Baekhyun mengacak rambutnya sendiri saat bayang-bayang ciuman, ah maksudnya kecupan Chanyeol itu masih terngiang di kepalanya. Padahal, kejadian tersebut sudah lewat beberapa hari yang lalu.
"Ahh!"
Si cantik itu mengelus perutnya yang lagi-lagi bergerak dan membuatnya tak nyaman. Dia pun keluar dari kamar, lalu masuk ke dalam ruang kerja sang suami yang sekarang tengah sibuk dengan pekerjaannya.
"Oh, Baek?"
"Kau sibuk?" tanya Baekhyun sembari mengelus perutnya yang masih saja terasa aneh baginya karena sang anak tidak berhenti menendang dari dalam.
"Kenapa?" Mata Chanyeol yang tadinya menatap wajah itu berpindah menatap tangan Baekhyun yang tengah mengelus perutnya, kemudian dia tertawa pelan.
"Apa anak kita berulah lagi?" Baekhyun menganggukkan kepalanya perlahan. Dia menunduk dan mencebikkan bibir bawahnya.
"Kemarilah!" Baekhyun patuh, dia mengikuti intruksi yang diberikan suaminya itu.
Chanyeol berdiri dari kursinya, dia menunggu Baekhyun benar-benar dekat dengannya dan ketika si cantik itu beradda di hadapannya, Chanyeol langsung menarik lengannya dan mengintruksikan sang suami untuk duduk di atas meja kerjanya.
"Hello, My little one! Lihatlah wajah ibumu—"
"Kau panggil aku ibu, kupukul kau!" ancam Baekhyun yang siap-siap melayangkan tangannya di udara.
Chanyeol cengengesan dan memohon agar tangan itu tidak lagi berada di udara. Baekhyun yang sudah puas melihat reaksi ngeri Chanyeol pun menurunkan tangannya dan membiarkan tangan Chanyeol beraksi di perutnya.
"Semoga wajahmu nanti mirip diriku saja, ya, jangan mau mirip dengannya," bisik Chanyeol sembari melirik ke atas, di mana wajah si cantik itu tengah menatapnya tajam.
"Kau berbicara omong kosong lagi, aku akan mencarikan ayah baru untuknya," ancam Baekhyun tidak ingin lagi anaknya itu dicekoki kalimat-kalimat yang tidak senonoh dari bapaknya.
"Tega sekali, bagaimana pun juga, aku di masa ini udah susah payah membuatnya."
"Kau kira aku di masa ini juga tidak susah payah? Mungkin, aku yang paling kesulitan darimu." Baekhyun memprotes pernyataan suaminya itu.
"Aku harap aku bisa melihatnya lahir dan menggendongnya di tanganku," kata Chanyeol tiba-tiba dan membuat suasana konyol mereka berubah menjadi haru.
Sorot mata galak Baekhyun mulai melembut saat senyuman Chanyeol terpatri indah, seolah tengah tersenyum kepada bayi mereka.
"Babyboo, Daddy sudah tidak sabar menggendongmu dan mendengarkan suara tangismu, baik-baiklah di dalam sana, Daddy menyayangimu." Chanyeol menarik kursinya, duduk di sana sambil menempelkan pipinya di perut Baekhyun.
"Aku bisa mendengar detak jantung dan tendangannya." Baekhyun tidak bisa merespon apapun lagi selain tersenyum melihat sikap lembut Chanyeol.
Kalau saja Chanyeol tetap seperti itu untuk waktu yang lebih lama, pasti dia akan menyukai Chanyeol juga, tetapi ketika pemuda tampan itu kembali ke sifat aslinya, ingin rasanya Baekhyun buang saja dia dari balkon apartemen mereka.
"Wah, dia bergerak lagi!" seru Chanyeol ketika perut Baekhyun memberikan telapak tangannya sebuah tekanan lagi. Semua itu membuat sesuatu seperti menggelitiknya pelan, terasa menyenangkan.
-o0o-
Seorang pria jangkung dengan setelan pakaian dan rambut yang acakan berlari ke arah ruangan Chanyeol, akan tetapi sebelum dia membuka pintu tersebut, Joohyun terlebih dahulu menghalangi jalan pria itu.
"Biarkan aku menemuinya," kata pria jangkung yang sedari tadi memaksa Joohyun untuk masuk ke ruangan bosnya.
"Maafkan saya, Presdir Wu. Tetapi, presdir Park tidak ingin menemui anda." Joohyun berusaha menhadang badan besar itu dengan badannya yang jauh lebih kecil tentunya.
"Bisakah kau menyingkir? Aku hanya ingin berbicara dengannya, bukan akan membunuhnya!" Pria itu berteriak hingga membuat ruang di sana menggemakan suaranya.
"Maafkan saya, tapi—"
BRUKH—!
Pria itu menyengkram bahu Joohyun dan mendorongnya ke dinding hingga menimbulkan suara yang cukup gaduh. Namun, berkat itu, dia bisa masuk ke dalam ruangan Chanyeol.
"Chanyeol."
Chanyeol yang sedang mengerjakan sesautu di depan meja kerjanya pun terkejut melihat siapa yang masuk.
"Kris? Mengapa kau bisa masuk? Bukannya sudah kukatakan pada Joohyun untuk tidak membiarkanmu masih?"
Pria jangkung yang disebut Kris itu tertawa sekilas sembari mendekati meja kerja Chanyeol.
"Bagaimana bisa kau memutuskan kontrak kerja sama kita?" tanya Kris yang terlihat begitu berantakan saat ini.
"Siapa yang memutuskan kontak kerja? Yang kulakukan hanyalah tidak memperpanjang kontrak kerja yang sudah habis, Presdir Wu," sahut Chanyeol santai, bahkan pria itu menyilangkan kedua kakinya dan tersenyum simpul.
"Meskipun begitu, mengapa kau tega tidak memperpanjang kontraknya? Bukankah kita sempat berada di sekolah yang sama? Ayolah, Chanyeol, jangan menganggapku seperti orang asing."
Chanyeol menghela nafasnya lalu berdiri dari kursinya dan mendekat ke arah Kris.
"Aku tidak ingin perusahaan yang dibangun oleh ayahku ini ikut terkena imbas akibat tindakan adikmu yang memalukan itu, Kris. Kudengar dia terbebas dari hukuman karena duit kalian?" tanya Chanyeol sambil menyeringai lebar. Kris yang melihat itu berusaha menahan dirinya untuk tidak melayangkan pukulan di wajah tampan Chanyeol.
Kris membuang harga dirinya; dia menjatuhkan lututnya ke lantai sembari menundukkan kepalanya.
"Chanyeol, kumohon sekali ini saja, tolong batalkan pemutusan kontrak itu, keuangan keluarga kami benar-benar bergantung dengan kerja sama perusahaanmu," ucapnya seraya terisak.
"Maaf, Kris. Aku tidak bisa melakukan itu."
Kris sudah geram, dia bangun dari acara berlututnya, lalu meremas kerah baju Chanyeol hingga membuat Chanyeol tampak tercekik karena hal itu.
Namun, sebelum Kris semakin gegabah atas tindakannya lagi, Joohyun masuk ke dalam ruangan bosnya tersebut sembali membawa beberapa security di belakangnya. Bukan hanya itu, di samping Joohyun juga ada Baekhyun yang setengah berlari sambil memegangi sebuah kotak makan siang dan menatapnya khawatir.
Para security itu pun memisahkan Kris dari Chanyeol , kemudian membawa pria jangkung itu keluar dari sana.
"Pak, anda baik-baik saja?" tanya Joohyun yang disahuti dengan anggukan Chanyeol.
"Jangan biarkan Kris memasuki area perusahaan ini, bahkan lobi sekalipun, perintahkan untuk semua keamanan untuk menghafal wajahnya," intruksi Chanyeol sembari membenahi kerah kemeja dan dasi yang dia kenakan.
"Baiklah, Pak!" Setelah mendapatkan intruksi tersebut, Joohyun pun keluar, lalu membiarkan Baekhyun dan Chanyeol berdua di sana.
Baekhyun menatapnya dengan bibir yang mengerucut dan mata yang berkaca-kaca. Sementara itu, Chanyeol tersenyum lebar seraya mendekati Baekhyun yang sedari tadi tidak beranjak dari tempatnya berdiri.
"Aku tidak apa-apa, Baek," katanya lembut seakan tahu apa yang memenuhi kepala suaminya itu.
"Siapa yang bertanya?!" tanya Baekhyun judes bukan main.
Baekhyun pergi dari hadapan Chanyeol dan memilih untuk duduk di sofa sambil membuka kotak makan siangnya. Chanyeol mendekati si cantik itu; dia mendudukan dirinya di samping Baekhyun.
"Apakah itu untukku?" tanya Chanyeol sembari menabrakkan bahunya ke bahu Baekhyun.
"Bukan," sahutnya pendek.
"Astaga, aku baru saja diserang oleh orang yang kau sukai dan sekarang aku diserang olehmu, tidak adil sekali," cibir Chanyeol sembari mengambil satu potongan telur gulung yang ada di dalam kotak makan siang itu.
Namun, sebelum Chanyeol menggapai potongan telur gulung itu, Baekhyun sudah menepis tangannya duluan.
"Untuk apa kau makan?"
"Demi apapun? Kau marah padaku? Wah, apa karena aku tidak memperpanjang kontrak dengan kakak kesayanganmu itu atau makan siang yang kau bawa ke sini itu memang untuk Kris, begitu?" tanya Chanyeol dengan nada suara yang besar.
Baekhyun beranjak dari sana.
"Kau selalu merajuk padaku tanpa alasan! Kau tidak tahu betapa sulitnya aku sekarang, huh?"
Baekhyun berbalik dan menatap Chanyeol dingin. "Aku membencimu, Park Chanyeol!"
"Aku juga membencimu, kalau saja kau tidak tahu, Byun Baekhyun!
TBC