Nuna! Nuna!

[Kutukan Cokelat]

Chanyeol/Baekhyun

GS!

Summary:

Awalnya, hidup Baekhyun biasa-biasa saja. Seorang anak SMA dengan otak rata-rata, dibully cowok taksirannya, dan hidup begitu-begitu saja. Tidak ada yang istimewa. Sampai satu ketika ia bertemu seorang anak gendut yang menghabiskan seluruh persediaan cokelat yang ia punya, dan terbangun esok paginya dengan seorang pria bertelanjang dada di sisinya. Wait, what?!


Yeosot [6]

.

.

Gelagapan, Baekhyun buru-buru bangkit berdiri, diikuti Chanyeol. Ia masih linglung dengan apa yang barusaja ia alami, darahnya terasa berdesir dan jantungnya mendadak berpacu begitu kerasnya hingga ia takut itu terdengar oleh orang lain. Sementara yang lain, mulai ribut berdebat di belakang.

"Ada apa tadi?!" Suga berteriak.

"Aissh. Siapa yang mendorongku tadi?" Kali ini sepertinya suara Hoseok, teriakannya heboh. "Hati-hati dong! Aku hampir jatuh! Kalau saja aku melihat siapa orangnya, mati kau!"

Baekhyun, masih dengan kebodohannya sendiri, terkesiap untuk kali kedua saat seseorang menyentuh lengannya. Ia mengira itu Chanyeol, namun suaranya berbeda.

"Kau jatuh? Apa terluka?" Itu suara Taehyung. Anehnya, kenapa ia peduli, memangnya?

Tapi Baekhyun tidak sanggup berpikir sampai di situ. Pikirannya masih dipenuhi Chanyeol dan apa yang barusan terjadi dalam gelap sehingga ia hanya mengangguk sebelum sadar Taehyung mungkin tidak bisa melihatnya.

"I-iya. Aku...baik-baik saja."

"Hm. Bagus."

Ia... tidak melihatnya tadi, kan? Semua orang tidak melihatnya. Hanya... ia dan Chanyeol yang tahu. Sisa perjalanan di rumah hantu ia lalui dengan setengah sadar. Ia sudah kehilangan kemampuan untuk merasa takut pada hantu-hantu palsu yang beberapa kali muncul di depan hidung mereka. Ia tidak dapat lagi terkejut. Karena pikirannya berpusat pada kejadian tadi. Karena jantungnya berdebar keras untuk... ciuman itu.

Tidak. Tidak mungkin. Baekhyun meraih bibirnya. Itu kan... ciuman pertamanya.

"Halooooo~ kenapa kau sepucat hantu begitu?" Hoseok tertawa meledak sambil mengibas-ngibaskan tangan di depan Hidung Baekhyun. Suga di sampingnya, merangkulkan tangan di pundak Suga dan ikut tertawa.

Tapi Baekhyun kali ini bahkan tidak bisa merasa emosi.

"Kau pasti tadi ketakutan sekali ya? Apa kau sampai pipis di celana?"

"Seharusnya kau memeluk pacarmu saja tadi," Hoseok menambahkan.

"Oh menurutku dia memang melakukannya," Suga merespon. "Di sana kan gelap, toh orang lain juga tidak akan melihat."

Deg. Jantung Baekhyun rasanya tidak mungkin lagi berpacu lebih cepat. Tapi sepertinya itu terjadi. Gadis itu menatap Suga horor, takut pria pendek berkulit putih susu dan berwajah bayi namun berhati Adolf Hitler itu melihat semuanya. Namun Suga tampak tidak peduli, ia sibuk tertawa dan sekarang nimbrung permainan yang sedang dimainkan Hoseok di gadgetnya. Mereka berebut seperti anak kecil sekarang.

"Kau." suara memerintah itu, Baekhyun mengenalinya. Ia bahkan tidak perlu repot-repot menoleh namun ia melakukannya. Ini adalah pertama kalinya Taehyung bicara sejak keluar dari rumah hantu. Jika dipikir-pikir, sejak tadi ia tidak terdengar banyak bicara. Tidak seperti Taehyung biasanya. "Belikan minuman untukku dan pacarku," gesturenya menunjuk pada gadis tinggi yang digandengnya, "jangan softdrink, bubble tea saja."

"Dan kami dua, ya!" Hoseok mengangkat tangannya di udara tanpa melepaskan matanya dari gadget, begitupun Suga.

"Uangnya?"

Taehyung menatapnya iritasi. "Uangmu, Bodoh."

Satu geplakan mendarat di kepala Taehyung. Baekhyun nyaris tertawa. Oh, ia pasti akan tertawa seandainya situasinya berbeda. Seandainya tidak sampai setengah jam sebelumnya tidak ada kejadian apa-apa.

Taehyung mengusap kepalanya dan melotot pada Bora, namun gadis itu tidak peduli sama sekali dan hanya tersenyum lembut pada Baekhyun seraya menyerahkan sejumlah won.

"Dia suka begitu, maaf ya. Ini, kau beli juga minuman yang kau suka."

Baekhyun berterimakasih dan setengah berlari pada stand penjual minuman. Terbebas dari komplotan Taehyung meski hanya sebentar membuatnya merasa cukup lega. Ia pasti akan merasa jauh lebih lega lagi seandainya Chanyeol tidak mengikutinya.

"Kenapa kau mengikutiku?!" Ia sudah berdiri di depan counter sekarang, dengan Chanyeol di sampingnya. Satu meter jaraknya, karena Baekhyun tidak mau dekat-dekat. Seolah, jika mereka berdiri lebih dekat dari itu Chanyeol akan tiba-tiba saja bertanya tentang ciuman di rumah hantu tadi.

"Nuna tidak akan bisa membawa semua minuman sendiri."

"Aku bisa," jawab Baekhyun keras kepala. Ia memesan enam gelas bubble tea original kepada si penjaga dengan lantang dan berbisik lagi pada Chanyeol. "Kembali sana."

"Kemana?"

"Pada mereka."

"Tidak mau. Aku hanya punya nuna untuk diikuti."

Baekhyun mencibir. Kalimat berikutnya meluncur sebelum ia dapat menghentikannya. "Bagaimana dengan nuna yang mencium pipimu itu?"

Ia menyesalinya beberapa saat kemudian. Kenapa ia terdengar... seolah-olah ia cemburu?

"Nuna... marah?" Chanyeol bertanya polos.

"Tidak! Kenapa aku harus marah?!" Namun kebalikan dari kalimatnya, intonasinya meninggi dan matanya nyaris melotot.

Saat semua minuman sudah siap, Baekhyun segera membayar dan memeluk semuanya, tidak mengijinkan Chanyeol untuk membantu. Ia barusaja berputar di tumitnya dan berniat melangkah saat ia tersandung kaki sendiri dan limbung seketika. Ia berpikir ia akan jatuh lagi namun seseorang menangkapnya. Mencegahnya jatuh bersama para minuman ke tanah dengan memeluknya dari belakang.

Baekhyun tercekat. Ia melihat kedua pasang tali sepatunya terikat satu sama lain dan Hoseok serta Suga yang cekikikan di ujung sana, jelas berhubungan. Namun itu bukan lagi masalah besar sejak fokusnya jatuh pada lengan yang melingkari perutnya dan bertahan di sana selama satu atau dua detik.

"Nuna, kau tidak apa-apa?"

Park Chanyeol segera berlutut di depan Baekhyun, melepaskan ikatan sepatunya, dan mengikat tali sepatunya kembali dengan simpul yang rapi. Ia melakukannya dengan serius dan tampak senang.

Baekhyun menyadarinya. Ia sudah terbiasa jatuh. Ke tenah, ke ubin. Lutut dan telapak tangannya sudah terbaisa mencium kerikil atau lantai yang kasar. Ia sudah biasa jatuh karena ulah Taehyung atau teman-temannya. Tapi ia tidak biasa dengan ini. Untuk pertama kalinya, seseorang menangkapnya. Pertama kalinya seseorang ada di sana untuk melindunginya. Meskipun itu hanya seorang anak kecil.

Yeah. Anak yang jauh lebih muda darinya.

Dari sudut matanya Baekhyun melihat Taehyung menatapnya tajam sebelum akhirnya berlalu diikuti pacar dan teman-temannya. Tidak tahu kemana. Pulang, mungkin? Chanyeol menyelamatkannya kali ini. Tapi... itu bukan untuk waktu yang lama, kan?

.


.

Beberapa permainan yang mereka lakukan berikutnya akan jadi menyenangkan seandainya saja beberapa insiden tidak terjadi. Seperti kejadian di rumah hantu yang membawa separuh jiwa Baekhyun pergi, bahkan hingga sekarang. Seperti Taehyung dan komplotan laknatnya yang tidak henti-henti mencari cara mengerjai Baekhyun. Seperti Bora yang meski sudah punya pacar tidak henti-hentinya melriik Chanyeol. Roller Coaster yang mereka naiki di akhir juga tidak membantu, kalau tidak justru membuat lebih buruk. Baekhyun takut sekali ketinggian sehingga ia harus berpegangan erat pada lengan Chanyeol.

Tapi rupanya, Chanyeol lebih takut lagi sehingga ia berteriak-teriak ketakutan dan menyusrukkan wajah ke dada Baekhyun sambil meremas lengannya. Seandainya itu keadaan lain, niscaya Chanyeol sudah kehilangan satu gigi karena kelancangannya.

"NUNAAAAAAA TOLONG HENTIKAN! CHANYEOL INGIN PULAAAANGGG!"

"BUNUH SAJA AKUUUUU!" Benar. Itu Baekhyun.

Dan sebagai penyempurna, pria itu muntah-muntah begitu turun. Ia berlari mencarikan Chanyeol obat anti mabuk dan memutuskan bahwa kencan palsu mereka berakhir untuk hari itu. Ia sudah tidak tahan!

Jadi meskipun Taehyung tidak terima, ia sudah tidak lagi peduli dan pergi dengan menyeret Chanyeol yang setengah mabuk dari sana.

Menyebalkan! Semuanya hanya menyebalkan!

"Nuna, kenapa tiba-tiba aku merasa kakimu itu pendek sekali, ya?"

Mereka dalam perjalanan pulang, Baekhyun masih terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, tidak berusaha membuka pembicaraan sampai akhirnya, pria itu yang melakukannya. Sayangnya, dari sekian ratus juta jenis pertanyaan, kenapa kalimat macam itu yang ia ucapkan? Baekhyun menghentikan langkahnya tiba-tiba, mendadak memberi sorotan tatap 'kau-mau-mati-ya?' pada Chanyeol yang menatap tanah tanpa dosa, sibuk berusaha menyamakan langkahnya yang lebar dengan langkah Baekhyun. Baekhyun menyadari betapa ukuran kaki mereka berbeda, tapi tetap saja komentar tadi bukanlah fakta yang menyenangkan untuk diumbar-umbar.

Dengan cepat, Baekhyun menginjak kakinya, cukup keras hingga pria itu menjerit tertahan, segera mengangkat kakinya ke atas dan memeganginya begitu lepas dari Baekhyun.

"Dasar. Kaki aslimu itu sebenarnya jauh lebih pendek dariku, kau tahu?!"

Tanpa mempedulikan Chanyeol yang masih berusaha meniupi kakinya, Baekhyun mengambil langkah cepat mendahului, seolah ingin membuktikan bahwa meskipun kakinya, baiklah, pendek, ia bisa berjalan cepat, hingga Chanyeol harus tertatih di belakang, memanggil-manggilnya.

"Nunaaa!" Beberapa kali. Namun yang terakhir terdengar lebih jauh dari yang diprediksikan. Baekhyun menolehkan kepalanya, menemukan Chanyeol sedang berdiri diam di sana, menunjuk pada pajangan berkotak-kotak susu pisang yang terlihat dari kaca di luar supermarket.

"Nuna, aku ingin itu!" rengeknya.

Baekhyun mendesah. Lagi?!

.


.

Baekhyun, dengan mata mengantuk dan sulit terbuka, meraba-raba mencari ponselnya. Ini hari minggu, hari paling baik untuk bermalas-malasan. Jadi ia berencana tidur sampai siang, seandainya shift kerjanya bias dimulai sore saja.

"Aisshhhasdfghjklluyq!" Baekhyun menendang-nendang selimut dan bergulingan di kasur. "Aku malas sekali bekerja! Tolong!"

Ia melihat jam di ponselnya, sudah pukul setengah sembilan. Kepalanya sampai pusing karena ia baru bisa tidur waktu subuh gara-gara keranjingan bermain game.

Ia membuka-buka ponsel sampai berjalan ke dapur dan duduk menghadap meja makan. Sekali lagi membiarkan rasa kantuk menguasainya. Samar-samar, ia bermimpi tentang roti panggang, dengan keju meleleh di atasnya, atau mungkin... sunny side egg, telur mata sapi masakan koki handal restoran yang ketika ditusuk, mengeluarkan kuning telur setengah matang yang amat menggiurkan. Ugh, sarapan sempurna untuk pagi hari. Baekhyun merasa bahwa ia hampir meneteskan air liur. Kemudian ia tahu, mimpi itu terasa nyata, bau itu... nyata.

Tersentak dari tidur sesaatnya, Baekhyun berdiri tegap, seakan baru menyadari bahwa ia tertidur di meja dapur. Di seberang meja, ia menemukan cengiran yang familiar; Chanyeol, dalam pakaian santai hari minggunya, tampak... yeah, tampan, seperti biasa, manis, seperti biasanya, namun hari ini dengan tambahan,,, keren, juga wangi. Pria ini wangi sabun, dan sedikit... bau asap—hanya sedikit. Tidak hanya bau Chanyeol, Baekhyun menemukan aroma lainnya di ruangan itu. Salah satunya adalah aroma telur goreng dan segelas susu yang terhidang di depannya.

"Selamat pagi, Nuna."

Baekhyun tidak repot-repot membalas. Tatapannya lebih tertarik pada telur dan susu di depannya. Mengikuti pandangan Baekhyun, Chanyeol menyodorkan piring dan gelas itu lebih dekat ke hadapannya. Membuat Baekhyun membalas tatapan Chanyeol dengan pandangan bertanya dan salah satu alis terangkat naik.

"Untukmu, Nuna. Hm... aku tidak bisa memasak makanan yang lebih baik."

"Anniya. Aku hanya... tidak tahu kau bisa memasak."

Chanyeol menggaruk pangkal lehernya sementara cengirannya berubah menjadi salah tingkah. "Hanya telur. Semua orang juga bisa"

Yah, tapi terakhir kali aku menggoreng telur, semuanya gosong. Aku bahkan tidak bisa menggoreng telur, Baekhyun meratap dalam hati. Chanyeol tidak boleh tahu aibnya, tentu saja. Tapi, berhubung ia lapar, dengan tidak tahu malunya ia mulai menusuk telur itu dengan garpu hingga kuning telurnya pecah. Kematangan yang sempurna bagi Baekhyun. Ia segera memasukan satu potongan besar ke mulut.

"Nuna! Nuna!"

"Hm?" Baekhyun mengunyah dengan kedua pipi menggembung penuh.

"Hari ini kau jadi akan mengajakku ke tempat kerjamu, kan?"

Baekhyun mengangguk-angguk, memasukkan lagi potongan berikutnya ke dalam mulutnya yang belum benar-benar kosong.

"Chanyeol tadi ingin membangunkan nuna tapi nuna tidur nyenyak sekali."

"Kitha mashih phunyaahh shatuh jham shetngehah lhagih tenhang sajah..."

"Benar tidak apa, Nuna? Kata Nuna bos Nuna galak."

Pada kalimat itu, Baekhyun memperlambat kunyahannya. Bosnya galak itu memang benar adanya. Kemarin saja, karena kecapekan dan mood yang benar-benar jatuh, Baekhyun meminta ijin untuk tidak masuk dengan alasan sakit. Dan yah, ia mendapat ceramah panjang untuk itu. Jadi hari ini, jika ia terlambat, matilah.

Mengabaikan tekanan batin itu, Baekhyun memeriksa ponselnya. Ada beberapa pemberitahuan di akun sosial media yang ia putuskan akan ia periksa nanti saat melihat tanda merah di sudut atas icon pesan dan panggilan tidak terjawab. Ia membuka yang kedua terlebih dahulu. Ada lima panggilan tidak terjawab. Tidak biasanyanya. Baekhyun lalu beralih ke kotak pesan dan segera menyemburkan kopi yang barusaja masuk melewati bibirnya.

"Nuna, ada apa?" tanya Chanyeol bingung bercampur panik. Pasalnya, Baekhyun tampak tiba-tiba pucat.

"Eomma. Eomma...," Baekhyun mulai panas dingin dan melompat-lompat di kursinya. Ia mengalami gangguan verbal dadakan, dan lebih parah lagi, gangguan sistem. "Eomma bilang dia mau ke sini dan akan tiba jam sembilan!"

Lalu, pemandangan jam dinding di dapur yang menunjukkan jam sembilan itu tidak sampai lima menit lagi, Baekhyun merasa jantungnya jatuh ke kaki.

.


.

Kim Young Ah meletakkan dua bingkisan besar yang ia gotong-gotong kesana kemari sejak dari rumah di depan pintu. Ia perlu tangannya untuk menekan bel, dan lagipula, membawa kedua bingkisan berisi sup dan beberapa macam makanan, serta bahan kebutuhan pokok seperti beras dan sayur-sayuran nyaris membuat tangannya keram. Putrinya itu, tidak bisa apa-apa sama sekali. Mengurus dirinya sendiri saja tidak bisa, apalagi memasak makanan sungguhan—selain mie instan—dan mendapatkan pacar. Putri tidak tahu diri itu mungkin akan membujang selamanya dan menjadi bibi-bibi perawan, pikirnya getir.

Wanita paruh baya itu meluruskan jari-jemarinya sebelum menekan bel. "Aissh. Anak itu pasti masih tidur. Ya ampun! Sudah jam berapa?!"

Jemarinya menyentuh bel, hampir menekannya.. Namun sebelum ia sempat melakukan itu, pintu bergeser terbuka. Young Ah membuka mulutnya, siap dengan omelan panjang lebar pada putri semata wayangnya itu saat menemukan yang berdiri di depannya justru adalah seorang pria. Sebagai penambah keterkejutannya, pria itu sungguh tinggi, dan tampan luar biasa.

"Ya Tuhan!" Ia menutup mulutnya yang tak bisa menutup sendiri dengan telapak tangan. Dengan mata melebar, seolah sosok di depannya adalah hantu. Atau... hmm... malaikat?

Pria itu menatapnya dengan sama terkejutnya. Berusaha kembali menguasai diri lebih cepat sehingga ia membungkuk hormat.

"Halo Bibi! Selamat datang!"

"K-kau... siapa?" Young Ah tergagap.

Sempat berpikir, ia mungkin salah alamat, mata tuanya mungkin salah melihat nomor. Tapi kemudian, sosok yang sangat ia kenali muncul di balik pundak pria itu. Byun Baekhyun, putrinya. Baekhyun menatap ibunya nyaris dengan mata hampir keluar dari rongganya.

"Eomma. Kau... sudah di sini?"

Selama beberapa saat, semua orang sudah berkumpul mengelilingi meja makan berbentuk bundar kecil di tengah dapur yang merangkap ruang serba guna, semua orang terdiam tanpa mengatakan apa-apa. Seperti adegan dalam film yang di pause. Kebekuan itu dipecahkan sendiri oleh Young Ah, yang dengan suara nyaris bergetar, bergerak maju dan mencoba menggapai Chanyeol, yang menegang dan memundurkan tubuh takut-takut. Wanita itu berpindah menatap Baekhyun, membuat gadis itu juga merasa perlu mundur sejauh mungkin hingga lenyap dari penglihatan ibunya.

Di sini terbaring Byun Baekhyun. 18 tahun. Mati karena dimutilasi ibu sendiri.

"Byun Baekhyun. S-siapa pria ini?" tanyanya tajam, masih bercampur syok. Melihat seorang pria berada di rumah putrinya sepagi ini adalah yang tidak pernah melintas dalam benaknya.

Untuk alasan tidak sanggup menatap ibunya, Baekhyun menunduk, berusaha memikirkan alasan masuk akal untuk semua ini. Terlambat, Chanyeol sudah dengan senang hati menjawab pertanyaan ibunya.

"Halo, Bibi!" Ia membungkuk dalam, sebuah senyum lebar yang familiar bagi Baekhyun terukir di wajahnya ketika ia menatap Young Ah. "Saya Park Chanyeol, tapi Nuna lebih senang memanggilku Channie."

Young-Ah balas tersenyum, lebih rileks, jelas senang sekali dengan rasa hormat yang barusaja ditunjukkan Chanyeol.

"Oh... Chanyeol. Kau... pacarnya Baekhyun?"

Terlalu cepat. Sebelum Baekhyun berhasil mengeluarkan suara dari mulutnya yang sudah setengah terbuka, Chanyeol mengangguk dan tersenyum lebih lebar.

"Neh. Saya pacarnya NoonBaekkie."

Kedua mata Baekhyun membulat. Apa... katanya tadi? Darimana skenario ini datangnya?!

"Oh, astaga! Ya ampun!" Young Ah tertawa pendek, terdengar begitu girang.

Dan untuk pertama kali dalam sejarah kehidupannya, Baekhyun mendapatkan tatapan bangga dari ibunya. Ditambah elusan di rambut yang membuat Baekhyun nyaris lari, tidak mengenali ibunya sendiri.

"Kau ternyata pintar sekali mencari pacar. Pemuda ini akan memperbaiki keturunan kita!" ujarnya seraya bertepuk tangan heboh.

"Eomma!" Baekhyun memutar bolamata, merasa malu dengan perkataan terlalu langsung ibunya.

Chanyeol hanya tersenyum malu dan menggaruk tengkuknya. Senyum malu yang hanya membuat Young Ah lebih terkesan lagi dan Baekhyun lebih malu lagi.

"Anak manis," kata Young Ah, mengacak rambut Chanyeol yang menurut-menurut saja diperlakukan demikan. "Oh iya, sampai lupa!" Ia tertawa senang. "Ibu tadi memasak sup tahu kesukaan Baekhyun, kau juga harus mencicipinya, kau pasti suka.

Maka kedua bungkusan yang sejak tadi teronggok di atas meja, terlupakan karena situasi yang tak terduga, sekarang akhirnya dapat mengeluarkan diri dari kain serbet yang melapisinya. Young Ah menyusun rantang-rantang berisi sup tahu, nasi, kimchi, lauk-pauk dan udang goreng di atas meja.

"Chanyeol-ah, kau pasti belum sarapan, kan?"

"S-sebenarnya, sudah, Bibi," jawabnya pelan. "Aku menghabiskan setangkup roti dan telur."

"Oh ya ampun! Sarapan ala barat belum mengenyangkan. Kau harus makan nasi, huh? Dan jangan panggil aku Bibi, panggil saja 'Eomma', mengerti?"

"Huh?" Baekhyun nyaris tersedak ludahnya sendiri, namun Chanyeol, meski tampak kikuk, mengangguk. "Y-ya, Eomma."

"Anak manis," katanya, menyentuh pipi pria itu dengan sayang.

Tidak hanya itu, hampir membuat rahang Baekhyun jatuh melihat ibunya mengambil sumpit, membelahnya menjadi dua, dan menaruh lauk di atas nasi sebelum menyuapkannya pada Chanyeol. Chanyeol membuka mulutnya dengan pasrah setelah sebelumnya mengerling pada Baekhyun, yang tidak punya kata-kata untuk diucapkan, terlalu terguncang.

Seumur hidupnya, Baekhyun tidak pernah tidak menghabiskan sup tahu kesukaannya, namun hari itu ia tidak bisa.

Suasana makan berlangsung dengan relatif tenang, sejauh telinga dapat menangkap, hampir hanya suara Ah Young yang terdengar, bercerita macam-macam tentang Baekhyun, kebiasaan-kebiasaan buruknya, pengalaman masa kecil, dan segala hal yang membuat Baekhyun memutar bolamata dengan pipi seperti kepiting rebus.

"Hm. Jadi, kau tinggal dimana, Chanyeol?" Young Ah bertanya.

"Huh? Di si—"

Sebelum selesai kalimat tersebut, Baekhyun telah menendang kakinya di bawah meja, dan dengan cepat-cepat menjawab. "Beberapa komplek dari sini, dia tinggal di asrama pria, Eomma," diikuti cengiran tidak perlu.

"Oh... kau sekolah juga? Atau kuliah, atau bekerja?"

"Seko—"

"Kuliah! Dia... uhm, beberapa tahun lebih tua dariku, Ibu bisa lihat sendiri."

Young Ah mengangguk-angguk. "Kau benar, dia tampak lebih dewasa, dan," Young Ah menyentuh bisep Chanyeol, meremasnya hingga pria itu berjengit. "Lihat! Ototnya bahkan besar sekali," tawanya.

Baekhyun dan Chanyeol tidak punya pilihan selain tertawa dipaksakan.

"Oh iya, Eomma lelah! Eomma mau istirahat di kamarmu sebentar, Baekhyun."

Sambil berkata demikian, Young Ah berdiri, meregangkan otot-otot tubuhnya sebentar sebelum berjalan menuju kamar yang sudah dihafalnya.

"Tadi malam Eomma tidur larut karena mengerjakan pesanan kue, dan tadi pagi Eomma sudah bangun pagi-pagi sekali untuk memasak buatmu. Sekarang Eomma benar-benar lelah, ujarnya sambil menguap.

Baekhyun mengiringi di belakang saat ibunya melangkah masuk ke kamarnya tanpa peringatan. Bersyukur bahwa ia sudah sempat menyingkirkan barang-barang Chanyeol yang berserakan hampir di setiap ruangan di menit-menit terakhir. Ia terkesiap, nyaris menepuk wajahnya sendiri saat melihat celana dalam pria yang sepertinya terjatuh saat ia mencoba mengangkut semuanya dan menjejalkannya ke dalam lemari.

"Baekhyun-ah, kenapa panas sekali di sini?" Young Ah tiba-tiba berbalik, dan detik yang sama, Baekhyun melompat, menginjak benda merah marun itu dengan kakinya dan menyepaknya ke belakang, berharap setengah mati agar Ibunya tidak melihat.

"O-oh, benarkah?" jawabnya seadanya, mulai mengipasi Ibunya dengan tangan.

"Ah sudahlah," Young Ah menggeleng, tidak tampak terlalu terpengaruh dengan perilaku aneh putrinya "Eomma tidur di ruang tengah saja."

Belum lagi Baekhyun bisa bernapas lega, ia sudah harus panik sendiri hingga terpaksa menutup mulut demi mencegah pekikannya melihat satu kaus oblong milik Chanyeol menyembul di sudut sofa. Ia tidak akan sempat berlari ke sana dan menyembunyikannya, Ibunya akan tahu. Jadi dari belakang ia mengaba-aba Chanyeol yang duduk menyetel TV di dekat sofa, berharap pria itu mengerti dengan gerak bibirnya dan bahasa isyarat—bahasa tubuh—yang ia gunakan. Syukurlah, pria itu mengerti. Tepat pada waktunya, Chanyeol melemparkan diri ke atas sofa tepat sebelum Ibunya Baekhyun duduk atau berbaring di situ, menutupi kaus oblong kotor miliknya dengan punggung.

"Ekhem, aku lelah sekali," ujar Chanyeol dramatis, meregangkan lengannya selagi memperbaiki posisi tidur.

"Aigoo, kau juga kelelahan, ya? Apa yang kau lakukan memangnya, semalam?" sahut Young Ah, dengan sayang membelai rambut Chanyeol. "Baiklah, kalau begitu Eomma lebih baik mandi dulu agar tidak kepanasan, Eomma berkeringat karena cukup jauh berjalan kaki."

Baekhyun pikir, semua sudah berakhir saat melihat punggung ibunya menghilang di kamar mandi. Ia pikir, semua sudah aman. Ia tidak sadar, ia sudah memasukkan diri dalam jebakannya sendiri.

Di kamar mandi, mulanya Young Ah heran, dengan fasilitas kamar mandi yang serba kembar. Ada dua handuk kecil dan dua handuk besar tergantung. Ada dua buah sikat gigi. Dan... ada jemuran pakaian dalam yang bukan milik Baekhyun. Itu milik pria. Dan dia harusnya tahu siapa.

"BYUN BAEKHYUN!"

"Eomma!" Baekhyun meringis, memeluk kaki Ibunya. "Itu tidak seperti yang kau pikir!"

"Memangnya seperti apa lagi?! Ibu sudah cukup melihat semuanya! Kalian tinggal bersama, kan?! Byun Baekhyun! Apa ini yang Eomma ajarkan padamu?!"

"Bukan begitu, Eomma! Aku dan dia tidak ada apa-apa! Aku bahkan tidak cukup mengenalnya—"

"Tidak cukup mengenalnya dan berani tinggal bersama?! Memangnya kau itu perempuan macam apa, Byun Baekhyun!"

Kemarahan sepertinya terpancar di mata Young Ah bahkan ia melayangkan tangannya yang hampir mendarat di wajah Baekhyun. Hampir. Hampir sekali. Pukulan itu keras, dengan bunyi yang mengilukan. Baekhyun berjengit penuh antisipasi, namun pukulan itu tidak mengenainya pipinya sama sekali. Melainkan Chanyeol.

Baekhyun tersentak, begitu pun Young Ah. Chanyeol berlutut di depannya, menerima pukulan yang segera menampilkan bekas merah di pipinya dan menunduk. Tidak ada kemarahan. Ia tampak seolah mengumpulkan keberanian demi menatap mata Young Ah.

"Ini semua salahku. Salahkan semuanya padaku, Bibi. Baekhyun tidak melakukan apapun, aku bersumpah. Jika kau ingin marah, marahi aku. Jika kau ingin memukul, pukul aku sepuasnya. Jika kau ingin berteriak, telingaku di sini. Limpahkan semuanya padaku saja, dan bukan Baekhyun."

Young Ah menjatuhkan tangannya ke sisi tubuh. Tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia masih merasa marah, tentu saja. Tapi melihat anak ini, yang menjadikan dirinya semacam perisai manusia demi melindungi putrinya, Baekhyun... ia tidak tahu masih ada pria jenis itu di dunia di luar dari drama yang ia tonton di televisi.

"A-apa yang... kenapa kau melakukan ini?" tanyanya

"Maafkan saya, Bibi. Tapi, Baekhyun adalah tanggung jawab saya. Saya tidak akan... membiarkan Bibi menyakitinya. Mulai sekarang, hukum saya saja, Bibi!"

Baekhyun kehilangan kata-kata. Kalimat itu... nyaris seperti di drama-drama. Diucapkan dengan serius, dan dalam, seolah dari seorang aktor berbakat.

"Katakan," Young Ah menjawab, sama seriusnya. "Kenapa kau melakukan ini demi putriku? Kau... mencintainya?"

Chanyeol mengangguk, pelan, namun tanpa keraguan. "Dengan seluruh hati saya."

Perut Baekhyun bergejolak, antara ingin muntah, ingin berteriak, menangis, dan keinginan untuk kabur. Apa... apa-apaan ini?

Young Ah berlutut sehingga sejajar dengan Chanyeol. Tatapannya sudah jauh melembut ketika ia menggapai sisi wajah Chanyeol dengan telapak tangannya. "Anak nakal, sudah kubilang untuk memanggilku Eomma! Atau... Eomma mertua," ia tertawa nyaris histeris.

"A-apa saya...kami, dimaafkan?"

"Tentu. Tapi kalian tetap harus hati-hati ya. Eomma harap kalian segera menikah karena hamil di luar nikah itu tidak baik," tawanya menyusul kemudian, agak melengking.

Hanya menyebabkan keringat bertetesan di kening Baekhyun.

.


A/N: Kenapa nama Ibunya Baekhyun Kim bukannya Byun? Karena, jika kalian belum tahu, di Korea tidak mengikuti sistem dimana istri mengikuti marga suami setelah menikah. Jadi kalo ChanBaek nikah, marganya tetep masing-masing. Justru kalau anak sama marga dengan ibunya aneh, berarti dia nggak punya ayah,

Anyway, aku sebenarnya nggak mau ngemis2 komen, tapi aku kesepian jadi... 15 komen baru kulanjut ya XD