimanapun juga, korban memiliki jabatan yang tidak main-main.
"Tenten, periksa sidik jari pelaku di semua tempat! Minta tim forensik memberikan hasil pemeriksaan sidik jari pada dua jenazah, kemudian cari identitas semua penghuni rumah!" perintah Sasuke.
"Baik!" jawab Tenten.
"Kiba, periksa semua CCTV yang dipasang di semua jalan sampai sejauh 200 meter dan kau, Sai, gunakan pelacak satelit dan tembak sampai radius 500 meter! Lihat semua nomor telepon genggam yang aktif mulai dari empat jam yang lalu sampai sekarang dan kau tahu apa yang harus kau kerjakan!" perintah Sasuke.
"Siap!" jawab mereka serempak.
"Kau ikut aku, Kankurou!" ujar Sasuke yang dibalas dengan anggukan.
Ketiga polisi NPA tersebut langsung melesat setelah menerima perintah. Kankurou mengikuti Sasuke berjalan menghampiri Aoba yang hendak mencopoti kamera-kamera pengawas itu. Sang kapten pun berhasil menahan Aoba untuk meneruskan niatnya dengan dalih bahwa ia harus menyidik kamera-kamera pengawas yang telah ditetapkan menjadi barang bukti itu.
Kemudian, mereka menuju ruang kerja Dan Kato, yang menurut informasi Aoba, merupakan tempat semua saluran CCTV di rumah itu berada. Ruangan itu terkunci hingga Kankurou terpaksa membobolnya dengan alat khusus. Setelah itu, keduanya berhasil masuk.
Kankurou menyalakan kedua layar dan mereka mulai mengamati isinya. Mata Sasuke menyipit begitu sesosok manusia dengan pakaian serba hitam polos terlihat sedang memasuki halaman. Pakaian yang paling sulit untuk dikenali. Pintar! Herannya, sosok itu tetap berjalan santai, seakan ini rumahnya sendiri setelah ia berhasil mencelakai Kisame dan Kakuzu tanpa kesulitan berarti.
Dari penampakannya, Sasuke mengira sosok itu adalah pria dengan tinggi badan yang kurang lebih sama dengannya: 178 sentimeter jika ia tak meleset. Ia hanya menaksir dari panjang tangan pelaku yang terulur untuk membuka pintu yang entah bagaimana caranya dilakukan dengan mudah. Sialnya lagi, wajah pria itu sama sekali tidak tampak.
Namun, yang lebih membuat Sasuke tercengang adalah fakta yang sejauh ini menunjukkan bahwa pembunuhan sadis itu dilakukan oleh pelaku tunggal. Dugaan lain pun semakin menguat. Tak ada motif perampokan.
Dalam layar CCTV itu, Dan tampak geram sebelum terjadi perkelahian tak imbang. Pria itu terlalu tua untuk melawan pelaku yang jelas jauh lebih muda. Posturnya masih tegap, bahkan kokoh dan caranya menyerang begitu pasti. Tak ada suara yang terdengar jelas selain benda-benda pecah. Tsunade, istrinya, keluar dari balik meja kayu besar di ruang tamu dan langsung limbung dalam sekali serangan. Saat memukulnya, si pelaku sedang menggenggam pecahan guci hingga pelipis pun Tsunade robek.
"Apa mungkin dia seorang psikopat? Santai sekali dia melakukannya," gumam Kankurou.
"Bisa jadi," balas Sasuke sambil melihat adegan di mana Dan melawan sebelum ditendang sekali, lalu ditusuk dan dihujam beberapa kali.
Kankurou mengernyit ngeri. "Keparat! Kurasa dia memang psikopat!" desisnya sambil mengepalkan tangan ketika adegan menunjukkan pelaku menyayat bagian mata korban. Itu belum di bagian tubuh lain.
Korban bermaksud menyerang balik lagi dengan meraih tongkat golf. Ia berusaha memukul pelaku. Nahas, tongkat itu direbut. Tatapan Sasuke semakin tajam saat adegan di mana pelaku memukulkan tongkat itu sebanyak tujuh kali pada tubuh Dan sampai akhirnya tamatlah riwayatnya. Kemudian, pelaku berjalan cepat dengan kaki yang sedikit diseret ke luar rumah melalui pintu depan.
Setelah berhasil keluar, Sasuke melihat pria itu menoleh, yang menurut hitungan timer di sudut kanan atas, terjadi selama tiga detik ke satu arah, yaitu gerbang. Tiga detik menoleh bukanlah tolehan sekilas. Itu sangat cukup untuk dikatakan melihat. Lalu, ia meminta Kankurou menampilkan rekaman CCTV di sekitar gerbang.
Sang sersan menggerakkan "tetikus" dan ia arahkan ke tempat itu. Di bagian dalam gerbang, seorang gadis belia berambut pirang panjang mematung. Kankurou pun memperbesar tampilan, lalu berdecak.
"Wah, wah! Siapa bidadari hedonis ini?" gumamnya.
Sasuke tak merespons ucapan Kankurou, tetapi dalam hati ia setuju dengan anak buahnya itu. Hedonis. Gaun mewah, tas kecil impor, dan sepatunya juga. Tak perlu melihat lebih detail untuk mengetahuinya, bukan? Semua yang melekat di badan gadis itu jauh berbeda dari gadis jelata. Lagi pula, dia pasti salah satu penghuni rumah ini.
Pemeriksaan pun berhenti pada bagian setelah beberapa saat gadis itu meraung dan Sasuke mulai berpikir. Jika si pelaku berjalan keluar dengan agak menyeret, maka kemungkinan besar dia terluka. Sasuke pun mulai yakin bahwa darah itu berasal dari kaki pelaku, apalagi selama perlawanan, korban sempat menebas kakinya dengan pecahan kaca.
Harus Sasuke akui, si pelaku adalah pembunuh berdarah dingin yang kuat, bahkan mungkin cukup terlatih sebab nyatanya ia dapat menumbangkan dua penjaga rumah bertubuh besar dan kekar itu seorang diri. Sayangnya, ada satu yang sepertinya dilewatkan. Jika lebih pintar lagi, harusnya pelaku tak mempermudah pekerjaan polisi dengan tak mengenakan sarung tangan.
Sasuke menyeringai tipis, namun penuh kemenangan. Bukti yang cepat untuk menangkap pelaku tindak kriminal adalah sidik jari, bukan?
"Sasuke-san!" Naruto memanggilnya saat ia kembali dari luar.
Sasuke dan Kankurou menoleh.
"Aku menemukan sesuatu yang bagus di rumah Matsunaga," lanjut Naruto.
Ketiganya bergegas ke rumah tetangga sebelah rumah Dan itu. Tak lama setelah mengetuk pintu, istri pelapor muncul dan langsung mempersilakan mereka masuk. Mereka dibuat kagum akan kemewahan interiornya. Entah siapa si Matsunaga, tetapi yang jelas rumah ini hampir sama mewahnya. Untuk sesaat, mereka lupa bahwa mereka memang sedang berada di kawasan perumahan elit.
Nyonya Matsunaga menuntun mereka ke ruang televisi dan sesampainya di sana, mereka menjumpai dua perempuan. Yang satu berambut hitam yang kemudian diketahui sebagai putri pemilim rumah; yang satunya lagi gadis bertudung yang sedang meringkuk seakan kehilangan jiwa. Anak Matsunaga pun bangkit, lalu memberi salam sebelum meninggalkan mereka. Sasuke melirik Naruto tajam.
"Cucu Dan Kato dan Tsunade. Dia yang menemukan jasad korban," bisik Naruto bermaksud menjelaskan.
Sasuke menghela napas. Perlahan, ia mendekati si gadis sambil memberi isyarat pada Naruto untuk ikut mendekat. Tudung itu kemudian melorot. Mungkin karena kain dan rambut pirang gadis itu sama-sama terbuat dari sutra. Terkejutlah Sasuke dan Kankurou saat mengetahui bahwa dialah gadis yang disebut sebagai bidadari hedonis itu.
Air mata mengalir di permukaan wajahnya yang ketakutan seperti habis melihat iblis. Rambut sepinggangnya dibiarkan berantakan dan ia masih mengenakan gaun ungu di atas lutut. Persis dengan yang tampak di CCTV.
"Selamat malam," sapa Sasuke.
Alih-alih menjawab, ia beringsut hingga tubuhnya tampak mengecil. Sasuke telah terbiasa menghadapi korban atau saksi yang ketakutan, jadi ia pun mengerti.
"Jangan takut! Kami dari NPA," ujarnya.
Mendengar kata NPA, gadis itu langsung menegakkan badan hingga tampaklah wajahnya. Benar-benar jelas. Matanya bengkak dan sangat merah.
"Tolong!" lirihnya.
Matanya benar-benar menatap lekat pria berusia 30 tahun itu. Sasuke mengernyit, lalu disuruhnya Naruto atau Kankurou untuk menyiapkan catatan.
"Apa kau melihat wajah pelaku?" tanya Sasuke tanpa basa-basi.
Gadis itu menggeleng, membuat ketiga polisi itu kecewa.
"Aku hanya melihatnya dari jauh, lalu dia menoleh ... tapi wajahnya tidak terlihat. Paman Kisame dan paman Kakuzu ...," jawab gadis itu sebelum tubuhnya lagi-lagi bergetar hebat.
Kankurou meraih segelas air putih di meja belajar, lalu menyuruhnya minum. Mereka biarkan sampai ia lebih tenang.
"Baiklah, Nona, bisakah kami tahu siapa namamu dan beberapa hal tentangmu?" tanya Naruto dengan sabar.
"Yamanaka ... Yamanaka Ino, 17 tahun. Ayah dan ibuku Yamanaka Inoichi dan Yamanaka Noriko. Mereka masih di Afrika Selatan. Aku ... cucu kakek Dan," jawab Ino.
"Kaubilang si pelaku melihatmu," ujar Kankurou, "lalu apa kau mengenali ciri fisik lain atau mungkin gambar apa di pakaiannya?"
Ino menggeleng sebelum ia kembali terlihat panik. "Kurasa justru dia yang mengenaliku. Rambutku mencolok," katanya.
"Bolehkah kami tahu bagaimana awalnya kau menemukan ja ... ." Sasuke berhenti, menghindari penyebutan jasad di depan cucu korban, lalu ulangnya, "Bagaimana kau menemukan kakekmu?"
Meski sudah melihat dari sisi TV, bertanya pada saksi adalah prosedur resmi dalam penyelidikan. Ia hanya berharap bahwa Ino dapat cukup membantu. Mengingat usianya yang masih labil, tentu tak akan mudah baginya untuk bekerjasama.
"Aku baru pulang dari pesta ulang tahunku," jawab Ino sambil memejamkan mata, "lalu aku melihat orang itu ... ada bau anyir. Aku masuk dan kakek ... di sana ada darah ... ."
Tubuh Ino bergetar lebih hebat. Ia tekuk lututnya perlahan dan ia kunci dengan kedua tangan ia lingkarkan. Wajahnya ia benamkan di sana. Ketiga polisi menatap awas dan waswas hingga terjadilah apa yang mereka tak siap hadapi. Gadis itu tersengal-sengal. Dengan sigap, Naruto meraih tubuhnya yang semakin tidak terkendali. Ino mengejang kaku.
"Yamanaka-san!" pekik Naruto.
Sasuke sontak membantu Naruto untuk meluruskan badan Ino. Mata gadis itu setengah tertutup, bibir atasnya berkedut hebat, dan tangannya mengepal keras. Mereka kesulitan menguraikan jemarinya, maka Sasuke terpakasa menepuk-nepuk pipi Ino. Gadis itu berusaha membuka mulut dan mengucapkan kata kebas, tangan, dan, kaki.
"Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi kita tunda saja sampai Yamanaka tenang," ujar Sasuke.
Ia menyuruh Naruto untuk menenangkan gadis itu sampai benar-benar tenang. Tak ada yang lebih pandai dari sang inspektur dalam hal ini. Ia memang ahli menghibur orang lain.
Tak lama setelahnya, Tenten membuka pintu. Kankurou yang memintanya untuk menyusul mereka di sana melalui pesan singkat. Wanita itu mengernyit melihat kejadian di depan matanya. Ino akhirnya lelap dalam dekapan Naruto.
"Apa yang kautemukan?" tanya Sasuke pelan.
Tenten terdiam sejenak. "Hanya ada tiga sidik jari. Dan, Tsunade, dan satu pelayan wanita berusia 60 tahun bernama Shima, yang sedang pulang kampung. Selebihnya tak ada lagi. Pada benda yang digunakan pelaku untuk memukul pun tidak. Tim forensik bahkan tak menemukannya pada tubuh korban," katanya.
Ketiga rekannya terbelalak lebar-lebar.
"Kau yakin?" cecar Sasuke.
"Aku belum pernah melakukan kesalahan dalam hal ini, Taichou," jawab Tenten tegas.
Senyap menyergap. Tak ada yang mampu berkata-kata atas kemustahilan itu. Kedua polisi yang telah memeriksa CCTV itu pun kehilangan logika. Jelas-jelas mereka melihat si pelaku tak mengenakan sarung tangan. Dan Sasuke mulai ragi kalau ini adalah kasus pembunuhan biasa.
XxX
Suara ketukan-ketukan hak rendah sepatu memantul di sepanjang koridor lantai tiga markas besar Konoha MPD yang tenang. Wanita itu membuka satu kancing paling atas kemeja biru tuanya sebelum ia urai rambut merah muda sebahu yang ia cepol asal. Tak perlu terlalu formal, pikirnya.
Semenjak menginjakkan kaki di bandara internasional Konoha, wanita itu seakan mendapat satu firasat tentang sesuatu yang menunggu. Dengan senang hati, ia akan menjemputnya hari ini. Entah apa pun itu.
Di sebelahnya, seorang rekan pria menarik lengan panjang seragam gelapnya untuk melihat jam tangan. Tepat waktu.
Ia lebih muda dari wanita tadi. Rambutnya berwarna merah tua dan ia tak punya alis, tapi cincin mata hitamnya justru membuatnya unik dan menarik. Ia disebut sebagai partner abadi wanita tadi.
Mereka berbelok ke kanan dan memasuki sebuah ruangan pimpinan. Di sanalah Sabaku Temari berada.
"Flamingo!"
"Haruno Sakura!"
Seru Aoba dan Temari bersamaan ketika kedua polisi tadi masuk.
"It's been a while. Apa kami terlalu cepat datang?" jawab Haruno Sakura. Suaranya cukup rendah, namun tetap feminin.
o
o
o
o
o
Bersambung...
Catatan Penulis
Once again, I unleash my imagination. Thanks to FFn haha and Andromeda no Rei who encouraged me to make this kind of story. Semoga cerita ini ditemukan. Please, leave your precious reviews dan saya akan selalu menghargai segala jenis ulasan. Makasih!